Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah murni hasil
pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan
sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk tugas pada mata ajaran
lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau
dikomunikasikan untuk tujuan deteksi adanya plagiarisme.
Mata Ajaran : Teori Akuntansi Keuangan
Judul Tugas : Liabilities and Owners Equity
Tanggal
: 11 Oktober 2013
Dosen
No.
Nama Mahasiswa
NPM
Yudha Pratama
1006815543
1106136145
1206316761
1206316925
1206317285
Ren Adam A. S.
1206317871
Tanda tangan
Proprietary theory dikembangkan ketika bisnis masih sederhana dan pada umumnya
berbentuk proprietorship dan partnership. Dalam perkembangan yang lebih lanjut, teori ini tidak
tepat untuk perusahaan besar. Secara hukum, perusahaan adalah entitas yang terpisah dari owner
dan mempunyai hak dan kewajiban sendiri. Perusahaanlah yang menguasai aset dan yang
terbebani utang-utang, bukannya pemilik atau pemegang saham.
1.2. Entity Theory
Entity theory dimulai dengan fakta bahwa perusahaan adalah entitas yang terpisah dengan
owner. Meskipun entitas bukanlah persona, tetapi entitas adalah sesuatu yang nyata dan
keberadaannya dapat diukur. Ketika saham perusahaan diterbitkan, keberlangsungan hidup entitas
tidak bergantung pada pemegang saham.
Terdapat dua asumsi yang berhubungan dengan teori ini yaitu separation yang berarti
perusahaan terpisah dari owner dan viewpoints dimana prosedur akuntansi dilihat dari sudut
pandang entitas. Meskipun teori ini tepat untuk akuntansi corporate tetapi teori ini juga bisa
diaplikasikan ke proprietorship, partnership dan organisasi nir-laba.
Tujuan dari pelaporan akuntansi menurut teori ini adalah stewardship atau akuntabilitas.
Pandangan tradisional mengatakan bahwa bisnis perusahaan beroperasi untuk keuntungan dari
pemegang saham yang menyediakan dana untuk entitas. Oleh karena itu entitas harus melaporkan
kepada pemegang saham tentang status dan hasil dari investasi mereka. Sedangkan pandangan
terbaru tentang teori ini menempatkan entitas sebagai bisnis itu sendiri dan entitas berkepentingan
atas kelangsungannya. Oleh karena itu, entitas bisnis melaporkan kepada pemegang saham dalam
rangka memenuhi ketentuan hukum dan untuk menjaga hubungan baik dengan mereka dalam hal
memerlukan dana di masa depan.
Menurut teori ini, fokus persamaan akuntansi adalah aset dan ekuitas, dan entitas adalah
pusat utama. Persamaan akuntansinya:
Assets = Equities
Konsep teori ini berpusat pada aset karena aset adalah sesuatu yang nyata dimiliki perusahaan,
sedangkan ekuitas berkaitan dengan klaim atas aset tersebut. Kreditur memiliki klaim khusus
yang disebut liabilitas dan pemegang saham memiliki klaim residual atas aset dalam kasus entitas
dibubarkan, bagaimanapun, kreditur dan pemegang saham merupakan penyedia dana. Sehingga
aset adalah milik perusahaan dan kewajiban merupakan kewajiban dari perusahaan, bukan
pemilik.
Teori ini menyatakan bahwa pendapatan adalah arus masuk aset sedangkan beban
berhubungan dengan biaya aset dan jasa yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan
pendapatan dalam periode tertentu. Beban mengurangi nilai kekayaan entitas.
Setiap pembayaran yang menggunakan uang dianggap sebagai beban karena kreditor dan
shareholders dianggap pihak luar. Sedangkan dividen, beban bunga, beban pajak adalah beban
karena mengurangi ekuitas dari entitas.
Kesimpulannya, baik proprietary maupun entity theory sama-sama memberikan pengaruh
dalam praktik akuntansi. Teori akuntansi konvesional didasarkan pada entity concept dan laporan
keuangan merefleksikan sudut pandang entity. Sudut pandang dari proprietary juga ikut
mempengaruhi sebagai contoh beban bunga merupakan beban namun dividen merupakan
distribusi laba.
2. DEFINISI LIABILITIES
Berdasarkan IASB Framework paragraf 49(b) Liabilities adalah kewajiban saat ini suatu
entitas yang timbul dari kejadian masa lalu, yang penyelesaiannya diperkirakan berupa arus keluar
dari sumber daya yang memiliki manfaat ekonomi bagi entitas. Dua komponen utama definisi
tersebut adalah:
Timbul dari transaksi masa lalu atau kejadian lain di masa lalu
Menurut Paragraf 10 PSAK 57 (Revisi 2009) tentang Provisi Kewajiban dan Aset Kontijensi,
liabilitas adalah kewajiban kini perusahaan yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya diperkirakan mengakibatkan pengeluaran sumber daya perusahaan.
2.1 Kewajiban saat ini
Kewajiban akan menimbulkan arus keluar dari manfaat ekonomi di masa mendatang.
Pengeluaran aktual belum terjadi. Contohnya:
Utang adalah kewajiban saat ini yang muncul dari penyediaan jasa (kejadian masa lalu)
oleh pihak lain. Paragraf 11 huruf b PSAK 57 tentang (Revisi 2009): Provisi Kewajiban
dan Aset Kontijensi, menyebutkan bahwa akrual adalah kewajiban untuk membayar
barang atau jasa yang telah diterima atau dipasok, tetapi belum dibayar, ditagih atau secara
formal disepakati dengan pemasok.
Pemeliharaan yang direncanakan dapat menjadi kewajiban jika ada kewajiban saat ini
kepada pihak lain (misalnya kontrak) untuk penyelesaian pemeliharaan tersebut. Rencana
pemeliharaan di masa depan tanpa adanya komitmen kepada pihak lain tidak
menimbulkan kewajiban saat ini berdasarkan IASB framework. Hal serupa diatur dalam
paragraf 50 huruf e PSAK 55 tentang (Revisi 2011): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran, dimana transaksi masa depan yang direncanakan, walaupun sangat pasti,
bukan merupakan aset dan liabilitas karena entitas belum menjadi salah satu pihak dalam
kontrak.
Paragraf 62 IASB Framework menyatakan bahwa penyelesaian atas kewajiban dapat terjadi
melalui beberapa cara seperti pembayaran kas, pengalihan asset yang lain, penyediaan jasa,
penggantian suatu kewajiban dengan kewajiban lain, konversi kewajiban menjadi ekuitas, atau
penghapusan kewajiban oleh kreditur. Dari beberapa penyelesaian tersebut, hanya pembayaran
kas dan pengalihan asset yang lain yang melibatkan arus keluar dari asset yang diakui oleh entitas.
Contohnya, utang diselesaikan dengan pengeluaran kas (arus keluar asset). Kewajiban atas
pendapatan diterima di muka diselesaikan dengan penyediaan barang atau jasa.
2.2 Peristiwa di masa lalu
Karena kewajiban timbul dari peristiwa masa lalu, hanya kewajiban saat ini yang akan
dicatat. Kewajiban di masa depan tidak dicatat. Namun, peristiwa masa lalu terkadang susah
untuk ditafsirkan. Ada tidaknya peristiwa masa lalu penting dalam menentukan ada tidaknya
kewajiban. Contohnya:
a. Pemesanan persediaan ke pemasok
Ketika perusahaan memesan persediaan ke pemasok, belum ada kewajiban sampai barang
diterima atau sampai hak berpindah. Karena itu peristiwa masa lalu dalam hal ini adalah
penerimaan barang atau berpindahnya hak, bukan pemesanan.
Menurut paragraf 50 huruf b PSAK 55 (Revisi 2011) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan
dan Pengukuran, aset yang akan diperoleh atau liabilitas yang akan ditanggung sebagai akibat
dari suatu komitmen pasti untuk membeli atau menjual barang atau jasa, umumnya tidak
diakui sampai paling tidak salah satu pihak telah bertindak sesuai perjanjian. Contoh, entitas
yang menerima suatu pesanan pasti biasanya tidak mengakui pesanan tersebut sebagai aset
(dan entitas yang memesan tidak mengakui pesanan tersebut sebagai liabilitas) saat komitmen
tersebut dibuat, melainkan pengakuan tersebut ditunda hingga barang atau jasa yang dipesan
telah dikapalkan, dikirim,atau diserahkan.
b. Unconditional purchase obligation
Jika dalam kontrak, pembeli setuju untuk melakukan pembayaran berkala atas barang atau
jasa, dan pembeli harus melakukan pembayaran berkala tersebut terlepas dari diterima atau
tidaknya barang atau jasa tersebut, kewajiban untuk untuk mengeluarkan manfaat ekonomi di
masa mendatang (pembayaran kas) ke pihak lain timbul pada saat penandatanganan kontrak.
Karena itu unconditional purchase obligation merupakan liabilitas, yang timbul dari peristiwa
masa lalu yaitu saat penandatanganan kontrak.
Jika ada pemberian tiket gratis kepada pemilik poin, perusahaan penerbangan harus
mempertimbangkan apakah pemberian poin menimbulkan kewajiban saat ini untuk
pengorbanan manfaat di masa depan. Kejadian masa lalunya adalah pembelian tiket dan
penerbangan dengan pesawat, yang diikuti dengan pemberian poin, yang menimbulkan
kewajiban untuk diselesaikan di masa depan dengan penyediaan jasa (pemberian tiket gratis
kepada pemilik poin).
2.3 Pengakuan kewajiban
Aturan yang dipergunakan sebagai dasar dalam pengakuan kewajiban adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan Hukum
Meskipun prinsip keadilan atau prinsip konstruktif dianut dalam defenisi kewajiban,
kebanyakan kewajiban ditentukan berdasarkan adanya ketentuan hukum yang yang harus
dipenuhi suatu entitas. Jika berdasarkan hukum ada keharusan bagi perusahaan pertambangan
untuk mereklamasi areal pertambangan, keharusan reklamasi tersebut adalah kewajiban
karena hukum mengharuskan reklamasi, padahal keharusan melakukan reklamasi tersebut
juga merupakan kewajiban karena adil jika area direklamasi agar bisa digunakan oleh pihak
lain di masa yang akan datang.
Yang dimaksud dengan kewajiban hukum Paragraf 10 PSAK 57 (Revisi 2009) tentang Provisi
Kewajiban dan Aset Kontijensi adalah kewajiban yang timbul dari:
b. Substansi ekonomi
Harus ada pengakuan kewajiban ketika ada substansi ekonomi atas suatu kejadian atau
transaksi. Misalnya jika karyawan dalam suatu perusahaan pertambangan mulai mengidap
penyakit karena kegiatan pertambangan tersebut, ada kewajiban real bagi perusahaan untuk
memberi kompensasi kepada mereka. Pengguna laporan keuangan akan memperhatikan
jumlah kewajiban tersebut pada neraca. Pemegang saham dan investor akan memperhatikan
berapa besar arus keluar manfaat ekonomi yang akan terjadi terkait dengan klaim kompensasi
tersebut. Karyawan akan memperhatikan seberapa besar dana yang disiapkan perusahaan atas
klaim yang telah dan akan terjadi.
c. Pengukuran Nilai Kewajiban
Beberapa kewajiban diukur berdasarkan nilai nominal dalam kontrak, misalnya senilai kas
yang harus dibayar atas barang atau jasa yang diterima. Namun, nilai kewajiban bisa saja
berbeda dengan jumlah nominalnya. Contohnya jika ada periode kewajiban lebih dari 12
bulan, nilai kewajiban adalah berdasarkan nilai sekarang dari arus kas di masa mendatang,
bukan berdasarkan nilai nominalnya.
d. Penggunaan prinsip konservatif
Secara historis, akuntan menggunakan pendekatan konservatif dalam pengakuan aset dan
kewajiban. Umumya mereka memilih untuk mengakui kewajiban terlebih dahulu sebelum
pengakuan aset. Lebih aman jika mengecilkan aset dibanding kewajiban. Contohnya,
perusahaan mungkin mengestimasi kerugian di masa yang akan datang lebih tinggi, untuk
memastikan bahwa kewajiban dapat dipenuhi dan untuk menghindari arus keluar tambahan di
masa mendatang. Pendekatan seperti itu digambarkan sebagai kebijakan dalam IASB/AASB
Framework paragraf 37. Namun ada permasalahan besar jika perusahaan menggunakan
pendekatan konservatif dalam pengukuran, yaitu penentuan pada titik apa perusahaan terlalu
konservatif, sehingga akan ada bias dalam pengukuran.
2.4 IASB Framework
Berdasarkan IASB Framework paragraf 91, kewajiban diakui dalam neraca ketika ada
kemungkinan bahwa arus keluar manfaat ekonomi akan timbul dari penyelesaian kewajiban saat
ini dan nilai penyelesaiannya dapat diukur dengan andal. Karena itu, hal penting yang perlu
dipertimbangkaan berkaitan dengan pengakuan kewajiban adalah:
a. Kemungkinan arus keluar dari manfaat ekonomi;
b. Pengukuran yang dapat diandalkan.
pengukuran yang tanpa kesalahan yang material dan tidak menimbulkan bias. Lebih
lanjut IASB Framework menyatakan bahwa kewajiban tidak diakui jika kewajiban
tersebut tidak dapat diukur dengan andal. Dalam suatu sengketa, jika nilai tuntutan
yang harus dibayar tidak dapat diukur dengan andal maka tidak diakui sebagai
kewajiban. Ada trade off antara relevance dan reliability. Jika yang diinginkan adalah
relevancy, pengakuan kewajiban dapat menjadi informasi yang menyesatkan bagi
pengguna laporan keuangan karena nilainya tidak dapat diukur dengan andal. Jika
Kewajiban dan Aset Kontijensi, jika estimasi yang andal tidak dapat dibuat, suatu
kewajiban tidak dapat diakui.
Ada juga yang beranggapan bahwa pengukuran yang dapat diandalkan adalah
Menurut PSAK 50 (revisi 2010) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian, ekuitas adalah setiap
kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi dengan seluruh
liabilitasnya.
Untuk menentukan apakah instrument keuangan merupakan instrument ekuitas, dan bukan
merupakan liabilitas keuangan, jika, dan hanya jika, kedua kondisi (a) dan (b) berikut terpenuhi:
Penyelesaian klaim sesuai tanggal jatuh tempo melalui transfer aset (barang atau jasa)
diperhatikan adalah hubungan pemilik entitas dan kreditor pada operasional usaha. Kreditor tidak
mempunyai hak untuk mengatur dan menggunakan aset perusahaan lebih dari ketentuan yang
berlaku sesuai dengan kontrak. Kecuali pada saat tertentu seperti ketika terjadi likuidasi.
3.3 Economic Substance
Liabilitas dan pemilik ekuitas keduanya mewakili klaim terhadap entitas. Seluruh pemegang
saham menanggung risiko kerugian pada entitas karena adanya prioritas klaim dari kreditor. Pada
setiap perusahaan tingkat risiko para kreditor dan pemilik tergantung pada jumlah besaran hak
yang diperoleh. Semakin besar hak yang diperoleh maka semakin besar pula risiko yang dihadapi.
Para pemilik atau representasi mempunyai kendali dari akuisisi, komposisi, dan mengunakan
desposisi dari aset perusahaan. Mereka mengendalikan operasi dan tanggung jawab untuk
menjalankan usaha dan keberlangsungan usaha tersebut. Secara umum pemilik usaha
mendelegasikan tanggung jawab kepada jajaran direksi dan manajer perusahaan.
Bertujuan untuk mendapatkan dividen yang telah dipersyaratkan oleh hukum atau kontrak.
Menurut PSAK 50 (Revisi 2010) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian, klasifikasi kepemilikan
ekuitas adalah sebagai berikut:
Pembelian saham diperoleh kembali (treasurystock) dicatat sebagai perubahan atas ekuitas
sehingga tidak ada keuntungan/kerugian yang diakui;
Termasuk dalam definisi aset dan liabilitas keuangan adalah kontrak yang diselesaikan
dengan instrumen ekuitas suatu entitas;
Aset dan liabilitas keuangan diakui ketika entitas mengambil bagian dalam suatu kontrak
provisi atas suatu instrumen;
Semua ketentuan tentang pengungkapan dipindahkan ke PSAK 60 tentang Instrumen
Keuangan: Pengungkapan;
Tambahan pengaturan khusus tentang puttable instrument, kewajiban untuk menyerahkan
bagian aset neto secara pro rata saat likuidasi, dan rights, opsi, waran dikategorikan dan
disajikan sebagai liabilitas keuangan, akan tetapi dapat dikategorikan sebagai instrumen
ekuitas jika memenuhi syarat-syarat tertentu puttable instrument;
Instrumen yang mempunyai fitur opsi jual (puttable instrument) adalah instrumen
keuangan yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual kembali instrumen
kepada penerbit dan memperoleh kas atau aset keuangan lain atau secara otomatis menjual
kembali kepada penerbit pada saat terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti di masa yang
akan datang atau kematian atau purna karya dari pemegang instrumen.
4. LIABILITY MEASUREMENT
Menurut IFRS, metode untuk pengukuran liabilitas yang biasa digunakan adalah dengan
historical cost (atau modified cost). Metode pengukuran nilai wajar atau fair value digunakan
pada pengukuran awal transaksi yang melibatkan liabilitas yang diatur dalam IAS 17 (Leases),
IAS 39 (Recognition and Measurement of Financial Instruments, IFRS 2 (Share-based Payment)
dan IFRS 3 (Business Combinations).
Di Indonesia, akuntansi untuk transaksi lease diatur dalam PSAK 30 (Revisi 2011) tentang
Sewa. Menurut paragraf 19 PSAK 30 (Revisi 2011) tentang Sewa, pada awal masa finance lease,
lessee mengakui liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar fair value dari aset sewaan atau
present value dari minimum lease payments, jika present value tersebut lebih rendah dari fair
value. Untuk pengukuran selanjutnya (subsequent years), liabilitas diukur berdasarkan amortized
cost (modified cost) yaitu nilai liabilitas disesuaikan dengan basis tahunan untuk merefleksikan
perkiraan nilai saat ini. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan antara bagian yang
merupakan beban keuangan dan pengurangan liabilitas atas pembayaran sewa minimum.
Pengukuran dengan nilai wajar untuk kewajiban jangka panjang biasanya dipengaruhi oleh time
value of money.
Di Indonesia untuk pengukuran kewajibannya diatur dalam PSAK 55 (Revisi 2011) tentang
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. Metode pengukuran kewajiban yang
digunakan pada saat pengakuan awal adalah dengan nilai wajar (fair value) dan setelah pengakuan
awal, perusahaan mengukur seluruh kewajiban keuangan pada biaya perolehan yang diamortisasi
(amortized cost) dengan menggunakan metode suku bunga efektif.
Dua contoh lain dimana pengukuran nilai wajar diperlukan setelah akuisisi adalah kewajiban
pasca kerja seperti pensiun dan provisi jangka panjang.
4.1
perusahaan bersama sama melakukan kontribusi atas pemupukan dana pensiun, sedangkan noncontributory adalah apabila hanya perusahaan yang memberikan kontribusi dalam pemupukan
dana pensiun. Dana pensiun ada dua jenis yaitu fully funded dan partially funded atau unfunded.
Fully funded pension keadaan dimana perusahaan mempunyai kas atau investasi yang cukup
untuk memenuhi kewajiban karyawan sedangkan unfunded pension adalah ketika perusahaan
tidak mempunyai cukup kas atau investasi untuk membayar pensiun (unfunded dalam IAS 37
termasuk dalam kewajiban). Dua contoh dimana pengukuran nilai wajar diperlukan setelah
akuisisi adalah kewajiban pasca kerja seperti pensiun. Program pensiun dapat dianggap sebagai
janji oleh perusahaan untuk memberikan pensiun kepada karyawan sebagai imbalan atas jasa
masa lalu dan saat ini. Dana pensiun adalah bentuk kompensasi tangguhan yang ditawarkan oleh
perusahaan dalam pertukaran untuk layanan oleh karyawan yang telah memilih, baik secara
implisit maupun eksplisit, untuk menerima kompensasi (gaji) yang lebih rendah saat sekarang
dengan imbalan pembayaran pensiun di masa depan.
Di Indonesia, akuntansi untuk pensiun diatur dalam PSAK 24 (Revisi 2010) tentang Imbalan
Kerja. Dalam pernyataan standar ini, program imbalan pascakerja diklasifikasikan sebagai
pogram iuran pasti atau program imbalan pasti. Dalam pogram iuran pasti kewajiban hukum atau
kewajiban konstruktuf entitas terbatas pada jumlah yang disepakati sebagai iuran kepada entitas
lain (dana) dan risiko aktuarial dan risiko investasi menjadi tanggungan pekerja, sehingga tidak
ada kesulitan dalam menentukan besarnya liabilitas entitas. Pada pogram ini liabitas (beban
terakru) muncul apabila iuran terutang lebih besar dari iuran yang telah dibayar.
Dalam pogram imbalan pasti kewajiban entitas adalah menyediakan imbalan yang dijanjikan
kepada pekerja atau mantan pekerja dan risiko aktuarial dan risiko investasi menjadi tanggungan
entitas. Menurut paragraf 50 PSAK 24 (revisi 2010) tentang Imbalan Kerja, jumlah yang diakui
sebgai liabilitas imbalan pasti merupakan jumlah neto dari:
a) nilai kini kewajiban imbalan pasti pada akhir periode pelaporan;
b) ditambah keuntungan aktuarial (dikurangi kerugian aktuarial) yang tidak diakui;
c) dikurangi biaya jasa lalu yang belum diakui;
d) dikurangi nilai wajar aset program pada akhir periode pelaporan (jika ada) yang akan
digunakan untuk penyelesaian kewajiban secara langsung.
4.2
a. kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi
pasti
dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak
sepenuhnya berada dalam kendali entitas; atau
b. kewajiban kini (current liabilities) yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak
diakui karena:
i.
tidak terdapat kemungkinan besar entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung
manfaat ekonomis (selanjutnya disebut sebagai sumber daya) untuk menyelesaikan
kewajibannya; atau
ii.
dilaporkan sebagai kewajiban lancar atau tidak lancar. Contoh: kewajiban yang terkait dengan
litigasi, garansi penjualan produk, dan restrukturisasi perusahaan.
Menurut PSAK 57 (Revisi 2009) tentang Provisi Kewajiban dan Aset Kontijensi, liabilitas
kontijensi adalah kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya
menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa depan yang
tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas atau kewajiban mas kini yang timbul sebagai
akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena tidak terdapat kemungkinan entitas
mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi untuk menyelesaikan
kewajibannya atau jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur dengan andal. Sendangkan yang
dimaksud dengan provisi adalah liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum pasti. Menurut
Paragraf 14 PSAK 57 (Revisi 2009) tentang Provisi Kewajiban dan Aset Kontijensi, provisi
diakui jika:
a) entitas memiliki kewajiban kini sebagai akibat peristiwa masa lalu;
b) kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber
daya yang mengandung manfaat ekonomi; dan
c) estimasi yang andar mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat dibuat.
Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka provisi tidak diakui.
5. TANTANGAN BAGI PENETAP STANDAR
IASB saat ini sedang mengerjakan beberapa hal yang akan mempengaruhi define,
pengakuan dan pengukuran liabilitas. Tujuan proyek ini adalah untuk membuat konvergensi
standar IASB dengan US GAAP dan meningkatkan standar terkini terkait dengan identifikasi dan
pengakuan liabilitas.
Hal-hal yang relevan menjadi tantangan bagi penetap standar, yaitu pembedaan antara
pengklasifikasian sebagai liabilitas atau ekuitas, penghapusan liabilitas, dan transaksi pembayaran
berbasis saham.
5.1 Pembedaan Hutang dan Ekuitas
Banyak pertanyaan diajukan mengenai hybrid instrument yang memiliki dua karakteristik
baik sebagai hutang maupun ekuitas. Contohnya, saham preferen yang umumnya dikenal sebagai
modal dan oleh karena itu merupakan bagian dari ekuitas, tetapi saham preferen juga memiliki
karakteristik yang sama dengan liabilitas, seperti:
Memungkinkan untuk tidak diikutsertakan dalam dividen selain dalam tingkat yang sudah
ditentukan sebelumnya
Memiliki prioritas lebih dibandingkan dengan saham biasa dalam hal pengembalian modal
(sebagaimana liabilitas)
didasarkan pada substansi ekonomisnya dibanding bentuk legalnya. Menurut PSAK 50 (revisi
2010) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian, instrumen ekuitas adalah kontrak yang
memberikan kepada pemegangnya hak residu atas aset entitas setelah dikurangi dengan semua
liabilitas. Aset dan liabilitas keuangan diakui ketika entitas mengambil bagian dalam suatu
kontrak provisi atas suatu instrumen.
Tujuan membedakan antara ekuitas dan liabilitas adalah untuk meningkatkan kegunaan
informasi dalam pengambilan keputusan. Kimmel dan Warfield menyimpulkan bahwa kelebihan
dari klasifikasi dalam laporan keuangan sebagai cara untuk menyampaikan informasi tentang
hybrid securities patut dipertanyakan ketika sifat sekuritas tidak sesuai dengan klasifikasi dasar
dan sekuritas tidak dapat dibagi-bagi.
5.2 Penghapusan Hutang
Hutang dapat dilunasi dengan banyak cara selain pembayaran langsung atau pemberian jasa
kepada kreditur. Menurut IAS 32/AASB 32 ada dua kondisi yaitu set-off and extinguishment of
debt dan in-substance defeasance, yang membolehkan debitur untuk menghapus hutang dari
neraca dan melaporkan aset neto atau liabilitas hanya jika entitas memiliki kekuatan hukum tetap
untuk menghapuskan jumlah yang telah ditetapkan dan bermaksud untuk menyelesaikan hutang
secara neto atau mengakui aset dan menyelesaikan liabilitas secara bersamaan.
Menurut PSAK 55 (revisi 2011) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran,
penghapusan aset keuangan didasarkan atas kombinasi risk and reward dan pendekatan
pengendalian. Restrukturisasi utang yang menyebabkan modifikasi substansial term dapat
menghasilkan gain/loss pada saat penerbitan liabilitas baru.
5.3 Pembayaran Berbasis Saham
Banyak akuntan berdebat mengenai pembayaran berbasis saham yang menaikkan beban. Isu
lainnya yaitu apakah remunerasi yang dibayarkan kepada pegawai melalui saham dapat
menaikkan liabilitas atau ekuitas.
Beberapa yang mengatakan saham menimbulkan beban dan liabilitas berpendapat bahwa
pegawai yang mendapatkan sesuatu yang memiliki nilai maka hal tersebut merupakan biaya bagi
perusahaan. Beberapa lainnya yang mengatakan bahwa saham dalam rencana pembayaran
berbasis saham bukan merupakan pembayaran suatu beban, mempertahankan pendapat dimana
entitas tidak dapat mengorbankan manfaat ekonomis di masa depan melalui penerbitan ekuitasnya
karena tidak menyerahkan apapun.
Sedangkan, menurut PSAK 53 (Revisi 2010) tentang Pembayaran Berbasis Saham, entitas
harus mengakui barang atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam transaksi pembayaran
berbasis saham pada saat memperoleh barang atau pada saat jasa diterima. Entitas juga harus
mengakui kenaikan nilai ekuitas terkait jika barang atau jasa diterima dalam transaksi pembayaran
berbasis saham yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas, atau kenaikan nilai liabilitas jika
barang atau jasa diperoleh dalam transaksi pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan
kas.