Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian riba
Kata Riba berasal dari bahasa arab, yang secara etimologi berarti al-ziyadah (tambahan). Secara
liguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Secara istilah teknis, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Menurut jumhur ulama, prinsip utama dalam riba
adalah penambahan atas harga pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.

B. Macam-macam riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi 2 :
a. Riba hutang piutang, yang terdiri dari riba Qardh dan riba jahiliyah.
b. Riba jual beli, yang terdiri dari riba fadhl dan riba nasi'ah.
Berikut definisi masing" dari 4 jenis riba tersebut:
1. Riba qardh
suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(muqaridh). Contoh : pemberian utang Rp100 juta oleh rentenir, namun disertai bunga 20% dalam
waktu 6 bulan.
2. Riba Jahiliyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada
waktu yang ditetapkan. Contoh: peminjaman uang sebesar Rp20 juta rupiah dengan ketentuan
waktu pengembalian 6 bulan. Jika tidak dapat membayarkan secara tepat waktu, maka akan ada
tambahan utang dari total pinjaman.
3. Riba Fadhl
pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang
dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Contoh penukaran uang Rp100 ribu dengan
pecahan Rp2 ribu, akan tetapi totalnya 48 lembar saja, sehingga jumlah nominal uang yang
diberikan hanya Rp96 ribu.
4. Riba nasi'ah
ialah riba yang pembayarannya berlipat ganda karena waktunya diundur. Contoh: penukaran emas
24 karat oleh dua pihak berbeda. Saat pihak pertama telah menyerahkan emasnya, namun pihak
kedua mengatakan akan memberikan emas miliknya dalam waktu satu bulan lagi. Hal ini menjadi
riba karena harga emas dapat berubah kapan saja.

C. Tahap-tahap pelarangan Riba


Adapun tahap-tahap pelarangan riba dalam al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Tahap pertama, disebutkan bahwa riba akan menjauhkan kekayaan dari keberkahan Allah,
sedangkan shodaqoh akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda (QS. Ar-Rum:39).
 Tahap kedua, pada awal periode Madinah, praktik riba dikutuk dengan keras, sejalan dengan
larangan pada kitab-kitab terdahulu. Riba dipersamakan dengan mereka yang mengambil
kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam kedua belah pihak dengan siksa Allah
yang pedih (QS. An-Nisa 160-161).
 Tahap ketiga, pelarangan riba dengan dikaitkan pada suatu tambahan yang berlipat ganda (QS. Ali
Imron: 130). Ayat ini turun setelah perang Uhud yaitu tahun ke-3 Hijriyah. Menurut Antonio
(2001: 49), istilah berlipat ganda harus dipahami sebagai sifat bukan syarat sehingga
pengertiannya adalah yang diharamkan bukan hanya yang berlipat ganda saja sementara yang
sedikit, maka tidak haram, melainkan sifat riba yang berlaku umum pada waktu itu adalah berlipat
ganda.
 Tahap keempat, merupakan tahap terakhir di mana Allah dengan tegas dan jelas mengharamkan
riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara jual beli dan riba dan menuntut kaum Muslimin agar
menghapuskan seluruh hutang-pihutang yang mengandung riba (QS. Al-Baqarah: 278-279).

D. Sebab-sebab diharamkannya riba


a. Karena Allah dan rasulnya mengharamkannya. (QS. Al-Baqarah (2): 275, QS. Ali Imran (3): 130,
QS. an-Nisaa (4): 161, dll). Menurut Wahbah al-Zuhaili, Allah mengharamkan praktik riba,
karena praktik riba akan melahirkan beberapa kerugian sebagai berikut:
 Riba akan mencetak manusia yang tidak mau berusaha dan bekerja keras, seperti berdagang,
berindustri, bertani dan pekerjaan-pekerjaan lain yang dituntut oleh perkembangan zaman. Dia
akan mengarungi kehidupan dengan bersantai-santai karena selalu berharap dari harta yang
dipinjamkan yang mengandung riba tersebut.
 Riba adalah usaha Cuma-Cuma, padahal syara’ mengharamkan mengambil harta secara aniaya
dan tanpa haknya, serta melarang orang kuat mempersulit orang lemah.
 Riba menanamkan kedengkian ke dalam hati orang-orang fakir atas orang-orang kaya,
melahirkan permusuhan dan kebencian, dan membangkitkan/menyulut percekcokan dan
perselisihan di antara manusia.
 Riba akan meretakkan jalinan silaturahmi manusia, menghapus kebaikan di antara mereka
dengan jalan qirad (pinjam meminjam) yang baik, dan akan merampas harta si fakir dan orang
yang sedang dalam keperluan mendesak yang ingin memperbaiki usaha dan kehidupannya.
 Riba akan menghancurkan harga manusia dan melahirkan perselisihan di antara mereka, selain
akan memonopoli perekonomian masyarakat. Dampak negatif yang khusus adalah lahirnya
kehancuran, kefakiran, dan kerugian, karena Allah akan menghancurkan riba dan
menyuburkan sedekah.
b. Karena riba mengehendaki mengambil harta orang lain tanpa ada imbangannya.
c. Dengan melakukan riba, orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut syara'.
d. Riba menyebabkan putusnya berbuat baik terhadap sesama manusia dengan lebih cenderung
memeras orang miskin dalam hutang piutang.

E. Pengaruh Riba dalam transaksi


Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa transaksi yang bercampur dengan riba adalah batal, tidak
sah dan tidak boleh diteruskan. Rasulullah SAW bersabda :
"Barangsiapa yang mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak berdasar pada agama kami, maka
perbuatannya itu ditolak". (HR. muslim).
Hanafiyah berpendapat bahwa mensyaratkan adanya riba dalam jual beli merusak transaksi
tersebut. Akan tetapi, mereka membedakan antara fasid (rusak) dengan bathil (batal/tidak sah) dalam
urusan muamalah. Oleh karena itu, barang dagangan dalam jual beli yang fasid (rusak) dapat dimiliki
setelah diterima. Adapun barang dagangan dalam jual beli yang bathil (batal/tidak sah) tidak dapat
dimiliki meskipun telah diterima. Jual beli yang mengandung riba termasuk jual beli yang fasid
(rusak), maka seorang dapat memilikinya setelah menerimanya dan ia wajib mngembalikan kelebihan
harga atau nilainya jika barangnya telah rusak.

F. Dampak Riba pada Ekonomi


Para ahli ekonomi berpendapat, bahwa penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang
dibayar sebagai peminjaman modal atau biasa disebut riba. Riba ini dapat menimbulkan over produksi,
membuat daya beli sebagian masyarakat lemah, sehingga persediaan jasa dan barang semakin
tertimbun, akibat dari itu perusahaan macet karena produksinya tidak laku, perusahaan mengurangi
tenaga kerja untuk menghindari kerugian yang lebih besar, dan mengakibatkan pula bertambahnya
jumlah pengangguran.
Sumber Referensi
Prof. Dr. H. Idris, M. Ag. 2015. “Ekonomi dalam perspektif hadist nabi”. Edisi 1. Jakarta: kencana
Mawardi, M. Si. 2007. "Ekonomi Islam". cet 1. Pekanbaru: Alaf Riau.
Dr. Mardani, 2015. "Hukum Sistem Ekonomi Islam". cet 1. Jakarta: Rajawali pers.
Hendi Suhendi. 2011. " Fiqh Muamalah". Jakarta: Rajawali Pers.
Dudi Badruzaman ." Riba Dalam Perspektif Keuangan Islam". Al-Amwal : Vol 1, No. 2, Februari 2019
Ade Dedi Rohayana. “Riba dalam Tinjauan AlQur’an”. Religia, Vol.18, No.1, April 2015.

Anda mungkin juga menyukai