Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH DOSEN PEMBIMBING

FIQH MAWARIS DR. H. JOHARI, M.Ag

MAKALAH

“CARA MENENTUKAN ASAL MASALAH”

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 7

FAKHRURNISA NURDESNITA (11920521933)

HARIS ARRAFI (11920511953)

MAILISYA BATUBARA (11920521964)

RISMA WAHYUNI (11920521268)

LOKAL D /EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah yang telah dilimpahkan-Nya terhadap kami, Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik, makalah ini bertemakan tentang „„CARA MENENTUKAN ASAL
MASALAH ”. Yang disusun guna untuk memenuhi salah satu mata kuliah Fiqh Mawaris.

Shalawat beserta salam tidak lupa pula tercurahkan kepada nabi besar kita yakni nabi
Muhammad SAW.

Selanjutnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak H. Johari selaku
pembimbing makalah dan terima kasih juga kepada teman-teman yang sudah membantu
mengarahkan kami dalam pembuatan makalah ini dan terima kasih juga kepada kedua orang
tua kami yang sudah mendukung kami.

kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan dan kekuranga di dalamnya. Seperti halnya
pepatah mengatakan,“ tak ada gading yang tak retak “, Oleh karena itu, kami mengharapkan
banyak kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah yang selanjutnya.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih, serta saya berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat dan digunakan dengan semestinya bagi semua kalangan.

Pekanbaru, 26 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Menentukan Asal Masalah ................................................................................. 2


1. Furudhul-Muqaddarah Dan Asal Masalah..................................................... 3
2. Bagaimana Membagi Warisan ....................................................................... 4
3. Sebelum Membagi ......................................................................................... 4
4. Kaidah Pembagian ......................................................................................... 4
5. Contoh ........................................................................................................... 5-9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 10
B. Saran ......................................................................................................... 11

DAKTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam mengatur tentang hak ahli waris di dalam Al-qur'an dengan sangat rinci,
mengingat masalah pengalihan harta orang meninggal rentan sekali untuk potensi
penyimpangan dan ketidak adilan dalam membaginya diantara ahli waris itu sendiri,
siapa yang lebih kuat akan menguasai lebih banyak, dan yang lemah akan mendapat
lebih sedikit. Dan diantara aturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama
manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan
pemilikan yang timbul sebagai akibat dari kematian seseorang, kemana beralih
pemilikannya, siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlah dan bagaimana cara
mendapatkannya.

Aturan warisan yang ditetapkan Allah di dalam Al-Qur'an, pada dasamya ketentuan
Allah yang sangat jelas maksud dan arahnya, dan hal-hal yang masih memerlukan
penjelasan, baik yang bersifat menegaskan maupun yang bersifat merinci, dijelaskan oleh
Rasulullah melalui hadisnya, Walaupun demikian, penerapannya masih menimbulkan
pemikiran dan ijtihad yang terus dikembangkan oleh mujtahid dan ilmuan yang
kemudian dirumuskan dalam bentuk ajaran yang bersifat normatif, dan aturan tersebut
kemudian ditulis dan dibukukan dalam lembaraan kitab-kitab fikih serta menjadi menjadi
pedoman bagi kaum muslimin dalam menyelesaikan permasalahan kewarisan tersebut
Dan dengan berpijak pada aturan Allah, maka umat Islam tarpelihara dari memakan harta
secara bathil, jauh dari terjadi keributan dalam keluarga yang diakibatkan oleh harta
warisan serta terwujudnya keadilan yang sempurna dalam pembagian harta warisan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan asal masalah?
2. Apa itu furudhul-muqaddarah dan asal masalah?
3. Bagaimana cara membagi warisan?
4. Apa yang dilakukan sebelum membagi warisan?
5. Apakah itu kaidah pembagian?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui cara menentukan asal masalah
2. Mengetahui pengertian dari furudhul-muqadarah dan asal masalahnya
3. Mengetahui cara membagi warisan
4. Mengetahui hal apa saja yang harus dilakukan sesbelum membagi warisan
5. Mengetahui apa itu kaidah pembagian

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menentukan Asal Masalah


Mengenal asal masalah dalam ilmu faraidh sangat penting agar masing-masing ahli
waris dapat mengambil haknya dengan utuh sesuai dengan ketentuan dalam al-Qur‟an.
Yang dimaksud dengan asal masalah adalah angka pokok dalam pembagian harta
pusaka. Untuk itu cara menentukan asal maslah adalah sebagai berikut:
1. Bila ahli waris semuanya asabah, maka asal masalahnya adalah angka pokok
maka asal masalahnya ahli waris itu sendiri
2. Bila ahli waris satu orang zawil furudh, maka asal masalahnya adalah angka
penyebut dari bagian zawil furudh tersebut
3. Bila ahli waris ada beberapa kelompok zawil furudh, maka asal masalahnya
adalah angka terkecil diantara angka-angka yang dapat dibagi dengan angka yang
ada (kpk), seperti 1/2 dan 1/3 = 6.

Dalam hal ini ada empat Nisbah yang populer dikalangan ulama Faraidh untuk mendapat
KPK tersebut yaitu:

a. Nisbah Tamasul yaitu bila terdapat dua bilangan yang bersamaan pada kelompok
zawil Furudh seperti pada masalah ibu dan 2 saudari kandung (1/3 dan 2/3-3)
b. Nisbah Tudakhul yaitu bila bagian-bagian furudh terdapat dua yang bermasukan,
maka asal masalah adalah angka yang paling besar seperti pada kasus 1 orang
anak perempuan dan suami (1/2 dan 1/4 = 4)
c. Nisbah tawafuk yaitu bila ada dua bilangan yang bersesuaian pada satu suku
seperti pada kasus isteri dan satu saudara seibu, maka asal masalahnya dengan
mengkalikan salah satu penyebut dengan hasil bagi penyebut yang lain ( 1/4 dan
1/6 = 4 x 6/2 = 12)
d. Nisbah Tabayun yaitu bila tidak terdapat antara dua bilangan pada suatu suku
yang sesuai, maka asal masalah dengan mengkalikan salah satu kepada yang
lainnya. Seperti masalah 1/4 dan 1/3 = 12.

Adapun cara lain mencari asal masalah adalah dengan membagikan semua furudh
yang ada dalam dua Kelompok:

 Kelompok pertama : ½, ¼, dan 1/8


 kelompok kedua : 2/3, 1/3 dan 1/6.

Bila fardhu-fardhu adalah kelompok pertama saja, maka asal masalahnya adalah angka
yang lebih besar dan fardhu fardhu yang ada, begitu juga bila fardhu-fardhu yang hanya
kelompok kedua saja. Adapun bila fardhu-fardhu bercampur dimana salah satunya dari
kelompok pertama dan yang lainnya dari kelompok kedua. Maka ketentuannya sebagai
berikut:

2
 Bila ½ dari kelompok pertama bergabung dengan kelompok kedua maka asal
masalahnya 6
 Bila ½ dari kelompok pertama dan boleh ada ½ bergabung dengan kelompok
kedua, maka asal masalalunya 12
 Bila 1/8 dari kelompok pertama dan boleh ada ½ dan 1/4 begabung dangan
kelompok kedua maka asal masalahnya 24.1

1. Furudhul-Muqaddarah dan Asal Masalah


Dalam praktiknya, penghitungan warisan umumnya hanya melibatkan para ahli
waris golongan ashhabul-furudh (ahli waris yang memiliki fardh atau bagian yang sudah
tertentu) dan golongan ‘ashabah (ahli waris yang menerima sisa setelah ashhabul-
furudh). Ahli waris golongan dzawil arham jarang sekali terlibat, karena selama masih
ada ashhabul-furudh dan ashabah mereka tidak dapat menerima warisan.

Dalam Al Qur‟an, fardh untuk ashhabul-furudh ada enam macam, yaitu 1/2, 1/4,
1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6. Keenam macam pecahan ini disebut juga furudhul-muqaddarah.
Jika beberapa ahli waris berkumpul. maka akan didapatkan kombinasi dari dua atau lebih
pecahan di antara keenam macam pecahan fardh yang berupa pecahan baru.

Secara aljabar matematis, untuk menjumlahkan dua atau lebih bilangan


pecahan, maka pertama sekali penyebut untuk masing-masing pecahan harus sama
nilainya. Untuk „„menyamakan‟‟ penyebutnya, maka harus ditentukan terlebih dahulu
sebuah bilangan bulat (utuh) yang habis dibagi (tanpa menghasilkan sisa) oleh semua
penyebut yang ada. Sebagai contoh, untuk pecahan 2/3 dan 1/8, maka penyebutnya
masing-masing adalah 3 dan 8. Bilangan bulat terkecil yang dapat dibagi oleh angka 3
dan juga 8 adalah 24. Bilangan 24 dalam hal ini disebut dengan istilah kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) atau least common multiplier (LCM). Selanjutnya masing-
masing pecahan digantikan dengan pecahan yang ekuivalen yang penyebutnya sekarang
adalah nilai KPK nya itu. Jadi pecahan 2/3 dan 1/8 masing-masing digantikan dengan
pecahan 16/24 dan 3/24. Terakhir, semua pembilang yang baru ini dijumlahkan sehingga
menghasilkan 16+ 3 = 19. Dan, pecahan yang menjadi hasil penjumlahan kedua pecahan
tadi, pembilangnya adalah jumlah pembilang yang baru ini, sementara penyebutnya
adalah nilai KPK. Jadi secara ringkas dapat dituliskan 2/3 + 1/8 = 16/24 + 3/24 = 19/24.

1
Asnawi Abdullah, ‘‘Fiqh Mawaris’’, http://www.slideshare.net/ikhsanuddinasysamba/buku-deras-fiqh-
mawaris?from_m_app=android. (diakses pada 25 November 2020, pukul 13.25).

3
Dan, pecahan 19/24 ini nilainya tidak sama (tidak ekuivalen) dengan 3/11. Angka KPK
inilah yang selanjutnya dalam ilmu faraidh disebut asal masalah dan akan digunakan
sebagai acuan dalam penghitungan bagian masing-masing ahli waris.2

2. Bagaimana Membagi Warisan


setelah semua syarat dan rukun terpenuhi, maka harta peninggalan si mayit dapat
dibagi dibagi para ahli waris yang berhak. Dalam membagi harta warisan para ahli waris,
ada kaidah yang harus diikuti yang berdasarkan atas hasil kerja keras para ulama yang
pakar dalam ilmu faraidh, mulai dari zaman sahabat Nabi SAW, tabi'in, tabi'ut tabi'in,
dan beberapa generasi setelah mereka.

3. Sebelum Membagi
Hal pertama yang harus diperhatikan sebelum membagi warisan adalah objek harta
yang akan dibagikan.dalam hal ini, harta yang akan dibagikan ini harus dipastikan dahulu
apakah sudah bersih dari hak orang atau pihak lain seperti telah dibahas pada bab
sebelumnya, yaitu bahwa harta peninggalan si mayit baru menjadi hak para ahli waris
setelah diselesaikan tiga hak atas harta itu sebagai berikut secara berturut-turut:
a. Pengurusan jenazah si mayit sejak meninggalnya sampai dikuburkan (tajhiz).
b. Pelunasan utang si mayit
c. Penunaian (pelaksanaan) wasiat si mayit.3

4. Kaidah Pembagian

Membagi harta warisan menurut hukum Islam sebenarnya tidak terlalu rumit
asalkan mengikuti standar kaidah yang berlaku. Dalam pembagian warisan metode
penghitungan yang umum digunakan oleh para pakar ilmu faraidh adalah metode asal
masalah.

Metode asal masalah adalah cara menyelesaikan pembagian harta warisan dengan
mencari dan menetapkan asal masalah dari fardh masing-masing ahli waris. Metode ini
merupakan metode standar yang biasa digunakan oleh para ahli faraidh dalam
menyelesaikan masalah pembagian harta warisan hingga saat ini.

2
Achmad Yani, faraidh dan Mawaris:Bunga Rampai Hukum Waris Islam, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 85
3
Ibid. hlm. 86

4
Adapun prosedur atau langkah penghitungan dengan metode asal masalah adalah
sebagai berikut:

a. Menentukan bagian para ahli waris, baik yang menerima fardh tertentu maupun
yang menerima sisa (ushubah).
b. Menentukan asal masalah. Asal masalah tidak lain adalah kelipatan persekutuan
terkecil (KPK) dari angka penyebut fardh para ahli waris. Misalnya, jika fardh-
fardh para ashhabul-furudh yang akan menerima warisan terdiri dari 1/2, 1/3, dan
1/6, maka asal masalahnya adalah 6, yaitu KPK dari 2, 3, dan 6. Dengan melihat
kombinasi yang mungkin dari keenam macam fardh ahli waris golongan ashhabul-
furudh, maka asal masalah yang mungkin ada tujuh macam, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12,
dan 24. Dalam hal semua ahli waris dari golongan „ashabah, maka asal masalahnya
dengan meng hitung jumlah kepala; jika semuanya laki laki (ashabah bin-nafsih)
atau semuanya perempuan (ashabah ma‟al ghair), setiap orang dihitung memiliki
satu kepala; jika gabungan laki-laki dan perempuan (ashabah bil-ghair), maka yang
laki-laki dihitung dua kepala, sedang yang perempuan dihitung satu kepala.
c. Menentukan saham yang harus diterima oleh masing masing ahli waris dengan
cara mengalikan fardh mereka masing masing dengan asal masalah
d. Mencari nilai satu saham, yaitu dengan membagi harta peninggalan dengan asal
masalah sehingga diketahui penerimaan masing-masing ahli waris. Dalam hal ini,
jumlah harta yang diterima masing-masing ahli waris adalah sama dengan jumlah
saham dikalikan dengan nilai satu saham.4

Kemudian setelah memasukkan bagian-bagiannya, barulah menghitungnya.


Diantara cara menghitung bagian masing-masing ahli waris yaitu dengan cara dicari
dahulu asal masalahnya, adapun yang dimaksud dengan asal masalah yaitu bilangan
bulat yang digunakan untuk membagi harta warisan, atau dalam istilah matematika
disebut sebagai „„ Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK), yang dapat dibagi oleh setiap
penyebut al-furudl al-muqaddarah (bagian tertentu) para ahli waris yang ashabul furudl.5

Berikut ini diberikan beberapa contoh cara penghitungan warisan dengan


menggunakan metode asal masalah

Contoh 1:

Seorang laki-laki wafat meninggalkan istri, anak perempuan, ibu dan cucu laki-laki (dari
anak laki-laki). Harta peninggalannya berupa uang Rp 120 juta.

4
Achmad Yani, op. cit. hlm. 86
5
Abdul Wasik dan Samsul Arifin, Fiqih keluarga: Antara Konsep dan Realitas, (Yogyakarta: Deepublish, 2015),
hlm. 208

5
Penyelesaian:

 Istri memperoleh 1/8 (karena ada anak)


 Anak perempuan 1/2 (karena seorang diri)
 Ibu 1/6 (karena ada anak)
 Dan cucu laki-laki sebagai ashabah bin-nafsi menerima sisa.

Asal masalah adalah 24 yaitu KPK dari 2 dan 6.

 Saham untuk istri 1/8 x 24 = 3


 untuk anak perempuan 1/2 x 24 = 12
 untuk ibu 1/6 x 24 = 4.

Jadi ada sisa saham sebesar 5 untuk cucu laki-laki, Dengan demikian, bagian untuk
masing-masing ahli waris adalah 3/24, 12/24, 4/24, dan 5/24. Karena itu, penerimaan
bagi masing-masing ahli waris adalah 15 juta, 60 juta, 20 juta dan 25 juta. Untuk
mempermudah dalam penghitungan, maka untuk meringkas penjelasan di atas dapat
digunakan Tabel 6.1 seperti berikut:

TABEL 6.1 RINGKASAN PENYELESAIAN UNTUK CONTOH 1

Status Masalah:
‘ashabah bin-nafsi Kasus No. 1
Asal Masalah Lama 24 Jumlah Hatra:
Rp 120 juta
No Ahli Waris Jumlah
Asal Masalah Baru - Jumlah Penerima

Fardh Saham Bagian Penerimaan


(Rp)
1 Istri 1 1/8 1/8 x 24 3 3/24 15 juta
2 Anak Perempuan 1 ½ 1/2 x 24 12 12/24 60 juta
3 Ibu 1 1/6 1/6 x 24 4 4/24 20 juta
4 Cucu laki-laki 1 Ubn 24-3-12-4 5 5/24 25 juta
Jumlah 24 24/24 120 juta
*Keterangan: Ubn = ushubah bin-nafsi

Contoh 2:

Misalkan ahli waris terdiri dari bapak, ibu, 3 anak laki-laki, dan 2 anak perempuan.
Jumlah harta peninggalan Rp 120 juta

Penyelesaian:

6
Fardh untuk bapak dan ibu masing-masing adalah 1/6 dan 1/6, sedangkan anak laki-laki
dan anak perempuan keduanya sebagai ashabah bil-ghair. Dalam kasus ini, asal masalah
adalah 6 yaitu KPK dari 6 dan 6 sehingga bapak dan ibu masing-masing mendapat I
saham Sisanya. 4 saham lagi dibagi kepada 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan
dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.6 Dalam hal ini, 3 anak
laki-laki mendapat (3 x 2)/ ((3 x 2) + 2) = 6/8 dari 4 saham. Sementara itu, 2 anak
perempuan mendapat 2/((3 x 2) + 2) = 2/8 dari 4 saham .

Jadi:

 bagian untuk bapak adalah 1/6


 ibu 1/6.
 tiga anak laki-laki 6/8 x 4/6 = 24/48
 dua anak perempuan 2/8 x 4/6 = 8/48

Penerimaan untuk bapak dan ibu masing-masing 20 juta


Tiga anak laki-laki menerima 24/48 x 120 juta = 60 juta, sehingga masing-masing
menerima 20 juta.
Sementara itu, dua anak perempuan menerima 8/48 x 120 juta = 20 juta, sehingga
masing-masing menerima 10 juta.
Dalam bentuk tabel, uraian ini dapat diringkas seperti Tabel 6.2 berikut:
TABEL 6.2 RINGKASAN PENYELESAIAN UNTUK CONTOH 2

Status Masalah:
‘ashabah bil-ghair Kasus No. 2
Asal Masalah 6 Jumlah Hatra:
Lama Rp 120 juta
No Ahli Waris Jumlah
Asal Masalah Baru - Jumlah Penerima

Bagian Penerimaan
Fardh Saham (Rp)
1 Bapak 1 1/6 1/6 x 6 3 1/6 20juta

2 Ibu 1 1/6 1/6 x 6 1 1/6 20 juta


2
3 Anak Laki- 3 Ubg 6/8 x 4 6 /8 x 4/6 = 24/28 60 juta
Laki 4
4 Anak 2 Ubg 24-3-12-4 2/8 x 4/6 = 8/48 20 juta
Perempuan
Jumlah 6 6/6 120 juta
*keterangan: Ubg = Ushubah bil-ghair

6
Achmad Yani, op. cit. hlm. 87-88

7
Contoh 3:

Seorang laki-laki wafat dengan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari 2 orang anak
perempuan, cucu perempuan dari anak laki- lakinya, dan saudara perempuan kandung.
Jumlah harta yang di tinggalkannya adalah Rp 120 juta

Penyelesaian:

Secara ringkas, tanpa penjelasan lagi seperti dalam contoh I dan 2 di depan kasus ini
dapat diselesaikan dengan menggunakan Tabel 6.3 berikut ini:7

TABEL 6.3 RINGKASAN PENYELESAIAN UNTUK CONTOH 3

Status Masalah:
‘ashabah ma’al-ghair Kasus No. 3
Asal Masalah 6 Jumlah Hatra:
Lama Rp 120 juta
No Ahli Waris Jumlah
Asal Masalah - Jumlah Penerima
Baru
Fardh Saham Bagian Penerimaan
(Rp)
1 Anak perempuan 1 1/2 1/2 x 6 3 3/6 60 juta
2 Cucu Perempuan 1 1/8 1/6 x 6 1 1/6 20 juta
3 Saudara perempuan 1 Umg 2 2/6 40 juta
kandung
Jumlah 6 6/6 120 juta
*Keterangan: Umg = Ushubah ma’al-ghair

Jika dua atau lebih nilai fardh dari para ahli waris golongan ashhabul-furudh
dijumlahkan, maka hasilnya ada tiga kemungkinan sebagai berikut:

a. Jika hasil penjumlahan fardh ini lebih kecil dari 1, atau dengan kata lain jumlah
saham lebih kecil dari pada asal masalah, maka ini berarti bahwa dalam
pembagian warisan terdapat sisa harta (disebut „ushubah) Kalau ada ahli waris
golongan „ashabah, maka sisa („ushubah) ini diberikan kepada mereka. Kalau tidak
ada ashabah, hanya ada ashhabul-furudh, maka sisa ini dikembalikan (di radd- kan)
kepada para ahli waris ashhabul-furudh selain suami/ istri. Contoh I sampai 3 yang
disebutkan di depan termasuk dalam kemungkinan ini, tetapi karena ada ashabah,
maka tidak mungkin timbul radd.
b. Jika hasil penjumlahan fardh sama dengan 1, atau dengan kata lain jumlah saham
sama dengan asal masalah, maka ini berarti tidak ada lagi sisa harta. Kalau terdapat

7
Ibid, hlm. 89

8
ashabah di antara para ahli waris, maka mereka tidak mendapat apa-apa. Dan, dalam
hal ini juga tidak mungkin terjadi radd (pengembalian kelebihan harta warisan)
kepada para ashabul furudh.
c. Jika hasil penjumlahan fardh lebih besar dari 1, atau dengan kata lain jumlah
saham lebih besar dari pada asal masalah, maka ini berarti tidak ada lagi sisa harta,
bahkan harta warisan tidak cukup dibagi kepada para ahli waris golongan ashhabul
furudh. Dengan kata lain, para ashhabul-furudh tidak mungkin menerima bagian
sebesar fardh mereka masing masing. Dalam kondisi ini, maka cara pembagiannya
adalah dengan menggunakan „aul.8

8
Ibid, hlm. 90-91

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mengenal asal masalah dalam ilmu faraidh sangat penting agar masing-masing ahli
waris dapat mengambil haknya dengan utuh sesuai dengan ketentuan dalam al-Qur‟an.
Yang dimaksud dengan asal masalah adalah angka pokok dalam pembagian harta
pusaka. Untuk itu cara menentukan asal maslah adalah sebagai berikut:
 Bila ahli waris semuanya asabah, maka asal masalahnya adalah angka pokok maka
asal masalahnya ahli waris itu sendiri
 Bila ahli waris satu orang zawil furudh, maka asal masalahnya adalah angka penyebut
dari bagian zawil furudh tersebut
Bila ahli waris ada beberapa kelompok zawil furudh, maka asal masalahnya adalah
angka terkecil diantara angka-angka yang dapat dibagi dengan angka yang ada (kpk),
seperti 1/2 dan 1/3 = 6.

Dalam hal ini ada empat Nisbah yang populer dikalangan ulama Faraidh untuk
mendapat KPK tersebut yaitu:

a. Nisbah Tamasul yaitu bila terdapat dua bilangan yang bersamaan pada kelompok
zawil Furudh seperti pada masalah ibu dan 2 saudari kandung (1/3 dan 2/3-3)
b. Nisbah Tudakhul yaitu bila bagian-bagian furudh terdapat dua yang bermasukan,
maka asal masalah adalah angka yang paling besar seperti pada kasus 1 orang
anak perempuan dan suami (1/2 dan 1/4 = 4)
c. Nisbah tawafuk yaitu bila ada dua bilangan yang bersesuaian pada satu suku
seperti pada kasus isteri dan satu saudara seibu, maka asal masalahnya dengan
mengkalikan salah satu penyebut dengan hasil bagi penyebut yang lain ( 1/4 dan
1/6 = 4 x 6/2 = 12)
d. Nisbah Tabayun yaitu bila tidak terdapat antara dua bilangan pada suatu suku
yang sesuai, maka asal masalah dengan mengkalikan salah satu kepada yang
lainnya. Seperti masalah 1/4 dan 1/3 = 12.

Adapun prosedur atau langkah penghitungan dengan metode asal masalah adalah
sebagai berikut:

 Menentukan bagian para ahli waris, baik yang menerima fardh tertentu maupun
yang menerima sisa (ushubah).
 Menentukan asal masalah. Asal masalah tidak lain adalah kelipatan persekutuan
terkecil (KPK) dari angka penyebut fardh para ahli waris. Misalnya, jika fardh-fardh
para ashhabul-furudh yang akan menerima warisan terdiri dari 1/2, 1/3, dan 1/6, maka
asal masalahnya adalah 6, yaitu KPK dari 2, 3, dan 6. Dengan melihat kombinasi yang

10
mungkin dari keenam macam fardh ahli waris golongan ashhabul-furudh, maka asal
masalah yang mungkin ada tujuh macam, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24. Dalam hal
semua ahli waris dari golongan „ashabah, maka asal masalahnya dengan meng hitung
jumlah kepala; jika semuanya laki laki (ashabah bin-nafsih) atau semuanya
perempuan (ashabah ma‟al ghair), setiap orang dihitung memiliki satu kepala; jika
gabungan laki-laki dan perempuan (ashabah bil-ghair), maka yang laki-laki dihitung
dua kepala, sedang yang perempuan dihitung satu kepala.
 Menentukan saham yang harus diterima oleh masing masing ahli waris dengan cara
mengalikan fardh mereka masing masing dengan asal masalah
 Mencari nilai satu saham, yaitu dengan membagi harta peninggalan dengan asal
masalah sehingga diketahui penerimaan masing-masing ahli waris. Dalam hal ini,
jumlah harta yang diterima masing-masing ahli waris adalah sama dengan jumlah
saham dikalikan dengan nilai satu saham.

B. Saran

Penulis tentunya menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis akan memperbaiki kesalahan dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
Dan diharapkan kepada seluruh mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami cara
menentukan asal masalah dan pembagian-pembagiannya. Sehingga pada suatu saat kelak
dapat berguna bagi diri sendiri dan orang lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Yani, Achmad. 2016. faraidh dan Mawaris:Bunga Rampai Hukum Waris Islam. Jakarta:
Kencana.

Wasik, Abdul dan Samsul Arifin. 2015. Fiqih keluarga: Antara Konsep dan Realitas.
Yogyakarta: Deepublish.
Asnawi Abdullah, „„Fiqh Mawaris‟‟, http://www.slideshare.net/ikhsanuddinasysamba/buku-
deras-fiqh-mawaris?from_m_app=android. (diakses pada 25 November 2020, pukul 13.25).

12

Anda mungkin juga menyukai