Anda di halaman 1dari 10

MASALAH RADD

DISUSUN OLEH
Yeni Marlina ( 12020720175 )
Zhigo Hidayat (11820710529)
Zulindo Agil Faturahman (Nim :12020710188)

PROGRAM S1
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada
kita bersama sehingga penyusunan tugas makalah ini dapat berjalan dengan
lancar. Sholawat dan salam atas junjungan alam nabi Muhammad SAW, mudah-
mudahan dengan seringnya bersholawat kita termasuk umat yang mendapat
syafaat beliau di akhir kelak nanti. Amin.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata FIQIH MAWARIS

Penulis mengharapkan kritik dan saranya yang bersifat membangun dan


memperbaiki makalah ini kedepan. Atas kritik dan sarannya penulis ucapkan
terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pekanbaru, Juni 2022

1
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 2
BAB 1 ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 3
B. Rumusan masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan .................................................................................................................... 3
BAB 2 ............................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 4
A. Pengertian Radd dan Cara Penyelesaiannya ......................................................... 4
B. pendapat para Ulama dalam menyelesaian harta yang terdapat sisa harta ................. 5
BAB 3 ............................................................................................................................ 8
PENUTUP ..................................................................................................................... 8
1 Kesimpulan .............................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 9

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Apabila dalam suatu kasus pembagian warisan, ahli warisnya hanya terdiri dari
ashabul al furud saja, ada tiga kemungkinan yang terjadi yaitu terjadi kekurangan
harta, terjadi kekurangan harta, dan bagian yang diterima ahli waris tepat persis
dengan harta warisan yang dibagi. Jika terjadi pembagian warisan seperti ini
disebut dengan masalah ‘adilah . yang terakhir ini tidak menimbulkan persoalan.
Oleh karena itu uraian makalah kami akan difokuskan pada dua masalah yaitu
pada kekurangan harta dan kelebihan harta warisan.

B. Rumusan masalah
a. Apa pengertian RADD dan bagaimana cara penyelesaiannya ?
b. Apa perbedaan pendapat para Ulama dalam menyelesaian harta yang terdapat
sisa harta ?

C. Tujuan
a.Mengetahui pengertian Radd dan cara penyelesaiannya
b. Mengetahui perbedaan pendapat para Ulama dalam menyelesaian harta yang
terdapat sisa harta

3
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Radd dan Cara Penyelesaiannya

Rad secara harfiyah artinnya mengembalikan, sedangkan menurut istilah


adalah kekurangan dalam pokok masalah dan pertambahan dalam jumlah bagian-
bagian yang ditetapkan. masalah ini terjadi apabila dalam pembagian warisan
terdapat kelebihan harta setelah ahli waris ashab al-furud memperoleh bagianya.
Cara radd ini ditempuh bertujuan untuk mengembalikan sisa harta kepada ahli
waris yang ada seimbang dengan bagian yang diterima masing-masing secara
proporsional.
Caranya adalah mengurangi angka masalah sehingga besarnya sama
dengan jumlah bagian yang diterima oleh ahi waris. Apabila tidak ditempuh cara
radd, akan menimbulkan persoalan siapa yang berhak menerima kelebihan harta,
sementara tidak ada ahli waris yang menerima ‘asabah.
Syarat-syarat berlakunya radd :
a.) Adanya pewaris dengan penentuan.
b.) Tidak ada ashobah.
c.) Adanya sisa dari harta peninggalan.
d.) Apabila tidak dipenuhi syarat-syarat ini, maka tidak berlaku radd.
Para pewaris yang menerima radd :
Semua ashabul furud boleh menerima radd, kecuali suami istri. Radd
berlaku untuk 8 asbahul furud :
a.) Anak perempuan.
b.) Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan).
c.) Saudara perempuan seayah seibu.
d.) Saudara perempuan seayah.
e.) Ibu.
f.) Nenek yang shahih.

4
g.) Saudara perempuan seibu.
h.) Saudara laki-laki seibu
Adapun ayah dan kakek- walaupun keduanya termasuk ashabul furudh
dalam beberapa keadaan, namun mereka berdua tidak boleh menerima radd.
Karena bila mana terdapat ayah atau kakek, maka tidak mungkin terjadi radd
dalam masalah itu, karena waktu itu keduanya menjadi ashobah dan mengambil
sisanya.
Para pewaris yang tidak boleh menerima radd diantara ashabul furud
adalah suami istri saja. Hal ini disebabkan kekerabatan mereka bukan kekerabatan
nasabiyah tapi kekerabatan sababiyah. Sebab ini telah terputus dengan kematian
maka masing-masing dari suami istri hanya mengambil radhunya saja tanpa
tambahan. Adapun sisa harta maka dia dikembalikan lagi kepada ashabul furudh
lainya.

B. pendapat para Ulama dalam menyelesaian harta yang terdapat


sisa harta

Terhadap penyelesaian masalah dengan cara radd ini, ternyata ada ulama yang
tidak setuju sama sekali sebagian ada yang setuju dengan syarat, dan sebagian lagi
menyatakan dengan tegas menerima. Dibawah ini akan diuraikan perbedaan
pendapat tersebuT:
a.Radd atau pengembalian sisa harta warisan bila dilaksanakan hanya terbatas
pada ahli waris nasabiyah. Jadi, ahli waris sababiyah-suami atau isteri-tidak dapat
menerima radd. Demikian pendapat mayoritas (jumhur) ulama. Mula-mula
pendapat ini dikemukakan oleh ali bin abi thalib, kemudian diikuti oleh Abu
Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Fuqaha Mutaakhirin dari madzhab syafi’iyah,
malikiyah, syi’ah zaidiyah, dan syi’ah imamiyah. Dasar hukum yang
dipedomaninya adalah :
Firman Allah SWT :
“dan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih
berhak dari pada yang lain dalam kitab Allah.” (QS Al-Anfal : 75)
Ayat tersebut pada prinsipnya adalah mengatur pembagian warisan kepada ashab
al-furud, tetapi kemudian dijadikan dasar penyelesaian masalah radd.
Pertimbangannya adalah mereka yang memiliki hubungan darah lebih pantas
menerima pengembalian harta sisa, dari pada kaum muslimin yang tidak ada

5
ikatan kekerabatan atau hubungan darah. Karena jika sisa harta itu diserahkan
kepada bait al-mal maka kaum muslimin itulah yang akan memanfaatkannya.
Jadi atas dasar alasan-alasan diatas, ahli waris yang berhak menerima
pengembalian sisa harta hanyalah ashab al wurud nasabiyah. berikut ini akan
diselesaikan contoh penyelesaian radd menurut mayoritas ulama :
a.) Seseorang meninggal dunia ahli warisnya terdiri dari istri, ibu dan saudara
seibu. Harta warisannya sebesar Rp 10.800.000,- bagian masing-masing adalah:
Ahli waris bag AM 12 Rp 10.800.000,- penerimaan
Istri 1/4 3 3/12 x Rp 10.800.000,- = Rp 2.700.000,-
(sisa harta Rp 10.800.000,- - Rp 2.700.000,-= Rp 8.100.000,-)
Ibu 1/3 4 4/6 x Rp 8.100.000,- = Rp 5.400.000,-
Sdr.seibu 1/6 2 2/6 x Rp 8.100.000,- =Rp2.700.000,-
6 jumlah = Rp 10.800.000

b. radd dapat dilakukan dengan mengembalikan sisa semua harta warisan kepada
ahli waris yang ada, baik ashab al furud nasabiyah maupun sababiyah. Pendapat
ini dikemukakan pleh sahabat ‘Usman bin ‘Affan. Pertimbangannya, logika dan
segi praktis pembagian warisan. Ia mengataklan suami dan istri dalam masalah
‘aul bagian mereka ikut terkurangi, maka apabila terdapat kelebihan harta, maka
sudah sepantasnya mereka juga diberi hak untuk menerima kelebihan tersebut.
c. Pendapat yang menolak secara mutlaq penyelesaian pembagian warisan dengan
cara radd. Demikian pendapat Zaid ibnu Tsabit dan minoritas ulama lainnya.
Diantaranya Urwah bin Al Zuhri, Imam Syafi’I, Ibnu Hazm Al Zahiry Al
Andalusy, dan para fuqaha malikiyah dan syafi’iyah.
Menurut pendapat ini apabila dalam pembagian warisan terdapat kelebihan
harta, tidak perlu dikembalikan kepada ahli waris, tetapi diserahkan ke bait al mal.
Kaum musliminlah yang berhak memanfaatkannya. Seperti dikatakan Muhammad
Syarbiny, fuqaha Syafi’iyah menegaskan, “baik bait al mal atau kas
perbendaharaan negara berfungsi dengan baik atau tidak , hak terhadap kelebihan
harta warisan itu berada pada kaum muslimin, dan kepala bait al mal itulah
sebagai Nadzir atau penanggung jawab atas kepentingan kaum muslimin”.
Dalam penelitian Fathur Rahman, pendapat tersebut didasarkan pada situasi dan
kondisi umat Islam pada waktu itu yang sangat membutuhkan biaya dan bantuan
negara melalui wadah bait al mal. Perubahan dan dinamika masyarakat dimana
fuqaha’ syafi’iyah hidup tampaknya mengalami perubahan dan kemajuan. Lebih-
lebih peranan bait al mal tidak lagi berfungsi secara optimal sehingga dengan
kenyataan sosial semacam ini, fuqaha syafi’iyah mengubah pendapatnya. Menurut
mereka dalam rangka refungsionalisasi kelebihan harta, sebaiknya dikembalikan
saja kepada ashab al furud atau zawi arham jika ada secara proporsional.

6
Pendapat terakhir cukup praktis dan rasional namun demikian tidak bisa
diberlakukan secara mutlak. Karena apabila pada suatu saat kepentingan kaum
muslimin sangat membutuhkan pendanaan, yang salah satunya harus dipenuhi
misalnya melalui sarana bait al mal, maka kelebihan harta perlu disetor ke bait al
mal. Akan tetapi jika kebutuhan umum hanya bersifat subside saja maka cara radd
untuk mengembalikan sisa harta kepada ahli waris merupakan cara yang lebih
tepat.

7
BAB 3
PENUTUP
1 Kesimpulan
Rad secara harfiyah artinnya mengembalikan, masalah ini terjadi apabila dalam
pembagian warisan terdapat kelebihan harta setelah ahli waris ashab al-furud
memperoleh bagianya. Caranya adalah mengurangi angka masalah sehingga
besarnya sama dengan jumlah bagian yang diterima oleh ahi waris. Mayoritas
(jumhur) ulama berpendapat, sisa harta dikembalikan kepada ahli waris ashab al
furud nasabiyah.Usman bin Affan menyatakan bahwa sisa harta secara mutlaq
dikembalikan kepada semua ahli waris yang ada tanpa membedakan status
kekerabatanya. Zaid bin Tsabit menolak penyelesaian pembagian warisan dengan
cara radd secara mutlaq, menurutnya sisa harta diserahkan kepada bait al mal.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Fatchur.1981. Ilmu Waris. Bandung: Al Ma’rif


Musa, Muhammad Yusuf. Al-Tirkah wa al-Miras fi al islam. Kairo: Dar Al
Ma’rifah
Rofiq, Ahmad. 2001. Fiqih Mawaris. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ali As-Shabuni, Muhammad. 1388. Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam.
Surabaya: Mutiara Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai