Anda di halaman 1dari 8

PERBEDAAN ULAMA MENGENAI MASALAH

AL GHAWARAIN (UMARIYATAIN)

Nama : Muhammad Fajarul Akbar Aji Putra

NIM : 2010102003

Kelas : PM 1 (20151)

Mata Kuliah : Muqarranah Mazahib Fil Mawaris

Dosen Pengampu : Drs. Muhammad Zuhdi, M.H.I.

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang selalu
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
tepat waktu. Sholawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad
SAW, beserta keluarga-Nya, sahabat-sahabat-Nya dan kita selaku umatnya hingga
akhir zaman.

Adapun tujuan dari penulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Muqarranah Mazahib Fil Mawaris yang berjudul “Perbedaan Ulama Mengenai
Masalah Al Ghawarain (Umariyatain)”. Saya mengucapkan terima kasih kepada Yth.
Bapak Drs. Muhammad Zuhdi, M.H.I. selaku dosen mata kuliah Muqarranah Mazahib
Fil Mawaris yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini sehingga
kami bisa menyelesaikannya tepat waktu serta telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini
karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih terbatas. Untuk itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, demi perbaikan dalam
makalah dimasa mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan
memenuhi harapan dari berbagai pihak.

Palembang, 19 Juli 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. 1

DAFTAR ISI................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................ 3

B. Rumusan Masalah........................................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Al-Gharawain (Umariyatain) dan Penyelesaiannya....................................... 4

B. Ada perbedaan pendapat diantara para ulama faradiyun................................ 5

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Didalam Hukum Waris Islam ada masalah-masalah khusus. Adapun masalah-


masalah khusus yang dimaksud adalah persoalan-persoalan kewarisan yang
penyelesaiannya menyimpang dari penyelesaian yang biasa, dengan perkataan lain
pembagian harta warisan itu tidak dilakukan sebagaimana biasanya.

Masalah-masalah khusus ini terjadi disebabkan adanya kejanggalan apabila


penyelesaian pembagian harta warisan tersebut dilakukan/dibagi secara biasa. Untuk
menghilangkan kejanggalan tersebut, maka penyelesaian pembagian harta warisan itu
dilakukan secara khusus, dengan kata lain penyelesaian khusus ini hanya berlaku untuk
persoalan-persoalan yang khusus pula.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari penulisan makalah ini, adapun rumusan masalah
yang terangkum didalam makalah ini yaitu mengenai masalah warisan al ghawarain.

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain untuk menambah wawasan kita semua
dalam mengetahui Perbedaan ulama dalam penghitungan warisan Suami /isteri, ibu dan
Ayah atau hal tersebut bisa disebut dengan Al Ghawarain (Umaiyatain).

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Al-Gharawain (Umariyatain) dan Penyelesaiannya

Gharawain, bentuk tasniyah dari lafadz ghara (binatang cemerlang). Itu disebut
demikian karena kemasyhurannya bagaikan bintang yang cemerlang. Nama lain dari
gharawain adalah Umariyatin karena cara penyelesaiannya tersebut diperkenalakan
oleh Umar bin Khathab.

Masalah gharawain adalah salah satu bentuk masalah dalam kewarisan yang
pernah diputuskan oleh Umar bin Khathab dan diterima oleh mayoritas sahabat dan
diikuti oleh jumhur ulama. Masalah ini terjadi waktu penjumlahan beberapa furudh
dalam satu kesus kewarisan yang hasilnya tidak memuaskan beberapa pihak.

Masalah gharawain terjadi hanya dalam dua kemungkinan, yaitu sebagai berikut:
1) Jika seorang yang meninggal dunia memiliki ahli waris suami, ibu, dan ayah.
2) Jika seorang meninggal memiliki ahli waris istri, ibu, dan ayah.
Yang dimaksud ahli waris disini adalah ahli waris yang tidak terhijab karena
boleh jadi ahli waris lain masih ada tetapi terhijab oleh ayah.
Dengan demikian, untuk menentukan apakah suatu kasus warisan itu
merupakan kasus gharawain atau tidak, terlebih dahulu harus ditentukan siapa saja yang
menjadi ahli waris orang yang meninggal, kemudian siapa yang terhijab, dan ternyata
ahli waris yang berhak mendapat bagian warisan, yaitu suami, ibu, dan ayah, atau istri,
ibu, dan ayah.
Apabila ahli waris yang berhak untuk mendapatkan bagian warisan hanya terdiri
atas suami, ibu, dan ayah, atau istri, ibu, dan ayah, dapat dipastikan bahwa persoaln
warisan tersebut adalah persoalan yang khusus yang diistilahkan dengan gharawain.
Penyelesaian kasus gharawain tidaklah seperti penyelesaian kasus-kasus
kewarisan pada umumnya. Apabila diselesaikan secara biasa, hasilnya sebagai berikut:
4
Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
- Suami ½ ½ x 6 = 3
- Ibu 1/3 1/3 x 6 = 2
- Ayah ¼ ¼ x 6 = 1 (asabah: 6-5 = 1)
Apabila penyelesaian dengan seperti diatas, terlihat bahwa hasilnya untuk ibu
adalah 1/3 x 6 = 2, sedangkan ayah hanya memperolah 1. Padahal semestinya
pendapatan ayah harus lebih besar daripada pendapatan ibu. Disamping itu, ayah selain
sebagai ashabul furud juga merupakan ahli waris yang berhak menerima bagian dengan
asabah.
Jadi, persoalan gharawain ini terletak pada penerimaan ibu yang lebih besar
daripada penerimaan ayah. Untuk menghilangkan kejanggalan ini, haruslah
diselesaikan secara khusus, yaitu penerimaan ibu bukanlah 1/3 harta peninggalan,
melainkan hanya 1/3 dari sisa harta peninggalan.

B. Ada perbedaan pendapat diantara para ulama faradiyun


1). Menurut Umar r.a, yang kemudian diikuti pleh para sahabat, seperti Usman, Zaid
bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, serta para ahli ra’yi dan para ahli fuqaha, seperti Al-Hasan,
As-Saury, Imam Malik, dan Imam Syafi’i, ibu menerima bagian 1/3 sisa. Dengan
demikian, penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya


- Suami ½ ½ x 6 = 3
- Ibu 1/3 sisa 1/3 x (6-3) = 1
- Ayah Asabah 6-4 = 2

Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya


- Suami ¼ ¼ x 4 = 1
- Ibu 1/3 sisa 1/3 x (4-1) = 1
- Ayah Asabah 4-2 = 2

5
Mereka berpendapat demikian dengan mengemukakan alasan sebagai berikut:
Rangkaian kalimat (faliummihi tsulus) dalam firman Allah SWT. Surat An-Nisa
ayat 11, maksudnya adalah sepertiga peninggalan, baik seluruh harta peninggalan atau
sebagiannya. Andaikan tidak mengacu pada pengertian demikian, niscaya firman Allah
SWT. (wawaritsahu abawahu) tidak berarti apa-apa. Ketika menerangkan bahwa jika
yang mewarisi hanya ibu dan ayah saja, Allah menjelaskan bagian ibu, yaitu 1/3 nya,
yang berarti 1/3 harta yang diwarisi oleh ibu dan ayah. Jadi, sekiranya ibu dan ayah
tidak bersama-sama dengan suami atau istri, mereka mendapat hak atas seluruh harta
penunggalan sehingga bagian ibu pun, adalah 1/3 seluruh harta peninggalan. Apabila
ibu dan ayah mewarisi bersama-sama denagn salah seorang suami istri, bukan seluruh
harta peninggalan yang dijadikan hak oleh keduanya, melainkan sisa setelah diberikan
kepada salah seorang suami istri, ibu hanya menerima 1/3 sisa harta peninggalan.
Sesuai dengan nash Al-Qur’an, bila ahli warisnya hanya ibu dan ayah saja, ibu
mendapat bagian 1/3 secara fard dan ayah menerima sisanya, yaitu 2/3, dengan
perbandingan 1:2. ketentuan ini tidak berlaku bila ibu-ayah mewarisi bersama-sama
dengan salah seorang suami istri. Kalau ini dijalankan, bagian ibu tentu melebihi dari
separuh bagian ayah.
Dalam masalah pertama, ibu mendapat 1/3 dari asal masalah 6 = 2, sedangkan
ayah hanya mendapat sisanya, yaitu 6-3-2 = 1.
Dalam masalah kedua, ibu menerima 1/3 dari asal masalah 12 = 4, sedangkan
ayah hanya menerima 12-3-4 = 5.
Jadi, perbandingan penerimaan saham ibu dengan ayah dalam masalah pertama
= 2:1, dan perbandingan penerimaan saham ibu dengan ayah dalam maslah kedua = 4:5,
yang demikian ini bertentangan dengan nash.

6
2). Ibnu Abbas r.a, berpendapat bahwa ibu dalam kedua masalah tersebut mendapat
bagian 1/3 harta peninggalan. Oleh karena itu, penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
- Suami ½ ½ x 6 = 3
- Ibu 1/3 1/3 x 6 =2
- Ayah Asabah 6-5 =1
Ahli Waris Fard Asal masalah: 12 sahamnya
- Suami ¼ ¼ x 12 = 3
- Ibu 1/3 1/3 x 12 = 4
- Ayah Asabah 12-7 = 5

3). Ibnu Sirin dan Abu Tsaur mengatakan bahwa dalam masalah pertama, suami
bersama-sama dengan ibu dan ayah maka ibu mendapat 1/3 sisa harta peninggalan.
Adapun dalam masalah yang kedua, istri bersama-sama ibu dan ayah, maka ibu
mendapatkan 1/3 harta peninggalan, seperti pendapat Ibnu Abbas r.a, sehingga
penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
Ahli Waris Fard Asal masalah: 6 sahamnya
- Suami ½ ½ x 6 = 3
- Ibu 1/3 sisa 1/3 x (6-3) = 1
- Ayah Asabah 6-4 =2
Ahli Waris Fard Asal masalah: 12 sahamnya
- Suami ¼ ¼ x 12 = 3
- Ibu 1/3 1/3 x 12 = 4
- Ayah Asabah 12-7 = 5

Anda mungkin juga menyukai