Disusun Oleh :
Kelompok V
MAYA AMANDA
(23202038742310450
JAMILAH
(23202038742310250
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah mengenai Penggolongan Ahli Waris sebagai
salah satu tugas dalam mata kuliah Hukum Islam.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Perhitungan pembagian
warisan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………...…………………….……….1
DAFTAR ISI……..………………………………………………………….… 2
BAB I PENDAHULUAN ……….……………………………………………..3
A. Latar Belakang……………………………………………...……..……3
B. Rumusan Masalah…………………………………...……...……..……4
C. Tujuan Makalah……………………..………………………...………..4
BAB II PEMBAHASAN…………………………….…………………………5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Warisan adalah kajian yang berkaitan dengan masalah hibah karena itu berhubungan
dengan harta benda dari pemberi harta sehingga bila pemberi harta hibah meninggal
maka ia akan berganti menjadi seorang pewaris.
1. Terhadap hal ini maka harta benda yang telah diberikan tersebut menjadi hitungan
dalam suatu masalah kewarisan sehingga seorang anak penerima harta hibah pasti akan
terlibat dalam masalah pembagian waris.
Dalam hukum waris telah ditentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, dan siapa-
siapa yang berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut, berapa bagian mereka
masing-masing, bagaimana ketentuan pembagiannya, serta diatur pula berbagai hal
yang berhubungan dengan soal pembagian harta warisan.
2. Hukum kewarisan yang berlaku di kalangan masyarakat Indonesia sampai saat masih
bersifat Pluralistis, yang berarti dalam pembagian warisan ada yang tunduk kepada
hukum waris dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata, hukum waris Islam dan
hukum adat. Perpindahan harta seseorang kepada orang lain dalam bentuk kewarisan,
harus terpenuhi tiga hal pokok, yaitu adanya pewaris, ahli waris dan harta warisan.
Pewaris adalah pemilik harta warisan, dan ahli waris adalah orang-orang yang akan
menerima perpindahan harta warisan dari orang yang telah meninggal dunia. Sedangkan
harta warisan adalah hak dan harta milik yang ditinggalkan oleh seseorang dengan
sebab telah meninggal dunia.
3. Apabila ketiga hal pokok tersebut telah terpenuhi, maka secara otomatis perpindahan
harta warisan orang yang telah meninggal dunia (pewaris) akan berpindah kepada para
orang-orang yang masih hidup yang mempunyai hubungan sebab-sebab dan syarat-
syarat kewarisan dengan bagian-bagian yang telah ditentukan atau ditetapkan dalam al-
Quran. Walaupun syarat kematian atau meninggalnya pewaris dipersyaratkan secara
mutlak pembagian harta warisan dikatakan sebagai pembagian harta dalam bentuk
kewarisan sebagaimana dijelaskan pada al-Quran dan sebagaimana yang diatur pada
Pasal 171 huruf b Kompilasi Hukum Islam (KHI). Berdasarkan ketentuan tersebut dapat
disimpangi dengan membolehkan pembagian harta warisan sebelum terjadinya
kematian sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perhitungan pembagian warisan
Untuk mengetahui bagaimana atau proses perhitungan pembagian warisan yang sesuai
syarat dan ketentuan.
BAB II
PEMBAHASAN
Langka pertama yang harus dilakukan untuk menentukan ussl al – masail harus
menyeleksi :
Ahli waris furud al – muqadarah, ashab al – furudh, bagaian ashaba, hajib – mahjub dan
syarat seseorang dapat menerima bagian, dibawah ini dikemukakan contoh apabila
seseorang meniggal ahli warisnya terdriri dari:
1. Suami
2. 2 anak perempuan
3. Cucu perempuan garis perempuan
4. Ibu
5. 3 saudara seibu
6. Bapak
7. Nenek garis ibu
8. Anak laki – laki saudar seibu
9. Paman
10. Kakek
Jadi ahli waris kyang menerima bagian dan besarnya bagian dan besarnya adalah:
- Suani ¼ ( karena ada anak)
- 2 anak perempuan 2/3 ( karena 2 orang)
- Ibu 2/6 ( karena ada anak)
- Bapak 1/6 + asabah ( karena bersama dengan anak perempuan)
Contoh kasus adalah sebagai berikut:
Seorang meniggal dunia harta warisannya yang ditinggalkan sejumlah Rp. 12.000.000
ahli warisnya terdiri dari: suami, anak perempuan, cucu perempuan garis laki – laki dan
saudara perempuan sekandung, bagian masing – masing adalah:
Ahli waris bag AM HW Rp.12.000.000 penerimaan
12
Suami 1.43 3/12 x Rp. 12.000.000= Rp. 3.000.000
Anak pr 1/266/12 x Rp. 12.000.000= Rp. 6.000.000
Cucu pr 1/622/12 x Rp. 12.000.000=Rp. 2.000.000
Sdr Pr as13/12 x Rp. 12.000.000=Rp. 1.000.000
12jumlah = Rp. 12.000.000
Ahli waris yang ditinggalkan si mati terdiri dari: ibu, suami, dan 2 saudara seibu, harta
warisannya sebesar Rp. 36.000.000 bagian masing – masing
Ahli waris Bag AM HW. Rp, 36.000.000 penerimaan
12
6 JumlahRp. 36.000.000
Merode tashih Al – masail adalah mencari asal masalah yang terkecil agar dapat
dihasilkan bagian yang diterima ahli waris tidsk berupa angka pecahan[1].
Langkah – langkah yang perlu di ambil dalam tashih Al – masail adalah memperhatikan :
- Pecahan pada angka nsgisn ysng diterima ahli waris ( yang terdapat dalam satu
kelompok ahli waris).
- Pecaha pada angka bagian yang di terima ahli waris, yang terdapat pada lebih dari
satu kelompok ahli waris[2]
Selanjutnya untuk menerapkan angka tarikh Al – masailnya ditempuh
- Mengetahui jumlah person ( kepala) penerima warisan dalam satu kelompk ahli
waris
- Mengetahui bagian yang diterima kelompok tersebut
- Mengalihkan jumlah person dengan bagian yang diterima kelompoknya.
Apabila seorang meniggal ahli warisnya terdiri dari suami dn 5 saudar laki – laki
sekandnug bagian – bagian masing – masing
Ahli waris Bag AM Tashih al – masail penerimaan
22 x5 = 10
Suami 1/2 11 x 55
5 sdr lk2 as11 x 55
Masing – masing sdr menerima bagian 1
3. Penghitungan Faraid apabila ahli waris terdiri dari ashab al – furudh dan
ashabah
Apabila dalam pembagian warisan, ahli warisnya terdiri dari ashab al – furudh dan ashab
al – asabah yang perlu diperhatikan adalah:
1. Menetatapkan bagaian masing – masing ashab al furudh ( hal ini sudah tentu
diseleksi mana diantara mereka yang mahjub)
2. Menentukan ahli waris asnabah yang lebih dahulu berhak mendapat bagian dengan
ketentuan
• Jika masing – masing ahli waris sebagai ashabah binafsih maka ahli waris yang
terdekatlah yang menerima bagian
• Jika ada ashabah bi al ghoir, maka mereka bergabung manerima asabah, seperti anak
perempuan bergabung dengan anak laki – laki sekandung demikian juga seayah
• Jika ada asabah ma al ghair berarti terjadi perubahan yang semula ashab al – furudh
menjadi penerima asabah, tetapi ahli waris penyebab (mu’assib)nya tetap menerima
bagian semula
3. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kadang – kadang ahli waris asabah
menerima bagian besar, kadang – kadang menerima sedikit dan mereka tidak jarang
mereka tidak mendapat bagian sama sekali, karena habis diberikan kepada ashah al-
furudh
Dibawah ini akan dikemukakan contoh pembagian warisan di antara ahli waris ashabah al
– furudh dan asabah baik yang berupa ashabah binafsi, bi al ghoir maupun ma al ghoir
o Seorang meniggal dunia ahli warisnya terdiri dari istri, ibu, bapak, dan anak laki – laki
harta warisannya sejumlah Rp.48.000.000, bagian masing – masing adalah:
Ahli waris bagAM HWRp. 48.000.000 pnrmaan
Isteri 1/8 33/24 = Rp. 48.000.000 = Rp. 6.000.000
Ibu 1/6 44/24 = Rp. 48.000.000 = Rp. 8.000.000
Bapak 1/6 44/24 = Rp. 48.000.000 = Rp. 8.000.000
Anak lk2 1313/24 = Rp. 48.000.000 = Rp.26.000.000
24jumlah Rp. 48.000.000
4. Penghitungan faraidh apabila ahli waris hanya terdiri dari Ashab Al –
furudh (penyelesaian dengan cara ‘Aul dan Radd).
Apabila dalam suatu kasus pembagian warisan ahli warisnya hanya terdiri dari dari Ashab
al – furudh saja, ada tiga kemugkinan yaiu:
1) Terjadi kekurangan harta, apabila furudh al – muqoddarah dilaksanakaan apa
adanya, oleh karena itu bagian yang diterima masing – masing ahli waris perlu di kurangi
secara proposional menurut besar kecilnya bagian yang mereka terima masalah ini
disebut dengan masalah aul.
2) Terjadi kelebihan harta, karena ahli ahli waris ashab al – furudh sedikit dan sebgian
penerimanya juga sedikit, dalam kasus ini, sebagian pendapar mengatakan bahwa
kelebihan harta itu dikembalikan kepada ahli waris, pendapat lain mengatakan sisa harta
dikembalikan kepada ahli waris tetapi khusus selain istri dan suami, pengambalian harta
tersebut dinamakan Radd.
3) Bagian yag diterima ahli waris tepat persis dengan harta warisan yang dibagi,yang
terakhir ini tidak menimbulkan persoalan, pembebasan berikutnya kepada 2 masalah ‘
Aul dan Radd.
Contoh penghitungan dengan menggunakan cara ‘Aul adalah sebagai berikut:
Seorang meninggal harta warisannya Rp. 60.000.000 ahli warisnyta terdirir dari istri,
ibu, 2 sdr perempuan sekandungdan sdr seibu bagian masing – masing:
Ahli waris Bag AM HW Rp. 60.000.000 penerimaan
12
Istri 1/4 33/12 x Rp. 60.000.000 = Rp. 15.000.000
Ibu 1/6 22/12 x Rp. 60.000.000 = Rp. 10.000.000
2 sdr skdg 2/388/12 x Rp. 60.000.000 = Rp. 60.000.000
Sdr seibu 1/6 22/12 x Rp. 60.000.000 = Rp. 10.000.000
Berikut contoh kasus perhitungan pembagian warisan menurut fiqih mawaris dalam
Islam:
Kasus: Seorang lelaki muslim bernama Ali meninggal dunia dan meninggalkan warisan
berupa rumah, tanah, uang tunai, dan sejumlah harta lainnya. Dia memiliki seorang istri,
dua anak laki-laki, dan seorang ibu yang masih hidup.
*Langkah-langkah Perhitungan*:
1. *Identifikasi Aset*:
- Rumah
- Tanah
- Uang tunai
- Harta lainnya (misalnya perhiasan, kendaraan, dll.)
- Istri
- Anak-anak (dalam hal ini dua anak laki-laki)
- Ibu
4. *Perhitungan Persentase*:
- Misalkan Ali meninggalkan seorang istri, dua anak laki-laki, dan seorang ibu, serta
ada harta yang cukup untuk semua penerima.
- Istri: Sesuai dengan ketentuan fiqih mawaris, jika ada keturunan, ia mendapatkan 1/8
bagian.
- Anak-anak: Setiap anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian anak perempuan, yang
kemudian dibagi rata.
- Ibu: Mendapatkan 1/6 bagian karena ada keturunan.
5. *Pembagian Aset*:
- Rumah, tanah, uang tunai, dan harta lainnya dibagi sesuai dengan perhitungan yang
telah dilakukan.
6. *Verifikasi Legal*:
- Proses ini perlu dikoordinasikan dengan otoritas Islam atau otoritas hukum yang
relevan untuk memastikan bahwa pembagian warisan sesuai dengan prinsip dan
ketentuan fiqih mawaris yang berlaku.
Dalam praktiknya, penting untuk melibatkan pihak yang berwenang, seperti ulama atau
ahli waris yang terpercaya, untuk memastikan bahwa pembagian warisan dilakukan
sesuai dengan prinsip dan ketentuan yang berlaku dalam fiqih mawaris.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Didalam pembagian waris sering dijumapi kasus kelebihan dan kekurangan harta,
apabila diselesaikan menurut Furudh al – mukhadarah, kelebihan harta akan terjadi
apabila ahli waris sedikit dan tidak ada ahli waris.
Didalam penyelesaian kasus waris menurut hukum waris islam bukan dalam proses
penghitungan untuk menentukan bagian waris masing – masing ahli waris sebagiamana
dikatakan oleh banyak orang melainkan dalam hal
1. Menerapkan kedudukan ahli waris tertentu didalam kelompok dan golonganm
2. Menetapkan apakah hak – waris, ahli waris tertentu sudsh terbuka atau sebelum
Didalm pembagian waris terdapat metode penghitugan metodenya adalah sebagai
berikut:
Metode usul al – masail dan cara penggunaannya
Langka pertama yang harus dilakukan untuk menentukan ussl al – masail harus
menyeleksi
Ahli waris furud al – muqadarah, ashab al – furudh, bagaian ashaba, hajib – mahjub dan
syarat seseorang dapat menerima bagian, dibawah ini dikemukakan contoh apabila
seseorang meniggal ahli warisnya terdriri dari:
Metode tashih Al – masail dan penggunaannya
Merode tashih Al – masail adalah mencari asal masalah yang terkecil agar dapat
dihasilkan bagian yang diterima ahli waris tidsk berupa angka pecahan[3].
5. Penghitungan Faraid apabila ahli waris terdiri dari ashab al – furudh dan ashabah
Apabila dalam pembagian warisan, ahli warisnya terdiri dari ashab al – furudh dan ashab
al – asabah yang perlu diperhatikan adalah:
4. Menetatapkan bagian masing – masing ashab al furudh ( hal ini sudah tentu
diseleksi mana diantara mereka yang mahjub)
5. Menentukan ahli waris asnabah yang lebih dahulu berhak mendapat bagian dengan
ketentuan