Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Mawaris Gharawain

Disusun Oleh:

Kelompok IX

Aldy Maulana Rohman (2130101141)

Wahyu Saputra (2130101177)

Dosen Pengampu:
Drs. Muhammad Zuhdi, M.H.I.

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2022 M/1444H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalahyaang berjudul
“gharawain” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Drs. Muhammad Zuhdi, M.H.I. selaku Dosen mata kuliah Kuliah
Hukum Kewarisan UIN RAFA Palembang yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna atas
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata - kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masadepan.

Palembang, 10 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ......................................................................................i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH .................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN ...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GHOROWAIN ........................................................... 2
B. PEMBAGIAN GHARAWAIN ............................................................ 3
C. PENDAPAT ULAMA TENTANG MASALAH GHARRAWAIN .... 6
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Didalam Hukum Kewarisan Islam ada masalah - masalah khusus. Adapun
masalah - masalah khusus yang dimaksud adalah persoalan - persoalan
kewarisan yang penyelesaiannya menyimpang dari penyelesaian yang biasa,
dengan perkataan lain pembagian harta warisan itu tidak dilakukan
sebagaimana biasanya.
Masalah - masalah khusus ini terjadi disebabkan adanya kejanggalan
apabila penyelesaian pembagian harta warisan tersebut dilakukan atau dibagi
secara biasa. Untuk menghilangkan kejanggalan tersebut, maka penyelesaian
pembagian harta warisan itu dilakukan secara khusus, dengan kata lain
penyelesaian khusus ini hanya berlaku untuk persoalan-persoalan yang khusus
pula.
Didalam hukum Kewarisan Islam ditemui beberapa persoalan kewarisan
yang harus diselesaikan secara khusus, diantaranya adalah masalah tentang
Gharawain.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Gharawain ?
2. Bagaimanakah Pembagian Gharawain Dalam Islam ?
3. Bagaimanakah Pendapat Ulama tentang Masalah Gharawain ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui Maksud Dari Gharawain !
2. Untuk Mengetahui Pembagian Gharawain Dalam Islam !
3. Untuk Mengetahui Pendapat Ulama tentang Masalah Gharawain !

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GHARAWAIN
Gharawain mufrot dari lafadz ghara yang bermakna “ bintang cemerlang”
kemudian ditsasniahkan menjadi Gharawain yang maknanya “dua bintang
cemerlang”.1 Akan tetapi ada yang memaknai berbeda, Gharawain dimaknai
dari kata gharra artinya menipu. Menurut Abd al- Rahim, dimaknai menipu,
karena dalam masalah Gharrawain terjadi “penipuan” kepada ahli waris ibu.
Dimana ahli waris ibu yang menerima bagian 1/3 dikarenakan tidak ada anak
dan atau cucu, bukan menerima 1/3 dari harta warisan, akan tetapi menerima
1/3 dari sisa ketika bersama dengan dua orang yakni ayah dan suami atau istri.2
Ketika bersama mereka, sejatinya ibu mendapatkan hak warisan 1/3 harta
sehingga menyamai atau melebihi bagian ayah yang sederajat dengannya.
Namun setelah itu haknya dirubah menjadi 1/3 dari harta setelah diambil ayah
dan suami atau istri terlebih dahulu.
Masalah Gharawain berkaitan erat dengan kasus yang diputuskan oleh
syaidina Umar ibn al-Khattab, sehingga kasus ini sering juga disebut dengan
istilah “Umariyatain” yaitu dua masalah yang diputuskan cara
penyelesaiannya dan diperkenalkan oleh Syaidina Umar Ibn al Khattab r.a
Gharawain termasuk ke dalam masalah-masalah khusus. Adapun yang
dimaksud masalah-masalah khusus adalah persoalan-persoalan kewarisan yang
penyelesainnya menyimpang dari penyelesaian yang biasa, dengan kata lain
pembagian harta warisan tidak dilakukan sebagaimana biasanya. Masalah
khusus ini terjadi disebabkan adanya kejanggalan apabila penyelesaian
pembagian harta warisan tersebut dilakukan atau dibagi secara biasa. Untuk
menghilangkan masalah kejanggalan tersebut, maka penyelesaian pembagian

1
Amal hayati, Rizki Muhammad Haris dan Zuhdi Hasibuan, Hukum Warisan ,( Medan : CV
Manhaji, 2015), hal 71.
2
Andi Ali Akbar, fiqh mawaris Hukum Kewarisan Islam, Kotagajah : Pondok Pesantren Ulum
Kauman, Lampung Tengah, hal.49

2
harta warisan itu dilakukan secara khusus, dengan kata lain penyelesaian
khusus ini hanya berlaku untuk persoalan - persoalan yang khusus pula.3

B. PEMBAGIAN GHARAWAIN
Kasus Gharawain ini terjadi hanya dalam 2 kondisi atau 2 kemungkinan
saja, yaitu:
1. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli
waris yang tinggal): suami, ibu, dan bapak.
2. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli
waris yang tinggal): istri, ibu dan bapak.4
Adapun yang dimaksud dengan ahli waris yang tinggal adalah ahli waris
yang tidak terhijab, karena boleh jadi ahli waris yang lain masih ada, akan tetapi
terhijab oleh bapak. Jadi apakah suatu kasus warisan itu merupakan kasus
Gharawain atau tidak, diketahui setelah ditentukan siapa saja yang menjadi
ahli waris dari si meninggal, kemudian siapa yang terhijab, danternyata ahli
waris yang berhak untuk mendapat warisan hanyalah (terdiri) suami, ibu, dan
bapak atau istri, ibu dan bapak.
Apabila ternyata ahli waris yang berhak untuk mendapatkan warisanhanya
terdiri dari suami, ibu dan bapak atau istri, ibu dan bapak maka dapatlah
dipastikan bahwa persoalan kewarisan tersebut adalah persoalanyang khusus
(istimewa) yang diistilahkan dengan gharawain.
Contoh Kondisi atau Kemungkinan Pertama:
Ahli Waris Jumlah Bagian AM = 6
Suami 1 ½ 3
Ibu 1 1/3 2
1
Bapak 1 1/6 + Ashobah
6/6

3
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, HUKUM WARIS ISLAM (Lengkap dan
Praktis), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 137.
4
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, HUKUM WARIS ISLAM (Lengkap dan Praktis),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 138.

3
Apabila penyelesaiannya dilakukan seperti di atas terlihat hasilnya bahwa
untuk ibu adalah 1/3 x 6 = 2, sedangkan bapak hanya memperoleh 1. Padahal
semestinya pendapatan bapak haruslah lebih besar dari pendapatan ibu. Sebab
bapak selain sebagai ashabul furudh juga merupakan ashabah (dapat
menghabisi seluruh harta).
Jadi persoalan al-Gharawain ini terletak pada pendapatan ibu yang lebih
besar dari pendapatan bapak. Untuk menghilangkan kejanggalan ini haruslah
diselesaikan secara khusus, yaitu pendapatan ibu bukanlah 1/3 dari harta
warisan melainkan hanya 1/3 dari sisa harta.
Adapun yang dimaksud dengan sisa harta adalah keseluruhan harta
warisan setelah dikurangi bagian yang harus diterima oleh suami atau istri.5
Dengan demikian penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

Ahli Waris Jumlah Bagian AM = 6


Suami 1 1/2 3 (sisa = 3)
Ibu 1 1/3 (dari sisa) 1/3 x 3 = 1
1+1=2
Bapak 1 1/6 + Ashabah
6/6

Contoh Kemungkinan atau Kondisi yang Kedua:

Ahli Waris Jumlah Bagian AM = 12


Istri 1 1/4 3
Ibu 1 1/3 4
5
Bapak 1 1/6 + Ashabah
12/12

Penyelesaian kasus seperti di atas adalah salah, sebab persoalan ini


merupakan persoalan gharawain, dan semestinya haruslah diselesaikan
sebagai berikut:

5
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, HUKUM WARIS ISLAM (Lengkap dan
Praktis), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 139.

4
Ahli Waris Jumlah Bagian AM = 12
Istri 1 1/4 3 (sisa = 9)
Ibu 1 1/3 (dari sisa) 1/3 x 9 = 3
5+1=6
Bapak 1 1/6 + Ashabah
12/12

Yang perlu diingat, bahwa untuk memudahkan dalam penyelesaiannya


tempatkan suami atau istri di tempat yang paling atas, sebab 1/3 dari sisa
merekalah (setelah dikeluarkan bagian mereka) untuk bagian ibu.
Namun, apabila si mayit meninggalkan (ahli warits) istri lebih dari satu
orang maka akan mengakibatkan perbandingan jumlah ahli warits (istri)
dengan jumlah bagian yang mereka peroleh tidak akan pas (pecahan), maka
untuk penyelesainya haruslah dicari Sah Masalah (SM) .
Misalnya istri yang ditinggalkan oleh suami yang meninggal adalah dua
orang, maka penyelesainya sebagai berikut :
Asal
Sah Masalah
Ahli Waris Jumlah Bagian Masalah
24
12 x 2
Istri 2 ¼ 3 (sisa =9) 6
Ibu 1 1/3 dari sisa 1/3 x 9 = 3 (2) 6
Bapak 1 1/6 + ashabah 6 12
12/12 24/24

Untuk menentukan Sah Masalahnya lakukan :


Sah Masalah = 2 (jumlah AW) x Asal Masalah (AM) = 2 x 12 = 24
Jadi, hasil akhirnya
2 istri =6
1 istri = ½ x 6 = 3/24 dari harta.
Ibu = 6/24 dari harta.
Bapak = 12/24 dari harta.

5
C. PENDAPAT ULAMA TENTANG MASALAH GHARRAWAIN
Dari kalangan sahabat yang mendukung pendapat Umar ibn al-Khattab
adalah Zaid ibn Tsabit dan Ali ibn Abi Thalib, kemudian diikuti oleh Jumhur
Ulama. Adapun argumentasi yang dikemukakan oleh Jumhur Ulama adalah
jika ahli waris terdiri dari ibu dan bapak, maka ibu mendapatkan 1/3 dan bapak
sisanya, yaitu 2/3. Sehingga dalam hal ini sesuai dengan prinsip
„bagian laki-laki 2 (dua) bagian perempuan 1 (satu)‟. Menurut mereka hal ini
juga berlaku jika ada ahli waris lain dan bapak menerima bagian ashabah (sisa).
Akan tetapi dalam masalah Gharawain ini, ada ulama yang tidaksependapat,
yaitu sahabat Ibn Abbas, Qadli Syuraih, Dawwud ibn Sirrin dan Jama‟ah.
Argumentasi yang mereka kemukakan adalah ibu menerima bagian tertentu
yaitu 1/3 dan bapak sisanya. Bagian sisa adalah bagian yang tidak tertentu
jumlah penerimaannya, kadang menerima bagian yang jumlahnya banyak,
akan tetapi terkadang menerima bagian yang sedikit. Penerimaan tersebut
merupakan konsekuensi penerima bagian sisa.6
Berkaitan dengan dua pendapat tersebut, maka dapat diberikan contoh
dalam pembagian warisan kasus Gharawain sebagai berikut:
1. Menurut Ibnu Abbas
Ahli
Bagian AM HW Penerimaan
Waris
Suami 1/2 3 3/6 x 360.000.000 = 180.000.000
Ibu 1/3 2 2/6 x 360.000.000 = 120.000.000
Bapak Ash 1 1/6 x 360.000.000 = 60.000.000
6 Jumlah = 360.000.000

Ahli
Bagian AM HW Penerimaan
Waris
Istri 1/4 3 3/12 x 360.000.000 = 90.000.000
Ibu 1/3 4 4/12 x 360.000.000 = 120.000.000
Bapak Ash 5 5/12 x 360.000.000 = 150.000.000
12 Jumlah = 360.000.000

6
Suhairi, Fikih Mawaris, (Yogyakarta: Idea Press, 2013) hlm. 89.

6
Ahli SM
Jlh Bagian 12 AM HW Penerimaan
Waris (2)
Istri 2 1/4 3 3/12 6/24 x 360.000.000 = 90.000.000
Ibu 1 1/3 3 3/12 6/24 x 360.000.000 = 90.000.000
Bapak 1 Ash 6 6/12 12/24 x 360.000.000 = 180.000.000
12 Jumlah = 360.000.000

Dalam hal ini hak yang diterima ahli warits (istri) dibagi dua maka
½ x 90.000.000 = 45.000.000/AW

2. Jika diselesaikan menurut Umar ibn al-Khattab


Ahli
Bagian AM HW Penerimaan
Waris
Suami 1/2 3 3/6 x 360.000.000 = 180.000.000
Ibu 1/3 2 2/6 x 180.000.000 = 60.000.000
Bapak Ash = 120.000.000
Jumlah = 360.000.000

Ahli
Bagian AM HW Penerimaan
Waris
Istri 1/4 3 3/12 x 360.000.000 = 90.000.000
Ibu 1/3 4 4/12 x 270.000.000 = 90.000.000
Bapak Ash = 180.000.000
Jumlah = 360.000.000
Ahli SM
Jlh Bagian 12 AM HW Penerimaan
Waris (2)
Istri 2 1/4 3 3/12 6/24 x 360.000.000 = 90.000.000
Ibu 1 1/3 3 3/12 6/24 x 270.000.000 = 67.500.000
Bapak 1 Ash 6 = 202.500.000
12 Jumlah = 360.000.000
Dalam hal ini hak yang diterima ahli warits (istri) dibagi dua maka
½ x 90.000.000 = 45.000.000/AW

7
Berkaitan dengan kasus Gharawain ini, maka di Indonesia mengikuti
pendapat Umar atau Jumhur Ulama. Hal tersebut sebagaimana diketentuan
dalam Pasal 178 Kompilasi Hukum Islam:
1. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih.
Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat
sepertiga bagian.
2. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau
duda bila bersama-sama dengan ayah.7
Hal ini sesuai firman Allah SWT QS An-Nisa ayat 11
Jika orang yang meninggal itu tidak mempunyai saudara-saudara laki- laki
atau saudara - saudara perempuan dua orang atau lebih baik saudara- saudara
sekandung, seayah atau seibu baik laki - laki atau perempuan, mereka
mendapat waris atau terhalang. Didalam firman-Nya bahwasanya.8

Allah mewajibkan atas kamu tentang anak – anak kamu,bahwa seorang


anak laki laki dapat bagian dua anak perempuan. QS An-Nisa ayat 11)
Anak laki laki mendapatkan dua bagian dan anak perempuan mendapatkan
satu bagian, dari semua harta orang tua mereka, jika tidak ada ahli warits lain,
atau mereka mendapatkan sisa (ashobah), jika ada ahli waris lain yang bagianya
tertentu. Jika tidak ada anak, maka cucu menggantikan anak tentang
mendapatkan warisan itu. Begitulah seterusnya, ashal saja dari
pihak laki laki.

Tetapi jika anak anak ( yang jadi ahli warits) itu, perempuan (dua orang)
atau lebih dari dua orang maka mereka mendapat dua pertiga dari apa ynag
ditinggalkan (oleh bapaknya). (QS An-Nisa ayat 11)

7
Suhairi, Fikih Mawaris, (Yogyakarta: Idea Press, 2013) hlm. 91.
8
A. Hasan, Al Fara,id Ilmu Pembagian Warisan, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1992), hal 15

8
Dan jika (anak perempuan itu hanya ) seorang maka ia mendapatkan

setengah. (QS An-Nisa ayat 11)

Tetapi jika simayit tidak mempunyai anak, dan menjadi ahli warisnya
(hanya)ibu dan bapak, maka bagi ibunya sepertiga.
(QS An-Nisa ayat 11)
Ibu mendapatkan sepertiga, dan selebihnya didapat ayah sebagai
„ashobah, jika si mayit tidak meinggalkan anak laki - laki, cucu laki - laki dan
tidak meninggalkan ahli warits lain.
Tetapi jika (si mayit) ada mempunyai saudara – saudara, maka iunya

mendapat seperenam. (QS An-Nisa ayat 11)

Saudara laki-laki seibu bila ia seorang diri mendapat waris seperenam.


Begitu juga, saudara perempuan seibu bila ia seorang diri ia mendapat warisan
seperenam bagian. Dan perempuan seibu mendapat bagian samabesar (tidak
membedakan bagian antara laki-laki dan perempuan). Lain halnya dengan
saudara laki-laki dan saudara perempuan sekandung atau seayah kewarisan
mereka tidak sama antara bagian laki-laki dan perempuan. Laki-laki mendapat
dua kali lipat bagian perempuan. Pada dasarnya bagian waris seorang ibu
apabila bersama ayah sepertiga dari semua harta.
Kedua masalah ini dinamakan juga masalah Gharawain, di dalam masalah
tersebut seorang ibu mendapat sepertiga dari sisa setelah diambil oleh bagian
suami atau istri bukan sepertiga dari seluruh harta warisan. Dalam masalah
gharawain, yaitu jika seorang perempuan meninngal danmeninggalkan suami,
bapak dan ibu, ibu mendapatkan bagian sepertiga dari sisa. Namun, apabila
kedudukan ayah ditempati oleh kakek (karena bapak telah terlebih dahulu
meninggal) ibu tetap mendapatkan bagian sepertiga dari seluruh harta warisan,
menurut ijma‟.
Dapat dikatakan pula masalah Gharawain apabila seorang suami
meninggal dunia dengan meninggalkan istri, bapak dan ibu maka ibu

9
mendapat bagian sepertiga dari sisa harta istri. Namun, apabila kedudukan
bapak diganti oleh kakek (karena bapak terlebih dahulu meninggal) maka ibu
tidak mendapat bagian sepertiga sisa namun mendapat bagian sepertiga dari
seluruh harta, menurut ijma‟.

10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Gharawain mufrot dari lafadz ghara yang bermakna “bintang cemerlang”


kemudian ditsasniahkan menjadi Gharawain yang maknanya “dua bintang
cemerlang” atau sering dikenal juga dengan sebutan Umariyatain maksudnya
dua masalah yang diputuskan cara penyelesainya dan diperkenalkan oleh
Syaidina Umar Ibn Al Khattab r.a.
Adanya masalah gharawain ini terjadi karena pada dasarnya bagianwanita
dalam masalah kewarisan tidak ada yang menyamai atau bahkan melebihi
bagian laki - laki yang sederajat dengannya. Oleh karena itu Syaidina Umar
Ibn Al Khattab R.A memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan
gharawain, dimana bagian ibu diubah ketika tidak ada anak dari 1/3 harta
menjadi 1/3 dari sisa harta, ketika ahli waris (ibu) bersama dengan dua orang
yaitu ayah dan suami atau istri.
Jumhur Ulama sependapat dengan Syaidina Umar Ibn Al Khattab R.A, jka
ahli waris terdiri dari ibu dan bapak, maka ibu mendapatkan 1/3 dan bapak
sisanya, dalam hal ini sesuai dengan prinsip „bagian laki-laki dua dan
perempuan satu‟. Sebagaiman yang tertuang dalam Q.S An Nisa‟ ayat 11
Allah mewajibkan atas kamu tentang anak – anak kamu,bahwa seorang
anak laki laki dapat bagian dua anak perempuan. Tetapi jika anak anak ( yang
jadi ahli warits) itu, perempuan (dua orang) atau lebih dari dua orang maka
mereka mendapat dua pertiga dari apa ynag ditinggalkan (oleh bapaknya).
Dan jika (anak perempuan itu hanya ) seorang maka ia mendapatkan setengah,
tetapi jika simayit tidak mempunyai anak, dan menjadi ahli warisnya
(hanya)ibu dan bapak, maka bagi ibunya sepertiga.Tetapi jika (si mayit) ada
mempunyai saudara – saudara, maka iunya mendapat seperenam.

11
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Andi Ali. fiqh mawaris Hukum Kewarisan Islam. Kotagajah : Pondok
Pesantren Ulum Kauman. Lampung Tengah.

Hasan, A.. Al Fara.id Ilmu Pembagian Warisan. .Surabaya : Pustaka Progressif.


1992.

Hayati, Amal. Rizki Muhammad Haris dan Zuhdi Hasibuan. Hukum Warisan.
Medan : CV Manhaji. 2015.

Lubis, Suhrawardi K. dan Komis Simanjuntak. HUKUM WARIS ISLAM (Lengkap


dan Praktis). Jakarta: Sinar Grafika. 2004.

Suhairi. Fikih Mawaris. Yogyakarta: Idea Press. 2013.

12

Anda mungkin juga menyukai