Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH TENTANG AKDARIYAH

Disusun oleh:
Leo Andrean (2030101115)
Rifqi Adib (2030101108)
Weni Mulya Sari (

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG

2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Didalam hukum waris Islam ada masalah maslah khusus. Adapun masalah khusus yang dimaksud
adalah persoalan persoalan kewarisan yang penyelesaiannya menyimpang dari penyelesaian yang
biasa, dengan perkataan lain pembagian harta warisan itu tidak dilakukan sebagaimana biasanya.

Masalah maslah khusus ini terjadi disebabkan adanya kejanggalan apabila penyelesaian pembagian
harta kewarisan dilakukan atau dibagi secara biasa.

Untuk menghilangkan kejanggalan tersebut, maka penyelesaian pembagian harta warisan itu
dilakukan secara khusus, dengan kata lain penyelesaiannya khusus ini hanya berlaku untuk persoalan
persoalan yang biasa saja. Didalam hukum waris Islam ditemui beberapa persoalan kewarisan yang
harus diselesaikan secara khusus, yaitu : “AKDARIYAH”
B. Rumusan masalah
1.   Apa pengretian dari Akdariyah?
2.   Apa saja Masalah Akadariyah dan bagaimana pembagiannya?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Akdariyah
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi masalah Akdariyah dan pembagiannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Akdariyah

Akdariyah merupakan masalah ijtihadiyah karena tidak adanya nash sharih, baik al-Qur’an
atau hadis yang menjelaskan cara membagikan harta waris kepada kakek jika bersama-sama dengan
saudara perempuan sekandung atau seayah.Akdar artinya “mengeruhkan” atau “menyulitkan”. Yaitu
kakek menyusahkan saudara perempuan dalam pembagian warisan. Masalah ini terjadi ketika ada
orang yang meninggal dengan meninggalkan ahri waris yang terdiri dari: Suami,Ibu, Saudara
Perempuan Kandung/Sebapak dan Kakek.

2.      Syarat-syarat Akdariyah

a.       Adanya Furudh/ashabul furudh

b.      Tidak adanya Ashobah

c.       Tidak adanya Mahjub

3.      Masalah Akdariyah

Masalah akdariyah adalah kelanjutan dari masalah bertemunya kakek dan saudara dalam satu
kelompok ahli waris. Bila dalam masalah sebelum ini yaitu susunan ahli waris terdiri dari kakek,
saudara perempuan dan ibu telah meninggalkan begitu rumitnya masalah yang menyebabkan
perpecahan pendapat yang luas dikalnagan sahabat. Dalam kasus akdariyah ini, susunan ahli waris
ditambah dengan suami yang menyebabkan bagian bersama kakek saudara perempuan, dan ibu
semakin kecil. Dalam hal ini yang dipertimbangkan adalah hak yang akan diterima oleh kakek jangan
sampai ia mendapat yang sedikit.

Jika diselesaikan menurut yang biasa dilakukan yaitu kakek ditempatkan sebagai asobah
karena ia satu- satunya kerabat laki- laki, maka ia tidak akan dapat apa apa karena harta habis terbagi
dikalangan zdzaul furudh. Suami mendapat setengah karena tidak meninggalkan anak, ibu menerima
sepertiga karena tidak ada anak dan demikian pula seorang saudara perempuan mendapat setengah
karena pewaris adalah kalalah. Jumlah furudh akan menjadi ½ + ½ + 1/3 = 3/6 + 3/6 + 2/6 = 8/6 kalau
kakek diberi hak sebagai furudh 1/6, juga berbenturan dengan prinsip sebagai pengganti ayah, kakek
harus menerima lebih banyak dari pada ibu, sedangkan dalam kedudukan sbagai seorang saudara laki
laki tentu tidak mungkin ia menerima lebih kecil dari saudara perempuan. Dalam hal ini kakek berada
dalam posisi yang serba tidak enak.

Menurut cara abu bakar penyelesaiannya adalah suami mendapat ½ sebagai furudh ibu
menerima 1/3 sebagai furudh dan kakek menerima sisanya yaitu 1/6 sebagai ashobah. Adapun saudara

3
perempuan terhalang oleh kakek dan dengan demikian tidak mendapatkan warisan. Karena kakek
sudah menerima kemungkinan terbaik maka masalah dianggap selesai.

Umar dan Ibnu Mas’ud memberikan solusi sebagai berikut suami ½, saudara perempuan ½,
untuk kakek 1/6 sebagai furudh dan untuk ibu 1/6. Kemudian pembagiannya diseleseaikan secara aul.
Ibu diberi 1/6 dengan pertimbangan supaya haknya tidak melebihi hak kakek. Namun, alasan
perubahan persentase bagian yang didapat ibu (1/6) dari yang telah ditetapkan oleh Al-Quran tidak
pernah dijelaskan baik oleh Umar maupun Ibnu Mas’ud. Dalam kasus ini , berarti keduanya lebih
mementingkan perasaan daripada tuntutan hukum.

Dengan memperhatikan perbincangan ulama dalam menyelesaikan masalah berkumpulnya


kakek dengan saudara saudara terutama saudara perempuan, timbul dugaan bahwa para ulama ini
terlalu mepertimbangkan hak kakek dan mengusahakan bagian yang paling menguntungkan bagi
kakek usaha demikian sebenarnya boleh boleh saja. Namun keadaan terpenting tindakan
menguntungkan kakek justru menimbulkan kerugian di pihak lain. Karena pihak yang dirugikan itu
justru kebanyakan adalah pihak perempuan timbul pula dugaan lain bahwa ulama mujtahid itu masih
belum dapat melepaskan dirinya dari pengaruh adat dan budaya lama yang selalu merendahkan
perempuan meskipun Al-Quran sendiri sudah menuntunnya ke arah penyesuaian kedudukan
perempuan dengan laki-laki.[2]

            Contoh 1 menggunakan perhitungan biasa


Istri Bagian Am
6
Suami 1/2 3
Ibu 1/6 2
Kakek Ashoba 1
Si.k/Sb Mahjub -
6

Dengan perhitungan Akdariyah

Bagian Am Am
furudh 6 baru
9x3=27

½ 3 3x3=9 9/27x1000
=333
⅓ 2 2x3=6 6/27x1000
=222
1/6 1 12/27x1000
4x3=12 =444:3=
½ 3 148

9 27
(‘aul)

4
Contoh ke 2

Istri Bagian Am
Suami ½ 3
Nenek 1/6 1
Kakek Ashoba 2
Si.k/Sb Mahjub -
6

Dengan perhitungan Akdariyah

Bagian furudh Am 6 Am baru


8×3 = 24
1/2 3 3×3 = 9 9/24×1000
=375
1/6 1 1×3 =3 3/24×1000
=125
1/6 1 12/24×1000
4×3 = 12 =500:3=
1/2 3 166
8 24
(‘Aul)
1

1[1] Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,Fiqh Muwaris,(Semarang:Pustaka Riski Putra,


2002),hlm. 133-136
[2] Amir Syarifudin,Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta:Prenada Media Group,2011),hlm.126-
128

5
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan
Akdar artinya “mengeruhkan” atau “menyulitkan”. Yaitu kakek menyusahkan saudara perempuan
dalam pembagian warisan. Masalah ini terjadi ketika ada orang yang meninggal dengan meninggalkan
ahri waris yang terdiri dari: Suami,Ibu, Saudara Perempuan Kandung/Sebapak dan Kakek.
B. Saran
Kami selaku penyusun sangat menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak
sekali kekurangan dalam pembutan makalah ini. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya sumber
informasi dan kemampuan kami.
Oleh karena itu, Kami selaku penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kami khususnya bagi pembaca. Amiin…

6
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifudin,Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta:Prenada Media Group,2011)


Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,Fiqh Muwaris,(Semarang:Pustaka Riski Putra, 2002),

Anda mungkin juga menyukai