Anda di halaman 1dari 14

‘AUL DAN CARA PENYELESAIANNYA

Makalah diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah fiqh mawarits

Dosen Pengampu : DRA. MASNIDAR

Disusun oleh kelompok 10

Hazrul Hakki Ansori


(103210003)

SEMESTER III/A

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARI’AH
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kami Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat
beriring salam tercurahkan pada Rasulullah SAW. Semoga safaatnya mengalir pada kita kelak.

Makalah ini berjudul “Aul dan cara penyelesainnya” makalah ini sudah kami susun dengan semaksimal
mungkin. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kuliah Hukum Kontrak Bisnis Syari’ah di
Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi yang dibina oleh ibu DRA. MASNIDAR.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karna itu kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan
yang luas dari sebelumnya dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Muara Jambi,…..Desember 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................................................1

C. Tujuan..........................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Aul.............................................................................................................................2

B. Asal Masalah yang Dapat Terjadi ‘Aul........................................................................................2

C. Pendapat ulama tentang ‘Aul.......................................................................................................5

D. Cara Penyelesaian ‘Aul dan Contoh Kasus..................................................................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................................................10

B. Saran............................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apabila terdapat dalam keluarga yang mana pembagian warisannya hanya ada ahli waris ashabul
furud saja maka ada kemungkinan terjadi kekurangan harta terhadap bagian ahli waris yang ada. Peristiwa
pembagian semacam ini dikenal dengan sebutan Aul yang dicetuskan secara ijtihad oleh para sahabat
Rasulullah yaitu kholifah kedua Umar Ibn Khattab RA yang selanjutnya diteruskan oelah para Imam
Mazhab sehingga menjadi pedoman sampai sekarang.
Dalam Bab IV pasal 192 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan secara singkat dan jika tidak
dilanjutkan mencari tahu pengertiannya lewat buku lain tentu sangat sulit jika hanya memahami Aul
melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) ini tanpa ditopang sumber bacaan lain.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan jenis produk hukum yang dibuat pada masa orde baru
berbentuk Inpres Nomor 1 Tahun 1991. Walaupun produk hukum ini dinilai sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan hukum waris umat Islam sekarang.
Hukum kewarisan Islam itu sendiri merupakan disiplin ilmu hukum yang telah memiliki usia yang
tidak tergolong muda lagi. Jika dilihat dari usia tahun hijriah sekarang sudah 1438 H yang semakin
menegaskan bahwa hukum kewarisan Islam lahir menjadi solutif keadilan dizaman itu yang relevansinya
masih terasa walau dalam usia yang cukup lama hingga berusia 1439 tahun sekarang ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ‘Aul ?
2. Apa saja asal masalah yang dapat terjadi pada ‘Aul ?
3. Bagaimana pendapat ulama tentang ‘Aul ?
4. Berikan contoh kasus ‘Aul dan cara penyelesaiannya !

C. Tujuan
Dapat memberi wawasan dan pengetahuan yang lebih kepada para pembaca mengenai hijab, mahjub,
ahli warits, yang dimana bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Fiqh
Mawarits.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian ‘Aul
Istilah ‘aul dalam defenisinya dikenal dengan bertambahnya jumlah harta waris dari yang telah
ditentukan (furudhul muqoddaroh) dan berkurangnya bagian para ahli waris (ashabul furud). Keadaan
seperti ini terjadi disaat dalam pembagiannya bagian ashabul furudh makin banyak sehingga harta yang
dibagikan habis sedangkan diantara mereka ahli waris (ashabul furudh) belum semua menerima
pembagian warisannya. Maka jalan keluarnya adalah ditambahkan jumlah asal masalahnya sehingga
seluruh harta waris dapat dibagi secara cukup dan sesuai jumlah ahli waris (ashabul furudh) yang
tentunya menyebabkan pembagian masing-masing ahli waris menjadi berkurang. 1
Al-'aul dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti, di antaranya bermakna azh-zhulm (aniaya) 2
dan tidak adil. Al-'aul juga dapat dimaknai 'naik' atau 'melimpah' dan 'bertambah'. Dapat dicontohkan jika
seorang suami yang seharusnya menerima setengah (1/2) bisa berubah menjadi sepertiga (1/3) karena
keadaan khusus atau karena keadaan tertentu saja. Jika asal masalah yang tadinya enam (6) dapat
dinaikkan menjadi sembilan (9). Maka karena asal masalahnya dinaikkan menjadi Sembilan (9) yang
seharusnya seorang suami mendapat setengan (1/2) bagian atau tigaperenam (3/6) menjadi mendapat
tigapersembilan (3/9) atau sepertiga (1/3) bagian. Begitu pula berlaku hal yang sama untuk ahli waris
(ashabul furudh) lainnya.3

B. Asal Masalah yang Dapat Terjadi ‘Aul

Di dalam ilmu waris Islam atau ilmu fara’id dikenal asal masalah keseluruhannya ada tujuh (7)
bentuk asal masalah sebagai berikut:

Asal masalah yang dapat di ‘aul kan adalah:4

a. Asal masalah dari enam (6) merupakan asal masalah yang hanya dapat di 'aul sebanyak
empat kali saja yakni dapat naik menjadi tujuh, delapan, sembilan, atau sepuluh.

No ASHHAB FURUDH SAHAM


1 Ayah 1/6 1

1
Ahmad Saebani dan Syamsul Falah. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2011. Hal. 234
2
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006, hlm. 502
3
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoave, Jakarta, 1996, hlm. 110
4
Tm. Hasbi Ashshiddiqy, Fiqhul Mawaris, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, Cet.I, h. 215.

5
2 Ibu 1/6 1
3 Anak perempuan 1/2 (3/6) 3
4 Cucu perempuan dari anak 1/6 (2/3) 1
laki-laki
Jumlah 6

Asal masalah dari enam (6) yang di ‘aul kan ke tujuh (7).

No ASHHAB FURUDH SAHAM


1 Suami ½ 3
2 Sdr kandung perempuan ½ 3
3 Sdr perempuan seibu 1/6 1
Jumlah 7

Asal masalah dari enam (6) yang di ‘aul kan ke delapan (8).

No ASHHAB FURUDH SAHAM


1 Suami ½ 3
2 Ibu 1/6 1
3 Sdr kandung perempuan ½ 3
4 Sdr perempuan seibu 1/6 1
Jumlah 8

Asal masalah dari enam (6) yang di ‘aul kan ke sembilan (9).

No ASHHAB FURUDH SAHAM


1 Suami ½ 3
2 2 Sdr kandung perempuan 2/3 4
3 2 Sdr laki-laki seibu 1/3 2
Jumlah 9

6
Asal masalah dari enam (6) yang di ‘aul kan ke sepuluh (10)

No ASHHAB FURUDH SAHAM


1 Suami ½ 3
2 Ibu 1/6 1
3 2 Sdr perempuan seayah 2/3 4
4 2 Sdr perempuan seibu 1/3 2
Jumlah 10

b. Asal masalah dari dua belas (12) merupakan asal masalah hanya di ‘aul kan atau dinaikkan
sebanyak tiga kali untuk angka ganjil saja di dinaikkan ke tiga belas (13), lima belas (15)
dan tujuh belas (17).

Asal masalah dari dua belas (12) yang di ‘aul kan ke tiga belas (13).

No ASHHAB FURUDH SAHAM


1 Istri ¼ 3
2 Ibu 1/6 2
3 2 Sdr perempuan kandung 2/3 8
Jumlah 13

Asal masalah duabelas (12) yang di ‘aul kan ke lima belas (15)

No ASHHAB FURUDH SAHAM


1 Istri ¼ 3
2 Ibu 1/6 2
3 Sdr perempuan kandung ½ 6
4 Sdr perempuan seayah 1/6 (2/3) 2
5 Sdr perempuan seibu 1/6 2
Jumlah 15

Asal masalah dua belas (12) yang di ‘aul kan ke tujuh belas (17)

7
No ASHHAB FURUDH SAHAM
1 3 Istri ¼ 3
2 2 Nenek 1/6 2
3 8 Sdr perempuan seayah 2/3 8
4 4 Sdr perempuan seibu 1/3 4
Jumlah 17

c. Asal masalah dari dua puluh empat (24). Merupakan asal masalah yang hanya dapat di 'aul
kan satu kali saja kepada dua puluh tujuh (27). Masalah ini dikenal dengan sebutan "masalah
al-mimbariyyah".

ASHHAB FURUDH SAHAM


Istri 1/8 3
Ayah 1/6 4
Ibu 1/6 4
Anak perempuan ½ 12
Cucu perempuan dari anak laki-laki 1/6 (2/3) 4
Jumlah 27

C. Pendapat Ulama tentang ‘Aul

Aul merupakan berkumpulnya beberapa ahli waris yang mempunyai bagian pasti sedangkan harta
waris tidak mencukupi untuk dibagikan. Permasalahan aul ini terjadi pada masa Umar Bin Khattab yang
ketika itu sahabat seperti Zaid Bin Tsabit ikut andil dalam merumuskan masalah ini. Semua sahabat yang
datang ketika itu sepakat dengan cara penyelesaian dari aul ini, yang diungkapkan oleh Zaid Bin Tsabit
dan digunakan oleh ulama Sunni sampai masa sekarang ini. Namun, ada salah seorang sahabat yang
menolak adanya aul ini yaitu Ibn Abbas bin Abdul Muthalib.

Ibn Abbas ketika itu menolak adanya aul karena ketentuannya tidak terdapat dalam al-Qur`an
maupun Sunnah.5 Pendapat ini digunakan oleh Ulama Syiah ketika terjadi permasalahan aul.6 Ulama
5
Yusida Fitriyati, ‘Kedudukkan Ashabah Dalam Kasus ‘Aul Menurut Ibnu Abbas’, Nurani, vol. 14, no. 2, H. 8.
6
Syabbul Bachri, ‘Pro Kontra ‘Aul Dalam Kewarisan Islam: Studi Komparatif Antara Pandangan Sunni dan
Syiah’, H. 50.

8
Syiah yang menggunakan pendapat ini ialah syiah imamiyah, Ja’fariyah dan Mazhab Zahiriyah. Argumen
yang sama mengatakan ‘aul itu tidak ada, karena mustahil Allah SWT menentukan furudhul muqaddarah
bagi para ahli waris, tetapi hartanya tidak mencukupi, sebab untuk ketentuan sudah ada dalam Alquran
dan Sunnah.

Menurut Ibn Abbas, ahli waris itu harus diklasifikasikan menjadi dua bagian yang urutannya
didasarkan kepada al-Qur`an dan Sunnah. Hal ini ditinjau dari ketentuan ahli waris menurut hak-hak yang
diperoleh ahli waris. Ahli waris tersebut ialah ashabul furudh murni, ahli waris ashabul furudh tidak
murni dan ahli waris ashabah.7

Pertama, ahli waris ashabul furudh murni ialah ahli waris yang kadar bagian masing-masing ahli
warisnya telah ditentukan dan Al-Quran dan Sunnah dan tetap menjadi ahli waris ashabul furudh.
Contohnya seperti suami, isteri, ibu, nenek, saudara laki-laki seibu, dan saudara perempuan seibu.

Kedua, ahli waris ashabul furudh tidak murni yaitu ahli waris yang tergolong ashabul furudh,
akan tetapi karena suatu keadaan tertentu berubah menjadi ashabah. Contohnya seperti anak perempuan
ketika ada anak laki- laki bersamanya, cucu perempuan dari anak laki-laki ketika bersama cucu laki-laki
dan lain sebagainya.8

Jadi, kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat Ibn Abbas ini bahwa ahli waris ashabul furudh
murni didahulukan olehnya karena ketentuannya telah ditetapkan oleh al-Qur`an, sehingga kedudukannya
menjadi skala prioritas. Sedangkan untuk ashabul furudh tidak murni, menjadi skala non prioritas karena
memperoleh urutan terakhir setelah ahli waris ashabul furudh murni. Terlebih ketika penyelesaian kasus
‘aul, dapat dipahami menurut Ibnu Abbas, ashabah adalah golongan ahli waris yang mendapatkan sisa
setelah ahli waris ashabul furudh.

D. Cara Penyelesaian ‘Aul dan Contoh Kausus

Sesuai dengan ketentuan Aul bahwa asal masalah dalam Ilmu Faraidh ada tujuh yang
dikelompokkan menjadi dua yakni yang bisa diaulkan dan tidak bisa diaulkan. Asal masalah yang tidak
bisa diaulkan ialah 2, 3, 4, dan 8. Sementara itu asal masalah yang bisa diaulkan ialah 6, 12 dan 24.

a. Ahli warisnya terdiri dari ibu, istri, 2 orang saudara perempuan kandung, dan saudara seibu dengan
harta yang ditinggalkan Rp. 60.000.000,.

7
Yusida Fitriyati, ‘Kedudukkan Ashabah Dalam Kasus ‘Aul Menurut Ibnu Abbas’, H. 8.
8
ibid. H.11

9
Cara penyelesaiannya :

Asal Masalah: 12 dan Harta Warisan Rp. 60.000.000,.

Istri 1
/4 x 12 : 3/12 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 15.000.000,.

Ibu 1
/6 x 12 : 2/12 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 10.000.000,.

2 sdr sekandung 2/3 x 12 : 8/12 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 40.000.000,.

Sdr seibu 1/6 x 12 : 2/12 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 10.000.000,.

Jumlah Rp. 75.000.000,.

Maka, “Rp. 75.000.000 - Rp. 60.000.000 = Rp. 15.000.000.”

Jika di selesaikan dengan cara aul maka diperoleh sebesar :

Asal Masalah: 12 dijadikan 15 dengan Harta Warisan Rp. 60.000.000,.

Istri ¼ = 3 : 3/15 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 12.000.000,.

Ibu 1/6 = 2 : 2/15 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 8.000.000,.

2 sdr sekandung 2/3 = 8 : 8/15 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 32.000.000,.

Sdr seibu 1/6 = 2 : 2/15 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 8.000.000,.

Jumlah Rp. 60.000.000,.

b. Ahli waris yang ditinggalkan suami, 3 anak perempuan, nenek dan kakek dengan harta warisan
peninggalan “Rp. 120.000.000”.

Cara penyelesaiannya :

Harta waris : Rp. 120.000.000,. AM 12 menjadi 15

Suami ¼ = 3 : 3/15 x Rp. 120.000.000,. = Rp. 24.000.000,.

10
3 anak pr 2/3 = 8 : 8/15 x Rp. 120.000.000,. = Rp. 64.000.000,.

Nenek 1/6 = 2 : 2/15 x Rp. 120.000.000,. = Rp. 16.000.000,.

Kakek (as) 1/6 = 2 : 2/15 x Rp. 120.000.000,. = Rp. 16.000.000,.

Jumlah Rp. 120.000.000,.

Jadi, apabila tidak di aulkan dari 12 menjadi 15 akan berakibat kepada pengurangan harta sebesar
Rp. 30.000.000,.

c. Ahli waris yang ditinggalkan yaitu istri, ibu, 2 anak perempuan dan bapak dengan harta waris
sebesar “Rp. 64.800.000.”

Cara penyelesaiannya :

Harta waris : Rp. 64.800.000,. AM: 24 menjadi 27

Istri 1/8 = 3 : 3/27 x Rp. 64.800.000,. = Rp. 7.200.000,.

Ibu 1/6 = 4 : 4/27 x Rp. 64.800.000,. = Rp. 9.600.000,.

2 anak pr 2/3 = 16 : 16/27 x Rp. 64.800.000,.= Rp. 38.400.000,.

Bapak (as) 1/6 = 4 : 4/27 x Rp. 64.800.000,. = Rp. 9.000.000,.

Jumlah Rp. 64.800.000,.

Jadi, apabila tidak di ‘aulkan dari 24 menjadi 27 akan menimbulkan pengurangan harta sebesar

“Rp. 8.100.000,”.

d. Ahli waris yang ditinggalkan terdiri atas suami, 2 saudara perempuan seayah, dan nenek dengan
harta yang ditinggalkan Rp. 4.800.000,.

Cara penyelesaiannya :

Harta waris : Rp. 4.800.000,. AM : 6 menjadi 8

Suami ½ = 3 : 3/8 x Rp. 4.800.000,. = Rp. 1.800.000,.

2 sdr. Pr 2/3 = 4 : 4/8 x Rp. 4.800.000,. = Rp. 2.400.000,.

11
Nenek 1/6 = 1 : 1/8 x Rp. 4.800.000,. = Rp. 600.000,.

Jumlah Rp. 4.800.000,.

Jadi, apabila tidak di aul dari 6 menjadi 8 maka harta akan terjadi pengurangan sebanyak

“Rp. 1.600.000”.

e. Ahli waris terdiri atas istri, 3 saudara perempuan sekandung, dan 3 saudara seibu dengan harta waris
sebesar Rp. 60.000.000,.

Cara penyelesaiannya :

Harta waris : Rp. 60.000.000,. AM : 12 menjadi 15

Istri ¼ = 3 : 3/15 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 12.000.000,.

3 sdr. Skd 2/3 = 8 : 8/15 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 32.000.000,.

3 sdr 1/3 = 4 : 4/15 x Rp. 60.000.000,. = Rp. 16.000.000,.

Jumlah Rp. 60.000.000,.

Jadi, apabila tidak di ‘aulkan 12 menjadi 15 maka harta akan berkurang sebesar “Rp. 15.000.000”.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
‘Aul dikenal dengan bertambahnya jumlah harta waris dari yang telah ditentukan (furudhul
muqoddaroh) dan berkurangnya bagian para ahli waris (ashabul furud). Keadaan seperti ini terjadi disaat
dalam pembagiannya bagian ashabul furudh makin banyak sehingga harta yang dibagikan habis
sedangkan diantara mereka ahli waris (ashabul furudh) belum semua menerima pembagian warisannya.

12
a. Asal masalah dari enam (6) merupakan asal masalah yang hanya dapat di 'aul sebanyak empat kali
saja yakni dapat naik menjadi tujuh, delapan, sembilan, atau sepuluh.
b. Asal masalah dari dua belas (12) merupakan asal masalah hanya di ‘aul kan atau dinaikkan sebanyak
tiga kali untuk angka ganjil saja di dinaikkan ke tiga belas (13), lima belas (15) dan tujuh belas (17).
c. Asal masalah dari dua puluh empat (24). Merupakan asal masalah yang hanya dapat di 'aul kan
satu kali saja kepada dua puluh tujuh (27). Masalah ini dikenal dengan sebutan "masalah al-
mimbariyyah".

Pandangan Usman Bin Affan terhadap aul ialah mengikut kepada salah satu pendapat sahabat
lainnya yaitu Zaid Bin Tsabit hal ini menimbang kemaslahatan bersama dan menghindari perselisihan
bagi ahli waris yang tidak mendapatkan bagiannya, maka dari itu dilakukan dengan metode aul.
Pandangan Usman ini berlandaskan dan menimbang kepada kedudukan harta ketika aul, ditanggung oleh
suami istri maka ketika harta berlebih juga dibagikan kepada suami dan istri.

B. Saran
Akhir kalimat dari makalah ini, penulis mengharapkan adanya manfaat bagi kita semua. Apa yang
sudah saya sampaikan semoga dapat diterima dan dimengerti oleh teman-teman semua, makalah ini jauh
dari kata sempurna jika ada kesalahan dalam makalah ini saya mengharapkan saran dari teman-teman
sekalianuntuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Saebani Ahmad dan Falah Syamsul, 2011, Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia).

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006.

13
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoave, Jakarta, 1996.

Tm. Hasbi Ashshiddiqy, Fiqhul Mawaris, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, Cet.I.

Yusida Fitriyati, ‘Kedudukkan Ashabah Dalam Kasus ‘Aul Menurut Ibnu Abbas’, Nurani, vol. 14, no. 2.

Yusida Fitriyati, ‘Kedudukkan Ashabah Dalam Kasus ‘Aul Menurut Ibnu Abbas’.

14

Anda mungkin juga menyukai