Anda di halaman 1dari 12

Golongan-Golongan Ahli Waris

Dosen Pengampu Dr. Fahmi Hamidi, Lc, MA


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Faraidh

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Achmad Jaini 180101011056
Muhammad Ramadhani 180101011053
Nor Arliani 180101010417
Normalina 180101010414

Semester 5

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt. Karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Ilmu Faraidh yang
materi Pokoknya “Golongan-Golongan Ahli Waris”
Shalawat dan salam tidaklah lupa kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad Saw. Beserta keluarga, kerabat, sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Kami mengucapkan terima kasih semua pihak yang ikut membantu dalam
menyelesaikan makalah ini karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka mungkin kami
tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih memiliki kekurangan baik dalam segi
bacaan, isi, tulisan, dan sebagainya. Karena hal tersebut kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca agar kiranya dapat membantu makalah ini agar menjadi lebih baik.
Kami sadar bahwa sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt.
Sedangkan manusia merupakan tempatnya kekurangan dan salah. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih apabila ada salah kata kami mohon maaf.

Banjarmasin,12, Oktober 2020

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................

A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................

A. Faktor Menyebabkan Hubungan Kewarisan ................................... 3


B. Ahli Waris Dzawil Furud ............................................................... 3
C. Ahli Waris Ashabah ....................................................................... 5
D. Ahli Waris Dzawil Arham .............................................................. 7

BAB III PENUTUP ..........................................................................................

A. Simpulan ....................................................................................... 8
B. Saran ............................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Warisan merupakan harta peninggalan seseorang yang telah wafat kepada
seseorang yang masih hidup yang berhak menerima hartanya. Hukum waris
merupakan rangkaian hukum yang mengatur hubungan kekayaan seseorang.
Seseorang yang berhak menerima harta peninggalan disebut ahli waris. Dalam hal
pembagian harta, ahli waris telah memiliki bagian-bagian tertentu.
Syarita Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil.
Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki
maupun perempuan dengan cara legal atau resmi. Syariat Islam juga menetapkan hak
pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya,
dari seluruh kerabat dan nasabnya tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan
besar atau kecil.
Al-Quran menjelaskan dan mendetailkan hukum-hukum yang berkaitan dengan
hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima
semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris. Maka dari itu,
pembagian warisan haruslah sangat adil dan merata di setiap hubungan nasab dengan
pewaris. Tanpa membedakan satu sama lain dan ahli waris juga harus menerima apa
yang sudah menjadi haknya bukan ingin menambah atau merasa kurang dari
pembagian harta warisan tersebut. Namun juga ada syarat-syarat bagi ahli wars untuk
menerima harta warisan dari pewaris. Jika tidak terhalang untuk mendapatkannya,
maka berhak lah untuk mendapatkannya.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalah yang ditanyakan dalam makalah ini antara lain:
a. Apa faktor menyebabkan hubungan kewarisan ?
b. Apa yang dimaksud Ahli Waris Dzawil Furud ?
c. Apa yang dimaksud Ahli Waris Ashabah ?
d. Apa yang dimaksud Ahli Waris Dzawil Arham ?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui faktor menyebabkan hubungan kewarisan.
b. Mengetahui yang dimaksud Ahli Waris Dzawil Furud.
c. Mengetahui yang dimaksud Ahli Waris Ashabah.
d. Mengetahui yang dimaksud Ahli Waris Dzawil Arham.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Faktor Menyebabkan Hubungan Kewarisan
Adapun faktor yang menyebabkan hubungan kewarisan adalah adanya hubungan
darah dan adanya hubungan perkawinan hubungan ditentukan pada saat terjadinya
peristiwa kelahiran. Diantara syarat beralihnya harta seseorang yang telah wafat
kepada yang masih hidup yaitu adanya hubungan silaturahmi atau kekerabatan antara
keduanya. Adanya hubungan kekerabatan ditentukan oleh adanya hubungan darah.
Adanya hubungan darah ditentukan pada saat adanya kelahiran. 1
Selain hubungan kekerabatan, adanya hubungan kewarisan juga disebabkan oleh
perkawinan. Dalam Quran Surah an-Nisa ayat 12 yang menyatakan adanya kewarisan
suami dan istri. Berlakunya hubungan kewarisan antara suami dan istri didasarkan
kepada dua ketentuan. Pertama, bahwa antara keduanya telah berlangsung akad nikah
yang sah.2 Ketentuan kedua, bahwa antara suami dan istri masih berlangsung ikatan
perkawinan pada saat meninggalnya salah satu pihak.
2. Ahli Waris Dzawil Furud
a. Adapun ahli waris Dzawil Furud berhak mendapat bagian setengah (1/2) dari
harta warisan sebagai berikut.
1) Suami yaitu apabila istri yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan
anak dan tidak pula pada anak dari anak laki-laki maupun perempuan.
2) Anak perempuan tunggal atau tidak mempunyai saudara yang lain.
3) Anak perempuan dari anak laki-laki yaitu jika tidak memiliki anak
perempuan serta tidak ada ahli waris lain yang menjadi penghalang
perolehan waris (mahjub).
4) Saudara perempuan kandung yaitu ketika dia seorang diri serta tidak ada
orang yang menghalanginya.
b. Adapun ahli waris Dzawil Furud yang berhal mendapat bagian seperempat
(1/4) dari harta warisan sebagai berikut.
1) Suami, jika istri yang meninggal dunia meninggalkan anak laki-laki atau
perempuan dan sebaliknya.

1
Amir Syarifudin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau,
(Jakarta : PT. Gunung Agung, 1984), h. 28.
2
Ibid., h. 22.

3
2) Istri, jika suami yang meninggal tidak meninggalkan anak laki-laki atau
perempuan dan sebaliknya.
c. Adapun ahli waris Dzawil Furud yang berhal mendapat bagian seperdelapan
(1/8) dari harta warisan sebagai berikut.
1) Istri atau tidak lebih dari empat orang, jika suami yang meninggal dunia
tidak meninggalkan anak laki-laki atau perempuan atau anak dari anak laik-
laki atau perempuan.
d. Adapun ahli waris Dzawil Furud yang berhal mendapat bagian dua pertiga
(2/3) dari harta warisan sebagai berikut.
1) Dua anak perempuan atau lebih, dengan syarat tidak ada anak laki-laki.
2) Dua anak perempuan serta tidak ada ahli waris lain yang menjadi
penghalang dari perolehan warisan.
3) Dua orang saudara perempuan kandung (seibu-sebapak) yang tidak ada ahli
waris lain yang menghalanginya.
4) Dua orang saudara perempuan (sebapak atau lebih), yaitu ketika tidak ada
saudara perempuan kandung sera tidak ada ahli waris lain yang menjadi
penghalang perolehan warisan.
e. Adapun ahli waris Dzawil Furud yang berhal mendapat bagian sepertiga (1/3)
dari harta warisan sebagai berikut.
1) Ibu, jika yang meninggal dunia tidak meninggalkan anak atau anak dari
anak laki-laki (cucu laki-laki atau perempuan), dan tidak pula
meninggalkan dua orang saudara atau lebih, baik laik-laki atau perempuan.
2) Dua saudara atau lebih yang seibu, baik laik laki-laki maupun perempuan,
jika tidak ada orang lain yang berhak menerimanya.
f. Adapun ahli waris Dzawil Furud yang berhal mendapat bagian Seperenam
(1/6) dari harta warisan sebagai berikut.
1) Ayah si mayit, jika yang meniggal tersebut tersebut mempunyai anak atau
anak dari anak laki-lakinya.
2) Ibu, jika ia mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki atau beserta dua
orang saudara kandung atau lebih, baik saudara laki-laki maupun
perempuan yang seibu-seayah, seayah saja atau seibu saja.
3) Kakek (ayah dari ayah), yaitu jika beserta anak atau anak dari anak laki-laki
dan tidak ada ayah.
4) Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari ayah), jika tidak ada ibu.

4
5) Satu orang anak perempuan dari anak laki-laki (cucu) atau lebih, yaitu
ketika bersama-sama dengan seorang anak perempuan serta tidak ada ahli
waris yang lain menghalanginya.
6) Saudara perempuan yang sebapak, yaitu ketika bersama-sama dengan
saudara perempuan yang seibu-sebapak (kandung) serta tidak ada ahli waris
yang menghalanginya.
7) Saudara laki-laki atau perempuan seibu, jika tidak ada yang
menghalanginya.3
3. Ahli Waris Ashabah
Ahli waris Ashabah yaitu ahli waris yang tidak tertentu bagiannya. Ahli waris
Ashabah ini jikalu sendirian tidak bersama-sama dengan ahli waris dzawil furud maka
semuanya menjadi kepunyaannya, jiakalu bersama dengan ahli waris dzawil furud
maka bagiannya adalah sisa harta waris setelah dikurangi bagian ahli waris dzawil
furud dan jikalau tidak ada sisa sama sekali maka dengan sendirinya mereka tidak
dapat apa-apa. Seperti anak laki-laki, ayah, paman, dan lainnya.4
Ashabah dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :
a. Ashabah bi nafsi
Ashabah bi nafsi yaitu ashabahnya itu bukan karena tertarik oleh waris
yang lain atau disebabkan adanya waris yang lain, tetapi asalnya memang
sudah menjadi waris ashabah. Mereka yaitu :
1) Anak laki-laki
2) Cucu laki-laki (melalui anak laki-laki)
3) Ayah
4) Kakek
5) Saudara kandung laki-laki
6) Saudara laki-laki seayah
7) Anak saudara kandung laki-laki
8) Anak saudara seayah laki-laki
9) Paman kandung
10) Paman seayah
11) Anak paman kandung

3
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaid, Fiqih Wanita, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 510-511.
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Grafindo Persada, 2000), h. 72.

5
12) Anak paman seayah.5
b. Ashabah bil ghair
Ashabah bil ghair yaitu ashabah yang ashabahnya itu karena tertarik oleh
waris ashabah yang lain. Misalnya ashabahnya perempuan, cucu perempuan
dan saudara perempuan.6 Mereka adalah :
1) Anak perempuan bila bersama dengan anak laki-laki atau anak laki-laki
dari anak laki-laki.
2) Cucu perempuan bersama dengan cucu laki-laki atau anak laki-laki dari
cucu laki-laki.
3) Saudara perempuan kandung bersama saudara laki-laki kandung.
4) Saudara seayah perempuan bersama saudara seayah laki-laki.7
c. Ashabah ma’al ghair
Ashabah ma’al ghair yaitu waris ashabah yang ashabahnya itu karena
bersama-sama dengan waris dzawul furud yang lain. Mereka yaitu :
1) Saudara perempuan sekandung karena bersama dengan anak perempuan
atau bersama dengan perempuan garis laki-laki.
2) Saudara perempuan seayah bersama dengan anak atau cucu perempuan.
4. Ahli Waris Dzawil Arham
Ahli waris Dzawil Arham yaitu orang yang sebenarnya mempunyai hubungan
darah dengan si pewaris, namun karena dalam ketentuan Nas tidak diberi bagian,
maka mereka tidak berhak menerima bagian. Kecuali apabila ahli waris yang
termasuk Dzawil Furud dan ashabah tidak ada.
Adapun yang termasuk ahli waris Dzawil Arham ialah :
a. Cucu dari anak perempuan.
b. Kemenakan dari (anak dari) saudara perempuan.
c. Kemenakan perempuan dari saudara laki-laki.
d. Paman seibu (saudara ayah seibu).
e. Paman dari pihak ibu (saudara ibu).
f. Bibi dari pihak ibu (saudara ibu)
g. Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah).

5
Amir Syarifudin, Pelaksanaan Hukum..., h. 238-243.

6
Moh. Anwar, Hukum Waris dalam Islam dan Masalah-masalahnya, (Surabaya : Usana Offset
Printing, tt), h. 74.
7
Ibid., h. 74.

6
h. Kakek dari pihak ibu (ayahnya ibu).
i. Nenek (perempuan) dari pihak ayah/pihak ibu.
j. Saudara sepupu perempuan dan ponakan laki-laki yang seibu.

7
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulakn bahwa Ashabul Furud merupakan
golongan ahli waris sebagai akibat adanya ikatan perkawinan dengan si pewaris.
Sedangkan Ashabah adalah ahli waris yang tidak ditetapkan bagiannya di dalam Al-
Quran dan Hadits. Dzawil Arham merupakan semua kerabat mempunyai hubungan
kekerabatan dengan pewaris tetapi tidak semua dapat mewaris harta pewaris dengan
memperoleh bagian tetap atau ashabah.
B. Saran
Pembagian ahli waris menurut Islam dibagi dengan beberapa bagian yang
merupakan kewajiban bagi kita seorang muslim dan muslimah mengetahui cara
pembagiannya dan melaksanakannya hukum waris dalam persepktif ajaran agama
Islam.

8
DAFTAR PUSTAKA

‘Uwaid, Syaikh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1998.

Anwar, Moh., Hukum Waris dalam Islam dan Masalah-masalahnya, Surabaya : Usana Offset
Printing, tt.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Grafindo Persada, 2000.

Syarifudin, Amir, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat


Minangkabau, Jakarta : PT. Gunung Agung, 1984.

Anda mungkin juga menyukai