HUKUM WARIS
Dosen Pengampu
NUR MUHAMMAD. M.H
DISUSUN OLEH:
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUL A’MAL LAMPUNG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah ini. Dalam
penulisan makalah ini, tidak lepas dari petunjuk dan bimbingan serta masukan
dari semua pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih Kepada Dosen
yang telah membantu dan memberi pengarahan kepada penulis dalam belajar dan
mengerjakan tugas, dan juga semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
Penulis
……………………..
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................2
BAB II. Pembahasan.........................................................................................3
A. Kesimpulan ....................................................................................11
B. Saran...............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dan suatu peristiwa yang sudah kerap terjadi di lingkungan sekitar kita
yaitu terjadinya suatu keributan antar saudara di dalam keluarga hanya karena
masalah tentang warisan, bahkan pembagian harta warisan tersebut tidaklah adil
seperti halnya yang telah dilakukan Arab jahiliah dahulu.1 Banyak di kalangan
kaum muslimin yang bertengkar atau terputusnya silaturahmi antar saudara hanya
karena pembagian warisan yang menurut mereka itu tidaklah adil di pihak yang
bersangkutan.
Padahal jika mereka itu menerapkan hukum mawaris atau ilmu mawaris
yang sudah diatur dalam agamanya, maka tidak akan terjadi suatu keributan atau
1
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid I, (Jakarta: Al – I’tishom: 2010), p. 658
1
pertengkaran. Karena Agama Islam itu adalah agama yang membawa rahmat bagi
alam semesta.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis jabarkan adalah sebgai
berikut:
a. Apa yang di maksut dengan ilmu mawaris ?
b. Apa saja Dasar hukum Ilmu waris?
c. Apa saja Rukun dan syarat –syarat nya ?
d. Apa saja Sebab sebab terhalangnya waris ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang dapat penulis jabarkan adalah sebgai
berikut:
a. Mengetahui apa ilmu mawaris
b. Mengetahui Dasar hukum Ilmu waris
c. Mengetahui Rukun dan syarat –syarat nya
d. Mengetahui Sebab sebab terhalangnya waris
2
____, Ilmu Fiqh 3, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI, Proyek Pembinaan Prasarana dan sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN
di Jakarta, 1986), hlm 3
2
BAB II
PEMBAHASAN
Faraidh adalah bentuk jamak dari kata faridha yang diambil dari kata al
faradh yang berarti at-taqdir “ketentuan” ,seperti dalam firman Allah swt.,
“...setengah dari apa yang telah kamu tentukan...” (Al-Baqarah:237). Adapun
menurut terminologi syara’,faraidh adalah bagian ahli waris yang telah ditentukan
jumlahnya. Ilmu yang mempelajari tentangnya disebut dengan ilmu mirats (ilmu
waris) atau ilmu faraidh.3
Dalam pengertian yang lain, harta warisan atau tirkah adalah semua harta
yang ditinggalkan oleh orang yang sudah mati secara mutlak. 5 Pengertian ini
dibenarkan oleh Ibnu Hazm. Ia berkata, “sesungguhnya” Allah telah mewajibkan
adanya warisan dalam setiap harta yang ditinggal orang setelah wafat, bukan
selain harta. Adapun peninggalan yang berupa hak, tidaklah diwariskan kecuali
hak yang mengikuti harta atau termasuk dalam pengertian harta atau termasuk
dalam pengertian harta, seperti jika hak itu berupa pengaduan, dan hak tinggal di
tanah yang telah diperuntukkan untuk pembangunan dan tanaman. Adapun
menurut pengikut mazhab Imam Maliki, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal, tirkah
mencakup semua harta dan hak yang ditinggalkan mayit, baik hak tersebut berupa
harta benda maupun bukan.
3
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid I.(Jakarta: Al – I’tishom: 2010), p. 657
4
Miftahul Hamdi, Pendalaman Materi Ushul Fiqih, p.51
5
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid I.(Jakarta: Al – I’tishom: 2010), p. 657
3
B. Dasar Hukum
QS. An – Nisa : 11
a. Ahli waris. Yaitu orang yang berafiliasi kepada mayit dengan suatu sebab
diantara sebab-sebab yang menjadikannya berhak mendapatkan warisan.
b. Pihak yang mewariskan. Yaitu mayit atau ketetapan hukum, seperti orang
hilang yang ditetapkan secara hukum dia telah mati.
c. Sesuatu yang diwariskan, atau yang disebut dengan peninggalan dan
warisan. Yaitu harta atau hak yang dialihkan dari pihak yang mewariskan
kepada ahli waris.
6
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), p. 606
4
2. Syarat – syarat warisan
7
Wahbah Az – Zuhaili, Al Fiqhul Islamiy Wal Adillatuh, Jakarta: Gema Insani, 2011, p.350
5
Para ulama mazhab sepakat bahwa, ada 3 hal yang menghalangi warisan,
yaitu: perbedaan agama, pembunuhan, dan perbudakan.
1. Perbedaan agama
Para ulama mazhab sepakat bahwa , non-muslim tidak bisa mewarisi Muslim. 8
Sebagaimana yang tertulis dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
َب ع َْن َعلِ ِّي ب ِْن ُح َس ْي ٍن ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن ع ُْث َمان ٍ ْج ع َْن ا ْب ِن ِشهَا ِ َح َّدثَنَا َأبُو ع
ٍ َاص ٍم ع َْن ا ْب ِن ُج َري
ث ْال ُم ْسلِ ُم ْال َكافِ َر َ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق
ُ ال اَل يَ ِر َ ي ِ ع َْن ُأ َسا َمةَ ب ِْن َز ْي ٍد َر
َّ ِض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما َأ َّن النَّب
َواَل ْال َكافِ ُر ْال ُم ْسلِ َم
“Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Ibnu Juraij dari Ibnu
Syihab dari Ali bin Husain dari Amru bin Utsman dari Usamah bin Zaid
radliallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang muslim
tidak mewarisi orang kafir, dan orang Kafir tidak mewarisi orang muslim." 9
Tetapi mereka berbeda pendapat apakah seorang yang muslim bisa mewarisi non-
muslim?
Jadi, kalau salah seorang di antara anak – anak mayit ada yang non-
muslim , lalu masuk islam sesudah orang yang diwarisi itu meninggal dan tirkah
nya sudah dibagikan kepada para ahli warisnya, maka menurut kesepakatan para
ulama mazhab , orang tersebut tidak berhak atas waris tersebut. Tetapi mereka
berbeda pendapat jika dia masuk islam sesudah orang yang diwarisi itu meninggal
tapi tirkah nya belum dibagikan.
Syafi’i , Maliki, dan Hanafi mengatakan : bahwa dia tidak berhak atas waris.11
8
Muhammad Jawad Al Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT. Lentera Basritama ,2004),
p, 541
9
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Faraidh, No.Hadits.6267
10
Muhammad Jawad Al Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT. Lentera Basritama ,2004),
p, 541
11
Muhammad Jawad Al Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT. Lentera Basritama ,2004),
p, 541
6
Orang murtad
Orang murtad, menurut pendapat mazhab 4 , tidak berhak atas waris, baik
murtadnya itu dari fitrah maupun dari millah, kecuali bila dia taubat sebelum
dilakukan pembagian tirkah.
Maliki dan Hanbali mengatakan : para penganut agama – agama non-islam tidak
boleh mewarisi satu sama lain. Dengan demikian seorang Yahudi tidak bisa
mewarisi orang Nasrani, dan sebaliknya.
Imamiyah , Hanafi, dan Syafi’i mengatakan: mereka bisa saling mewarisi satu
sama lain. Sebab mereka mempunyai millah yang sama. Mereka semuanya adalah
orang – orang non-muslim.12
2. Pembunuhan
ب َو َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ َس ِعي ٍد ْال ِك ْن ِديُّ قَااَل َح َّدثَنَا َأبُو خَالِ ٍد اَأْلحْ َم ُر ع َْن يَحْ يَى ب ِْن َس• ِعي ٍدٍ َح َّدثَنَا َأبُو ُك َر ْي
ج قَتَ َل ا ْبنَ•هُ فََأخَ• َذ ِم ْن•هُ ُع َم• ُر ِماَئةً ِم ْن اِإْل بِ• ِل
ٍ ِب َأ َّن َأبَا قَتَا َدةَ َر ُج ٌل ِم ْن بَنِي ُم ْدل ٍ ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن ُش َع ْي
ُ ص •لَّى هَّللا
َ ِ ول هَّللا
َ • ْت َر ُس ُ ول َس • ِمع ِ ُال ابْنُ َأ ِخي ْال َم ْقت
َ َثَاَل ثِينَ ِحقَّةً َوثَاَل ثِينَ َج َذ َعةً َوَأرْ بَ ِعينَ خَ لِفَةً فَق
يراث َ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل لَي
َ ْس لِقَاتِ ٍل ِم
“Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Abdullah bin Sa'id Al
Ahmar dari Yahya bin Sa'id dari Amru bin Syu'aib bahwa Qatadah,
12
Muhammad Jawad Al Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT. Lentera Basritama ,2004),
p, 541
13
Wahbah Az – Zuhaili, Al Fiqhul Islamiy Wal Adillatuh, (Jakarta: Gema Insani. 2011), p. 352
14
Wahbah Az – Zuhaili, Al Fiqhul Islamiy Wal Adillatuh, (Jakarta: Gema Insani. 2011), p. 353
7
seseorang lelaki dari Bani Mudlij telah membunuh anaknya. Maka Umar
mengambil darinya seratus ekor unta, yaitu tiga puluh unta hiqqah (unta betina
yang umurnya masuk tahun ke empat), tiga puluh unta jad'ah (unta betina yang
umurnya masuk tahun ke lima), dan empat puluh unta khalifah (unta yang
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada hak waris bagi seorang
pembunuh."15
Lebih dari itu, dia berarti ingin cepat memperoleh warisan, maka
terhadapnya diperlakukan yang sebaliknya. Terhadap yang selain itu, para ulama
berbeda pendapat.
15
Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Kitab Diyat, No.Hadits.2636
16
Wahbah Az – Zuhaili, Al Fiqhul Islamiy Wal Adillatuh, (Jakarta: Gema Insani. 2011), p. 547
8
pembunuhan tidak sengaja. Tidak termasuk di dalamnya kematian yang
diakibatkan oleh perbuatannya secara tidak langsung (seperti menggali lubang)
dan yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil.17
Penerima ashabah bin nafsih merupakan ashabah yang paling dekat dan akan
menerima warisan secara berturut – turut sebagai berikut:
Bila beberapa orang yang disebutkan di atas bertemu satu sama lain
dalam pembagian tirkah, maka – menurut mazhab empat – anak laki – laki
didahulukan dari ayah mayit, dalam arti ayah mengambil bagian tetapnya, yakni
seperenam, dan sisanya diberikan kepada anak sebagai ashabah. Demikian pula
dengan anak laki – laki dari anak laki – laki mayit, didahulukan daripada ayah.
Juga ayah didahulukan dari kakek dari jalur ayah. Terdapat perbedaan tentang
kakek ini: apakah dia lebih didahulukan dari saudara – saudara laki – laki dalam
menerima warisan ataukah mereka itu pada posisi yang sama?
17
Wahbah Az – Zuhaili, Al Fiqhul Islamiy Wal Adillatuh, (Jakarta: Gema Insani. 2011), p. 547 -
548
9
Hanafi mengatakan, kakek didahulukan daripada saudara, dan mereka
(saudara – saudara) tidak memperoleh bagian waris sedikitpun bersama kakek.
Sementara itu, Imamiyah dan Syafi’i dan Maliki mengatakan mereka menerima
waris bersama – sama dengan kakek, sebab mereka itu berada pada peringkat
yang sama.18
Ahli waris yang mendapat sisa harta karena bersama ahli waris ashabah yang
sederajat/setingkat.
Catatan:
Ahli waris yang menjadi ashobah karena bersama ahli waris yang sederajat /
setingkat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
Muhammad Jawad Al Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT. Lentera Basritama,2004),
p, 553
19
Miftahul Hamdi, Pendalaman Materi Ushul Fiqih, p.52
20
Miftahul Hamdi, Pendalaman Materi Ushul Fiqih, p.53
10
Ilmu Mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta
orang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup dengan
bagian tertentu yang sudah ditetapkan secara syar’i. Jika harta dibagikan kepada
ahli waris sebelum meninggal dunia itu bukanlah sebagai harta waris melainkan
sebagai hadiah. Hukum waris ini pun dilandasi oleh dalil Alquran yang bertumpu
atau tolak ukur yaitu Q.S. An – Nisa:11. Ayat tersebut diturunkan karena pada
saat itu kebiasaan bangsa Arab jahiliah yaitu hanya memberikan hak waris kepada
kaum laki – laki saja, bahkan di antara mereka pun ada yang menjadikan hak
waris itu melalui sebuah perjanjian. Di dalam hukum waris pun terdapat
rukunnya,
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
11
Hamdi, Miftahul. Pendalaman Materi Ushul Fiqh.
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2004. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: PT. Lentera
Basritama
Zuhaili, Wahbah. 2011. Al Fiqhul Islamiy Wal Adillatuh. Jakarta: Gema Insani
Jurnal :
Internet :
http://jendelaislam2.blogspot.com/2017/03/ahli-waris-laki-laki-dan-
peremuan.html
12