Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEBAB-SEBAB MEWARISI DAN PENGHALANG WARIS


Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Mawaris
Dosen Pengampu: Dr. Abd. Rahim, M.Hum

Disusun oleh kelompok 5:


Liza Arlina (0204211005)
Zahra Zeta Donita (0204213042)
Angga Wira Yuda Tarigan (0204211004)
Krisnadi Kusuma Suwandi (0204211024)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA (UINSU)
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah Swt yang telah
memberikan kemudahan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, tanpa
pertolongan-Nya maka penulis tidak akan sanggup menyelesaikannya makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga di limpahkan kepada baginda tercinta Nabi Muhammad Saw.

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Swt yang telah melimpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa kesehatan fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan makalah ini yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Fiqh Mawaris dengan
judul ” Sebab-sebab Mewarisi dan Penghalang Waris ”.

Penulis menyadarai bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca dalam penulisan makalah ini supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan maka penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya. Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membawa
manfaat bagi para pembaca, terutama bagi penulis.

Medan, 1 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
a. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
b. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
c. Tujuan .................................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 2
A. Sebab-sebab Mewarisi...................................................................................................... 2
1. Adanya hubungan nasab (kekerabatan)............................................................................ 2
2. Adanya hubungan pernikahan .......................................................................................... 3
3. Adanya Wala' ................................................................................................................... 5
B. Penghalang Waris ............................................................................................................. 5
1. Budak ............................................................................................................................... 6
2. Pembunuhan ..................................................................................................................... 7
3. Perbedaan Agama ............................................................................................................. 7
C. Penghalang Kewarisan Menurut Hukum Waris Adat ...................................................... 8
D. Penghalang Kewarisan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KHUPerdata/BW) ...................................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik harta
maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih
hidup. "Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) kami telah menetapkan para ahli
waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya dan orang-orang
yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka maka berikanlah kepada mereka bagiannya.
Sungguh, Allah maha menyaksikan segala sesuatu. " (QS. An-Nisa': 33)
Syariat islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta benda dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga
yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan
bentuk hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu
sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Setiap manusia pasti akan
mengalami peristiwa, yang merupakan peristiwa hukum yaitu disebut meninggal dunia. Apabila
terjadi suatu peristiwa meninggalnya seseorang, hal ini tentu akan menimbulkan akibat hukum,
yaitu tentang bagaimana kepengurusan harta yang ditinggalkan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sesuai dengan latar belakang di atas sebagai berikut
1. Jelaskan Apa Saja Sebab-Sebab Waris?
2. Jelaskan Apa Saja Yang Menjadi Penghalang Waris?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah adalah sebagai berikut
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Apa Saja Sebab-Sebab Waris !
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Apa Saja Yang Menjadi Penghalang Waris!

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sebab-sebab Mewarisi
Dalam bahasa Arab kata “sababun” berarti sebab atau karena. Sedangkan secara istilah
sebab merupakan suatu hal yang mengharuskan keberadaan hal yang lain, sehingga hal lain itu
menjadi ada dan ketiadaan suatu hal menyebabkan hal lain juga tidak ada. Jadi, didalam
pewarisan tentu ada yang menjadi sebab-sebab mewarisi. Hak mewarisi menjadi ada apabila
sebab-sebabnya terpenuhi, begitu juga sebaliknya hak mewarisi menjadi tidak ada apabila
sebab-sebabnya tidak terpenuhi. 1
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa hukum kewarisan sebelum islam, yang dapat menjadi
sebab mewarisi ada tiga, yaitu:
a. Al Qarabah (hubungan kekerabatan)
b. Al Hilf Wa Al Mu’aqodah (sumpah setia)
c. Al Tabbani (adopsi).
Sedangkan dalam ilmu fara’idh secara garis besar sebab-sebab seseorang mendapatkan
harta warisan hanya ada dua, yaitu ahli waris nasabiyah dan ahli waris sababiyah. Namun
seiring berjalannya waktu, dengan berbagai literatur yang ada, fiqh mawaris membagi sebab
yang menjadikan seseorang berhak mendapatkan harta warisan ada tiga macam, diantaranya
sebagai berikut:
1. Adanya hubungan nasab (kekerabatan)
Sebab mewarisi yang pertama adalah adanya hubungan nasab. Wahbah Zuhaily
menyebutkan ini sebagai nasab hakiki, maksudnya adalah hubungan yang disebabkan dari
kelahiran yang berasal dari pernikahan yang sah. Namun ada juga yang menyebutkan sebagai
ahli waris nasabiyah yaitu orang-orang yang berhak mendapatkan harta waris dikarenakan
adanya hubungan darah dengan si pewaris.

Dalam hal ini hubungan nasab menjadi sebab yang paling kuat dikarenakan adanya ikatan
kekerabatan yang tidak bisa dihilangkan begitu saja. Salah satu yang menjadi sebab seseorang
bisa mendapatkan warisan adalah apabila orang tersebut memiliki hubungan nasab terhadap
orang yang mewarisi.

Dalam hukum Islam kekerabatan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:
a. Kelompok furu’ (cabang), ini terdiri dari anak pewaris. Dalam kelompok furu’ terbagi
menjadi dua golongan, golongan pertama terdiri atas anak laki laki, dan cucu laki-laki,
dan seterusnya ke atas sedangkan golongan yang kedua adalah anak perempuan, dan
cucu perempuan.
b. Kelompok ushul (asal), selain kelompok furu’ ada juga yang disebut sebagai kelompok
ushul, yang mana kelompok ini adalah orangtua dari pewaris. Golongan pertama dari

1
Adb Rahim, Hukum Waris Islam, (Medan, CV Merdeka Kreasi Group, 2021) cet I, hlm, 59.

2
kelompok ini adalah ayah dan kakek hingga seterusnya ke atas, sedangkan golongan
kedua adalah ibu dan nenek.
c. Kelompok hawasyi (menyamping), hawasyi merupakan keluarga yang dihubungkan
dengan pemwaris melalui garis menyamping. Golongan pertama yang termasuk ke
dalam kelompok hawasyi adalah saudara laki laki dan paman. Sedangkan golongan
keduanya adalah saudara perempuan dan bibi. 2

Dalil yang menjelaskan mengenai kerabat lebih berhak mewarisi terhadap sesamanya
tercantum didalam QS Al-Anfal ayat 75 sebagai berikut.

ٰٰۤ ُ
َ ْ ‫ول ِٕىكَ ِم ْن ُك ْۗ ْم َواُولُوا‬
‫اْل ْر َح ِام‬ ‫َوالَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ِم ْۢ ْن َب ْع ُد َوهَا َج ُر ْوا َو َجا َهد ُْوا َم َع ُك ْم فَا‬
‫ع ِليْم‬
َ ٍ‫يء‬ ْ ‫ش‬ َ ‫ّٰللا بِ ُك ِل‬
َ ‫ّٰللاِ ْۗا َِّن ه‬
‫ب ه‬ ِ ‫ي ِك ٰت‬
ْ ِ‫ض ف‬ ٍ ‫ض ُه ْم اَ ْو ٰلى بِبَ ْع‬ُ ‫بَ ْع‬
“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap
sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu”
2. Adanya hubungan pernikahan
Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan didefinisikan bahwa
perkawinan merupakan sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan didalam pasal 1 dan 2 ayat (1)
menjelaskan bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang menurut hukum masing-
masing agama dan kepercayaan.

Hubungan pernikahan juga menjadi salah satu penyebab waris, adanya hubungan
pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang sebelumnya tidak memiliki ikatan apapun
dapat menjadikan mereka sebagai ahli waris apabila telah dilakukannya akad nikah yang sah,
sebab dengan ini keduanya berubah status menjadi suami istri. Sebaliknya apabila tidak ada
akad nikah yang sah maka tidak menjadikan mereka semata-mata ahli waris.

Menurut syari’at pernikahan yang sah merupakan ikatan untuk mempertemukan seorang
laki-laki dengan seorang perempuan sekalipun belum pernah atau tidak terjadinya hubungan
intim antara keduanya, yang mana selama pernikahan itu masih terjadi, masing-masing dari
keduanya memiliki peran yang penting, tidak hanya sebagai teman hidup melainkan saling
membantu demi terciptanya kebahagiaan didalam berumah tangga. Dan karena hal ini pula,
mereka berhak mendapatkan sebagian dari harta pusaka yang ditinggalkan oleh salah satu dari
mereka yang sudah meninggal sebagai imbalan atas jerih payah mereka selama ini.

2
Muhammad Lutfi Hakim, Fiqh Mawaris I (Pontianak, IAIN PONTIANAK PRESS, 2020), cet I, hlm. 35-37

3
Oleh karena itu baik hak suami maupun istri tidak dapat diganggu oleh siapapun,
terkecuali oleh anak turun mereka, jika ada anak dari hasil pernikahan mereka, maka hak yang
mereka miliki dikurangi sebagian. Permasalahan yang biasanya terjadi didalam sebab mewarisi
karena pernikahan adalah, bagaimana jika terjadi kasus talak didalam pernikahan sah tersebut.
Apakah nanti nya dapat memutuskan sebab waris atau tidak.

Fatchurrahman mengatakan bahwa pernikahan masih dianggap utuh apabila pernikahan


tersebut diputuskan dengan talak raj'i dan masih dalam masa iddah raj'i, dianggap demikian
dikarenakan sang suami masih memiliki hak penuh untuk kembali rujuk dengan mantan
istrinya meskipun masih dalam masa iddah.

Perlu diketahui bahwa untuk terjadinya hak waris mewarisi didalam pernikahan bukanlah
disyariatkan dengan dukhul. Jadi sekalipun pernikahan telah dinyatakan sebagai pasif, alasan
tersebut tidak dapat dijadikan untuk menuntut harta pusaka, meskipun keduanya telah
melakukan persetubuhan.

Talak terbagi menjadi 2 yaitu:


a. Talak Raj'i,
Talak Raj'i adalah talak dimana suami masih memiliki hak untuk kembali rujuk kepada
mantan istrinya, baik itu satu kali talak atau dua talak. Dan dalam masalah ini ulama
sepakat bahwa antara suami dan istri masih bisa saling mewarisi selama dalam masa
iddah.
b. Talak Ba'id
Talak ba'in yaitu talak tiga, ulama sepakat apabila telah dijatuhkan talak ba'in maka hal
tersebut menjadi sebab untuk tidak dapat saling mewarisi antara suami dan istri. Baik
itu di ceraikan ketika suami masih dalam keadaan sehat maupun sedang dalam keadaan
sakit.

Namun dalam hal ini, perceraian tersebut bukan semata-mata untuk menghalangi istri untuk
mendapatkan warisan. Suami yang menjatuhkan talak ba'in kepada istrinya dengan keadaan
istri ridho, maka hilang hak waris atas keduanya.

Sedangkan jika tujuan dari suami menjatuhkan talak ba'in kepada istrinya agar sang istri
tidak mendapatkan hak waris, maka terdapat perbedaan pendapat oleh para ulama, diantaranya
adalah:
➢ Mazhab Syafi'iyyah bependapat bahwa istri tidak bisa mendapatkan warisan dari suami
secara mutlak, karena terputus hubungan pernikahan yang merupakan salah satu sebab
untuk saling mewarisi.
➢ Mazhab Hanafiyah, berpendapat bahwa istri tersebut mewarisi harta suaminya jika ketika
suaminya meninggal iddahnya belum habis. Jika iddahnya sudah habis maka tidak dapat
mewarisi.

4
➢ Mazhab Hanabilah, berpendapat bahwa istri akan tetap mendapatkan warisan dari
suaminya meskipun sudah berakhir masa iddah, dengan catatan bahwa suami
menceraikannya karena tidak ingin memberikan warisan untuknya, sedangkan istrinya
belum menikah dengan lelaki lain, dan merupakan orang yang berhak menerima waris
pada waktu ditalak ba'in oleh suaminya.
➢ Mazhab malikiyyah, berpedapat bahwa istri tetap mendapatkan warisan dari suaminya
meskipun sudah berakhir masa iddah atau belum, sekalipun istrinya sudah menikah lagi
dengan lelaki lain satu orang atau lebih. 3

3. Adanya Wala'
Wala' secara etimologi diartikan sebagai penolong atau pertolongan, biasanya ditujukan
untuk menunjukkan kekerabatan. Menurut terminologi hukum Islam, wala’ adalah hubungan
kekerabatan menurut hukum sebagaimana yang ditetapkan oleh syari’at antara mu’tiq (yang
membebaskan) dengan mu’taq (yang dibebaskan). 4

Jadi wala’ merupakan salah satu sebab pewarisan yang disebabkan karena adanya jasa
seseorang terhadap seorang hamba sahaya yang dimerdekakan, yang mana dalam hal ini budak
tersebut menjadi kaya. Dan apabila orang yang telah dimerdekakan tadi meninggal dunia, maka
yang memerdekakan nya berhak mendapat warisan yang telah ditinggalkan. Secara hukum
wala' dianggap sebagai kerabat, yang mana sering disebut dengan istilah wala'ul itqi dan
wala'un nikmah.

Didalam syari'at Islam wala' digunakan sebagai pemberi peringatan:


a. Kekerabatan yang timbul karena membebaskan budak.
b. Kekerabatan yang timbul karena adanya perjanjian atau sumpah setia antara seseorang
dengan orang lain sebagai bentuk pertolongan.

Dalam kasus ini, bagian yang pertama disebut sebagai wala’ul utaqah atau ushubah
sababiyah, maksudnya adalah seseorang yang mendapatkan hak bukan berdasarkan nasab,
melainkan karena telah memerdekakan budak. Seseorang yang telah memerdekanan budak
tentu pantas untuk mendapatkan harta waris, senada dengan hal ini Rasulullah Saw bersabda
“Dari Ibnu Umar R.A dari Nabi saw, ia bersabda: Hak wala’ itu hanya bagi orang yang
telah memerdekakan hambanya. Dan untuk yang kedua disebut sebagai wala’ul muwalah,
maksudnya adalah hak waris yang timbul karena adanya sumpah setia atau perjanjian.

B. Penghalang Waris
Penghalang merupakan hal yang menyebabkan tidak terlaksananya sesuatu yang telah
direncanakan. Prof. T.M Hasbi Ash Shiddiqieqy mengatakan bahwa penghalang dalam

3
Muhibbussabry. Fikih Mawaris. (Medan: CV Pusdikra Mitra Jaya. 2020) cet I. hlm. 13-15
4
Muhammad Lutfi Hakim, Fiqh Mawaris I (Pontianak, IAIN PONTIANAK PRESS, 2020), cet I, hlm. 39

5
kewarisan ialah suatu sifat yang dapat menyebabkan seseorang tidak dapat menerima warisan,
padahal ia memiliki sebab dan syarat yang cukup. 5
Jadi, didalam warisan yang dimaksud dengan penghalang warisan adalah seseorang yang
tidak dapat menerima harta warisan karena adanya sifat atau keadaan yang menjadi
penghalang, meskipun ia telah memenuhi sebab dan syarat yang cukup. Pada hakikatnya hal
yang menjadi penghalang waris secara garis besar terbagi menjadi tiga macam yaitu, budak,
pembunuhan, dan juga perbedaan agama. Berikut penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi
penghalang waris:
1. Budak
Perihal perbudakan tidak lepas dari kondisi sosial budaya yang ada pasa masa Nabi
saw, yang mana banyak sekali prajurit yang kalah dalam peperangan, dank arena hal itu
pula menyebabkan mereka menjadi bukan karena dijadikan sebagai tawanan. Implikasi
adanya perbudakan tersebut menjadikan hilangnya hak seseorang, baik itu hak
kemanusiaan, hak merdeka, hak untuk mewarisi, maupun hak untuk bebas.

Perbudakan secara bahasa memiliki arti penghambat dan sesuatu yang lemah.
Sedangkan secara istilah adalah kelemahan yang bersifat hukum yang menguasai
seseorang akibat kekufuran. Alasan seorang budak tidak bisa mewarisi harta sekalipun
dari saudranya dikarenakan seorang budak mutlak milik tuannya. Jadi segala sesuatu
yang dimiliki seorang budak, secara tidak langsung juga menjadi milik tuannya.
Sekalipun budak itu sebagai qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang telah
dinyatakan merdeka) atau mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian
pembebasan kepada tuannya).

Ulama sepakat bahwa budak merupakan hal yang menjadi penghalang mendapatkan
warisan. Sebab budak tidak mewarisi dan tidak pula diwarisi. Karena jika seorang budak
mewarisi harta saudaranya maka harta tersebut akan jatuh kepada tuannya. Hal ini senada
dengan firman Allah swt dalam QS An Nahl ayat 75:

‫يءٍ َّو َم ْن َّرزَ ْق ٰنهُ ِمنَّا ِر ْزقاا‬ ْ ‫ش‬َ ‫ع ٰلى‬ َ ‫ع ْبداا َّم ْملُ ْو اكا َّْل َي ْقد ُِر‬
َ ‫ّٰللا َمثَ اًل‬
ُ‫ب ه‬ َ ‫ض َر‬ َ
ِ ‫سناا فَ ُه َو يُ ْن ِف ُق ِم ْنهُ ِس ًّرا َّو َج ْه ار ْۗا ه َْل َي ْست َٗونَ ۚ اَ ْل َح ْم ُد ِ ه‬
‫ّلِل ْۗ َب ْل اَ ْكثَ ُرهُ ْم َْل‬ َ ‫َح‬
َ‫يَ ْعلَ ُم ْون‬
“Allah membuat perumpamaan, dengan seorang hamba sahaya dibawah kekuasaan
orang lain yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dan seorang yang kami beri rezeki yang
baik, lalu dia menginfakkan rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-

5
Syaikhu. Akukturasi Hukum Waris. (Yogyakarta. K-Media. 2021) cet I. hlm. 96

6
terangan. Samakah mereka itu? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanykan mereka
tidak mengetahui. ”

2. Pembunuhan
Selain perbudakan, penghalang mewarisi yang kedua adalah pembunuhan.
Seorang ahli waris yang membunuh pewaris agar segera mendapatkan warisan maka ia
tidak berhak untuk mendapatkan harta tersebut.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya “Barang siapa yang membunuh
seseorang, maka ia tidak daoat mewarisinya, walaupun korban tidak memiliki ahli
waris selain dirinya, walaupun korban itu adalah orangtua/anaknya sendiri, maka bagi
pembunuh tidak berhak menerima warisan.” (HR. Ahmad)

Ulama sepakat bahwa pembunuhan menjadi penghalang untuk mendapatkan


warisan. Namun dalam hal ini terdapat beberapa pendapat, diantarnya yaitu:
a. Imam Syafi’I berpendapat bahwa segala macam pembunuhan merupakan
penghalang untuk mendapatkan warisan.
b. Sedangkan menurut Imam Maliki, ia berpendapat bahwa pembunuhan yang menjadi
penghalang nya mewarisi hanya lah pembunuhan yang disengaja.

3. Perbedaan Agama
Perbedaan agama juga menjadi penyebab terhalangnya mendapatkan warisan.
Seperti yang tercantum dalam hadits Nabi Saw yang artinya “Orang muslim tidak dapat
mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak dapat mewarisi harta orang muslim.”
(Hr Bukhari dan Muslim.)

Jika dilihat dari hadits tersebut maka orang muslim dan non muslim tidak berhak
mewarisi satu sama lain. Terkait hal ini ada pula yang mengatakan bahwa orang muslim
boleh mewarisi harta orang kafir, namun orang kafir tidak boleh mewarisi harta orang
muslim.

Lalu bagaimana dengan ahli waris yang telah murtad? Seseorang yang telah
murtad juga tidak berhak mendapatkan harta warisan. Lalu bagaimana dengan harta
yang ditinggalkan? Dalam hal ini ada beberapa pendapat, yang pertama pendapat
jumhur ulama, jumhur ulama mengatakan bahwa harta yang ditinggalkan oleh orang
yang telah murtad harus diserahkan kepada baitul mal, baik harta tersebut diperoleh saat
masih Islam maupun sudah tidak Islam.

Sedangkan pendapat kedua itu dari Ulama Hanafiyah, mengatakan bahwa harta
laki-laki yang murtad yang ditinggalkan boleh diwarisi oleh orang muslim dengan
catatan harta tersebut diperoleh saatorang yang murtad tadi masih menjadi muslim

7
sedangkan harta yang diperoleh ketika sudah keluar dari islam diberikan kepada baitul
mal.
Selain kasus tersebut, kasus yang sering dijumpai adalah, apakah seorang mualaf
berhak memperoleh harta warisan? Jika seorang ahli waris menjadi mualaf pada saat
sebelum pembagian warisan dilakukan, maka ia berhak memperoleh warisan.6

Selain ketiga hal tersebut, ada juga hal lain yang menjadi penghalang mewarisi, yaitu:
1. Berlainan Negara
Berlainan Negara yang dimaksud disini adalah berlainannya pemerintah yang diikuti
oleh ahli waris. Namun dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat, para ulama
sepakat bahwa berlainan tempat atau nega atidak menjadikan sebagai penghalang
untuk mendapatkan warisan.
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan hal yang berbeda pula. Imam Hanifah
dan sebagian ulama Hanabilah mengatakan bahwa berlainan tempat atau Negara
menjadikan penghalang untuk saling mewarisi.
2. Murtad
Seseorang yang pindah agama dari Islam juga menjadi penghalang untuk
mendapatkan harta warisan.
3. Karena hilang tanpa kabar
Dikarenakan seseorang hilang tanpa kabar yang tidak jelas dimana tinggalnya dalam
kurun waktu yang cukup lama, maka orang tersebut dianggap mati karena hukum
atau sering disebut dengan mati hukmi, dan dengan sendirinya maka orang tersebut
tidka berhak memperoleh harta waris.7
C. Penghalang Kewarisan Menurut Hukum Waris Adat
Tidak hanya ada dalam hukum Islam, penghalang kewarisan juga ada didalam hukum
waris adat. Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur cara tentang
bagaimana penerusan dan peralihan harta kekayaan dari abad ke abad untuk generasi ke generasi.
Ada beberapa penghalang kewarisan dalam hukum adat, yaitu:
1. Jika pewarisan tidak dapat dilakukan secara menurun, maka warisan dibagikan dengan
cara keatas atau kesamping. Maksudnya adalah, apabila seseorang yang meninggalkan
harta warisan tidak memiliki anak, maka diturunkan secara ke atas, yaitu jatuh kepada
ayah, nenek, dan seterusnya. Begitu juga dengan cara menyamping.
2. Menurut hukum adat tidaklah selalu harta itu dapat langsung dibagi kepada para ahli
waris, sebab adakalanya harta tersebut sebagai harta tetap, dan karena itu pula harta
yang disebut sebagai harta tetap tidak dapat dibagikan.

6
Maimun Nawawi. Pengantar Hukum Kewarisan Islam. (Surabaya. Pustaka Radja. 2016). hlm. 111-115
7
Dwi Putra Jaya. Hukum Kewarisan Di Indonesia. (Bengkulu. Zara Abadi. 2020) hlm. 108.

8
D. Penghalang Kewarisan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KHUPerdata/BW)
Didalam pasal 838 KHUPerdata dikatakan bahwa “Orang dianggap tidak pantas untuk
menjadi ahli waris dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah:”
• Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang
yang meninggal itu.
• Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telat
mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan
yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi.
• Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya.
• Dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang
meninggal itu.8

8
Syikhu. Akulturasi Hukum Waris (Yogyakarta. K-Media. 2021) cet I. hlm. 105

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebab kewarisan sebelum islam, yang dapat menjadi sebab mewarisi ada tiga, yaitu:
1. Al Qarabah (hubungan kekerabatan)
2. Al Hilf Wa Al Mu’aqodah (sumpah setia)
3. Al Tabbani (adopsi).
Namun seiring berjalannya waktu, dengan berbagai literatur yang ada, fiqh mawaris
membagi sebab yang menjadikan seseorang berhak mendapatkan harta warisan ada tiga macam,
diantaranya sebagai berikut:
1. Adanya hubungan nasab (kekerabatan)
2. Adanya hubungan pernikahan
3. Adanya wala’
Yang menjadi penghalang waris secara garis besar terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Budak
2. Pembunuhan
3. Perbedaan agama
B. Saran
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Kami sangat memerlukan saran dan kritik terhadap penulisan makalah dan bahasan
makalah yang tadi di jelaskan, agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi
kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Rahim, Abd dkk. 2021. Hukum Waris Islam. Medan: CV Merdeka Kreasi Group
Muhibbussabry. 2020. Fikih Mawaris. Medan: CV Pusdikra Mitra Jaya
Nawawi, Maimun. 2016. Pengantar Hukum Kewarisan Islam. Surabaya: Pustaka Radja
Darmawan. 2018. Hukum Kewarisan Islam. Surabaya: Imtiyaz
Hakim, Muhammad Lutfi. 2020. Fiqh Mawaris I. Pontianak: IAIN Pontianak Press
Jaya, Dwi Putra. 2020. Hukum Kewarisan Di Indonesia. Bengkulu: Zara Abadi
Syaikhu. 2021. Akulturasi Hukum Waris. Yogyakarta: K-Media
At Tuwaijiri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim. 2012. Ringkasan Fiqih Islam. Indonesia:
IslamHouse

11

Anda mungkin juga menyukai