Anda di halaman 1dari 17

PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT HUKUM ADAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Mawaris

Dosen pengampu :
Dr. H. Ilham Tohari, M.H.I

Disusun oleh:
KELOMPOK 3

Iqbal Arniaji Hidayattullah (22301107)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


ISLAM FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR

‫ال َّر ِح ْي ِم ال َّر ْ ن ْ ســــــــــــــــــ ِم‬


ِ
‫هلال ب‬
ِ ‫ح‬

‫َم‬

Penyusun mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas selesainya


makalah berjudul PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT HUKUM ADAT
DAEAH KECAMATAN JATIKALEN, NGANJUK, JAWA TIMUR ini tepat
waktu. Selawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
saw. beserta para sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.

Beberapa pihak telah membantu dan mendukung dalam menyusun


makalah ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Rasa terima kasih
disampaikan pada pihak-pihak berikut ini.

1. Dr. H. Ilham Tohari, M.H.I selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh
Mawaris yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
2. Teman-teman kelompok tiga yang telah membantu menyusun makalah ini.

Makalah ini disusun untuk mendeskripsikan tentang penulisan kalimat


efektif. Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi
acuan dalam menulis kalimat efektif bagi sejawat dan pembaca. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa isi makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari sejawat atau pembaca
mengenai isi makalah ini.

Kediri, 18 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................


A. Siapa yang berhak Mendapatkan Ahli Waris
B. Sistem atau metode pembagian harta waris
C. Relefansi KHI sistem adat

BAB III PENUTUP .............................................................................................................


A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Permasalahan keluarga terkait dengan membagi harta waris, bisa menjadi
kompleks dimana para ahli waris ingin mengambil seluruhnya harta peninggalan,
sehingga bisa menimbulkan kerugian untuk orang lain bahkan bisa menyebabkan
timbulnya kriminalitas seperti perampokan dan pembunuhan (Rumambi, 2015).
Selain itu dikarenakan oleh sifat rakus & tamak, hal ini juga bisa terjadi disebabkan
kurangnya pemahaman terkait pembagian harta warisan yang sesuai syariat Islam
(Ardhilla & Novrina, 2016). Permasalahan bisa bertambah rumit jika
pembagiannya ditunda lebih lama atau meninggal dunianya beberapa ahli waris
sebelum dibagikannya harta warisan, sehingga dbutuhkan perhitungan yang
kompleks dan dasar pijakan hukum yang jelas pada saat akan dibagikan, sehingga
pihak terkait tidak dirugikan (Tirkaamiasa & Usino, 2015). Untuk menjaga
kurukunan di dalam keluarga, maka solusi terbaiknya yaitu dengan menggunakan
panduan dari Al-quran dan Sunnah (Rosmila et al., 2016).
Pembagian harta warisan dianggap bukan hanya sekedar mempunyai
nilai ekonomis
(Tirkaamiasa & Usino, 2015). Kadang timbul perselisihan dalam membagi harta
warisan ini yaitu disebabkan perubahan sosial di tengah masyarakat yang masih
ada. Yang pertama yaitu disebabkan jumlah warisan yang diterima laki-laki lebih
banyak dari perempuan, padahal kebutuhankebutuhan sosial pada waris yang akan
dibagikan (Septiana et al., 2017). Expert system yaitu suatu sistem yang
beradaptasi menggunakan knowledge manusia yang diinterpretasikan ke dalam
komputer supaya komputer bisa menemukan solusi terkait masalah seperti yang
biasa dilakukan oleh para pakar (Ilyas & Anwardi, 2016). Kajian pokok dalam
sistem pakar adalah bagaimana memindahkan pengetahuan atau pemahaman dari
seorang pakar ke dalam komputer & bagaimana mengambil kesimpulan atau
memberikan keputusan berdasarkan knowledge tersebut (Sumadyo, 2013).
Pengetahuan ini dipakai sebagai dasar pemahaman oleh expert system untuk
berkonsultasi atau menjawab pertanyaan (Amroni, 2016).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang Ahli Waris ?
2. Sistem apakah atau metode yang dipakai dalam pembagian harta waris
?
3. Bagaimana Relefansi KHI sistem adat ?

C. Tujuan Penulis
1. Mengetahui bagian pasti ahli waris
2. Mengetahui cara pembagian ahli waris
3. Menegtahui relefansi KHI harta waris dalam sistem hukum adat

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bagian Yang Mendapat Ahli Waris


Ahli waris adalah orang yang berhak mewaris karena hubungan
kekerabatan (nasab) atau hubungan perkawinan (nikah) dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli
waris. Ahli waris adalah orang yang akan mewarisi/menerima harta
peninggalan. Unsur- unsur ahli waris ada dua yaitu: a. Bahwa ahli waris
haruslah orang yang beragama Islam, hal ini sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 171 huruf b dan c, Pasal 191 Kompilasi Hukum Islam. b.
Tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris, hal ini
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 173 dan 174 Kompilasi Hukum
Islam7. Ahli waris adalah seseorang atau beberapa orang yang berhak
mendapat bagian dari harta peninggalan8. Pengertian ahli waris diatur juga
dalam Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam yang isinya sebagai
berikut: “Ahli waris adalah orang yang akan mewarisi/menerima harta
peninggalan

Harta warisan adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris


yang secara hukum dapat beralih kepada ahli warisnya. Terhadap harta
warisan ini tidak menutup kemungkinan juga ada harta bersama yang
dimiliki oleh suami istri selama masa perkawinannya hal ini sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam. 1 Ahli waris
khuntsa ini adalah ahli waris terhadap manusia yang memiliki kelamin
ganda yaitu laki-laki dan perempuan atau tidak mempunyai kedua-duanya
sama sekali yang dalam istilah fiqh dinamakan dengan khuntsa, lafaz
tersebut berasal dari kata al khantsu yang secara gramatikal berati lemah
atau pecah yang bentuk jamaknya adalah khanatsa10. Dikatakan khanatsa
dan takhanatsa apabila tutur katanya lemah lembut mirip tutur kata
perempuan, atau cara berjalan dan berpakaian serupa dengan
perempuan11. Dalam istilah sehari-hari sering juga disebut dengan waria
1
Yuliasri, Nih Luh Tanzila Kedudukan Ahli Waris Khuntsa Dalam Hukum Waris Islam,Jurnal
Mimber Keadilan,Vol. 14 No.28, (Agustus 2018- Januari 2019),214-215

2
(wanita pria). Kata “waris” dapat berarti orang pewaris sebagai subjek dan
dapat pula berarti proses. Dalam artian yang pertama mengandung makna
orang yang menerima warisan, dan dalam arti yang kedua mengandung
makna peralihan harta dari yang meninggal kepada yang masih hidup.
Penggunaan kata “hukum” di awalnya mengandung arti seperangkat aturan
yang mengikat dan penggunaan kata “Islam” dibelakang mengandung arti
“dasar yang menjadi rujukan”. Sehingga apabila diartikan secara
keseluruhan adalah seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah
SWT dan sunnah Nabi tentang peralihan harta atau berwujud harta dari
yang telah meninggal kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini
berlaku dan mengikat bagi yang beragama Islam. Dalam hukum waris islam,
seseorang juga bisa tidak mendapat warisan, jadi hak kewarisannya
hilang/penghalang mempusakai. Sebab-sebab hilangnya hak kewarisan seseorang
karena halangan kewarisan dan karena adanya kelompok keutamaan dan hijab.
Hukum kewarisan islam mengatur yang menjadi penghalang bagi seseorang ahli
waris untuk mendapatkan warisan disebabkan karena pembunuhan dan perbedaan
agama. Hijab secara bahasa (etimologi) berarti al-man’u (menghalangi,
mencegah).

Hukum waris menurut A. Pitlo yaitu Hukum waris adalah perkumpulan


peraturan yang mengatur mengenai kekayaan kerena wafatnya seseorang, yaitu
mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari
pemindahan ini dari orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan
antara mereka maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 2

Sedangkan menurut Subekti, meskipun tidak menyebutkan defenisi


Hukum kewarisan beliau menyatakan Hukum waris ssebagai berikut: dalam
Hukum waris kitab undang-undang Hukum perdata berlaku suatu asa,
bahwaketidakyakinan akan gender diri sendiri adalah bentuk seseorang
mengalami Gangguan Indentitas Gender (GIG). Seseorang yang mengalami GIG
ini merasa jauh didalam dirinya, biasanya sejak awal masa kanak-kanak, mereka
adalah orang yang berjenis kelamin berbeda dengan dirinya saat ini. Mereka tidak
menyukai pakaian dan aktivitas yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Bukti-

2
Sagana Elfiana, Hak Mewaris Menurut Ketentuan Hukum Waris Perdata, Jurnal Ilmiah
“Advokasi” Vol. 06. No. 01 (Maret 2018 Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 06. No. 01 Maret 2018

3
bukti anatomi mereka alat kelamin normal dan karakteristik jenis kelamin
sekunder yang umum tidak membuat mereka merasa bahwa mereka adalah orang
dengan gender yang dilihat orang lain pada mereka14. Khuntsa dibagi menjadi
dua keadaan yaitu, khuntsa bukan musykil dan khuntsa musykil. Khuntsa bukan
musykil adalah khuntsa yang dapat diketahui mana lebih dominan apakah lakilaki
atau perempuannya. Khuntsa musykil adalah yang tidak dapat diketahui mana
yang lebih dominan apakah unsur laki-laki atau perempuannya. Kewarisan
khuntsa musykil ini ditangguhkan sampai ia dewasa. Adanya ketidakyakinan
akan gender diri sendiri adalah bentuk seseorang mengalami Gangguan Indentitas
Gender (GIG). Seseorang yang mengalami GIG ini merasa jauh didalam dirinya,
biasanya sejak awal masa kanak-kanak, mereka adalah orang yang berjenis
kelamin berbeda dengan dirinya saat ini. Mereka tidak menyukai pakaian dan
aktivitas yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Bukti-bukti anatomi mereka
alat kelamin normal dan karakteristik jenis kelamin sekunder yang umum tidak
membuat mereka merasa bahwa mereka adalah orang dengan gender yang dilihat
orang lain pada mereka. Identitas gender adalah bagaimana sseorang merasa
bahwa ia adalah seorang pria atau wanita. Identitas gender secara normal
didasarkan pada anatomi gender.

B. Sistem Pembagian Menggunakan Hukum Adat


Hasil dan pembahasan dapat dibagi atas enam bagian, mulai dari (a) asas-asas
hukum waris adat, sampai dengan (f) analisis.
a. Asas-Asas Hukum Waris Adat
1) Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri Asas ini mengatakan bahwa apabila
pewaris meninggalkan harta waris dan ahli waris maka pewaris menghendaki
agar ahli waris ketika membagi harta waris tidak berselisih dan tidak saling
memperebutkan harta warisan karena harta waris ini merupakan rezeki dari
Tuhan kepada masing-masing ahli waris.
2) Asas Kesamaan dan Kebersamaan Hak Setiap ahli waris mempunyai
kedudukan yang sama sebagai orang yang berhak atas harta warisan sehingga
para ahli waris tidak hanya berpikir untuk mendapatkan lebih banyak harta
waris tetapi pembagian harta waris itu didasarkan pada hak dan
tanggungjawab.
3) Asas Kerukunan dan Kekeluargaan Asas ini menghendaki agar para ahli waris
memelihara hubungan kekerabatan yang tentram dan damai.
4) Asas Musyawarah dan Mufakat Asas ini menghendaki para ahli waris ketika

4
membagi harta warisan harus diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
5) Asas Keadilan Asas ini menghendaki bahwa setiap ahli waris dan bukan ahli
waris mendapatkan haknya.
b. Asas-Asas Hukum Waris Islam

1) Asas Ijbari Asas ini mengandung arti bahwa peralihan harta dari pewaris
(orang yang meninggal dunia) kepada ahli warisnya berlaku dengan
sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak
pewaris atau ahli waris. Asas ijbari dapat dilihat dari beberapa segi yaitu:
a) Dari segi peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal
dunia. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah dalam surat Al-Nisa 4 ayat
7 yang menyatakan bahwa bagi laki-laki dan bagian perempuan ada nasib
atau bagian (warisan) dari harta peninggalan ibu bapa dan keluarga
dekatnya. Dari kata “nasib” itu dapat dipahami bahwa dalam sejumlah
harta yang ditinggalkan oleh pewaris, terdapat bagian atau hak ahli waris.
Jadi, pewaris tidak perlu menjanjikan sesuatu yang akan diberikan kepada
ahli warisnya sebelum ia meninggal dunia. Demikian juga halnya dengan
ahli waris, tidak perlu meminta-minta haknya kepada calon pewaris.

b) Dari segi jumlah harta yang sudah ditentukan bagi masing-masing ahli
waris Artinya apa yang sudah ditentukan atau diperhitungkan oleh Allah
wajib dilaksanakan oleh hamba-Nya. Sifat wajib yang dikandung oleh
kata itu memaksa manusia untuk melaksanakan ketentuan yang sudah
ditetapkan Allah.

c) Ahli waris sudah ditentukan dengan pasti yaitu mereka yang mempunyai
hubungan darah dan ikatan perkawinan dengan pewaris seperti yang
dirinci dalam pengelompokkan ahli waris di surat Al-Nisa 4 ayat 11, 12,
dan 176. Karena rincian yang sudah pasti itu, maka tidak ada satu
kekuasaan manusia pun yang dapat mengubahnya. Oleh karena unsurnya
demikian, maka hukum waris islam yang sui generis ini bersifat
compulsory, bersifat wajib dilaksanakan sesuai dengan ketetapan Allah
itu.3

2) Asas Bilateral Asas ini menyatakan bahwa seseorang menerima hak warisan

3
Eric, Hubungan Antara Hukum Islam Dan Hukum Adat Dalam Pembagian Warisan Di Dalam
Masyarakat Minangkabau, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni

5
dari kedua belah pihak dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat
keturunan perempuan.

3) Asas Individual Asas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-dibagi
kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan.

4) Asas Keadilan Berimbang Asas ini menyatakan bahwa hak yang didapat oleh
masing-masing ahli waris harus seimbang dengan kewajiban yang harus
dilaksanakan.

5) Akibat Kematian Asas ini menyatakan bahwa pewarisan ada apabila ada
orang yang meninggal dunia.

C. Hasil observasi dan penelitian


Pemanfaataan harta waris bersama dengan cara gilir sawah adalah salah satu
bentuk pembagian harta peninggalan berupa sawah yang ada di Kecamatan
jatikalen. Pelaksanaannya adalah dengan menerima secara individual
(perseorangan) atau harta warisan harus dibagi-bagi pada masing-masing ahli
waris untuk dimiliki secara individu (perorangan) dengan tidak ada pengecualian
(wanita, laki-laki, anak-anak dan bahkan yang masih dalam kandungan). Dalam
pelaksanaannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang
kemudian dibagi-bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya menurut
kadar bagian masing-masing. Sedangkan asas perdamaian dalam membagi harta
warisan adalah memungkinkan melakukan pembagian harta warisan di luar jalur
yang telah ditetapkan Al Quran dan Hadits dan kemungkinan menyalahi ketentuan
(kadar) bagian masing-masing ahli waris yang telah ditetapkan dalam Al Quran
seperti yang terjadi di masyarakat Kecamatan Kelam Tengah yang tidak membagi
harta warisan berupa sawah. Pada dasarnya pemanfaatan harta waris bersama
dengan cara gilir sawah yang terjadi di Kecamatan Kelam Tengah Kabupaten
Kaur Provinsi Bengkulu memiliki tujuan yang baik yaitu untuk mempertahankan
harta peninggalan sawah orang tua dahulu sehingga tidak hilang begitu saja dan
bisa menjadi ladang usaha untuk memenuhi kebutuhan pokok berupa beras.
Masalah pemanfaatan harta waris dengan cara gilir sawah ini sudah turun temurun
dan mendarah daging, sehingga agak susah jika harus berubah langsung ke hukum
kewarisan Islam yang harus membagi-bagi harta peninggalan kepad para ahli
waris. Apabila kita pahami lebih lanjut terhadap praktik pemanfaatan harta waris
dengan cara gilir sawah di Kecamatan Kelam Tengah dengan cara musyawarah

6
dan perdamaian. Para ahli waris sendiri sepakat untuk tidak membagi dan
memiliki secara perorangan sawah tersebut dan tidaklah bertentangan dengan
syari’at Islam.

Bahwasanya sistem yang di pakai di daerah kecamatan jatikalen,


kabupaten nganjuk, jawa timur menggunakan sistem hukum adat dengan
cara membagi harta benda nya dengan merata hal tersebut di karenakan
mempunyai kedudukan yang sama sebagai orang yang berhak atas harta warisan
sehingga para ahli waris tidak hanya berpikir untuk mendapatkan lebih banyak
harta waris tetapi pembagian harta waris itu didasarkan pada hak dan
tanggungjawab.
Salah satu contohnya ialah pembagian lahan sawah
D. Relefansi Dalam KHI
Dalam pandangan KHI harta pusaka rendah memiliki kesamaan sistem
yakni menganut sistem bilateral, diman pembagian harta berdasarkan garis
keturunan pertalian pernikahan sebagaimana termuat dalam pasal Pengertian ahli
waris dalam KHI disebutkan dalam pasal 171 ayat ( c ): "Ahli waris adalah orang
yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan
perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum
untuk menjadi ahli waris" . Kalimat hubungan darah atau hubungan perkawinan
ini sangat melekat dalam harta pusaka rendah yang juga menjadikannya berbeda
dengan harta pusaka tinggi. Karena dalam kenyataanya harta pusaka rendah
berlandaskan pada satu garis keturunan yang pada tindakannya harta pusaka
harus dibagikan kepada generasi sedarah dan dimiliki secara pribadi yang dapat
diperlakukan oleh ahli warisnya secara individu. Penjelasan di atas, merupakan
sebuah isyarat yang menegaskan sistem yang dianut dalam harta pusaka rendah
sejalan dengan ketentuan KHI. Dimana tidak lagi berlaku pembagian berdasarkan
matrilineal yakni berdasarkan garis keturunan ibu. Dengan kata lain, setiap orang
tua yang memiliki harta dan ia memiliki anak maka jika mereka wafat secara
otomatis yang mejadi ahli waris adalah keturunannya baik perempuan dan
lakilaki memiliki hak yang sama atas harta peninggalan orang tuanya. Selain itu
semua, ada syarat mutlak bagi ahli waris untuk mendapatkan harta pusaka rendah
yakni wajib beragama islam. Syarat mutlak ini tidak dapat ditawar lagi, jika ahli
waris dikemudian hari berpindah agama maka hapuslah hak warisnya.
Sebagaimana disebutkan dalam KHI Pasal 172: "Ahli waris dipandang beragama

7
Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau
kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau yang belum dewasa,
beragama menurut ayahnya atau lingkungannya." AKADEMIK Jurnal
Mahasiswa Humanis Vol. 1, No. 1, Januari 2021 39 Oleh karena harta pusaka
rendah tidak menganut sistem matrilineal maka keberadaanya terlepas dari
hukum adat, sebagaimana ditetapkan dalam Kongres Badan Permusyawaratan
Alim Ulama, Niniek Mamak dan Cerdik Pandai Minangkabau pada tanggal 4
Mei 1952 – 5 Mei 1952. Menghasilkan keputusan bahwa terhadap harta
pencahariaan berlaku hukum faraidh, sedangkan terhadap harta pusaka berlaku
hukum adat. Selanjutnya dalam hal bilangan bagian dan ketentuan-ketentuan lain
harta pusaka rendah dapat menggunakan ketetapan yang ada di KHI, sepanjang
dalam harta pusaka ini tidak disepakati oleh ahli warisnya untuk dilakukan secara
kolektif dan kemudian dinaikkan derajatnya menjadi harta puska tinggi

8
9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ahli waris adalah orang yang berhak mewaris karena hubungan
kekerabatan (nasab) atau hubungan perkawinan (nikah) dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris
Pemanfaataan harta waris bersama dengan cara gilir sawah adalah salah satu
bentuk pembagian harta peninggalan berupa sawah yang ada di Kecamatan
jatikalen. Pelaksanaannya adalah dengan menerima secara individual
(perseorangan) atau harta warisan harus dibagi-bagi pada masing-masing ahli
waris untuk dimiliki secara individu (perorangan) dengan tidak ada pengecualian
(wanita, laki-laki, anak-anak dan bahkan yang masih dalam kandungan).

B. Saran

10
11
DAFTAR PUSTAKA
1
Yuliasri, Nih Luh Tanzila Kedudukan Ahli Waris Khuntsa Dalam Hukum Waris Islam,Jurnal
Mimber Keadilan,Vol. 14 No.28, (Agustus 2018- Januari 2019),214-215
1
Sagana Elfiana, Hak Mewaris Menurut Ketentuan Hukum Waris Perdata, Jurnal Ilmiah
“Advokasi” Vol. 06. No. 01 (Maret 2018 Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 06. No. 01 Maret 2018
1
Eric, Hubungan Antara Hukum Islam Dan Hukum Adat Dalam Pembagian Warisan Di Dalam
Masyarakat Minangkabau, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni

12
13

Anda mungkin juga menyukai