Dosen pengampu :
Dr. H. Ilham Tohari, M.H.I
Disusun oleh:
KELOMPOK 3
َم
1. Dr. H. Ilham Tohari, M.H.I selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh
Mawaris yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
2. Teman-teman kelompok tiga yang telah membantu menyusun makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang Ahli Waris ?
2. Sistem apakah atau metode yang dipakai dalam pembagian harta waris
?
3. Bagaimana Relefansi KHI sistem adat ?
C. Tujuan Penulis
1. Mengetahui bagian pasti ahli waris
2. Mengetahui cara pembagian ahli waris
3. Menegtahui relefansi KHI harta waris dalam sistem hukum adat
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
(wanita pria). Kata “waris” dapat berarti orang pewaris sebagai subjek dan
dapat pula berarti proses. Dalam artian yang pertama mengandung makna
orang yang menerima warisan, dan dalam arti yang kedua mengandung
makna peralihan harta dari yang meninggal kepada yang masih hidup.
Penggunaan kata “hukum” di awalnya mengandung arti seperangkat aturan
yang mengikat dan penggunaan kata “Islam” dibelakang mengandung arti
“dasar yang menjadi rujukan”. Sehingga apabila diartikan secara
keseluruhan adalah seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah
SWT dan sunnah Nabi tentang peralihan harta atau berwujud harta dari
yang telah meninggal kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini
berlaku dan mengikat bagi yang beragama Islam. Dalam hukum waris islam,
seseorang juga bisa tidak mendapat warisan, jadi hak kewarisannya
hilang/penghalang mempusakai. Sebab-sebab hilangnya hak kewarisan seseorang
karena halangan kewarisan dan karena adanya kelompok keutamaan dan hijab.
Hukum kewarisan islam mengatur yang menjadi penghalang bagi seseorang ahli
waris untuk mendapatkan warisan disebabkan karena pembunuhan dan perbedaan
agama. Hijab secara bahasa (etimologi) berarti al-man’u (menghalangi,
mencegah).
2
Sagana Elfiana, Hak Mewaris Menurut Ketentuan Hukum Waris Perdata, Jurnal Ilmiah
“Advokasi” Vol. 06. No. 01 (Maret 2018 Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 06. No. 01 Maret 2018
3
bukti anatomi mereka alat kelamin normal dan karakteristik jenis kelamin
sekunder yang umum tidak membuat mereka merasa bahwa mereka adalah orang
dengan gender yang dilihat orang lain pada mereka14. Khuntsa dibagi menjadi
dua keadaan yaitu, khuntsa bukan musykil dan khuntsa musykil. Khuntsa bukan
musykil adalah khuntsa yang dapat diketahui mana lebih dominan apakah lakilaki
atau perempuannya. Khuntsa musykil adalah yang tidak dapat diketahui mana
yang lebih dominan apakah unsur laki-laki atau perempuannya. Kewarisan
khuntsa musykil ini ditangguhkan sampai ia dewasa. Adanya ketidakyakinan
akan gender diri sendiri adalah bentuk seseorang mengalami Gangguan Indentitas
Gender (GIG). Seseorang yang mengalami GIG ini merasa jauh didalam dirinya,
biasanya sejak awal masa kanak-kanak, mereka adalah orang yang berjenis
kelamin berbeda dengan dirinya saat ini. Mereka tidak menyukai pakaian dan
aktivitas yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Bukti-bukti anatomi mereka
alat kelamin normal dan karakteristik jenis kelamin sekunder yang umum tidak
membuat mereka merasa bahwa mereka adalah orang dengan gender yang dilihat
orang lain pada mereka. Identitas gender adalah bagaimana sseorang merasa
bahwa ia adalah seorang pria atau wanita. Identitas gender secara normal
didasarkan pada anatomi gender.
4
membagi harta warisan harus diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
5) Asas Keadilan Asas ini menghendaki bahwa setiap ahli waris dan bukan ahli
waris mendapatkan haknya.
b. Asas-Asas Hukum Waris Islam
1) Asas Ijbari Asas ini mengandung arti bahwa peralihan harta dari pewaris
(orang yang meninggal dunia) kepada ahli warisnya berlaku dengan
sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak
pewaris atau ahli waris. Asas ijbari dapat dilihat dari beberapa segi yaitu:
a) Dari segi peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal
dunia. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah dalam surat Al-Nisa 4 ayat
7 yang menyatakan bahwa bagi laki-laki dan bagian perempuan ada nasib
atau bagian (warisan) dari harta peninggalan ibu bapa dan keluarga
dekatnya. Dari kata “nasib” itu dapat dipahami bahwa dalam sejumlah
harta yang ditinggalkan oleh pewaris, terdapat bagian atau hak ahli waris.
Jadi, pewaris tidak perlu menjanjikan sesuatu yang akan diberikan kepada
ahli warisnya sebelum ia meninggal dunia. Demikian juga halnya dengan
ahli waris, tidak perlu meminta-minta haknya kepada calon pewaris.
b) Dari segi jumlah harta yang sudah ditentukan bagi masing-masing ahli
waris Artinya apa yang sudah ditentukan atau diperhitungkan oleh Allah
wajib dilaksanakan oleh hamba-Nya. Sifat wajib yang dikandung oleh
kata itu memaksa manusia untuk melaksanakan ketentuan yang sudah
ditetapkan Allah.
c) Ahli waris sudah ditentukan dengan pasti yaitu mereka yang mempunyai
hubungan darah dan ikatan perkawinan dengan pewaris seperti yang
dirinci dalam pengelompokkan ahli waris di surat Al-Nisa 4 ayat 11, 12,
dan 176. Karena rincian yang sudah pasti itu, maka tidak ada satu
kekuasaan manusia pun yang dapat mengubahnya. Oleh karena unsurnya
demikian, maka hukum waris islam yang sui generis ini bersifat
compulsory, bersifat wajib dilaksanakan sesuai dengan ketetapan Allah
itu.3
2) Asas Bilateral Asas ini menyatakan bahwa seseorang menerima hak warisan
3
Eric, Hubungan Antara Hukum Islam Dan Hukum Adat Dalam Pembagian Warisan Di Dalam
Masyarakat Minangkabau, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
5
dari kedua belah pihak dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat
keturunan perempuan.
3) Asas Individual Asas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-dibagi
kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan.
4) Asas Keadilan Berimbang Asas ini menyatakan bahwa hak yang didapat oleh
masing-masing ahli waris harus seimbang dengan kewajiban yang harus
dilaksanakan.
5) Akibat Kematian Asas ini menyatakan bahwa pewarisan ada apabila ada
orang yang meninggal dunia.
6
dan perdamaian. Para ahli waris sendiri sepakat untuk tidak membagi dan
memiliki secara perorangan sawah tersebut dan tidaklah bertentangan dengan
syari’at Islam.
7
Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau
kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau yang belum dewasa,
beragama menurut ayahnya atau lingkungannya." AKADEMIK Jurnal
Mahasiswa Humanis Vol. 1, No. 1, Januari 2021 39 Oleh karena harta pusaka
rendah tidak menganut sistem matrilineal maka keberadaanya terlepas dari
hukum adat, sebagaimana ditetapkan dalam Kongres Badan Permusyawaratan
Alim Ulama, Niniek Mamak dan Cerdik Pandai Minangkabau pada tanggal 4
Mei 1952 – 5 Mei 1952. Menghasilkan keputusan bahwa terhadap harta
pencahariaan berlaku hukum faraidh, sedangkan terhadap harta pusaka berlaku
hukum adat. Selanjutnya dalam hal bilangan bagian dan ketentuan-ketentuan lain
harta pusaka rendah dapat menggunakan ketetapan yang ada di KHI, sepanjang
dalam harta pusaka ini tidak disepakati oleh ahli warisnya untuk dilakukan secara
kolektif dan kemudian dinaikkan derajatnya menjadi harta puska tinggi
8
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ahli waris adalah orang yang berhak mewaris karena hubungan
kekerabatan (nasab) atau hubungan perkawinan (nikah) dengan pewaris,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris
Pemanfaataan harta waris bersama dengan cara gilir sawah adalah salah satu
bentuk pembagian harta peninggalan berupa sawah yang ada di Kecamatan
jatikalen. Pelaksanaannya adalah dengan menerima secara individual
(perseorangan) atau harta warisan harus dibagi-bagi pada masing-masing ahli
waris untuk dimiliki secara individu (perorangan) dengan tidak ada pengecualian
(wanita, laki-laki, anak-anak dan bahkan yang masih dalam kandungan).
B. Saran
10
11
DAFTAR PUSTAKA
1
Yuliasri, Nih Luh Tanzila Kedudukan Ahli Waris Khuntsa Dalam Hukum Waris Islam,Jurnal
Mimber Keadilan,Vol. 14 No.28, (Agustus 2018- Januari 2019),214-215
1
Sagana Elfiana, Hak Mewaris Menurut Ketentuan Hukum Waris Perdata, Jurnal Ilmiah
“Advokasi” Vol. 06. No. 01 (Maret 2018 Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 06. No. 01 Maret 2018
1
Eric, Hubungan Antara Hukum Islam Dan Hukum Adat Dalam Pembagian Warisan Di Dalam
Masyarakat Minangkabau, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
12
13