Anda di halaman 1dari 26

AHLI WARIS PENGGANTI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai tugas dalam
mata kuliah Institusi Hukum Keluarga Islam

DOSEN PENGAMPU:

Dr. IKHWANUDDIN HARAHAP, M.Ag.

Oleh:
MUHAMMAD PARWIS HALIM HARAHAP
NIM 2150300007

PASCASARJANA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


(AHWAL SYAKHSHIYYAH)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PADANGSIDIMPUAN
(IAIN)
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Bersyukur kita kepada Allah seraya mengucapkan Alhamdulillah, atas berkat

Rahmat Allah Yang Maha Kuasa kita masih diberikan kesempatan menimba ilmu dan
berbagi ilmu, dan bersholawat dan salam kita kepada Rosul pilihan Saidurrosul
Muhammad Shollolohu ala Muhammad Shollolohu alaih wasallam semoga kita
senantiasa tercurah syafa’at beliau dari dunia hingga akhirat. Dan tak lupa kirimkan
Alfatihah kepada Orang tua kita begitu juga para guru-guru yang telah mendahului
kita. Penulis menyusun makalah sebagaimana tugas yang telah diberi oleh Bapak
Dosen Pengampu kepada penyusun yang berjudul “AHLI WARIS PENGGANTI”.

Makalah ini perlu masukan dari rekan-rekan, terlebih dari Bapak Dosen
Pengampu. Jika disana sini banyak kekurangan penulis memohon maaf kepada para
sodara-sodari pembaca. Dan semoga menjadi bahan diskusi bagi kita sebagai upaya
menambah khazanah ke-ilmuan dibidang Hukum Keluraga Islam Pascasarjana IAIN
PADANGSIDIMPUAN dan nantinya kita bisa berbagi kepada masyarakat disekitar
kita.

Akhir kata penulis juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Pengampu
mata kuliah Institusi Hukum Kelurga Islam Dr. Ikhwanuddin Harahap, M.Ag. atas
ilmu/jariyah yang bapak bagikan kepada kami, semoga kelak menjadi penolong
diakhirat kelak bagi Bapak dan begitu juga dengan keluarga. Aamiin Ya Robbal
aalamiin.

Padangsidimpuan, Oktober 2021


Penyusun

Muhammad Parwis Halim Harahap

I
KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2

C. Tujuan dan Manfaat........................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN............................……................................................................ 4

A. Apa yang dimaksud Ahli waris Pengganti (Plaatsvervulling)………….......................... 4

B. Bagaimana Kedudukan Ahli Waris Pengganti menurut Hukum Kewarisan Islam………5

C. Bagaimana persamaan dan perbedaan ahli waris pengganti antara Hukum


Kewarisan Islam dengan Hukum Kewarisan KUH Perdata……….…………………….. 18

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 20

A. Kesimpulan .................................................................................................................... 20

B. Saran ............................................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Konflik keluarga pasti akan terjadi jika permasalahan harta warisan tidak
dibagi secara adil dan merata. Tak jarang pula sering terjadi saling membunuh hanya
karena perebutan warisan. Banyak dari masyarakat yang putus kekeluargaannya
hanya karena perebutan warisan. Betapa pentingya mempelajari Ilmu waris(
Faraid), maka dari itu Rasulullah mengingatkan kita 14 Abad yang lalu dalam
sabdanya, Abu Hurairah ra. berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ُ ‫سله َم يَا أَبَا ه َُري َْرةَ تَعَله ُموا ا ْلفَ َرائِضَ َوع َِل ُموهَا فَإِنههُ نِص‬
‫ْف‬ َ ‫علَيْ ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ ‫َّللا‬ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل ه‬: ‫عنْ أَبِي ه َُري َْرةَ قَا َل‬
َ ‫َّللا‬ َ
ُ ْ‫ن‬ َ ْ َ
‫سى َوه َُو أ هولُ ش َْيءٍ يُنزعُ مِ أ همتِي‬ ْ ْ
َ ‫ال ِعل ِم َوه َُو يُن‬ ْ

Artinya:“Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang lain, karena


sesungguhnya, ilmu faraid setengahnya ilmu; ia akan dilupakan, dan ia ilmu pertama
yang akan diangkat dari umatku.” (HR Ibnu Majah, dalam sunannya. Bab: Anjuran
mempelajari ilmu faraidh, vol: 8, hal: 197, no 2710)
Hukum waris di Indonesia yang masih bersifat pluralistis, karena saat ini
berlaku tiga sistem hukum kewarisan, yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam
dan Hukum Waris Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hukum Waris Adat
meliputi keseluruhan asas, norma dan keputusan/ketetapan hukum yang bertalian
dengan proses penerusan serta pengendalian harta benda (materiil) dan harta cita
(nonmateriil) dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya. Hukum Waris
Islam dirumuskan sebagai perangkat ketentuan hukum yang mengatur pembagian
harta kekayaan yang dimiliki seseorang pada waktu ia meninggal dunia. 1 Hukum
kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana saja di dunia ini.
Sungguhpun demikian, corak suatu negara Islam dan kehidupan masyarakat di negara
atau daerah tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan di daerah itu. Salah
satu konsep pembaharuan hukum kewarisan Islam di Indonesia ditandai dengan

1
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Kencana, Jakarta,
2010, hal., 1 – 2

1
lahirnya Kompilasi Hukum Islam melalui Intruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Salah satu konsep
pembaharuan hukum kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
diberikannya hak seorang ahli waris yang telah meninggal dunia kepada
keturunannya yang masih hidup. Aturan ini tercantum dalam Pasal 185 Kompilasi
Hukum Islam yang menjelaskan bahwa: Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari
pada si pewaris maka kedudukannya dapat di gantikan oleh anaknya, kecuali mereka
yang tersebut dalam Pasal 173. Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi
dari bagian ahli waris yang sederajat.2
Pembahasan Ahli waris Pengganti dalam Hukum Kewarisan Islam diakui
keberadaannya begitu juga dalam Hukum Kewarisan KUH Perdata sebagaimana
dalam Pasal 841-848 Pada pokoknya ahli waris pengganti adalah orang yang
menggantikan kedudukan ahli waris yang telah terlebih dahulu meninggal dunia.
Bahkan Mahkamah Agung selaku pengadilan negara tertinggi sudah mengeluarkan
SEMA 3/2015. SEMA ini diterbitkan untuk menjaga kesatuan penerapan hukum dan
konsistensi putusan bagi setiap pengadilan di bawah Mahkamah Agung. Termasuk di
dalamnya adalah Pengadilan agama yang menangani perkara hukum kewarisan Islam.
Salah satu yang diatur dalam SEMA 3/2015 itu adalah: ahli waris pengganti hanya
sampai dengan derajat cucu. Jika pewaris tidak mempunyai anak tetapi punya saudara
kandung yang meninggal lebih dahulu, maka anak laki-laki dari saudara laki-laki
kandung sebagai ahli waris, sedangkan anak perempuan dari saudara perempuan
kandung diberikan bagian dengan wasiat wajibah.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud Ahli waris Pengganti (Plaatsvervulling)?

2
Barhamudin. “Kedudukan Ahli Waris Pengganti Dalam Kompilasi Hukum Islam.”Solusi. 15. 3.
(2017): 301

2
2. Bagaimana Kedudukan Ahli Waris Pengganti menurut Hukum Kewarisan
Islam?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan ahli waris pengganti antara Hukum
Kewarisan Islam dengan Hukum Kewarisan KUH Perdata?

C. TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan pembuatan makalah ini secara umum untuk mengetahui sejauh mana
penggantian tempat ahli waris dalam hukum kewarisan Islam. Secara rincinya sesuai
dengan permasalahan diatas maka tujuan khusus pembuatan makalah ini sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan ahli waris pengganti dalam
hukum kewarisan Islam
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan ahli waris pengganti dalam
hukum kewarisan Islam dan hukum kewarisan KUH Perdata.

DAN MANFAAT

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum,


khususnya hukum waris yang membahas tentang ahli waris pengganti dalam
hukum kewarisan Islam sebagai bagian dari hukum perdata.

b. Memperluas pola fikir dan mengembangkan pengetahuan penyusun sendiri


dan rekan dibidang hukum kewarisan Islam

2. Manfaat Praktis

Membuka ruang diskusi bagi kita Mahasiswa Pascasarjana Prodi Hukum


Keluarga mengenai Hukum Kewarisan Islam

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling)

Plaatsvervulling yaitu bahasa Belanda yang memiliki arti waris pengganti.


Penggantian kedudukan disebut juga dengan penggantian ahli waris, yaitu orang yang
meninggal dunia dengan menyisakan cucu, dengan sebab meninggalnya orang tuanya
terlebih dahulu. 3 Dalam literatur fiqh Islam, kewarisan (al-mawarits kata tunggalnya
almirats) lazim juga disebut dengan fara‟idh, yaitu jamak dari kata faridhah diambil
dari kata fardh yang bermakna “ketentuan atau takdir”. Al-fardh dalam terminologi
syar’i ialah bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris. 4 Untuk memperoleh
warisan dari kakek ataupun neneknya, seorang cucu memungkinkan untuk
menduduki tempat orang tuanya yang telah meninggal. Jika orang tuanya masih
hidup, perolehan yang berhak diterima cucu adalah sejumlah perolehan yang diterima
orangtuanya.

Terkait dengan istilah waris pengganti, Raihan A. Rasyid membedakannya


menjadi dua, yaitu ahli waris pengganti dan pengganti ahli waris. Dikatakannya, ahli
waris pengganti yaitu seseorang semulanya bukanlah ahli waris, namun dikarenakan
kondisi tertentu, dia berhak menjadi ahli waris serta memperoleh warisan dalam
statusnya sebagai ahli waris. Sebagai contohnya, pewaris tidak menyisakan anak,
namun menyisakan cucu perempuan atau laki-laki dari anak laki-laki. Adapun
pengganti ahli waris yaitu seorang semulanya bukanlah termasuk ahli waris, akan
tetapi dikarenakan dalam kondisi tertentu dan karena ada pendapat lain yang
memungkinkan memperoleh warisan, meskipun statusnya tetap tidak sebagai ahli
waris. Perumpamaannya, pewaris menyisakan anak beserta cucu perempuan ataupun
laki-laki, dengan kondisi orang tuanya telah meninggal sebelum dari pada pewaris. Di

3
Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 14.
4
Muhammad Ali Ash-Sahabuni, Terj. A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, Gema
Insani Press, Jakarta, 1995, hal. 33.

4
sini, kehadiran cucu sebagai pengganti ahli waris. Menurut Fachtur Rahman, bahwa
rukun waris dalam hukum kewarisan Islam diketahui ada tiga yaitu: 5

a. Muwaris yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang
mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris harus benar-benar telah meninggal
dunia, baik mati hakiki maupun mati hukmy yaitu suatu kematian yang dinyatakan
oleh putusan hakim atas dasar beberapa sebab, walaupun sesungguhnya ia belum
mati.

b. Waris (ahli waris) yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan
baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau hubungan perkawinan,
atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya
muwaris, ahli waris benar-benar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah
bayi yang masih dalam kandungan (al-haml) terdapat juga syarat lain yang harus
dipenuhi, yaitu antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.

c. Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya
perawatan jenazah, pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat.6

B. Kedudukan Ahli Waris Pengganti menurut Hukum Kewarisan Islam

Dalam Al-Qur an Allah berfirman dalam Surah Annisa ayat 33:

ٍّ‫ع ٰلى كُ ِل ش َْيء‬ ِ ‫ت ا َ ْي َمانُكُ ْم فَ ٰات ُ ْوهُ ْم ن‬


‫َص ْي َب ُه ْم ۗ ا َِّن ه‬
َ َ‫ّٰللاَ َكان‬ َ ْ ‫ِي ِم َّما ت ََركَ ْال َوا ِل ٰد ِن َو‬
َ َ‫اْل ْق َرب ُْونَ ۗ َوالَّ ِذيْن‬
ْ َ‫عقَد‬ َ ‫َو ِلكُ ٍّل َج َع ْلنَا َم َوال‬
ࣖ ‫ش ِه ْيدًا‬َ

Artinya: Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah


menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan
karib kerabatnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka,

5
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, .Alma’arif, Bandung. 1981, hal. 36.
6
Ibid.,hal. 26.

5
maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan
segala sesuatu. (Surah Annisa ayat 33)

Dari kutipan Surat An Nisaa’ ayat 33 tersebut Sajuti Thalib menafsirkan sebagai
berikut :7

1. adanya ahli waris;

2. ahli waris pengganti (dari kata “mawaali”)

3. adanya ibu dan bapak dari pewaris.

Menurut ajaran kewarisan patrilinial Syafe’i ahli waris dapat digolongkan menjadi
tiga golongan, yaitu :8

a) Ahli Waris Dzawil furud Yaitu : ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu
menurut ketentuan Al-Qur’an, tertentu jumlah yang mereka terima yaitu seperdua
(1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), duapertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan
seperenam (1/6). Mereka yang termasuk dalam golongan ahli waris dzawil furud
adalah anak perempuan , cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, ayah, duda,
janda, kakek, nenek, saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah,
saudara lakilaki seibu. Untuk ahli waris dzawil furud ini bagian mereka tegas dan
rinci dinyatakan dalam Al-Qur’an,

b) Ahli Waris Asabah Yaitu : ahli waris yang tidak ditentukan berapa besar
bagiannya, namun ia berhak menghabisi semua harta jika mewaris seorang diri, atau
menghabisi semua sisa harta jika mewaris bersamasama dengan ahli waris dzawil
furuid. Ahli waris asabah dibagi menjadi tiga, yaitu ;

7
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika. 2004. hal, 150.
8
Rustam Lengkas. 2013. Tinjauan Yuridis Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Waris Islam dan
Hukum Kewarisan menurut Perdata di Indonesia. Diakses pada 12
Oktober 2021.Dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/waris-pengganti-
oleh-rustamlengkas-shi-46

6
(1) Asabah Bin nafsih, yaitu ; ahli waris asabah karena dirinya sendiri, bukan karena
bersama dengan ahli waris lainnya, yang terdiri dari :

(a) Anak laki-laki (b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah (c)
Ayah (d) Kakek dari pihak ayah dan seterusnya keatas (e) Saudara Laki-laki
sekandung (f) Saudara laki-laki seayah (g) Paman yang sekandung dengan ayah (h)
Paman yang seayah dengan ayah (i) Anak laki-laki Paman yang sekandung dengan
ayah (j) Anak laki-laki Paman yang seayah dengan ayah

(2) Asabah Bil ghairi, yaitu : ahli waris asabah karena mewaris bersama ahli waris
lainnya, maksudnya perempuan yang ditarik oleh saudaranya yang laki-laki,
sehingga bersama-sama menjadi asabah, yang terdiri dari: (a) Anak perempuan yang
ditarik oleh anak laki-laki (b) Cucu perempuan yang ditarik oleh cucu laki-laki dari
anak laki-laki (c) Saudara perempuan sekandung tertarik oleh saudara laki-laki
sekandung (d) Saudara perempuan seayah tertarik oleh saudara laki-laki seayah

(3) Asabah Ma‟al ghairi, adalah ahli waris perempuan yang semula berkedudukan
sebagai dzawil furudl, berubah menjadi asabah karena mewarisi bersama dengan
anak perempuan atau cucu perempuan pewaris. Yang masuk kategori ini adalah : (a)
Saudara perempuan sekandung jika mewaris bersama anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki. (b) Saudara perempuan seayah jika mewaris bersama
anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Dari ketiga jenis asabah
tersebut, dapat kita lihat bahwa hanya orang laki-laki atau orang perempuan dari
garis laki-laki saja yang dapat menjadi asabah. Cucu perempuan dari anak
perempuan dan saudara perempuan seibu misalnya, jelas tidak menjadi ahli waris
asabah, bahkan cucu perempuan dari anak perempuan menurut kewarisan patrilinial
ini sebagai dzawil Arham.

c) Ahli Waris Dzawil Arham Merupakan ahli waris yang mempunyai hubungan darah
dengan pewaris melalui anggota keluarga dari pihak perempuan, yang termasuk
dalam kategori ini misalnya cucu dari anak perempuan, anak saudara perempuan,
anak perempuan saudara laki-laki, anak perempuan paman, paman seibu, saudara

7
laki-laki ibu dan saudara perempuan ibu/bibi. Para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan apakah ahli waris Dzawil Arham dapat mewaris atau tidak. Ada dua
pendapat tentang hal ini, yaitu :

Pendapat pertama, mengatakan bahwa ada atau tidak ada ahli waris dzawil furudl
maupun ahli waris asabah, ahli waris dzawil arham tidak dapat mewaris. Apabila
tidak ada ahli waris dzawil furudl maupun ahli waris asabah, harta warisan diserahkan
ke Baitulmaal, meskipun ada ahli waris dzawil arham. Beberapa ulama yang
berpendapat seperti ini, Zaid bin Tsabit, Ibnu Abbas, Imam Malik, Imam Syafe’I dan
Ibnu Hazm. Pendapat kedua, mengemukakan bahwa apabila tidak ada ahli waris
dzawil furud maupun ahli waris asabah, ahli waris dzawil arham dapat mewaris.
Lebih jauh dikatakan bahwa dzawil arham lebih berhak untuk menerima harta
warisan dibandingkan lainnya. Untuk itu lebih diutamakan untuk menerima harta
warisan dzawil arham dari pada Baitul Maal. Pendapat ini merupakan jumhur ulama
diantaranya , Umar bin Khatab, Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib, Imam Abu
Hanifah, Ahmad bin Hambal rahimakumullah. 9

Landasan hukum Ahli Waris Pengganti tidak lepas dari pokok-pokok


permasalahan yaitu mengenai hukum ahli waris pengganti dan untuk sampai pada
kedudukan ahli waris pengganti perlu melihat mengenai hukum waris yang ada dan
berlaku di Indonesia sampai saat ini masih merupakan unifikasi hukum. Atas dasar
hukum waris yang masih pluralistik, akibatnya sampai sekarang ini pengaturan
warisan di Indonesia masih belum terdapat keseragaman. 10Ahli waris pengganti
adalah penggantian tempat memberi hak kepada seseorang yang mengganti untuk
bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang yang
diganti. 11

9
M. Ali hamid Ash-Shabuni, (penerjemah Abdulhamid Zahwa), Hukum Waris,Jakarta:Pusta Mantiq,
1994 h. 145
10
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, Refika Aditama,
Bandung, 2007, hlm. 5.
11
Satrio, Hukum Waris (Bandung: Anggota IKAPI, 1992), hlm. 60.

8
Dalam Kompilasi Hukum Islam Inpres Nomor 1 tahun 1991, ahli waris

pengganti dimuat dalam Pasal 185 berbunyi sebagai berikut: Ahli waris pengganti

adalah ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka

kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam

Pasal 173. Istilah Ahli Waris pengganti oleh Hazairin diperkenalkan sebagai

padanan dari kata “Mawali” dalam Surat An-nisa ayat 33:

َ ْ ‫ِي مِ َّما ت ََركَ ْال َوا ِل ٰد ِن َو‬


َ‫اْل ْق َرب ُْون‬ َ ‫َو ِلكُ ٍّل َجعَ ْلنَا َم َوال‬

Menurut Hazairin, Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah ada tiga

pendapat mengenai surat An-nisa ayat 33. Pertama, menyatakan kata yang mahdzuf

itu adalah harta, sehingga ayat tersebut berarti: setiap harta yang ditinggalkan ibu

bapak dan kerabat, telah kami jadikan pewaris-pewarisnya. Kedua, menyatakan

bahwa kata yang mahdzuf itu adalah orang yang telah meninggal, telah kami

tetapkan waris-waris (ahli waris) nya dari harta yang ditinggalkan kedua orang

tuanya. Ketiga, menyatakan kata walidani wal aqrobun (ayah ibu dan kerabat)

merupakan penerima waris, bukan pewaris, sehingga ayat di atas berarti: setiap

orang telah kami jadikan pewaris-pewaris dari harta yang dia tinggalkan, yaitu ibu

bapak dan kerabat.12

Dari ketiga tafsiran di atas, Hazairin memilih tafsiran yang kedua, yakni

kata yang mahdzuf tersebut berarti adalah orang yang telah meninggal, sedangkan

orangtua dan kerabat adalah fa’il dari kata kerja َ‫ت ََرك‬. Menurut Hazairin ayat di

12
Mukhsin Asyrof, Memahami Lembaga Ahli Waris Pengganti dalam Kewarisan KHI Melalui
Pemikiran Prof. Dr. Hazairin, SH (Yogyakarta: Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, 2011), hlm. 23

9
atas membedakan tiga jenis orang:

 Pertama pewaris yaitu orangtua (ibu bapak dan kerabat)

 Kedua ahli waris pengganti (mawali)

 Ketiga adalah landasan bagi adanya mawali, yaitu anak, saudara atau

nenek yang masih hidup. Tetapi karena mereka telah meninggal lebih

dahulu dari pewaris, maka Allah menjadikan bagi mereka ahli waris

penggantinya dari keturunan mereka masing-masing.

Dengan kata lain, Hazairin berpendapat pewaris dalam ayat di atas adalah

orangtua dan kerabat karena keduanya adalah fa’il (pelaku) kata kerja َ‫ ت ََرك‬. Karena

orang tua adalah pewaris, maka kata yang mahdzuf tersebut yaitu orang yang telah

meninggal terlebih dahulu dari pewaris sehingga mawali harus diartikan sebagai

ahli waris pengganti, yaitu ahli waris yang tidak lagi mempunyai penghubung

antara dirinya dengan pewaris. 13

Ahli Waris Pengganti menurut Ulama Fiqih Para ulama fiqih

mengemukakan pendapatnya bahwa yang disebut dengan ahli waris pengganti bagi

mereka adalah para ahli waris yang menerima bagiannya bukanlah bagian ahli waris

yang mereka gantikan, yang artinya bahwa mereka tidak sepenuhnya menggantikan

kedudukan ahli waris yang menghubungkan mereka kepada pewaris. Mereka

menerima hak waris karena kedudukannya sendiri sebagai ahli waris. Khusus untuk

masalah cucu, Ijtihad yang dilakukan oleh Zaid bin Tsabit dalam menentukan

bagian cucu dengan pendapatnya bahwa dalamkeadaan apapun cucu yang berhak

13
Mukhsin Asyrof, Memahami Lembaga Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Kewarisan KHI melalui
Pemikiran Prof. Dr. Hazairin, SH (Yogyakarta: Pengadilan Tinggi AgamaYogyakarta, 2011), hlm. 24

10
memperoleh harta kakeknya haruslah cucu melalui garis keturunan laki-laki,

sepanjang tidak ada saudara laki-laki dari ayahnya yang masih hidup.

Penonjolankedudukan laki-laki atau melalui garis keturunan laki-laki dipengaruhi

oleh alam pemikiran patrilianial yang dianut oleh masyarakat Arab. 14

Ahli waris yang menjadi ahli waris pengganti menurut Hazairin dan ahli waris

menurut Imam Syafi‟i, yaitu:

No Ahli Waris Pengganti Menurut Ahli Waris Menurut Imam


Syafi’i
Hazairin

1 Mawali bagi mendiang anak laki-laki atau Kalau anak laki-laki dari garis

perempuan dari garis laki-laki atau laki-laki Menjadi ahli waris

perempuan. aṣobah, sedangkan anak

perempuan dari garis laki-laki

menjadi ahli

waris mendapatkan 1/2 atau 1/6


2 Anak laki-laki atau perempuan Ahli waris „aṣabah atau ahli waris

menjadi Mawali mendiang bapaknya

14
Rustam Lengkas. 2013. Tinjauan Yuridis Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Waris Islam dan
Hukum Kewarisan menurut Perdata di Indonesia. Diakses pada 12
Oktober 2021.Dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/waris-pengganti-
oleh-rustamlengkas-shi-46

11
3 Kakek (ayah dari ayah dan ibu) menjadi Yang berhak menjadi ahli waris

Mawali bagi ayah dan ibu apabila tidak hanya dari garis laki-laki

meninggalkan keturunan,tidak ada pihak

saudara dan orangtua

pewaris

4 Saudara laki-laki atau perempuan Menjadi ahli waris

sebagai ahli waris menjadi mawali bagi

mendiang saudara laki-laki atau

perempuan dalam masalah kalālāh.

5 Saudara laki-laki ṣohih, seayah atau seibu Saudara laki-laki ṣohih

sama kedudukannya sebagaimana diutamakan danmenghijab

saudara mereka yang perempuan. saudara seibu atau seayah.

6 Cucu laki-laki atau perempuan menjadi Mereka terhijab dengan saudara laki-
laki dari
mawali mendiang ayahnya
ayah.
7 Tidak membedakan antara garis Yang berhak mewarisi hanya yang

keturunan laki-laki dan perempuanbahwa dari garisketurunan laki-laki.

semuanya berhak mewarisi.

Contoh kasus:15

Suami dan istri/orangtua sudah meninggal. Memiliki 4 orang anak. Dari 4


bersaudara, 1 laki-laki dan 2 perempuan sudah meninggal . Jadi tinggal sendiri anak
laki-laki yang masih hidup dan anak-anak kakak saya sebagai cucu almarhum suami-

15
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5fefa818e9f2b/begini-cara-hitung-bagian-ahli-
waris-pengganti/#_ftn1

12
istri . berapa porsi pembagian harta warisan yang bisa diterima oleh masing-masing
pihak sebagai anak dan cucu?
Pembahasan:
Yang Berhak Menjadi Ahli Waris Menurut Pasal 174 ayat (1) KHI, kelompok ahli
waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah:

1. Golongan laki-laki, terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman,
dan kakek.
2. Golongan perempuan, terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan,
dan nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak,
ayah, ibu, janda atau duda.

Mengenai hak waris cucu-cucu dari suami istri/orang tua, memang benar jika ahli
waris meninggal lebih dahulu daripada pewaris, maka kedudukannya dapat
digantikan oleh anaknya. Maka, dalam hal ini cucu dari suami istri/orang tua dapat
bertindak sebagai ahli waris pengganti.
Bagian Ahli Waris Pengganti
Masih disarikan dari buku yang sama, penerapan Pasal 185 KHI mengenai ahli waris
pengganti harus dihubungkan dengan Pasal 176 KHI yang menentukan besar bagian
anak pewaris, yaitu bagian anak laki-laki dan perempuan ialah 2:1
Karena cucu berstatus sebagai ahli waris pengganti, maka bagian yang diperoleh oleh
cucu hanya sebesar bagian yang diterima oleh orang tuanya selaku ahli waris.
Selain itu, bagian bagi ahli waris pengganti juga tidak boleh melebihi dari bagian ahli
waris yang sederajat dengan yang diganti, sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat
(2) KHI.

13
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang berhak menjadi ahli waris adalah Anda
bersama dengan anak-anak dari saudara-saudara Anda sebagai ahli waris pengganti.
Cara Menghitung Bagian Masing-Masing Ahli Waris
Agar lebih mudah dipahami, kami akan menggunakan ilustrasi sebagai berikut:

Keterangan:
A : Kakak laki-laki, sudah meninggal

B : Kakak perempuan 1, sudah meninggal

C : Kakak perempuan 2, sudah meninggal

D : Anda, sebagai anak laki-laki

E : Anak laki-laki A

F : Anak perempuan A

G : Anak laki-laki pertama B

H : Anak laki-laki kedua B

I : Anak perempuan C

14
Pada dasarnya, yang berhak menjadi ahli waris dari ayah dan ibu yang sudah
meninggal adalah anak-anaknya, yaitu A, B, C, dan D. Namun, karena A, B, dan C
sudah meninggal, maka anak-anak A,B, dan C dapat bertindak sebagai ahli waris
pengganti. Dengan demikian, yang berhak menjadi ahli waris adalah D bersama anak-
anak dari A,B, dan C yaitu E,F,G,H, dan I.

Cara menghitung bagian masing-masing ahli waris tersebut adalah sebagai


berikut:

1. Pertama, hitung terlebih dahulu bagian yang seharusnya diperoleh A, B,


C, dan D jika keempatnya masih hidup.

Dikarenakan perbandingan bagian anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1, maka


bagian masing-masing yaitu: A = 2 , B = 1, C = 1, dan D = 2.

Kemudian, besaran bagian tersebut dijumlahkan sebagai penyebut, sehingga masing-


masing anak mendapat bagian sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan di atas, diketahui bahwa besar bagian D (Anda) adalah 1/3
dari harta waris.

15
2. Kedua, hitung bagian yang didapatkan cucu sebagai ahli waris pengganti.

Adapun cara menghitung bagiannya adalah sebagai berikut:

a. Bagian E dan F selaku ahli waris pengganti A

Karena E adalah laki-laki, sedangkan F adalah perempuan, maka bagian masing-


masing yaitu: E = 2 dan F = 1.

Kemudian, besaran bagian tersebut dijumlahkan sebagai penyebut, sehingga masing-


masing anak mendapat bagian sebagai berikut:

Selanjutnya, kalikan bagian masing-masing dengan bagian yang diperoleh A,


yakni 1/3.

16
Maka, bagian E adalah 2/9, sedangkan F berhak atas 1/9 bagian dari harta waris.

b. Bagian G dan H selaku ahli waris pengganti B


Karena G dan F adalah laki-laki, maka bagian keduanya sama besar. Sehingga
masing-masing mendapat 1/2 bagian. Selanjutnya, kalikan bagian masing-masing
dengan bagian yang diperoleh B, yakni 1/6

Maka, bagian masing-masing G dan H adalah sebesar 1/12 bagian dari harta
waris.

c. Bagian I selaku ahli waris pengganti C

Khusus untuk I, karena ia menggantikan ibunya seorang diri, maka ia berhak


mendapat seluruh bagian yang diperoleh C, yaitu 1/6 bagian dari harta waris.

17
Dengan demikian, maka bagian masing-masing ahli waris yaitu:

 D (Anda) = 1/3 bagian atau 12/36 bagian;


 E = 2/9 bagian atau 8/36 bagian;
 F = 1/9 bagian atau 4/36 bagian;
 G = 1/12 bagian atau 3/36 bagian;
 H = 1/12 bagian atau 3/36 bagian; dan
 I = 1/6 bagian atau 6/36.

Ketiga, tinjau ulang bagian yang diperoleh masing-masing, dan pastikan bahwa
bagian yang diterima oleh cucu selaku ahli waris pengganti tidak lebih besar dari
bagian D selaku anak pewaris.

Dalam hal ini, karena bagian D adalah 12/36 bagian dan lebih besar dari bagian ahli
waris lainnya sehingga pembagian tersebut tidak menyalahi ketentuan Pasal 185 ayat
(2) KHI

C. Persamaan dan perbedaan ahli waris pengganti antara Hukum


Kewarisan Islam dengan Hukum Kewarisan KUH Perdata

Sistem ahli waris pengganti menurut hukum kewarisan Islam dan hukum
kewarisan KUH Perdata, terjadi apabila seseorang ahli waris terlebih dahulu
meninggal dari pewaris maka anak dari ahli waris tersebut berhak menggantikan
kedudukan dari ayahnya untuk memperoleh harta warisan kakeknya. Dalam arti ia
menerima hak mewarisi bila orang yang menghubungkannya kepada pewaris sudah
tidak ada. Yang terpenting adalah bahwa ahli waris pengganti dan yang digantikan
haruslah mempunyai hubungan nasab (pertalian darah) yang sah juga kepada

18
pewarisnya. Perbandingan ahli waris pengganti antara hukum kewarisan Islam dan
hukum kewarisan KUH Perdata terdapat persamaan dan perbedaan.
Persamaan: Prinsip ahli waris pengganti dalam pengertian kedua hukum
tersebut sama, yaitu seseorang yang menggantikan kedudukan ahli waris yang lebih
dulu meninggal dari pewaris yang seharusnya memperoleh harta warisan itu, dan ahli
waris yang digantikan itu merupakan penghubung antara seseorang yang
menggantikan dengan pewaris serta ahli waris pengganti ada pada saat pewaris
meninggal, seperti anak yang menggantikan kedudukan ayahnya.
Perbedaan ;
a. Menurut hukum kewarisan Islam, bagian yang diterima ahli waris
pengganti belum tentu sama dengan bagian orang yang digantikan, dan juga tidak
boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti, tetapi
mungkin berkurang, dalam pembagian harta warisan ahli waris pengganti laki-laki
menerima lebih banyak daripada perempuan. Menurut hukum kewarisan KUH
Perdata, bagian yang akan diterima oleh ahli waris pengganti sama dengan bagian
yang seharusnya diperoleh ahli waris yang digantikannya, bagian ahli waris pengganti
laki-laki sama dengan perempuan.
b. Menurut hukum kewarisan Islam bahwa penggantian ahli waris dalam
garis lurus keatas, garis lurus kebawah dan garis ke samping. Menurut hukum
kewarisan KUH Perdata hanya penggantian dalam garis lurus ke bawah dan garis
menyimpang. Bahwa dengan adanya perbedaan pendapat diantara fugaha dalam hal
ahli waris pengganti, maka Kompilasi Hukum Islam mengakomodirnya dengan
tujuan tercapainya rasa keadilan bagi ahli waris pengganti dengan tidak merugikan
pada ahli waris lainnya, sehingga secara umum sistemnya tidak berbeda dengan KUH
Perdata.16

16
Pasnelyza Karani. 2010. Tinjauan Ahli Waris PenggantiI dalam Hukum Kewarisan Islam dan
Hukum Kewarisan KUH Perdata. Tesis. Semarang: Univesitas Diponegoro. Hal 123-125

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan makalah yang penyusun buat maka dapat kita simpulkan:

1. Kita dapat memahami apa itu Ahli waris pengganti, adalah ahli waris yang

meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat

digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173

KHI. Istilah Ahli Waris pengganti oleh Hazairin diperkenalkan sebagai

padanan dari kata “Mawali” dalam Surat An-nisa, ayat 33

2. Kita mengerti dan memahami bahwa Kedudukan Ahli Waris Pengganti

menurut Hukum Kewarisan Islam sebagaimana diakomodir dalam

Kompilasi Hukum Islam Pasal 185, bahwa ahli waris pengganti diakui

keberadaannya dan bagian ahli waris

3. Kita dapat membedakan keberadaan Ahli waris pengganti perbedaan dan

persamaan dalam pandangan Hukum Kewarisan Islam dan Hukum

Kewarisan KUH Perdata, bahwa sama-sama diakui keberadaanya, namun

dalam pembagian harta dalam Hukum kewarisan Islam berbeda, dalam

Hukum Kewarisan KUH Perdata sama bagiannya. Dan dalam Hukum

Kewarisan Islam bahwa penggantian ahli waris dalam garis lurus keatas,

garis lurus kebawah dan garis ke samping. Dan dalam Hukum Kewarisan

KUH Perdata hanya penggantian dalam garis lurus ke bawah dan garis

menyimpang.

20
B. SARAN

1. Kepada kita calon akademisi Hukum Keluarga Islam agar lebih

meningkatkan kualitas keilmuan dan mengembangkan keterampilan terlebih

di bidang Hukum Kewarisan Islam kita agar nanti kita bisa berguna bagi

masyarakat kita paling tidak jadi referensi untuk memecah permasalahan

harta warisan.

2. Kepada kita Mahasiswa Pascasarjana Hukum keluarga Islam IAIN

Padangsidempuan mari kita buka ruang diskusi selebar-lebarnya kepada

pihak manapun terlebih semua Pelembagaan Hukum Keluarga Islam.

21
DAFTAR PUSTAKA

Asyrof, Mukhsin. 2011. Memahami Lembaga Ahli Waris Pengganti dalam


Kewarisan KHI Melalui Pemikiran Prof. Dr. Hazairin, SH. Yogyakarta:
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta

Muhammad Ali Ash-Sahabuni. 1995. Terj. A. M. Basalamah, Pembagian Waris


Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani Press

Perangin, Effendi. 2006. Hukum Waris. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Rahman, Fatchur. 1981. Ilmu Waris. Bandung: Alma’arif

Satrio. 1992. Hukum Waris. Bandung: Anggota IKAPI

Suparman, Eman. 2007. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan
BW. Bandung: Refika Aditama

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah. 2010. Hukum Kewarisan Perdata Barat.
Jakarta: Kencana
Thalib, Sajuti. 2004. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

TESIS

Pasnelyza Karani. 2010. Tinjauan Ahli Waris PenggantiI dalam Hukum Kewarisan
Islam dan Hukum Kewarisan KUH Perdata. Tesis. Semarang: Univesitas
Diponegoro.

JURNAL ONLINE dan WEBSITE

Barhamudin. “Kedudukan Ahli Waris Pengganti Dalam Kompilasi Hukum


Islam.”Solusi. 15. 3. (2017): 301

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5fefa818e9f2b/begini-cara-
hitung-bagian-ahli-waris-pengganti/#_ftn1
Rustam Lengkas. 2013. Tinjauan Yuridis Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Waris
Islam dan Hukum Kewarisan menurut Perdata di Indonesia. Diakses
pada 12 Oktober 2021.Dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/
publikasi/artikel/waris-pengganti-oleh-rustamlengkas-shi-46

PERUNDANG-UNDANGAN

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Anda mungkin juga menyukai