Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai tugas dalam
mata kuliah Institusi Hukum Keluarga Islam
DOSEN PENGAMPU:
Oleh:
MUHAMMAD PARWIS HALIM HARAHAP
NIM 2150300007
Rahmat Allah Yang Maha Kuasa kita masih diberikan kesempatan menimba ilmu dan
berbagi ilmu, dan bersholawat dan salam kita kepada Rosul pilihan Saidurrosul
Muhammad Shollolohu ala Muhammad Shollolohu alaih wasallam semoga kita
senantiasa tercurah syafa’at beliau dari dunia hingga akhirat. Dan tak lupa kirimkan
Alfatihah kepada Orang tua kita begitu juga para guru-guru yang telah mendahului
kita. Penulis menyusun makalah sebagaimana tugas yang telah diberi oleh Bapak
Dosen Pengampu kepada penyusun yang berjudul “AHLI WARIS PENGGANTI”.
Makalah ini perlu masukan dari rekan-rekan, terlebih dari Bapak Dosen
Pengampu. Jika disana sini banyak kekurangan penulis memohon maaf kepada para
sodara-sodari pembaca. Dan semoga menjadi bahan diskusi bagi kita sebagai upaya
menambah khazanah ke-ilmuan dibidang Hukum Keluraga Islam Pascasarjana IAIN
PADANGSIDIMPUAN dan nantinya kita bisa berbagi kepada masyarakat disekitar
kita.
Akhir kata penulis juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Pengampu
mata kuliah Institusi Hukum Kelurga Islam Dr. Ikhwanuddin Harahap, M.Ag. atas
ilmu/jariyah yang bapak bagikan kepada kami, semoga kelak menjadi penolong
diakhirat kelak bagi Bapak dan begitu juga dengan keluarga. Aamiin Ya Robbal
aalamiin.
I
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
BAB II PEMBAHASAN............................……................................................................ 4
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 20
B. Saran ............................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konflik keluarga pasti akan terjadi jika permasalahan harta warisan tidak
dibagi secara adil dan merata. Tak jarang pula sering terjadi saling membunuh hanya
karena perebutan warisan. Banyak dari masyarakat yang putus kekeluargaannya
hanya karena perebutan warisan. Betapa pentingya mempelajari Ilmu waris(
Faraid), maka dari itu Rasulullah mengingatkan kita 14 Abad yang lalu dalam
sabdanya, Abu Hurairah ra. berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ُ سله َم يَا أَبَا ه َُري َْرةَ تَعَله ُموا ا ْلفَ َرائِضَ َوع َِل ُموهَا فَإِنههُ نِص
ْف َ علَيْ ِه َو صلهى ه
َ ُ َّللا ِ قَا َل َرسُو ُل ه: عنْ أَبِي ه َُري َْرةَ قَا َل
َ َّللا َ
ُ ْن َ ْ َ
سى َوه َُو أ هولُ ش َْيءٍ يُنزعُ مِ أ همتِي ْ ْ
َ ال ِعل ِم َوه َُو يُن ْ
1
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Kencana, Jakarta,
2010, hal., 1 – 2
1
lahirnya Kompilasi Hukum Islam melalui Intruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Salah satu konsep
pembaharuan hukum kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
diberikannya hak seorang ahli waris yang telah meninggal dunia kepada
keturunannya yang masih hidup. Aturan ini tercantum dalam Pasal 185 Kompilasi
Hukum Islam yang menjelaskan bahwa: Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari
pada si pewaris maka kedudukannya dapat di gantikan oleh anaknya, kecuali mereka
yang tersebut dalam Pasal 173. Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi
dari bagian ahli waris yang sederajat.2
Pembahasan Ahli waris Pengganti dalam Hukum Kewarisan Islam diakui
keberadaannya begitu juga dalam Hukum Kewarisan KUH Perdata sebagaimana
dalam Pasal 841-848 Pada pokoknya ahli waris pengganti adalah orang yang
menggantikan kedudukan ahli waris yang telah terlebih dahulu meninggal dunia.
Bahkan Mahkamah Agung selaku pengadilan negara tertinggi sudah mengeluarkan
SEMA 3/2015. SEMA ini diterbitkan untuk menjaga kesatuan penerapan hukum dan
konsistensi putusan bagi setiap pengadilan di bawah Mahkamah Agung. Termasuk di
dalamnya adalah Pengadilan agama yang menangani perkara hukum kewarisan Islam.
Salah satu yang diatur dalam SEMA 3/2015 itu adalah: ahli waris pengganti hanya
sampai dengan derajat cucu. Jika pewaris tidak mempunyai anak tetapi punya saudara
kandung yang meninggal lebih dahulu, maka anak laki-laki dari saudara laki-laki
kandung sebagai ahli waris, sedangkan anak perempuan dari saudara perempuan
kandung diberikan bagian dengan wasiat wajibah.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
2
Barhamudin. “Kedudukan Ahli Waris Pengganti Dalam Kompilasi Hukum Islam.”Solusi. 15. 3.
(2017): 301
2
2. Bagaimana Kedudukan Ahli Waris Pengganti menurut Hukum Kewarisan
Islam?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan ahli waris pengganti antara Hukum
Kewarisan Islam dengan Hukum Kewarisan KUH Perdata?
DAN MANFAAT
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
3
BAB II
PEMBAHASAN
3
Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 14.
4
Muhammad Ali Ash-Sahabuni, Terj. A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, Gema
Insani Press, Jakarta, 1995, hal. 33.
4
sini, kehadiran cucu sebagai pengganti ahli waris. Menurut Fachtur Rahman, bahwa
rukun waris dalam hukum kewarisan Islam diketahui ada tiga yaitu: 5
a. Muwaris yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang
mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris harus benar-benar telah meninggal
dunia, baik mati hakiki maupun mati hukmy yaitu suatu kematian yang dinyatakan
oleh putusan hakim atas dasar beberapa sebab, walaupun sesungguhnya ia belum
mati.
b. Waris (ahli waris) yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan
baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau hubungan perkawinan,
atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya
muwaris, ahli waris benar-benar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah
bayi yang masih dalam kandungan (al-haml) terdapat juga syarat lain yang harus
dipenuhi, yaitu antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.
c. Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya
perawatan jenazah, pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat.6
5
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, .Alma’arif, Bandung. 1981, hal. 36.
6
Ibid.,hal. 26.
5
maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan
segala sesuatu. (Surah Annisa ayat 33)
Dari kutipan Surat An Nisaa’ ayat 33 tersebut Sajuti Thalib menafsirkan sebagai
berikut :7
Menurut ajaran kewarisan patrilinial Syafe’i ahli waris dapat digolongkan menjadi
tiga golongan, yaitu :8
a) Ahli Waris Dzawil furud Yaitu : ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu
menurut ketentuan Al-Qur’an, tertentu jumlah yang mereka terima yaitu seperdua
(1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), duapertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan
seperenam (1/6). Mereka yang termasuk dalam golongan ahli waris dzawil furud
adalah anak perempuan , cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, ayah, duda,
janda, kakek, nenek, saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah,
saudara lakilaki seibu. Untuk ahli waris dzawil furud ini bagian mereka tegas dan
rinci dinyatakan dalam Al-Qur’an,
b) Ahli Waris Asabah Yaitu : ahli waris yang tidak ditentukan berapa besar
bagiannya, namun ia berhak menghabisi semua harta jika mewaris seorang diri, atau
menghabisi semua sisa harta jika mewaris bersamasama dengan ahli waris dzawil
furuid. Ahli waris asabah dibagi menjadi tiga, yaitu ;
7
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika. 2004. hal, 150.
8
Rustam Lengkas. 2013. Tinjauan Yuridis Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Waris Islam dan
Hukum Kewarisan menurut Perdata di Indonesia. Diakses pada 12
Oktober 2021.Dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/waris-pengganti-
oleh-rustamlengkas-shi-46
6
(1) Asabah Bin nafsih, yaitu ; ahli waris asabah karena dirinya sendiri, bukan karena
bersama dengan ahli waris lainnya, yang terdiri dari :
(a) Anak laki-laki (b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah (c)
Ayah (d) Kakek dari pihak ayah dan seterusnya keatas (e) Saudara Laki-laki
sekandung (f) Saudara laki-laki seayah (g) Paman yang sekandung dengan ayah (h)
Paman yang seayah dengan ayah (i) Anak laki-laki Paman yang sekandung dengan
ayah (j) Anak laki-laki Paman yang seayah dengan ayah
(2) Asabah Bil ghairi, yaitu : ahli waris asabah karena mewaris bersama ahli waris
lainnya, maksudnya perempuan yang ditarik oleh saudaranya yang laki-laki,
sehingga bersama-sama menjadi asabah, yang terdiri dari: (a) Anak perempuan yang
ditarik oleh anak laki-laki (b) Cucu perempuan yang ditarik oleh cucu laki-laki dari
anak laki-laki (c) Saudara perempuan sekandung tertarik oleh saudara laki-laki
sekandung (d) Saudara perempuan seayah tertarik oleh saudara laki-laki seayah
(3) Asabah Ma‟al ghairi, adalah ahli waris perempuan yang semula berkedudukan
sebagai dzawil furudl, berubah menjadi asabah karena mewarisi bersama dengan
anak perempuan atau cucu perempuan pewaris. Yang masuk kategori ini adalah : (a)
Saudara perempuan sekandung jika mewaris bersama anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki. (b) Saudara perempuan seayah jika mewaris bersama
anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Dari ketiga jenis asabah
tersebut, dapat kita lihat bahwa hanya orang laki-laki atau orang perempuan dari
garis laki-laki saja yang dapat menjadi asabah. Cucu perempuan dari anak
perempuan dan saudara perempuan seibu misalnya, jelas tidak menjadi ahli waris
asabah, bahkan cucu perempuan dari anak perempuan menurut kewarisan patrilinial
ini sebagai dzawil Arham.
c) Ahli Waris Dzawil Arham Merupakan ahli waris yang mempunyai hubungan darah
dengan pewaris melalui anggota keluarga dari pihak perempuan, yang termasuk
dalam kategori ini misalnya cucu dari anak perempuan, anak saudara perempuan,
anak perempuan saudara laki-laki, anak perempuan paman, paman seibu, saudara
7
laki-laki ibu dan saudara perempuan ibu/bibi. Para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan apakah ahli waris Dzawil Arham dapat mewaris atau tidak. Ada dua
pendapat tentang hal ini, yaitu :
Pendapat pertama, mengatakan bahwa ada atau tidak ada ahli waris dzawil furudl
maupun ahli waris asabah, ahli waris dzawil arham tidak dapat mewaris. Apabila
tidak ada ahli waris dzawil furudl maupun ahli waris asabah, harta warisan diserahkan
ke Baitulmaal, meskipun ada ahli waris dzawil arham. Beberapa ulama yang
berpendapat seperti ini, Zaid bin Tsabit, Ibnu Abbas, Imam Malik, Imam Syafe’I dan
Ibnu Hazm. Pendapat kedua, mengemukakan bahwa apabila tidak ada ahli waris
dzawil furud maupun ahli waris asabah, ahli waris dzawil arham dapat mewaris.
Lebih jauh dikatakan bahwa dzawil arham lebih berhak untuk menerima harta
warisan dibandingkan lainnya. Untuk itu lebih diutamakan untuk menerima harta
warisan dzawil arham dari pada Baitul Maal. Pendapat ini merupakan jumhur ulama
diantaranya , Umar bin Khatab, Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib, Imam Abu
Hanifah, Ahmad bin Hambal rahimakumullah. 9
9
M. Ali hamid Ash-Shabuni, (penerjemah Abdulhamid Zahwa), Hukum Waris,Jakarta:Pusta Mantiq,
1994 h. 145
10
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, Refika Aditama,
Bandung, 2007, hlm. 5.
11
Satrio, Hukum Waris (Bandung: Anggota IKAPI, 1992), hlm. 60.
8
Dalam Kompilasi Hukum Islam Inpres Nomor 1 tahun 1991, ahli waris
pengganti dimuat dalam Pasal 185 berbunyi sebagai berikut: Ahli waris pengganti
adalah ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka
kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam
Pasal 173. Istilah Ahli Waris pengganti oleh Hazairin diperkenalkan sebagai
pendapat mengenai surat An-nisa ayat 33. Pertama, menyatakan kata yang mahdzuf
itu adalah harta, sehingga ayat tersebut berarti: setiap harta yang ditinggalkan ibu
bahwa kata yang mahdzuf itu adalah orang yang telah meninggal, telah kami
tetapkan waris-waris (ahli waris) nya dari harta yang ditinggalkan kedua orang
tuanya. Ketiga, menyatakan kata walidani wal aqrobun (ayah ibu dan kerabat)
merupakan penerima waris, bukan pewaris, sehingga ayat di atas berarti: setiap
orang telah kami jadikan pewaris-pewaris dari harta yang dia tinggalkan, yaitu ibu
Dari ketiga tafsiran di atas, Hazairin memilih tafsiran yang kedua, yakni
kata yang mahdzuf tersebut berarti adalah orang yang telah meninggal, sedangkan
orangtua dan kerabat adalah fa’il dari kata kerja َت ََرك. Menurut Hazairin ayat di
12
Mukhsin Asyrof, Memahami Lembaga Ahli Waris Pengganti dalam Kewarisan KHI Melalui
Pemikiran Prof. Dr. Hazairin, SH (Yogyakarta: Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, 2011), hlm. 23
9
atas membedakan tiga jenis orang:
Ketiga adalah landasan bagi adanya mawali, yaitu anak, saudara atau
nenek yang masih hidup. Tetapi karena mereka telah meninggal lebih
dahulu dari pewaris, maka Allah menjadikan bagi mereka ahli waris
Dengan kata lain, Hazairin berpendapat pewaris dalam ayat di atas adalah
orangtua dan kerabat karena keduanya adalah fa’il (pelaku) kata kerja َ ت ََرك. Karena
orang tua adalah pewaris, maka kata yang mahdzuf tersebut yaitu orang yang telah
meninggal terlebih dahulu dari pewaris sehingga mawali harus diartikan sebagai
ahli waris pengganti, yaitu ahli waris yang tidak lagi mempunyai penghubung
mengemukakan pendapatnya bahwa yang disebut dengan ahli waris pengganti bagi
mereka adalah para ahli waris yang menerima bagiannya bukanlah bagian ahli waris
yang mereka gantikan, yang artinya bahwa mereka tidak sepenuhnya menggantikan
menerima hak waris karena kedudukannya sendiri sebagai ahli waris. Khusus untuk
masalah cucu, Ijtihad yang dilakukan oleh Zaid bin Tsabit dalam menentukan
bagian cucu dengan pendapatnya bahwa dalamkeadaan apapun cucu yang berhak
13
Mukhsin Asyrof, Memahami Lembaga Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Kewarisan KHI melalui
Pemikiran Prof. Dr. Hazairin, SH (Yogyakarta: Pengadilan Tinggi AgamaYogyakarta, 2011), hlm. 24
10
memperoleh harta kakeknya haruslah cucu melalui garis keturunan laki-laki,
sepanjang tidak ada saudara laki-laki dari ayahnya yang masih hidup.
Ahli waris yang menjadi ahli waris pengganti menurut Hazairin dan ahli waris
1 Mawali bagi mendiang anak laki-laki atau Kalau anak laki-laki dari garis
menjadi ahli
14
Rustam Lengkas. 2013. Tinjauan Yuridis Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Waris Islam dan
Hukum Kewarisan menurut Perdata di Indonesia. Diakses pada 12
Oktober 2021.Dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/waris-pengganti-
oleh-rustamlengkas-shi-46
11
3 Kakek (ayah dari ayah dan ibu) menjadi Yang berhak menjadi ahli waris
Mawali bagi ayah dan ibu apabila tidak hanya dari garis laki-laki
pewaris
6 Cucu laki-laki atau perempuan menjadi Mereka terhijab dengan saudara laki-
laki dari
mawali mendiang ayahnya
ayah.
7 Tidak membedakan antara garis Yang berhak mewarisi hanya yang
Contoh kasus:15
15
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5fefa818e9f2b/begini-cara-hitung-bagian-ahli-
waris-pengganti/#_ftn1
12
istri . berapa porsi pembagian harta warisan yang bisa diterima oleh masing-masing
pihak sebagai anak dan cucu?
Pembahasan:
Yang Berhak Menjadi Ahli Waris Menurut Pasal 174 ayat (1) KHI, kelompok ahli
waris terdiri dari:
1. Golongan laki-laki, terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman,
dan kakek.
2. Golongan perempuan, terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan,
dan nenek.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak,
ayah, ibu, janda atau duda.
Mengenai hak waris cucu-cucu dari suami istri/orang tua, memang benar jika ahli
waris meninggal lebih dahulu daripada pewaris, maka kedudukannya dapat
digantikan oleh anaknya. Maka, dalam hal ini cucu dari suami istri/orang tua dapat
bertindak sebagai ahli waris pengganti.
Bagian Ahli Waris Pengganti
Masih disarikan dari buku yang sama, penerapan Pasal 185 KHI mengenai ahli waris
pengganti harus dihubungkan dengan Pasal 176 KHI yang menentukan besar bagian
anak pewaris, yaitu bagian anak laki-laki dan perempuan ialah 2:1
Karena cucu berstatus sebagai ahli waris pengganti, maka bagian yang diperoleh oleh
cucu hanya sebesar bagian yang diterima oleh orang tuanya selaku ahli waris.
Selain itu, bagian bagi ahli waris pengganti juga tidak boleh melebihi dari bagian ahli
waris yang sederajat dengan yang diganti, sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat
(2) KHI.
13
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang berhak menjadi ahli waris adalah Anda
bersama dengan anak-anak dari saudara-saudara Anda sebagai ahli waris pengganti.
Cara Menghitung Bagian Masing-Masing Ahli Waris
Agar lebih mudah dipahami, kami akan menggunakan ilustrasi sebagai berikut:
Keterangan:
A : Kakak laki-laki, sudah meninggal
E : Anak laki-laki A
F : Anak perempuan A
I : Anak perempuan C
14
Pada dasarnya, yang berhak menjadi ahli waris dari ayah dan ibu yang sudah
meninggal adalah anak-anaknya, yaitu A, B, C, dan D. Namun, karena A, B, dan C
sudah meninggal, maka anak-anak A,B, dan C dapat bertindak sebagai ahli waris
pengganti. Dengan demikian, yang berhak menjadi ahli waris adalah D bersama anak-
anak dari A,B, dan C yaitu E,F,G,H, dan I.
Berdasarkan perhitungan di atas, diketahui bahwa besar bagian D (Anda) adalah 1/3
dari harta waris.
15
2. Kedua, hitung bagian yang didapatkan cucu sebagai ahli waris pengganti.
16
Maka, bagian E adalah 2/9, sedangkan F berhak atas 1/9 bagian dari harta waris.
Maka, bagian masing-masing G dan H adalah sebesar 1/12 bagian dari harta
waris.
17
Dengan demikian, maka bagian masing-masing ahli waris yaitu:
Ketiga, tinjau ulang bagian yang diperoleh masing-masing, dan pastikan bahwa
bagian yang diterima oleh cucu selaku ahli waris pengganti tidak lebih besar dari
bagian D selaku anak pewaris.
Dalam hal ini, karena bagian D adalah 12/36 bagian dan lebih besar dari bagian ahli
waris lainnya sehingga pembagian tersebut tidak menyalahi ketentuan Pasal 185 ayat
(2) KHI
Sistem ahli waris pengganti menurut hukum kewarisan Islam dan hukum
kewarisan KUH Perdata, terjadi apabila seseorang ahli waris terlebih dahulu
meninggal dari pewaris maka anak dari ahli waris tersebut berhak menggantikan
kedudukan dari ayahnya untuk memperoleh harta warisan kakeknya. Dalam arti ia
menerima hak mewarisi bila orang yang menghubungkannya kepada pewaris sudah
tidak ada. Yang terpenting adalah bahwa ahli waris pengganti dan yang digantikan
haruslah mempunyai hubungan nasab (pertalian darah) yang sah juga kepada
18
pewarisnya. Perbandingan ahli waris pengganti antara hukum kewarisan Islam dan
hukum kewarisan KUH Perdata terdapat persamaan dan perbedaan.
Persamaan: Prinsip ahli waris pengganti dalam pengertian kedua hukum
tersebut sama, yaitu seseorang yang menggantikan kedudukan ahli waris yang lebih
dulu meninggal dari pewaris yang seharusnya memperoleh harta warisan itu, dan ahli
waris yang digantikan itu merupakan penghubung antara seseorang yang
menggantikan dengan pewaris serta ahli waris pengganti ada pada saat pewaris
meninggal, seperti anak yang menggantikan kedudukan ayahnya.
Perbedaan ;
a. Menurut hukum kewarisan Islam, bagian yang diterima ahli waris
pengganti belum tentu sama dengan bagian orang yang digantikan, dan juga tidak
boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti, tetapi
mungkin berkurang, dalam pembagian harta warisan ahli waris pengganti laki-laki
menerima lebih banyak daripada perempuan. Menurut hukum kewarisan KUH
Perdata, bagian yang akan diterima oleh ahli waris pengganti sama dengan bagian
yang seharusnya diperoleh ahli waris yang digantikannya, bagian ahli waris pengganti
laki-laki sama dengan perempuan.
b. Menurut hukum kewarisan Islam bahwa penggantian ahli waris dalam
garis lurus keatas, garis lurus kebawah dan garis ke samping. Menurut hukum
kewarisan KUH Perdata hanya penggantian dalam garis lurus ke bawah dan garis
menyimpang. Bahwa dengan adanya perbedaan pendapat diantara fugaha dalam hal
ahli waris pengganti, maka Kompilasi Hukum Islam mengakomodirnya dengan
tujuan tercapainya rasa keadilan bagi ahli waris pengganti dengan tidak merugikan
pada ahli waris lainnya, sehingga secara umum sistemnya tidak berbeda dengan KUH
Perdata.16
16
Pasnelyza Karani. 2010. Tinjauan Ahli Waris PenggantiI dalam Hukum Kewarisan Islam dan
Hukum Kewarisan KUH Perdata. Tesis. Semarang: Univesitas Diponegoro. Hal 123-125
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kita dapat memahami apa itu Ahli waris pengganti, adalah ahli waris yang
digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173
Kompilasi Hukum Islam Pasal 185, bahwa ahli waris pengganti diakui
Kewarisan Islam bahwa penggantian ahli waris dalam garis lurus keatas,
garis lurus kebawah dan garis ke samping. Dan dalam Hukum Kewarisan
KUH Perdata hanya penggantian dalam garis lurus ke bawah dan garis
menyimpang.
20
B. SARAN
di bidang Hukum Kewarisan Islam kita agar nanti kita bisa berguna bagi
harta warisan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Suparman, Eman. 2007. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan
BW. Bandung: Refika Aditama
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah. 2010. Hukum Kewarisan Perdata Barat.
Jakarta: Kencana
Thalib, Sajuti. 2004. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
TESIS
Pasnelyza Karani. 2010. Tinjauan Ahli Waris PenggantiI dalam Hukum Kewarisan
Islam dan Hukum Kewarisan KUH Perdata. Tesis. Semarang: Univesitas
Diponegoro.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5fefa818e9f2b/begini-cara-
hitung-bagian-ahli-waris-pengganti/#_ftn1
Rustam Lengkas. 2013. Tinjauan Yuridis Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Waris
Islam dan Hukum Kewarisan menurut Perdata di Indonesia. Diakses
pada 12 Oktober 2021.Dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/
publikasi/artikel/waris-pengganti-oleh-rustamlengkas-shi-46
PERUNDANG-UNDANGAN
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam