Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Mawaris (Warisan) ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI). Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah Mawaris (Warisan) ini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah Mawaris (Warisan) ini sehingga kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah
Mawaris (Warisan) ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mawaris atau Kewarisan........................................................ 3
B. Dasar-dasar Hukum Waris....................................................................... 4
1. Al-Qur'an........................................................................................... 4
2. As-Sunnah.......................................................................................... 5
3. Posisi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.................................... 5
C. Ketentuan Mawaris dalam Islam............................................................. 6
1. Ahli Waris.......................................................................................... 6
2. Syarat-syarat Mendapatkan Warisan................................................. 6
3. Sebab-sebab Menerima Harta Warisan.............................................. 7
4. Sebab-sebab Tidak Mendapatkan Harta Warisan.............................. 7
D. Ketentuan Pembagian Harta Warisan...................................................... 8
1. Ahli Waris Zawil Furud..................................................................... 9
2. Ahli Waris Asabah............................................................................. 11
E. Manfaat Hukum Waris Islam................................................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 17
B. Saran........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila terjadi sengketa waris di antara ahli waris karena tidak ada
kesepakatan, maka langkah yang harus dilakukan adalah membicarakan
pilihan hukum (choice of law). Hukum positif di Indonesia masih membuka
ruang bagi para pihak yang bersangkutan memilih dasar hukum yang akan
dipakai dalam penyelesaian pembagian harta warisan. Hal ini nantinya
memberikan konsekuensi terhadap pengadilan mana yang berwenang untuk
mengadili sengketa tersebut. Pilihan hukum di sini maksudnya sengketa
tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Negeri bila penyelesaiannya tunduk
pada Hukum Adat atau KUH Perdata (civil law) atau dapat diajukan ke
Pengadilan Agama bila penyelesaiannya tunduk pada Hukum Islam. Hal ini
disebabkan Indonesia masih menganut sistem pluralisme hukum.
Bagi pewaris yang beragama Islam, dasar hukum utama yang menjadi
pegangan adalah UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam Penjelasan Umum UU tersebut
dinyatakan: “Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk
memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan, dinyatakan
dihapus”. Secara eksplisit, Hukum Islamlah yang harusnya menjadi pilihan
hukum bagi mereka yang beragama Islam. Namun, ketentuan ini tidak
mengikat karena UU Peradilan Agama ini tidak secara tegas mengatur
persoalan penyelesaian pembagian harta waris bagi pewaris yang beragama
Islam (personalitas keislaman pewaris) atau non-Islam.
Di dalam praktik, pilihan hukum ini dapat menimbulkan berbagai
masalah, karena ahli waris dapat saling gugat di berbagai pengadilan.
Permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung dan atau mengajukan upaya
hukum kasasi untuk menentukan pengadilan mana yang berwenang memutus
adalah konsekuensi yang harus dibayar oleh para pihak ahli waris bila tidak
bersepakat dalam menentukan mau tunduk terhadap hukum yang mana dalam
penyelesaian sengketa waris.
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah tentang Mawaris (Warisan) ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian mawaris atau kewarisan?
2. Apa saja dasar-dasar hukum waris?
3. Bagaimana ketentuan mawaris dalam Islam?
4. Bagaimana ketentuan pembagian harta warisan?
5. Apa manfaat hukum waris Islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Mawaris (Warisan)
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian mawaris atau kewarisan.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum waris.
3. Untuk mengetahui ketentuan mawaris dalam Islam.
4. Untuk mengetahui ketentuan pembagian harta warisan.
5. Untuk mengetahui manfaat hukum waris Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
hukum waris Islam untuk mengubah hukum waris jahiliah yang sangat
dipengaruhi oleh unsur-unsur kesukuan yang menurut Islam tidak adil. Dalam
hukum waris Islam, setiap pribadi, apakah dia laki-laki atau perempuan,
berhak memiliki harta benda dari harta peninggalan.
Mawaris merupakan serangkaian kejadian mengenai pengalihan
pemilikan harta benda dari seorang yang meninggal dunia kepada seseorang
yang masih hidup. Dengan demikian, untuk terwujudnya kewarisan harus ada
tiga unsur, yaitu:
1. Orang mati, yang disebut pewaris atau yang mewariskan.
2. Harta milik orang yang mati atau orang yang mati meninggalkan harta
waris.
3. Satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga dari orang yang mati,
yang disebut sebagai ahli waris.
c. Ahli waris hidup pada saat orang yang memberi warisan meninggal
dunia. Jadi, jika seorang wanita mengandung bayi, kemudian salah
seorang anaknya meninggal dunia, maka bayi tersebut berhak
menerima warisan dari saudaranya yang meninggal itu, karena
kehidupan janin telah terwujud pada saat kematian saudaranya terjadi.
3. Sebab-sebab Menerima Harta Warisan
Seseorang mendapatkan harta warisan disebabkan salah satu dari
beberapa sebab sebagai berikut:
a. Nasab (keturunan), yakni kerabat yaitu ahli waris yang terdiri dari
bapak dari orang yang diwarisi atau anak-anaknya beserta jalur ke
sampingnya saudara-saudara beserta anak-anak mereka serta paman-
paman dari jalur bapak beserta anak-anak mereka. Allah Swt.
berfirman dalam surat an-Nisa ayat 33: “Bagi tiap-tiap harta
peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib
kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya....”.
b. Pernikahan, yaitu akad yang sah yang menghalalkan berhubungan
suami istri, walaupun suaminya belum menggaulinya serta belum
berduaan dengannya. Allah Swt. berfirman dalam suratan-Nisa ayat
12: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.”
Suami istri dapat saling mewarisi dalam talak raj’i selama dalam masa
idah dan ba’in, jika suami menalak istrinya ketika sedang sakit dan
meninggal dunia karena sakitnya tersebut.
c. Wala’, yaitu seseorang yang memerdekakan budak laki-laki atau
budak wanita. Jika budak yang dimerdekakan meninggal dunia sedang
ia tidak meninggalkan ahli waris, maka hartanya diwarisi oleh yang
memerdekakannya itu. Rasulullah saw. bersabda, yang artinya: “Wala’
itu milik orang yang memerdekakannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
4. Sebab-sebab Tidak Mendapatkan Harta Warisan
Sebab-sebab yang menghalangi ahli waris menerima bagian
warisan adalah sebagai berikut.
8
4) Dua saudara perempuan sebapak atau lebih, jika tidak ada saudara
perempuan sekandung, atau tidak ada anak laki-laki atau
perempuan sekandung atau sebapak.
putri dari anak laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan
keduanya.
b) Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih bersama
dengan anak perempuan satu atau lebih atau bersama putri dari
anak laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan keduanya.
Adapun landasan hukum adanya asabah ma’al ghair adalah
hadis Rasulullah saw. bahwa Abu Musa al-Asy’ari ditanya tentang
hak waris anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-
laki, dan saudara perempuan sekandung atau seayah. Abu Musa
menjawab: “Bagian anak perempuan separo dan saudara
perempuan separo.” (H.R. Al-Bukhari).
b. Asabah Bissabab (Karena Sebab)
Yang termasuk asabah bissabab (karena sebab) adalah orang-
orang yang membebaskan budak, baik laki-laki atau perempuan. Dari
penjelasan tentang pembagian harta warisan di atas, jika semua ahli
waris itu ada atau berkumpul, maka ada tiga kondisi yang harus
diperhatikan, seperti berikut ini.
1) Jika semua ahli waris laki-laki berkumpul, maka yang berhak
mendapatkan warisan hanyalah 3 orang yaitu: ayah, anak-laki-laki
dan suami, dengan pembagian ayah 1/6, suami 1/4 dan sisanya
adalah anak laki-laki (asabah).
2) Jika semua ahli waris perempuan berkumpul, maka yang berhak
mendapatkan warisan adalah 5 orang yaitu: istri 1/8, ibu 1/6, anak
perempuan ½, dan sisanya saudara perempuan sekandung sebagai
asabah.
3) Jika terkumpul semua ahli waris laki-laki dan perempuan, maka
yang berhak mendapatkan warisan adalah lima orang yaitu: ibu,
bapak, anak laki-laki, anak perempuan, suami atau istri dengan
pembagian sebagai berikut:
a) Jika pada ahli waris tersebut terdapat istri, maka bagian ayah
1
/6, ibu 1/6, istri 1/8, dan sisanya anak laki-laki dan perempuan
16
A. Kesimpulan
Meyakini bahwa hukum waris merupakan ketetapan Allah Swt. yang
paling lengkap dijelaskan oleh al-Qur'an dan hadis Rasulullah Saw. 2. Hukum
untuk mempelajari ilmu waris adalah fardzu kifayah, karena itu setiap muslim
harus ada yang mempelajarinya. Meninggalkan keturunan dalam keadaan
berkecukupan lebih baik dari pada meninggalkannya dalam keadaan miskin,
karena Islam memerintahkannya. Seseorang sebelum meninggal sebaiknya
berwasiat, yaitu pesan seseorang ketika masih hidup agar hartanya
disampaikan kepada orang tertentu atau tujuan lain, yang harus dilaksanakan
setelah orang yang berwasiat itu meninggal.
Ayat-ayat al-Qur'an dalam menjelaskan pembagian harta kepada ahli
waris menempatkan urutan kewarisan secara sistematis didasarkan atas jauh
dekatnya seseorang kepada si mayit yang meninggalkan harta warisan. Oleh
karena itu, dalam menentukan ahli waris harus sesuai ketetapan hukum waris
yaitu dimulai dari anak-anak yang dikategorikan sebagai keturunan langsung,
kemudian kedua orang tua mayit (leluhur) dan terakhir kepada saudara-
saudara yang dikelompokkan sisi dan ditambah dengan suami atau istri dari
yang meninggal. Berhukum dengan hukum waris Islam merupakan suatu
kewajiban, karena setiap pribadi, apakah dia laki-laki atau perempuan dari ahli
waris, berhak memiliki harta benda hasil peninggalan sesuai ketentuan syariat
Islam secara adil.
Ajaran Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah, tetapi juga
mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, yang di dalamnya termasuk
juga masalah kewarisan. Keberadaan warisan menjadi bukti bahwa orang tua
harus bertanggung jawab terhadap keluarga, anak, dan keturunannya. Dasar
hukum waris yang paling utama adalah surat an-Nisa ayat 7-12 dan 176, surat
an-Nahl ayat 75, surat al-Ahzab ayat 4, serta beberapa hadis Nabi saw. Posisi
hukum kewarisan Islam di Indonesia merujuk kepada ketentuan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Inpres Nomor 1 Tahun 1991.
17
18
B. Saran
Hal-hal yang perlu diselesaikan sebelum harta waris dibagi adalah
biaya mengurus jenazah, zakat bila mencapai nisab, membayar hutang bila
ada, dan melaksanakan amanah dan nazar bila ada.
DAFTAR PUSTAKA
Halimah, Iim dkk. 2013. Mandiri Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Jakarta: Erlangga.
Haris, Abd., dkk, 2012. Pendalaman Materi Ajar PAI. Jakarta: FITK UIN Jakarta.
Tim IMTAQ MGMP PAI. 2010. Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam
SMA/SMK Kelas X, XI, dan XII. Jakarta: PT. Kirana Cakra Buana.