Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MUQARANNAH MAZAHIB FIL MAWARIST


PERBANDINGAN HUKUM WARIS ISLAM

DISUSUN KELOMPOK: 1
-GIPANLI (2120102014)
-PAIGO (2120102018)

Dosen pengampu:
Drs. ,MUHAMMAD ZUHDI, M.H.I.

PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH & HUKUM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
Jl. Prof. K. H. Zainal Abidin Fikri No.Kel, Pahlawan, Kec. Kemuning, Kota Palembang, Sumatera Selatan
30126

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayahnya kepada
penulis mampu untuk menyelesaikan makalah tentang Muqarannah Mazahib Fil

Mawarist Sholawat beserta salam selalu penulis ucapkan kepada baginda nabi muhammad
SAW. yang menjadi suri tauladan dan panutan untuk hidup, agar kehidupan yang kita
jalankan bisa terarah sesuai dengan tuntunan agama.

Penulis juga berterima kasih kepada dosen pembimbing, dan teman-teman yang selalu
menyemangati penulis untuk menyelesaikan makalah ini.Didalam penulisan makalah ini
tentu masih banyak kekurangan dan belum dikatakan sempurna maklum lah masih dalam
tahap belajar. Jika dikenan mohon maafkan penulis atas kesalahan tersebut. Penulis juga
berharap agar makalah yang penulis buat ini agar bisa bermanfaat bagi penulis sendiri dan
pembaca

Palembang, September 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
JUDUL........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................2
A. Pengertian Hukum Waris ..............................................................................2
B. Sistem Pembagian Hukum Waris...................................................................4
C. Perbandingan dari Hukum Waris...................................................................9
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................11
kesimpulan................................................................................................................11
Daftar Pustaka .......................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Didalam kehidupan manusia ada sesuatu tidak bisa dilepaskan yaitu hukum,
semua manusia yang hidup bersama pasti ada hukum disekelilingnya yang harus
dipatuhi. sebeberapa banyak dan sedikitinya pun manusia yang hidup didalamnya,
selalu ada hukum yang berlaku. Jiwa dan pikiran manusia memang pada kodratnya
selalu memikirkan hal-hal yang dapat membuat kehidupannya sejahtera dan tentram.
Hukum kewarisan Islam merupakan satu dari sekian banyak hukum Islam
yang terpenting. Hukum warisan adalah hukum yang mengatur siapa-siapa saja orang
yang bisa mewarisi dan tidak bisa mewarisi bagian-bagian yang diterima setiap ahli
waris dan cara-cara pembagiannya. Dalam hukum kewarisan Islam penerima harta
warisan didasarkan pada asas Ijbari, yaitu harta warisan pindah dengan sendirinya
menurut ketentuan Allah SWT tanpa digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli
waris.
Perlu diketahui dalam praktek hukum kewarisan Islam perlu juga
mendapatkan perhatian yang besar, karena dalam pembagian warisan antara hak waris
yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Yang tidak jarang memotivasi seseorang
untuk menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta benda termasuk harta
pewaris itu sendiri.1

B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari hukum waris tersebut?
B. bagaimana sistem pembagian waris tersebut?
C. Bagaimana perbandingan 4 dari hukum waris tersebut?

C. Tujuan Penulisan

A. Mengetahui pengertian dari hukum waris tersebut


B. Mengetahui sistem pembagian hukum waris tersebut
C. Mengetahui perbandingan 4 dari hukum waris

1 reza paradisa, ‘Mengenal Perbandingan Sistem Waris Hukum Islam Dan Adat Di Indonesia’,
Kompasiana, 2020, p. diakses pada tanggal 03/09/2023
<https://www.kompasiana.com/realhuqmy/5e291074097f3635c83f95c2/pentingnya-
pengaturan-warisan-begini-perbandingan-sistem-kewarisan-hukum-islam-dan-hukum-adat-di-
indonesia>.
1
D. BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Waris


Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang pembagian harta
seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris atau keluarga yang berhak. Di
Indonesia, hukum waris yang berlaku yakni ada 3, hukum adat, hukum perdata
dan hukum waris Islam. Namun tentu sebelum adanya 3 hukum waris tersebut
terlebih dahulu sudah ada hukum waris jahiliyah.
1. Hukum Waris Jahiliyah
Zaman jahiliyah hukum waris ditentukan oleh suatu sistem sosial yang
ada di dalam masyarakat itu sendiri. Mereka adalah seorang mengembara dan
selalu berperang, kehidupanya berasal dari hasil pertanian rempah serta
jarahan dan rampasan perang dari bangsa-bangsa yang meraka telah kalahkan.
Sehingga itu telah membentuk suatu nilai dan sistem di dalam masyarakat itu
sendiri. Dapat dipasti yang memiliki suatu kekuatan yang kuat dan fisik yang
hebat lah yang dapat mewarisi harta peninggalannya.
Menurut orang jahiliyah, orang-orang yang dapat mewarisi suatu harta
nya yang ditinggalkan itu harus seorang anak laki-laki yang bertubuh besar,
memiliki fisik yang kuat serta dapat menggunakan berbagai senjata untuk
membunuh musuh-musuhnya dalam perang yang terjadi. Sebab hal itu sudah
menjadi suatu martabat yang dimilikinya.
Seorang anak yang masih kecil dan kaum wanita yang ada didalam
kelurga tersebut dianggap tidak layak untuk mewarisi harta dari pewaris,
karena kedua golongan ini tidak sanggup melakukan tugas peperangan, dan
dipandang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, sehingga harta yang ada
akan di wariskan kepada orang yang dirasa layak untuk menerimannya.2

2. Hukum Waris Adat


Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur
tentang bagaimana harta peninggalan/harta warisan dapat diteruskan kepada
waris dari suatu generasi kegenerasi berikutnya. Berbeda dengan sistem
pewarisan yang lain, hukum waris adat yang memiliki kekhasan sendiri, yaitu

2 Yusuf Somawinata Suparman U, Fiqh Mawaris Hukum Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997).
2
tidak mengenal adanya pembagian yang ditentukan/ semuanya dikembalikan
pada asas musyawarah mufakat, kelayakan, kepatutan, dan juga kebutuhan
masing-masing ahli waris. Kemufakatan itulah yang menjadi dasar hukum
pembagian waris adat.
Soepomo menyatakan bahwa hukum waris itu: “memuat peraturan-
peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoper barang-barang
harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immaterielle
goederen) dari satu angkatan manusia (generasi) kepada turunannya. Proses ini
telah mulai dalam waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi
akut oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya bapak
atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi
sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan
pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut”.3

3. Hukum Waris Nasional (KUH Perdata)


Pembagian harta waris menurut hukum perdata merupakan cara
pembagian waris tertua yang ada di Indonesia. Diterangkan Indah Sari dalam
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, hukum waris perdata merupakan hukum
yang tertua di Indonesia karena didasarkan kepada BW atau Burgerlijk
Wetboek voor Indonesia yang diberlakukan sejak 1848 dengan asas
konkordansi.
A. Pitlo mengemukakan Hukum Waris adalah: Kumpulan peraturan
yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu
mengenai perpindahan kekayaan yang ditinggalkan karena kematian, akibat
dari hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan
dengan pihak ketiga.4
Wirjono Prodjodikoro, mantan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia, mengemukakan bahwa hukum waris merupakan suatu peraturan
yang mengatur tentang apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban

3 RIZQI LAILAH, STUDI PERBANDINGAN HUKUM KEWARISAN ISLAM DENGAN


HUKUM KEWARISAN ADAT KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN JENEPONTO,
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR, 2011.
4 A.Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 1986.
3
tetntang kekayaan seseorang pada waktu ia telah meninggal dunia akan beralih
kepada orang yang masih hidup.

4. Hukum Waris Islam


Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin (2015) dalam buku Hukum
Kewarisan Islam, hukum kewarisan Islam merupakan hukum yang mengatur
peralihan harta dari seseorang yang sudah meninggal kepada yang masih
hidup. Dasar dan sumber hukum kewarisan Islam berasal dari Al-Quran dan
sunnah Nabi. Berikut beberapa ayat yang secara langsung mengatur hukum
kewarisan Islam:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
karib kerabat; dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan,” (QS. An-Nisa/4:7) dan hadist “Berikanlah
faraid (bagian-bagian yang ditentukan) itu kepada yang berhak dan
selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat,”
(Hadis Nabi dari ibnu Abbas Menurut riwayat al-Bukhari)5

B. Sistem Pembagian Hukum Waris


1. Sistem Pembagian Hukum Waris Jahiliyah
Sehingga dapat dilihat bagaimana orang zaman dulu sebelum Islam ada
mewarisi suatu harta yang ditinggalkan dengan system sebagai berikut:
a. Ikatan kerabat, yaitu masyarakat mempuyai ikatan kerabat terhadap
orang yang telah mati, dapat menerima hartanya, tetapi dia harus seorang
laki-laki dewasa yang dianggap layak untuk menerima peninggalannya.
b. Ikatan janji prasetia, janji prasetia akan terjadi dan mempunyai kekuatan
hukum, apabila kedua belah pihak bersangkutan telah melakukan ijab
dan qabul dalam janji prasetia.
c. Adopsi anak, hal ini adalah adat kebiasaan didalam masyarakat Arab
Jahiliyah, walaupun anak tersebut mempunyai orang tua kandung. Anak

5 Azkia Nurfajrina, ‘Ilmu Faraidh: Kedudukan Dan Hukum Mempelajarinya’, Detik Hikmah,
2023, p. diaksees pada tanggal 05/09/2023 <https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-
6585288/ilmu-faraidh-kedudukan-dan-hukum-mempelajarinya>.
4
yang diangkat mempunyai hak-hak yang sama dengan hak-hak anak
kandung, misalnya nasab dan warisan.6

2. Sistem Pembagian Waris Menurut Adat


Dalam hukum waris adat, dikenal adanya tiga system kewarisan adat, yakni
system kewarisan individual, system kewarisan kolektif, system kewarisan
mayorat.
a) Sistem Kewarisan Individual
sistem kewarisan individual adalah sistem kewarisan di mana para
ahli waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan memiliki
harta warisan secara perorangan. Lebih lanjut, diterangkan bahwa sistem
kewarisan adat ini umumnya terdapat pada masyarakat hukum adat yang
menganut sistem kekerabatan secara parental atau bilateral.
Hilman Hadikusuma dalam Hukum Kekerabatan Adat,
menerangkan bahwa sistem kewarisan ini dipengaruhi oleh tiap-tiap
keluarga yang telah hidup sendiri dan bertanggung jawab kepada
keluarganya yang utama, seperti halnya masyarakat adat Jawa.
Ciri-ciri sistem kewarisan individual adalah harta warisan dapat
dibagi-bagi antara para ahli waris. Kemudian, kelebihan sistem
kewarisan individual adalah pewaris dapat bebas memiliki harta waris
tanpa dipengaruhi anggota keluarga lain. Adapun kekurangan sistem
kewarisan individual adalah pecahnya harta warisan dan renggangnya
tali kekerabatan juga kemungkinan timbulnya hasrat ingin menguasai
secara pribadi.
b) Sistem Kewarisan Kolektif
Sistem kewarisan kolektif adalah sistem kewarisan di mana para
ahli waris dapat mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat dibagi
secara bersama-sama. Diterangkan Djaren Saragih dalam Hukum Adat
Indonesia, dalam sistem pewarisan ini, harta peninggalan dianggap
sebagai keseluruhan yang tidak dapat terbagi dan dimiliki bersama-sama
oleh para ahli waris, seperti halnya pada masyarakat Minangkabau dan

6 Ahmad Rofik, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995).
5
Ambon. Adapun contoh harta bersama-sama yang tidak dapat dibagi
adalah harta pusaka.
c) Sistem Kewarisan Mayorat
Sistem kewarisan mayorat adalah sistem di mana harta waris
diberikan kepada anak tertua yang bertugas menjadi kepala keluarga dan
menggantikan kedudukan ayah atau ibunya. Dalam sistem kewarisan
mayorat, dikenal dengan adanya mayorat laki-laki dan mayorat
perempuan. Mayorat laki-laki berarti laki-laki tertua lah yang menjadi ahli
waris tunggal dari pewaris. Sebaliknya, mayorat perempuan berarti anak
perempuan tertualah yang menjadi ahli waris.7

3. Sistem Pembagian Waris Menurut KUH Perdata


Dalam undang-undang terdapat dua cara untuk mendapat suatu warisan
yaitu, secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang), dalam Pasal
832 KUH Perdata. Menurut ketentuan undang-undang ini, maka yang berhak
menerima bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun di
luar nikah dan suami atau istri yang hidup terlama . Ahli waris menurut
undang-undang, yang merupakan ahli waris garis keturunan lurus kebawah
yaitu:
a. Secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang) dalam Pasal 832
KUH Perdata, maka yang berhak menerima bagian warisan adalah para
keluarga sedarah baik keluarga sah maupun di luar nikah dan suami atau
istri yang hidup terlama. Dalam ahli waris ini dibedakan menjadi 4
golongan berdasarkan garis lurus kebawah maupun keatas, yaitu :
1) Golongan pertama, yang terdiri dari :
a) Suami/istri yang hidup terlama.
b) Anak.
c) Keturunan anak.
2) Golongan kedua yang terdiri dari :
a) Ayah dan Ibu
b) Saudara
c) Keturunan

7 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: Rajawali pers, 2007).


6
3) Golongan ketiga yang terdiri dari :
a) Kakek dan nenek, baik dari pihak bapak maupun ibu.
b) Keturunan Paman dan bibi sampai derajat keenam.
c) Saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai
derajat keenam dari si meninggal.
b. Ahli Waris menurut Wasiat (testamentair) pasal 899 KUH Perdata,
merupakan ahli waris yang mendapat warisan berdasarkan penunjukan si
pewaris (pembuat wasiat) pada waktu ia masih hidup. Atau secara
testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam suatu wasiat = testamen),
dalam Pasal 899 KUH Perdata. Dalam hal ini pemilik kekayaan
membuat wasiat dimana para ahli warisnya ditunjuk dalam suatu wasiat.
Ahli waris yang mendapat warisan berdasarkan penunjukan si pewaris
(pembuat wasiat) pada waktu ia masih hidup.8

4. Sistem Pembagian Hukum Waris Islam


Pada dasarnya dalam hukum Islam, warisan dibagi berdasarkan bagian
masing-masing ahli waris yang sudah ditetapkan besarannya. Namun warisan
dalam hukum waris Islam dapat dibagi berdasarkan wasiat. Dikutip dari buku
berjudul "Pembagian Warisan Menurut Islam" oleh Muhammad Ali Ash-
Shabuni, jumlah pembagian yang ditentukan Al Qur’an ada enam macam
yaitu setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan
seperenam.
a. Setengah
Ashabul furudh yang berhak mendapatkan separuh dari harta waris
peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat
lainnya perempuan. Kelima ashabul furudh tersebut adalah suami, anak
perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung
perempuan dan saudara perempuan seayah.
b. Seperempat
Adapaun kerabat pewaris yang berhak mendapatkan seperempat dari
harta peninggalanya hanya ada dua yaitu suami dan istri
c. Seperdelapan

8 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).
7
Dari sederet ashabul furudh yang berhak memperoleh bagian warisan
seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri baik seorang maupun lebih akan
mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami
mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau
rahim istri yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT: "Jika kamu
mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau
(dan) sesudah dibayar utang-utangmu." (An-Nisa: 12)
d. Dua pertiga
Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga dari harta
peninggalan pewaris ada empat dan semuanya terdiri dari wanita:
1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
2. Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
3. Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
e. Seperenam
Adapun ashabul furudh yang berhak mendapat bagian seperenam, ada
tujuh orang. Mereka adalah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3)
ibu, (4) cucu perempuan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan
seayah, (6) nenek asli, (7) saudara laki-laki dan perempuan seibu.9

9 Tim DetikCom, ‘Pembagian Harta Warisan Menurut Islam: Tata Cara, Hukum Dan
Ketentuannya’, Detikfinance, 2021, p. diakses pada tanggal 05/09/2023
<https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5714835/pembagian-harta-warisan-
menurut-islam-tata-cara-hukum-dan-ketentuannya>.
8
C. Perbandingan Hukum-Hukum Waris
Berikut merupakan perbandingan dari beberapa system hukum waris yang
pernah ada dan tetap eksistensi sampai saat ini.

NO Hukum Waris Hukum Waris Hukum Waris Hukum Waris


Jahiliyah Adat Nasional Islam
1 Merujuk pada Merupakan hukum Merujuk pada Merupakan
hukum yang berlaku waris yang berlaku hukum waris yang hukum waris
sebelum masuknya berdasarkan tradisi telah diatur yang diatur
Islam di suatu dan adat istiadat pemerintah suatu dalam ajaran
wilayah suatu daerah atau Negara. Islam .
suku
2 Biasanya bersifat Setiap daerah atau Tujuan utama Berdasarkan
tidak tertulis dan suku bisa memiliki adalah prinsip-prinsip
berdasarkan adat- aturan yang menciptakan yang terdapat
istiadat setempat; berbeda-beda dalam kerangka hukum dalam Al-
hal hukum waris yang konsisten dan Qur,an dan
adat.; adil untuk hadist;
pembagian waris;
3 Pemberian waris Biasanya mencoba Bisa bervariasi Mengatur
tidak selalu adil dan mempertahankan secara signifikan pembagian
sering kali prinsip keadilan antarnegara, tetapi warisan secara
didasarkan pada sosial dalam biasanya mencakup rinci antara ahli
tradisi suku atau pembagian harta aspek-aspek seperti waris, seperti
keluarga tertentu. warisan. presentasi warisan anak-anak,
untuk ahli waris suami, istri dan
tertentu. lainnya.

Pertanyaan tentang sistem hukum waris yang "baik" sangat tergantung pada
konteks budaya, nilai-nilai masyarakat, dan preferensi individu. Setiap sistem hukum
waris memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan sistem hukum
waris yang tepat harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

9
1. Konteks Budaya dan Agama: Jika masyarakat memiliki keyakinan agama tertentu
yang mendominasi, mereka mungkin lebih cenderung menerapkan hukum waris
yang sesuai dengan ajaran agama mereka, seperti hukum waris Islam dalam
komunitas Muslim.
2. Keadilan dan Kesetaraan: Beberapa orang mungkin lebih mementingkan prinsip
keadilan dan kesetaraan dalam pembagian warisan. Dalam hal ini, sistem hukum
waris yang lebih modern dan berbasis pada prinsip-prinsip kesetaraan bisa
dianggap lebih baik.
3. Kemudahan dan Kepastian Hukum: Sistem hukum waris yang jelas, mudah
dimengerti, dan memberikan kepastian hukum dapat dianggap lebih baik dalam
hal administrasi harta warisan.
4. Aspek Sosial dan Budaya: Tradisi dan nilai-nilai sosial serta budaya lokal juga
dapat memengaruhi pemilihan sistem hukum waris.
5. Kehendak Individu: Beberapa orang mungkin lebih suka mengatur warisan
mereka sesuai dengan kehendak pribadi mereka melalui wasiat, tanpa terikat oleh
sistem hukum waris tertentu.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Menurut orang jahiliyah, orang-orang yang dapat mewarisi suatu harta nya
yang ditinggalkan itu harus seorang anak laki-laki yang bertubuh besar,
memiliki fisik yang kuat serta dapat menggunakan berbagai senjata untuk
membunuh musuh-musuhnya dalam perang yang terjadi. Sebab hal itu
sudah menjadi suatu martabat yang dimilikinya.
2. Hukum adat waris adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur
tentang bagaimana harta peninggalan/harta warisan dapat diteruskan
kepada waris dari suatu generasi kegenerasi berikutnya. Berbeda dengan
sistem pewarisan yang lain, hukum waris adat yang memiliki kekhasan
sendiri, yaitu tidak mengenal adanya pembagian yang ditentukan/
semuanya dikembalikan pada asas musyawarah mufakat, kelayakan,
kepatutan, dan juga kebutuhan masing-masing ahli waris. Kemufakatan
itulah yang menjadi dasar hukum pembagian waris adat.
3. hukum waris perdata merupakan hukum yang tertua di Indonesia karena
didasarkan kepada BW atau Burgerlijk Wetboek voor Indonesia yang
diberlakukan sejak 1848 dengan asas konkordansi.
4. Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin (2015) dalam buku Hukum
Kewarisan Islam, hukum kewarisan Islam merupakan hukum yang
mengatur peralihan harta dari seseorang yang sudah meninggal kepada
yang masih hidup. Dasar dan sumber hukum kewarisan Islam berasal dari
Al-Quran dan sunnah Nabi

11
DAFTAR PUSTAKA

A.Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 1986


Ahmad Rofik, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995)
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2004)
Nurfajrina, Azkia, ‘Ilmu Faraidh: Kedudukan Dan Hukum Mempelajarinya’, Detik
Hikmah, 2023, p. diaksees pada tanggal 05/09/2023
<https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6585288/ilmu-faraidh-kedudukan-dan-
hukum-mempelajarinya>
reza paradisa, ‘Mengenal Perbandingan Sistem Waris Hukum Islam Dan Adat Di
Indonesia’, Kompasiana, 2020, p. diakses pada tanggal 03/09/2023
<https://www.kompasiana.com/realhuqmy/5e291074097f3635c83f95c2/pentingnya-
pengaturan-warisan-begini-perbandingan-sistem-kewarisan-hukum-islam-dan-hukum-
adat-di-indonesia>
RIZQI LAILAH, STUDI PERBANDINGAN HUKUM KEWARISAN ISLAM DENGAN
HUKUM KEWARISAN ADAT KECAMATAN BONTORAMBA KABUPATEN
JENEPONTO, FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR,
2011
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: Rajawali pers, 2007)
Suparman U, Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Islam (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1997)
Tim DetikCom, ‘Pembagian Harta Warisan Menurut Islam: Tata Cara, Hukum Dan
Ketentuannya’, Detikfinance, 2021, p. diakses pada tanggal 05/09/2023
<https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5714835/pembagian-harta-warisan-
menurut-islam-tata-cara-hukum-dan-ketentuannya>

12

Anda mungkin juga menyukai