DISUSUN KELOMPOK: 1
-GIPANLI (2120102014)
-PAIGO (2120102018)
Dosen pengampu:
Drs. ,MUHAMMAD ZUHDI, M.H.I.
PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH & HUKUM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
Jl. Prof. K. H. Zainal Abidin Fikri No.Kel, Pahlawan, Kec. Kemuning, Kota Palembang, Sumatera Selatan
30126
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayahnya kepada
penulis mampu untuk menyelesaikan makalah tentang Muqarannah Mazahib Fil
Mawarist Sholawat beserta salam selalu penulis ucapkan kepada baginda nabi muhammad
SAW. yang menjadi suri tauladan dan panutan untuk hidup, agar kehidupan yang kita
jalankan bisa terarah sesuai dengan tuntunan agama.
Penulis juga berterima kasih kepada dosen pembimbing, dan teman-teman yang selalu
menyemangati penulis untuk menyelesaikan makalah ini.Didalam penulisan makalah ini
tentu masih banyak kekurangan dan belum dikatakan sempurna maklum lah masih dalam
tahap belajar. Jika dikenan mohon maafkan penulis atas kesalahan tersebut. Penulis juga
berharap agar makalah yang penulis buat ini agar bisa bermanfaat bagi penulis sendiri dan
pembaca
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
JUDUL........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................2
A. Pengertian Hukum Waris ..............................................................................2
B. Sistem Pembagian Hukum Waris...................................................................4
C. Perbandingan dari Hukum Waris...................................................................9
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................11
kesimpulan................................................................................................................11
Daftar Pustaka .......................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari hukum waris tersebut?
B. bagaimana sistem pembagian waris tersebut?
C. Bagaimana perbandingan 4 dari hukum waris tersebut?
C. Tujuan Penulisan
1 reza paradisa, ‘Mengenal Perbandingan Sistem Waris Hukum Islam Dan Adat Di Indonesia’,
Kompasiana, 2020, p. diakses pada tanggal 03/09/2023
<https://www.kompasiana.com/realhuqmy/5e291074097f3635c83f95c2/pentingnya-
pengaturan-warisan-begini-perbandingan-sistem-kewarisan-hukum-islam-dan-hukum-adat-di-
indonesia>.
1
D. BAB II
PEMBAHASAN
2 Yusuf Somawinata Suparman U, Fiqh Mawaris Hukum Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997).
2
tidak mengenal adanya pembagian yang ditentukan/ semuanya dikembalikan
pada asas musyawarah mufakat, kelayakan, kepatutan, dan juga kebutuhan
masing-masing ahli waris. Kemufakatan itulah yang menjadi dasar hukum
pembagian waris adat.
Soepomo menyatakan bahwa hukum waris itu: “memuat peraturan-
peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoper barang-barang
harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immaterielle
goederen) dari satu angkatan manusia (generasi) kepada turunannya. Proses ini
telah mulai dalam waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi
akut oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya bapak
atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi
sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan
pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut”.3
5 Azkia Nurfajrina, ‘Ilmu Faraidh: Kedudukan Dan Hukum Mempelajarinya’, Detik Hikmah,
2023, p. diaksees pada tanggal 05/09/2023 <https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-
6585288/ilmu-faraidh-kedudukan-dan-hukum-mempelajarinya>.
4
yang diangkat mempunyai hak-hak yang sama dengan hak-hak anak
kandung, misalnya nasab dan warisan.6
6 Ahmad Rofik, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995).
5
Ambon. Adapun contoh harta bersama-sama yang tidak dapat dibagi
adalah harta pusaka.
c) Sistem Kewarisan Mayorat
Sistem kewarisan mayorat adalah sistem di mana harta waris
diberikan kepada anak tertua yang bertugas menjadi kepala keluarga dan
menggantikan kedudukan ayah atau ibunya. Dalam sistem kewarisan
mayorat, dikenal dengan adanya mayorat laki-laki dan mayorat
perempuan. Mayorat laki-laki berarti laki-laki tertua lah yang menjadi ahli
waris tunggal dari pewaris. Sebaliknya, mayorat perempuan berarti anak
perempuan tertualah yang menjadi ahli waris.7
8 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).
7
Dari sederet ashabul furudh yang berhak memperoleh bagian warisan
seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri baik seorang maupun lebih akan
mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami
mempunyai anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau
rahim istri yang lain. Dalilnya adalah firman Allah SWT: "Jika kamu
mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau
(dan) sesudah dibayar utang-utangmu." (An-Nisa: 12)
d. Dua pertiga
Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga dari harta
peninggalan pewaris ada empat dan semuanya terdiri dari wanita:
1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
2. Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
3. Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
e. Seperenam
Adapun ashabul furudh yang berhak mendapat bagian seperenam, ada
tujuh orang. Mereka adalah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3)
ibu, (4) cucu perempuan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan
seayah, (6) nenek asli, (7) saudara laki-laki dan perempuan seibu.9
9 Tim DetikCom, ‘Pembagian Harta Warisan Menurut Islam: Tata Cara, Hukum Dan
Ketentuannya’, Detikfinance, 2021, p. diakses pada tanggal 05/09/2023
<https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5714835/pembagian-harta-warisan-
menurut-islam-tata-cara-hukum-dan-ketentuannya>.
8
C. Perbandingan Hukum-Hukum Waris
Berikut merupakan perbandingan dari beberapa system hukum waris yang
pernah ada dan tetap eksistensi sampai saat ini.
Pertanyaan tentang sistem hukum waris yang "baik" sangat tergantung pada
konteks budaya, nilai-nilai masyarakat, dan preferensi individu. Setiap sistem hukum
waris memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan sistem hukum
waris yang tepat harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
9
1. Konteks Budaya dan Agama: Jika masyarakat memiliki keyakinan agama tertentu
yang mendominasi, mereka mungkin lebih cenderung menerapkan hukum waris
yang sesuai dengan ajaran agama mereka, seperti hukum waris Islam dalam
komunitas Muslim.
2. Keadilan dan Kesetaraan: Beberapa orang mungkin lebih mementingkan prinsip
keadilan dan kesetaraan dalam pembagian warisan. Dalam hal ini, sistem hukum
waris yang lebih modern dan berbasis pada prinsip-prinsip kesetaraan bisa
dianggap lebih baik.
3. Kemudahan dan Kepastian Hukum: Sistem hukum waris yang jelas, mudah
dimengerti, dan memberikan kepastian hukum dapat dianggap lebih baik dalam
hal administrasi harta warisan.
4. Aspek Sosial dan Budaya: Tradisi dan nilai-nilai sosial serta budaya lokal juga
dapat memengaruhi pemilihan sistem hukum waris.
5. Kehendak Individu: Beberapa orang mungkin lebih suka mengatur warisan
mereka sesuai dengan kehendak pribadi mereka melalui wasiat, tanpa terikat oleh
sistem hukum waris tertentu.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut orang jahiliyah, orang-orang yang dapat mewarisi suatu harta nya
yang ditinggalkan itu harus seorang anak laki-laki yang bertubuh besar,
memiliki fisik yang kuat serta dapat menggunakan berbagai senjata untuk
membunuh musuh-musuhnya dalam perang yang terjadi. Sebab hal itu
sudah menjadi suatu martabat yang dimilikinya.
2. Hukum adat waris adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur
tentang bagaimana harta peninggalan/harta warisan dapat diteruskan
kepada waris dari suatu generasi kegenerasi berikutnya. Berbeda dengan
sistem pewarisan yang lain, hukum waris adat yang memiliki kekhasan
sendiri, yaitu tidak mengenal adanya pembagian yang ditentukan/
semuanya dikembalikan pada asas musyawarah mufakat, kelayakan,
kepatutan, dan juga kebutuhan masing-masing ahli waris. Kemufakatan
itulah yang menjadi dasar hukum pembagian waris adat.
3. hukum waris perdata merupakan hukum yang tertua di Indonesia karena
didasarkan kepada BW atau Burgerlijk Wetboek voor Indonesia yang
diberlakukan sejak 1848 dengan asas konkordansi.
4. Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin (2015) dalam buku Hukum
Kewarisan Islam, hukum kewarisan Islam merupakan hukum yang
mengatur peralihan harta dari seseorang yang sudah meninggal kepada
yang masih hidup. Dasar dan sumber hukum kewarisan Islam berasal dari
Al-Quran dan sunnah Nabi
11
DAFTAR PUSTAKA
12