OLEH :
NYOMAN TRI ANTIKA DEWI
NIM 2014101096
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
C. Pembatasan Masalah .............................................................................................. 13
D. Rumusan Masalah .................................................................................................. 14
E. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 14
F. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 14
1. Manfaat Teoritis.................................................................................................. 14
2. Manfaat Praktis .................................................................................................. 15
G. Kajian Pustaka ........................................................................................................ 15
1. Hukum Waris Indonesia .................................................................................... 15
a. Hukum Waris Barat/Perdata......................................................................... 17
b. Hukum Waris Islam ....................................................................................... 21
c. Hukum Waris Adat......................................................................................... 25
2. Hukum Adat Bali ................................................................................................ 33
a. Sistem Pewarisan Adat Bali ........................................................................... 34
b. Budaya Religio-Magis ..................................................................................... 37
H. Metode Penelitian.................................................................................................... 38
1. Jenis Penelitian .................................................................................................... 38
2. Jenis Pendekatan ................................................................................................. 39
3. Data dan Sumber Hukum .................................................................................. 40
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ............................................................... 41
5. Teknik Analisis Data........................................................................................... 41
DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................................... 42
ii
1
A. Latar Belakang
perpindahan hak kepemilikan atas sesuatu yang memiliki nilai ekonomi, sakral, dan
mengandung nilai tertentu kepada pihak lain. J. Satrio menyatakan bahwa hukum
meninggal dunia kepada satu atau beberapa yang lain (Satrio, 2014:8). Pada
dasarnya pewarisan secara umum adalah segala bentuk perpindahan hak disertai
disebut ahli waris adalah individu yang akan mewarisi suatu haka tau kewajiban
dari yang memberi waris. Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang
yang telah meninggal diberikan kepada yang berhak, seperti kerabat yang memiliki
hubungan darah secara lurus yang disesuaikan dengan aturan adat setempat.
Hukum waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni Hukum adat yang
kemudian disebut waris adat, Hukum Islam yang disebut Hukum waris Islam dan
Hukum waris perdata. Keberlakuan ketiga hukum waris tersebut sama-sama kuat
Di Indonesia sendiri ada banyak hukum adat berbeda-beda sesuai dengan Sistem
Hukum waris adat adalah hukum lokal suatu daerah ataupun suku yang
diberlakukan adat yang sebenarnya ialah Adat dan budaya yang diwariskan secara
turun temurun dari generasi ke generasi yang masih dipertahankan serta masih
berjalan hingga saat ini serta memiliki kekuatan mengikat di daerah penganut
sistem hukum adat tersebut. Menurut Soepomo hukum waris adat memuat
harta benda dan barang yang tak berwujud benda dalam suatu angkatan manusia
terlepas asal hukum waris tersebut telah ditetapkan secara tertulis maupun tidak
Menurut Ter Haar tentang Hukum Waris Adat, menyatakan “Hukum waris adat
adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad keabad
penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud
dari generasi pada generasi” (Haar, 2014: 198). Hukum waris adat menurut Ter
dengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalan tentang
generasi selanjutnya
Kekuatan mengikat dari suatu hukum adat adalah dari kepercayaan yang
sehingga hukum adat bersifat sakral dan begitu dihormati oleh masyarakat
masyarakat adat tidak hanya mewarisi harta benda, melainkan mewarisi hal-hal
yang bersifat kedudukan, kehormatan, dan status sehingga unsur sakral dalam
hukum pewarisan adat mampu mengikat dan mengatur masyarakatnya secara kuat
bahkan hingga saat ini. Sistem hukum waris adat berasal dari keturunan ayah dan
berasal dari keturunan ibu atau bisa dari keduanya. Ada tiga sistem dalam pewarisan
adat yaitu individu, kolektif dan mayorat. Pewarisan individu adalah perpindahan
hak dan kewajiban kepada ahli waris yang dimana sudah ditetapkan bagiannya
masing-masing sebagai hak individu, pewarisan kolektif adalah Hukum waris anak
kepemilikannya. Setiap ahli waris hanya mendapatkan hak buat memakai ataupun
mendapatkan hasil berasal harta tersebut dan Sistem mayorat: Harta warisan
diturunkan kepada anak tertua laki-laki menjadi pengganti ayah dan ibunya. Dalam
kasus apabila tidak memiliki anak laki-kaki maka anak tertua perempuanlah yang
di prioritaskan. Artinya, anak perempuan tertua tetap memiliki hak bila anak
mengenal sistem patrilineal dan matrilineal atau bisa keduanya yang juga disebut
parental. Sistem pewarisan patrilineal menjadi sistem yang paling umum ditemui
Indonesia yang Patriarki ini juga mengakibatkan peran laki-laki dalam kehidupan
4
sosial cendrung dominan dibanding wanita sehingga dalam sistem pewarisan juga
kebanyakan laki-laki lah yang bertanggung jawab atas banyak hal dan dapat diberi
merupakan serapan dari Bahasa Latin patriarchia yang dimana ini berarti sebuah
sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan
mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan
penguasaan properti. Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki
patriarkal juga patrilineal, yang berarti bahwa properti dan gelar diwariskan kepada
keturunan laki-laki. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak
Patriarki berasal dari kata patriarkat yang berarti struktur yang menempatkan peran
melainkan juga dalam ranah yang lebih luas seperti partisipasi politik, pendidikan,
ekonomi, sosial, hukum dan lain-lain. Dalam ranah personal, budaya patriarki
adalah akar munculnya berbagai kekerasan yang dialamatkan oleh laki-laki kepada
perempuan. Atas dasar "hak istimewa" yang dimiliki laki-laki, mereka juga merasa
memiliki hak untuk mengeksploitasi tubuh perempuan. Ayat-ayat suci yang berisi
ketentuan hukum waris dalam AlQur'an, sebagian besar terdapat dalam surat An-
politik, agama dan ekonomi dari berbagai budaya yang berbeda. Bahkan, ketika
tidak secara gamblang tertuang dalam konstitusi dan hukum, sebagian besar
Dalam konteks hukum adat yang akan di bahas yaitu hukum adat Bali, sistem
kekeluargaan patrilineal adalah sistem yang dianut oleh masyarakat Bali, yang
artinya mengutamakan garis keturunan dari pihak bapak atau laki-laki. Sehingga
sistem pewarisan pada masyarakat Bali mengutamakan garis keturunan dari pihak
laki-laki atau purusa. Jika dilihat dari sisi kesetaraan gender, sistem kekeluargaan
pada anak perempuan khususnya dalam hal pewarisan. Anak perempuan tidak
diberi kesempatan dalam masalah pewarisan, baik yang berbentuk materi maupun
non materi. Anak perempuan Bali hanya mempunyai hak untuk ikut menikmati
warisan atau harta orang tua ketika masih berada dalam pengampuan orang tuanya
dan belum kawin. Apabila sudah kawin dan berkeluarga, maka anak perempuan
keluar dari rumah orang tuanya dan ikut suami tanpa diberikan warisan.
Matriarki adalah lawan dari patriarki, yaitu sistem sosial yang didominasi oleh
hipotetis di mana ibu atau perempuan tua mempunyai kekuasaan mutlak atas
menurun dari garis ibu, berbeda dengan patriarki yang merupakan dominasi
6
bahwa kekuasaan harus dibagi dengan adil antara laki-laki dan perempuan. Selain
dan laki-laki sebagai upaya menentang tradisi patriarki di mana laki-laki lebih
keluarga. Dalam sistem matriarki, perempuan akan memiliki pilihan dari pasangan
suaminya dan anak akan mengikuti nama keluarga ibunya serta warisan diturunkan
menurut garis ibu, tetapi tidak menutup kemungkinan bisa diberikan harta warisan
yang berbentuk materi oleh orang tuanya sebagai bekal apabila anak perempuannya
keluarga. Walau begitu, laki-laki tertua dari keluarga memainkan peranan sebagai
kepala keluarga dan karenanya dapat dilakukan negosiasi kekuasaan dalam suatu
keluarga.
sosial matriarki di Minangkabau, seorang lelaki seperti orang luar dari keluarga
7
matrilineal istrinya. Anak-anak dari suatu keluarga secara otomatis akan menjadi
keluarga ibu mereka karena sistem matrilineal, memakai nama suku ibu alih-alih
gender. Antara pria dan wanita dewasa ini memiliki hak dan kewajiban yang hampir
seimbang dengan kaum laki-laki. Kesetaraan yang dimaksud dalam hal ini adalah
kemudian oleh karena itu kaum perempuan di era dewasa ini hampir memiliki
penting dalam perubahan sistem masyarakat terutama dalam keududkan Hak dan
persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Emansipasi itu harus
orang yang telah dirampas atau diabaikan sebelumnya. Hal ini penting diberikan
Selain itu, emansipasi juga dilakukan agar mendapatkan hak politik dan
persamaan derajat sosial bagi kelompok yang tak diberi hak secara spesifik. Pada
perbedaan yang terlalu besar antara kelas-kelas sosial dan secara horizontal akan
8
memperkecil jarak sosial antara pusat dan pinggiran. Maka dari itu, dengan
kesetaraan.
para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan
hukum yang membatasi kemungkinan seorang wanita untuk berkembang dan maju
menuntut persamaan hak-hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria dan
buta huruf, kemiskinan, serta ketidak mampuannya dalam berperan secara aktif di
lingkungan publik, justru keberadaan mereka lebih menitik beratkan pada aspek
profesionalitas di bidang tertentu. Maka dari itu, emansipasi wanita adalah salah
satu jalan untuk mencapai cita-cita hidup setara antara perempuan dan laki-laki
meskipun wanita telah mendapat hak dan kewajiban yang lebih kompleks, namun
dalam hal budaya dan hukum adat wanita secara simbolis masih inferior dibawah
laki-laki. Bahkan dalam masyarakat patriarki laki-laki masih memiliki hak dan
Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana
dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dari
generasi pada generasi berikutnya. Hukum waris adat sebenarnya adalah hukum
penerus harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya. Hukum waris
adat di Indonesia dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada
alih, prinsip matrilineal, prinsip bilateral dan prinsip unilateral berganda. Prinsip-
prinsip garis keturunan berpengaruh terhadap penetapan ahli waris maupun bagian
harta peninggalan yang diwariskan baik itu yang materiil atau nonmaterial.
Dalam pandangan Hukum adat Bali dalam pewarisan, Hukum adat Bali sangat
masalah keluarga. Jika dilihat dari sisi peran dalam keluarga, pada era sekarang ini
sama dan bahkan mengambil peran yang sama. Begitu juga dalam keluarga,
perempuan dapat menggantikan posisi laki-laki sebagai kepala keluarga dan pencari
nafkah apabila kondisi laki-laki sebagai suami sudah tidak memungkinkan lagi.
Kondisi yang berbeda akan ditemukan dalam hal hukum waris adat Bali. Secara
umum kaum perempuan tidak diberikan kesempatan yang sama seperti laki-laki,
bahkan dapat dikatakan tidak ada haknya untuk ikut menerima warisan atau sebagai
ahli waris. Sehingga apabila ini dilihat dari kacamata kesetaraan gender, maka akan
demikian, pada prinsipnya perempuan Bali menerima keadaan seperti itu dan tidak
10
mengganggap ini sebagai suatu hal yang merugikan. Karena ini sudah menjadi
Pada hukum waris adat Bali, posisi laki-laki adalah yang utama sebagai ahli
waris. Laki-laki sebagai ahli waris dalam keluarga, tidak terlepas dari peran dan
keluarga, akan bertanggung jawab orang tua dan leluhur. Berbeda halnya dengan
anak perempuan, begitu berkeluarga maka akan ikut dan masuk pada keluarga
suaminya. Kewajiban di keluarga asalnya sudah tidak ada. Tidak berarti tidak
peduli terhadap keluarga asal atau orang tuanya, hanya saja tidak mempunyai hak
atau kewajiban seperti anak laki-laki. Sehingga pada umumnya anak perempuan
Sistem Patrilineal dalam pewarisan hukum adat Bali membuat hukum waris
adat Bali juga terkesan mengandung sifat diskriminatif pada kaum perempuan,
karena ada perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam hal waris.
Sedangkan status laki-laki dan perempuan sebagai anak dalam sebuah keluarga
tentu harusnya mempunyai hak sama untuk memperoleh harta warisan orang
tuanya. Dalam kesetaraan gender, sejak era Orde Baru pemerintah kita sebenarnya
sudah membuka diri terhadap nilai-nilai kesetaraan tersebut. Hal ini dibuktikan
penegasan sikap Indonesia yang dinyatakan pada tanggal 18 Desember 1979 pada
bentuk diskriminasi terhadap wanita karena isi Konvensi itu sesuai dengan dasar
negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa segala
Dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29. Tentang
yang mengandung asas persamaan hak antara pria dan wanita sebagai perwujudan
tata hukum Indonesia yang sudah kita anggap baik atau lebih baik bagi dan sesuai,
normanorma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara luas oleh
Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum nasional memberikan keyakinan dan
12
jaminan bahwa pelaksanaan ketentuan Konvensi ini sejalan dengan tata kehidupan
Dalam sistem pewarisan adat Bali, tata kehidupan masyarakat yang meliputi
nilai-nilai budaya, adat istiadat serta normanorma keagamaan yang masih berlaku
terhadap harta warisan orang tuanya. Dari kacamata kesetaraan gender, tentu ini
menjadi perhatian yang mestinya dapat dikaji ulang. Sehingga kehadiran anak
perempuan dalam keluarga juga penting adanya. Sebab cita-cita kesetaraan gender
yaitu memberikan hak yang sama dalam berbagai hal tanpa harus membedakan
Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi waris untuk sewaktu-waktu
menuntut agar harta warisan dibagikan kepada para waris sebagaimana disebut
dalam alinea kedua dari pasal 1066 KUHPerdata atau juga menurut hukum waris
Islam. Akan tetapi jika si waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan, sedangkan
dengan para waris lainnya agar meminimalisir terjadi sengketa dalam pembagian
warisan.
Sengketa harta waris adalah masalah yang sering muncul akibat dari
yang telah ditetapkan, yang dianggap telah menodai unsur rasa keadilan. Di
Indonesia sendiri, selain hukum waris yang telah ditetapkan terdapat pula hukum
adat yang sebagaimana mestinya telah dipatuhi sejak dulu karena dianggap hukum
13
yang berdasarkan pada kebiasaan dari leluhur suatu tempat. Hukum waris adat
pedoman dalam pembagian harta waris dari pewaris kepada ahli waris
Keberagaman kultur dan juga agama yang ada di Indonesia dapat dikatakan
Akibatnya, hukum waris yang digunakan pada tiap individu berbeda, tergantung
pada hukum apa yang dijadikan pedoman pada pembagian harta warisan kepada
ahli waris. Keberagaman hukum waris inilah yang akan mempersulit proses
B. Identifikasi Masalah
Dari beberapa hal yang ditemukan dari latar belakang maka ditemukan
perempuan.
masyarakat adatnya.
C. Pembatasan Masalah
permasalahan agar permasalahan yang akan dibahas nantinya tidak terlalu meluas
D. Rumusan Masalah
Bali ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana hukum
adat mengikat masyarakat adatnya, serta apa akibat hukum yang didapatkan
seseorang kepada ahli warisnya. Penelitian ini juga dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui seberapa kuat penerapan hukum adat mengikat masyarakat adat dalam
F. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
baik, tidak hanya untuk peneliti, namun juga memberikan manfaat untuk akademis
1. Manfaat Teoritis
15
terkait Pewarisan dalam Hukum adat Patriarki khsusunya dalam hal pewarisan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
serta wawasan penulis secara keilmuan dan dengan dasar hukum yang
penulis.
b. Bagi Masyarakat
tidak berpikir atau masuk kedalam stigma keliru terhadap topik yang
diteliti.
c. Bagi Pemerintah
G. Kajian Pustaka
1. Hukum Waris Indonesia
para ahli warisnya (Dian, 2018:68). Pada asasnya hanya hak-hak dan
pewaris telah meninggal dunia saat ahli waris masih hidup ketika harta warisan
terbuka. Dalam hal ini, ada ketentuan khusus dalam Pasal 2 KUHPerdata, yaitu
anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah
dianggap ia tidak pernah ada. Jelasnya, seorang anak yang lahir saat ayahnya
telah meninggal, berhak mendapat warisan. Hal ini diatur dalam Pasal 836
supaya dapat bertindak sebagai waris, seorang harus telah ada pada saat
beberapa yang lain (Satrio, 2014:8). Pitlo menyatakan bahwa hukum waris
adalah himpunan aturan, yang mengatur akibat hukum harta kekayaan pada
dunia dan akibat -akibat hukum yang ditimbulkan peralihan ini bagi para
penerimanya, baik dalam hal hubungan dan perimbangan diantara mereka satu
Dari rumusan para ahli hukum diatas ada beberapa hal penting yang dapat
dilihat yaitu yang pertama ada orang yang meninggal dunia, atau disebut
pewaris. Kedua ada harta kekayaan yang ditinggalkan, sering disebut harta
warisan. Dan ketiga ada orang yang menerima peralihan, yang dikenal dengan
sebutan ahli waris. Di Indonesia ada berbagai hukum waris yang berlaku yakni
: Hukum Waris Barat/Perdata, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat.
17
pasal :
isinya :
2017:5).
2) Unsur Pewarisan
harta warisan, dan ahli waris. Pewaris adalah orang yang mewariskan
cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, adalah apa saja yang
portie ialah bagian tertentu bagi ahli waris tertentu, yakni ahli
mengenai testament.
kedua sistem hukum di atas yang dimaksud dengan warisan atau harta
meninggalnya pewaris. Oleh karena itu, harta yang diterima oleh ahli
20
waris menurut sistem hukum Islam dan sistem hukum adat itu benar-
kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. (Sari, 2018:8) Akan tetapi
ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain
(Suparman, 2018:27) :
bersifat pribadi;
itu juga kepada ahli warisnya. Hal ini secara tegas disebutkan dalam
Pasal 833 ayat (1) BW, yaitu "Sekalian ahli waris dengan sendirinya
karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak
yaitu ahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari yang
"kesatuan" yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih
Baqarah (QS. II), dan terdapat pula pada dalam surat Al-Ahzab (QS.
− QS. IV: 7; "Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta
Dalam ayat ini secara tegas Allah menyebutkan bahwa baik laki-
sama dengan bagian dua anak perempuan, dan jika anak itu
Dari ayat ini dapat diketahui tentang bagian anak, bagian ibu dan
pewaris.
− QS. IV: 12; "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ayat ini juga ditentukan secara tegas mengenai bagian duda serta
bagian janda.
− QS. IV: 33; "Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang
tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara laki
(hukum ini) kepadamu supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha
hukum Islam yaitu "sejumlah harta benda serta segala hak dari yang
yang diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta
warisan, pewaris, dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu
26
waris tetapi lebih luas lagi. Selain pewaris, ahli waris dan harta waris
waris adat ini merupakan hukum penerusan harta kekayaan dari satu
generasi” (Haar, 2014: 197). Hukum waris adat menurut Ter Haar
pewaris (3) harta warisan atau harta peninggalan, yaitu harta yang
sederajat), selain itu dalam sistem ini ahli waris mewarisi harta
Jawa atau pada masyarakat adat Batak yang berlaku adat manjae
(istilah jawa: mentas dan mencar) atau juga pada masyarakat adat
bagiannya maka para ahli waris bebas menguasai dan memiliki harta
tersebut dapat dikuasai dan dimiliki secara bebas, dan harta waris
ditanggungnya.
2014:26).
menjadi penerus tanggung jawab orang tua yang telah wafat, dan
(Baihaqi, 2019:23).
orang tua yang telah meninggal dunia dalam mengurus harta warisnya
diringgalkan.
laki) yang waris tunggal dari si pewaris, dengan catatan anak tersebut
(kolektif). Hal ini terjadii karena harta peninggalan yang diwarisi itu
besar itu pada masa sekarang dan masa seterusnya masih tetap
bisa diandalkan, disamping rasa setia kawan dan rasa setia kerabat
Daerah Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat dalam ketentuan umum pasal satu
angka 8 yang menyatakan “Desa Adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di
Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta
kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun
temurun dalam ikatan tempat suci (kahyangan tiga atau kahyangan desa), tugas dan
membedakannya dengan istilah hukum waris Barat, hukum waris Islam, hukum
waris Indonesia, hukum waris Bali, hukum waris Minangkabau dan sebagainya.
Karena istilah hukum waris adat dijelaskan secara umum, sehingga tidak terfokus
pada salah satu hukum waris adat saja. Menurut Ter Haar dalam bukunya yang
berjudul Beginselen en stelses van het adatrecht (Asas dan Sistem Hukum Adat)
Hukum Waris Adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana
dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan
34
tidak berwujud dari suatu generasi ke generasi berikutnya Ter Haar (2014).
proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang yang
hukum waris adat pada intinya mengatur tentang suatu proses penerusan atau
perpindahan harta warisan dari pewaris kepada ahli warisnya secara turun temurun
dan berkelanjutan. Dimana hal ini berarti bahwa penerusan ini menyangkut
ini dilakukan oleh pewaris kepada ahli warisnya, dimana penerusan atau pengalihan
atas harta yang berwujud benda dan tidak berwujud benda, yang kesemuanya itu
menyangkut hak dan kewajiban berupa kewajiban keagamaan. Dalam hukum waris
adat tidak hanya mengatur tentang harta yang berbentuk materi saja melainkan non
materi seperti benda-benda pusaka milik keluarga yang harus tetap dijaga dan
dilestarikan secara bersamasama oleh pihak ahli waris. Hukum waris adat ada yang
tertulis dan ada yang tidak tertulis, tapi dalam pemberlakuannya memiliki kekuatan
maupun non materi. Anak perempuan Bali hanya mempunyai hak untuk
ikut menikmati warisan atau harta orang tua ketika masih berada dalam
pengampuan orang tuanya dan belum kawin. Apabila sudah kawin dan
berkeluarga, maka anak perempuan keluar dari rumah orang tuanya dan
ikut suami tanpa diberikan warisan. Hanya diberikan kebijakan oleh orang
berumah tangga. Hal ini juga dengan catatan, bahwa orang tuanya
sistem patrilineal ini yaitu anak laki-laki yang akan menjadi ahli waris dan
patrilineal atau kebapaan yang lebih dikenal luas dalam masyarakat Bali
bersifat skala dan niskala serta menjadi ahli waris. Artinya bahwa sistem
anak perempuan dalam keluarga masyarakat Bali tidak bisa menjadi ahli
yang berbentuk materi oleh orang tuanya sebagai bekal apabila anak
2020:125).
Pada hukum waris adat Bali, posisi laki-laki adalah yang utama
sebagai ahli waris. Laki-laki sebagai ahli waris dalam keluarga, tidak
terlepas dari peran dan tanggung jawabnya. Sebab tanggung jawab laki-
Kewajiban di keluarga asalnya sudah tidak ada. Tidak berarti tidak peduli
terhadap keluarga asal atau orang tuanya, hanya saja tidak mempunyai hak
perempuan tidak mempunyai hak untuk mewaris. Hal ini didasarkan pada
anak laki-laki yang akan bertanggung jawab penuh kepada orang tuanya,
pribadi, baik kecil maupun besar yang bertanggung jawab adalah anak
b. Budaya Religio-Magis
menghadirkan daya atau kekuatan gaib ilahiah dalam dunia manusia yang
hukum modern.
sebagai berikut :
Unsur paksaan, ketaatan, dan mengatur semua didasarkan atas suatu hal-
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
guna memenuhi kebenaran yang akan dipelajari secara sistematis dengan cara
menganalisa dan memahami keadaan atau isu yang akan diangkat menjadi
perlindungan hukum yang dapat diberikan pada ahli waris dan harta
dalam pewarisan yang melibatkan anak perempuan yang sudah menikah dalam
hukum adat yang menganut sistem patriarki, oleh sebab itu kajian hukum serta
waris.
2. Jenis Pendekatan
dengan isu hukum yang dibahas (Ishaq, 2017: 98). Pendekatan ini bertujuan
pewarisan, hukum adat dan kesetaraan gender yang diatur dalam Undang-
Dalam penelitian normatif jenis sumber bahan hukum yang digunakan ada
tiga sumber yang dijabarkan secara hierarkis. Adapun bahan hukum tersebut
serta bersifat autotatif yang berarti memiliki otoritas. Adapun sumber hukum
primer yang digunakan dalam penelitian ini ialah Hukum Adat Bali mengenai
b. KUHPerdata
memberi petunjuk dan memperjelas bahan dari sumber hukum primer dan
sekunder. Sumber hukum tersier yang digunakan penulis adalah Kamus Besar
ilmiah ini adalah teknik studi dokumen. Teknik studi dokumen merupakan
Teknik Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Data awal yang telah diperoleh secara alamiah akan disusun secara
sistematis, logis, dan jelas dalam bentuk kata-kata. Setelah disusun kemudian
data diolah secara kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan melakukan
DAFTAR RUJUKAN
BUKU
Ali, Zainudin. 2013. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Budhayanti, Cristiani Tri. 2014 . Mengenal Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika
Gulton, Elfrida. 2014. Hukum Waris Adat Di Indonesia. Jakarta: Literata
Haar, Ter. 2014. Beginselen en stelses van het adatrecht, JB. Wolters Groningen.
Cetakan ke-5. Jakarta: 4E Druk
Hadikusuma, Himan. 2014. Hukum Waris Adat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Hadikusuma, Himan. 2014. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Cetakan Ke-
4. Bandung: Mandar Maju
Ishaq. 2017. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta.
Padjodikoro, Wirjono. 2013. Hukum Waris di Indonesia. Bandung: PT. Aditya
Bakti
Perangin, Efendi. 2018. Hukum Waris. Depok: Rajawali Pers
Pilto. 2014. Hukum Waris. Bandung: PT: Aditya Bhakti
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka
Satriyo, Juswito. 2014. Hukum Waris. Bandung: Alumni
Suparman, Erman. 2018. Hukum waris Indonesia : dalam perspektif islam, adat,
dan bw (edisi revisi). Bandung : Refika Aditama
Soepomo. 2014. Bab-Bab tentang hukum adat. Cetakan ke-3. Jakarta: Sinar Grafika
Suparman, Erman. 2014. Intisari Hukum Waris Indonesia. Bandung: Mandar Maju
Wicaksono, Satriyo. 2014. Hukum Waris, Cara Mudah dan Tepat Membagi Harta
Warisan. Jakarta: Visimedia
Arif, M. Syaikhul. 2022. "Mengenal Sistem Hukum Waris Adat." Siyasah: Jurnal
Hukum Tata Negara Volume 5, Nomor 1. (hlm. 84-92)
Baihaqi, Ahmad. 2019. "Sistem Kewarisan Mayorat Laki-Laki Dalam Perspektif
Hukum Islam Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Muslim (Studi Di
Kecamatan Karya Penggawa Kab. Pesisir Barat Provinsi Lampung)." Al
Qisthas Jurnal Hukum dan Politik . Volume 10, Nomor 1, (hlm. 17-32).
Cahyani, Firnanda Arifatul, and Dia Aisa Amelda. 2022. "Kedudukan Perempuan
Hindu dalam Sistem Pewarisan Menurut Hukum Waris Adat Bali." Jurnal
Hukum Lex Generalis Volume 3, Nomor 6, (hlm. 448-459)
Dian, Ridwan Arifin Karin Aulia Rahmadhanty. 2018. "Hak Anak Angkat Dalam
Mendapatkan Warisan Ditinjau Dari Hukum Waris Indonesia." Normative
Jurnal Ilmiah Hukum Volume 6, Nomor 2 (hlm. 66-78).
Eric. 2019. "Hubungan antara hukum Islam dan hukum adat dalam pembagian
warisan di dalam masyarakat Minangkabau." Jurnal Muara Ilmu Sosial,
Humaniora, dan Seni, Voume 3, Nomor 1, (hlm. 61-70).
Febriawanti, Dinta, and Intan Apriyanti Mansur. 2020. "Dinamika Hukum Waris
Adat di Masyarakat Bali Pada Masa Sekarang." Media Iuris, Voulme 3, Nomor
2, (hlm. 119-132).
Kaban, Maria. 2016"Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat Pada Masyarakat
Adat Karo." Jurnal Hukum Waris. Volume 4, Nomor 2, (hlm. 41-52)
Nangka, Bravo. 2019. "Penyelesaian sengketa berdasarkan hukum waris adat
berdasarkan sistem kekerabatan." Lex Privatum Volume (hlm. 145-155)
Sudiatmaka K, Adnyani NK, Windari RA. Putusan MUDP Bali No. 01/Kep/PSM-
3MDP Bali/X/2010 Sebagai Legitimasi Formal Anak Perempuan Berhak
Mewaris di Kabupaten Buleleng. InSeminar Nasional Riset Inovatif. Sanur,
Bali: Undiksha Press 2016.
Sai Adnyani 2016. ”Bentuk Perkawinan Matriarki Pada Masyarakat Hindu Bali
Ditinjau Dari Perspektif Hukum Adat Dan Kesetaraan Gender”. Jurnal Ilmu
Sosial dan Humaniora. Vol. 5, No. 1, April 2016
Sari, Indah. 2018. "Pembagian Hak Waris Kepada Ahli Waris Ab Intestato dan
Testamentair Menurut Hukum Perdata Barat (BW)." Jurnal Ilmiah Hukum
Dirgantara Volume 5, Nomor 1, (hlm. 1-20).
Siddik, M. Farid As. 2022. “Sistem Kewarisan Mayorat Perempuan Dalam Adat
Semende Menurut Hukum Adat Dan Hukum Islam (Studi Kasus Di Desa
Cahaya Alam, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim
Provinsi Sumatera Selatan). Diss. Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta”, Jurnal
Hukum Adat, Volume 2, Nomor 4. (hlm. 55-65).
44
UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Dasar 1945
KUHPerdata
UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan daerah Nomor 4 tahun 2019 Tentang Desa Adat