Anda di halaman 1dari 12

e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

Realisasi Keputusan Pesamuhan Agung III MUDP Bali terhadap


Pewarisan Anak Perempuan Bali Aga di Kabupaten Buleleng

I Komang Kawi Arta, Ketut Sudiatmaka, Ratna Artha Windari

Jurusan Ilmu Hukum


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: {kawi.arta, sudiatmaka, ratnawindari}@undiksha.ac.id,

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Penerimaan Bendesa Adat dan
Masyarakat Desa Bali Aga Kabupaten Buleleng tentang isi Keputusan Pesamuhan
Agung III/2010 MUDP Bali terkait Kedudukan Anak Perempuan Hindu dalam
Pewarisan, (2) Realisasi isi Keputusan Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali terkait
Kedudukan Anak Perempuan Hindu Bali dalam Pewarisan di Desa Bali Aga Kabupaten
Buleleng, (3) Implikasi dari realisasi Keputusan Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali
terhadap kaum Perempuan di Desa Bali Aga Kabupaten Buleleng. Jenis penelitian ini
dengan metode pendekatan yuridis empiris. Data yang dikumpulkan dianalisis secara
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, (1) Bendesa Adat dan masyarakat
adat Desa Bali Aga Kabupaten Buleleng masih belum bisa menerima isi Keputusan
Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali, karena krama adat masih kuat
mempertahankan dresta, awig-awig serta kebiasaan-kebiasaan yang mewaris hanya
anak laki-laki di Desa Bali Aga Kabupaten Buleleng, (2) Belum terealisasi isi Keputusan
Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali. Hal ini dipengaruhi oleh budaya paternalistik
yang sudah mengkristal sehingga Keputusan Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali
tersebut sulit untuk diterapkan sehingga timbul ucapan/gugon tuwon “anak mule keto
dini” (memang seperti itu disini) pewarisan di Desa Bali Aga Kabupaten Buleleng, (3)
Tidak ada suatu implikasi terhadap kaum perempuan di Desa Bali Aga Kabupaten
Buleleng terkait realisasi isi Keputusan Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali, karena
tidak ada kaum perempuan yang berani menuntut untuk mendapatkan hak waris di
masing-masing keluarganya.

Kata Kunci : Keputusan MUDP Bali, Kedudukan Perempuan, Pewarisan, Desa Bali
Aga.

Abstract
The research was aimed at knowing (1) the acceptance of Bendesa Adat, the head of
traditional village institution, and society of Bali Aga village, Buleleng regency about
content of Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali concerning position of Balinese Hindu
Women in term of inheritance in Bali Aga village, Buleleng regency, (2) the realization
of its content, and (3) the implication of its realization toward women in Bali Aga,
Buleleng regency. This research was conducted by using a method of emperical juridical
approach. In determining sample for this research, the researcher used purposive
sampling technique. Then the collected data were analyzed in descriptive qualitative
way. The result shows that, (1) Bendesa Adat and the society of Bali Aga village,
Buleleng regency have not been able to accept the content of Pesamuhan Agung
III/2010 MUDP Bali yet because they still strongly defend dresta, awig-awig (rules), as
well as habits which only boys get the inheritance; (2) The content of Pesamuhan Agung
III/2010 MUDP Bali decision has not realized yet. This is influenced by paternalistic
culture which has been crystallized so that the decision is

33
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

difficult to be applied so that it arises the saying or gugon tuwon “anak mule keto dini”
(indeed like it here) inheritance in Bali Aga Village Buleleng regency; (3) there is no
implication toward the woman in Bali Aga about the realization of the result of
Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali since there are no women who dare to claim for
inheritance rights in their respective families.
Keywords : Bali MUDP Decision, Woman Position, Inheritance, Bali Aga Village.

PENDAHULUAN tingkat lapisan paling bawah (Sudiatmaka,


2016 : 772 ).
Masyarakat adat merupakan satu Perihal Hukum Adat ini diatur
kesatuan dari Desa Pakraman atau Desa dalam pasal 18 B Ayat 2 yang memuat;
Adat, perihal mengenai Desa Pakraman Negara mengakui dan menghormati
atau Desa Adat ini diatur dalam Perda No 3 kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
Tahun 2003 tentang Desa Pakraman dan beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
lebih diakui pada aturan nasional pada masih hidup dan sesuai dengan
Pasal 6 Ayat 1 UU No 6 Tahun 2014 tentang perkembangan masyarakat dan prinsip
Desa yang menyebutkan Desa terdiri atas Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
Desa dan Desa Adat. Ketentuan kedua diatur dalam undang-undang. Hal ini tampak
aturan tersebut sudah sangat jelas Desa jelas bahwa keberadaan hukum adat
Pakraman atau Desa Adat itu diakui dan tersebut legalitasnya diakui oleh negara dan
terdapat dasar hukum yang mengaturnya. ketentuan-ketentuan hukum adat itu
Hukum Adat bagi warga mengikat masyarakat adat dan apabila
masyarakat adat mempunyai beberapa dilanggar akan dikenakan sanksi adat.
indikator penting dalam menunjukkan Namun dalam perkembangan hukum adat
peranannya sebagai a tool of a social terkadang terjadinya tumpang tindih antara
engineering (rekayasa sosial yang bertujuan hukum adat dengan kebijakan yang
untuk mengarahkan menuju keteraturan mengatasnamakan adat.
dan ketertiban yang orientasinya ingin Bahkan terkadang keputusan-
menyasar pada aspek keadilan bagi keputusan yang mengatasnamakan adat
masyarakat). Pertama, Hukum Adat yang sering terjadinya pro-kontra dari kalangan
realisasinya dapat berupa keputusan Adat masyarakat adat dan terkadang keputusan-
dari hasil Pesamuhan Majelis Adat secara keputusan tersebut tidak sesuai dengan
substantif memuat ketentuan yang kondisi perkembangan prilaku masyarakat
mengatur tingkah laku manusia atau yang adat sehingga antara kebijakan yang ada
menjadi pedoman manusia untuk dengan implementasi dilapangan terkadang
berperilaku guna menjaga keseimbangan jauh berbeda. Salah satu permasalahan
kepentingan mereka dalam masyarakat. yang muncul adalah pengaturan Anak
Kedua, memberikan peluang besar untuk Perempuan di Bali beragama Hindu yang
perwujudan aspek keadilan bagi berhak atas Warisan.
masyarakat dalam kerangka menerapkan Hukum waris adat memuat
prinsip persamaan dimuka hukum dan wajib peraturan-peraturan yang mengatur proses
menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa meneruskan serta mengoperkan barang-
terkecuali bagi masyarakat Indonesia barang harta benda dari satu generasi ke
secara keseluruhan (equality before the generasi berikutnya. Proses tersebut
law), baik kaum laki- laki maupun seringkali dinamakan dengan “waris
perempuan. Ketiga, Hukum Adat dalam mewarisi”. Di mana benda atau barang yang
wujud Keputusan Majelis Utama Desa diwariskan itu bentuk dan jenisnya
Pakraman dinilai memberikan kontribusi bermacam-macam dalam ketentuan hukum
yang besar dalam penetapan kebijakan waris adat disebut “harta peninggalan”
yang memenuhi unsur pelayanan publik (Najih dan Soimin, 2014 : 306).
bagi anggota masyarakat sampai ke Hukum waris adat erat kaitannya
dengan sifat-sifat kekerabatan atau struktur

34
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

sosial yaitu masyarakat hukum adat sebagai perawatan orang tua. Dengan kata lain
subyek hukum adat serta pengaruhnya Perempuan berhak mendapat setengah
terhadap harta kekayaan atau harta dari harta warisan gunakaya yang diterima
perkawinan yang ditinggalkan yang berada oleh saudara laki-lakinya yang berstatus
dalam masyarakat itu. Selain itu, hukum purusa. Namun, ahli waris yang yang di
waris adat juga dipengaruhi oleh kategorikan ninggal kedaton penuh atau
perubahan-perubahan sosial budaya di pindah agama, tidak berhak atas sama
mana hukum adat itu hidup seperti kuat sekali harta warisan, tetapi dapat diberikan
lemahnya hubungan antara masyarakat bekal (jiwa dana) dari orang tuanya
hukum adat dengan keluarga dan individu (http://www.balisaja.com/2015/12/perempu
(Rato, 2015 : 113). an-bali-kini-berhak-dapat.html).
Pada umumnya perihal yang Keputusan Majelis Utama Desa
berhak mewaris di Bali itu adalah anak laki- Pakraman (MUDP) Bali itu mengandung arti
laki, karena anak laki-laki ini merupakan bahwa anak laki-laki berhak untuk mewaris
penerus keturunan dari ayahnya dan dan anak perempuan juga berhak termasuk
pewarisan di Bali mengenal istilah lempeng sebagai ahli waris. Namun Keputusan
ke purusa yang artinya pewarisan itu hanya Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali
di tujukan kepada laki-laki dan sistem Tahun 2010 hingga saat ini belum
pewarisannya bersifat patrilinial. Dalam terealisasi dengan baik, peneliti mengamati
pemberian warisan kepada anak laki-laki di sebagian besar masyarakat Bali belum
Bali, selain warisan benda-benda materiil merealisasikan Keputusan Majelis Utama
dan ada juga warisan berupa imateriil Desa Pakraman (MUDP) Bali Tahun 2010
seperti halnya keanggotaan masyarakat tentang Perempuan berhak menerima
hukum adat, keanggotaan sebagai krama warisan. Ini terlihat salah satu dalam
subak, keanggotaan dan ayahan krama penelitian yang dilakukan oleh Bapak Drs.
adat, banjar dan lain-lain. Hal tersebut Ketut Sudiatmaka, M.Si yang menghasilkan
sudah jelas ada dasarnya yang mengatur di penelitian bahwa di Bali bagian Utara
awig-awig setiap Desa Pakraman yang ada menerima dengan baik Keputusan
di Bali dan prinsip-prinsip dalam Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali
kekeluargaan ke purusa sama dengan terkait Anak Perempuan Hindu Bali berhak
sistem kekeluargaan yang dianut dalam sebagai ahli waris di Bali dan pada
Kitab Manawa Dharmasastra, yang dikenal Masyarakat Bali Selatan tidak menerima
sebagai salah satu Kitab hukum Hindu. Hal Keputusan Pesamuhan Agung III/2010
ini tidak terlepas dari agama yang dianut MUDP Bali terkait Anak Perempuan Hindu
mayoritas penduduk masyarakat Bali Bali berhak sebagai ahli waris.
adalah agama Hindu (Dangin, 2015 : 6). Selain itu apalagi pada masyarakat
Pesamuhan Agung III yang di gelar khususnya pada masyarakat Adat Bali Aga
pada tanggal 15 Oktober Tahun 2010, yang yang masuk dalam lingkup Kabupaten
dituangkan dalam Keputusan Pesamuhan Buleleng. Daerah Kabupaten Buleleng
Agung MUDP Bali Nomor 01//KEP/PSM/- memiliki 7 (Tujuh) Desa yang termasuk
3MDP Bali/X/2010, dalam Desa Bali Aga yang diantaranya
disebutkan bahwa hak ahli waris bagi kaum adalah Desa Adat Julah, Desa Adat
perempuan (Predana). Dalam Pesamuhan Sembiran, Desa Adat Sidetapa, Desa Adat
Agung Majelis Utama Desa Pakraman Cempaga, Desa Adat Tigawasa dan Desa
(MUDP) Bali tahun 2010 tersebut Adat Pedawa Serta Desa Adat Banyuseri.
disebutkan ahli waris yang kawin keluar dan Desa Bali Aga merupakan Desa adat yang
berstatus predana atau tidak berada di tertua atau Bali mula yang penduduknya
rumah dalam istilah Bali disebut ninggal merupakan penduduk asli Bali. Masyarakat
kedaton terbatas, berhak atas setengah Bali Aga adalah kelompok masyarakat yang
warisan guna kaya (hasil kerja/harta gono mendiami wilayah pegunungan. Masyarakat
gini) orang tuanya, setelah dikurangi Bali Aga masih
sepertiga untuk duwe tengah atau untuk

35
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

mengacu pada aturan tradisional adat Desa terkait kedudukan anak perempuan Hindu
yang diwariskan nenek moyang mereka. dalam pewarisan dengan keberadaannya di
Desa Bali Aga biasanya kental dengan adat Desa Bali Aga Kabupaten Buleleng karena
istiadatnya, apapun perubahan pengaruh hukum pewarisan adat Bali Aga pada
zaman sangat sulit untuk masuk didalam umumnya memposisikan laki-laki yang
Desa Bali Aga. Ini terlihat bahwa Desa Bali berhak mewaris. Padahal Anak perempuan
Aga tersebut masih mempertahankan Hindu Bali itu mempunyai peran yang
dengan kuat tradisinya yang terus dilakukan penting di dalam keluarga. Oleh karena itu
secara turun-temurun dan pola pikir dengan terealisasinya Keputusan tersebut
masyarakat Bali Aga masih tradisional yang akan memberikan dampak yang positif bagi
terus berusaha melestarikan nilai-nilai kaum perempuan Hindu Bali pada
leluhur Bali yang telah diwariskan secara umumnya dan kaum perempuan Bali Aga
turun- temurun dari satu generasi ke pada khususnya.
generasi berikutnya. Pewarisan di Desa Bali Penelitian bertujuan untuk
Aga pada umumnya menggunakan sistem mengetahui Penerimaan Bendesa Adat dan
pewarisan patrilineal yaitu menarik garis Masyarakat Desa Bali Aga Kabupaten
keturunan laki-laki (Lempeng ke purusa). Buleleng tentang isi Keputusan Pesamuhan
Selain itu juga dari pengamatan awal Agung III/2010 MUDP Bali terkait
peneliti, bahwa di Desa Bali Aga masih Kedudukan Anak Perempuan Hindu dalam
belum merealisasikan isi Keputusan Pewarisan, Realisasi isi Keputusan
Pesamuhan Agung III MUDP (Majelis Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali
Utama Desa Pakraman) Bali Tahun 2010 terkait Kedudukan Anak Perempuan Hindu
terkait Perempuan Hindu Bali berhak Bali dalam Pewarisan di Desa Bali Aga
menerima setengah dari hak waris purusa Kabupaten Buleleng, dan Implikasi dari
(laki-laki) setelah dipotong 1/3 untuk harta realisasi Keputusan Pesamuhan Agung
pusaka dan kepentingan pelestarian. III/2010 MUDP Bali terhadap kaum
Melihat dari proses timbulnya hukum adat Perempuan di Desa Bali Aga Kabupaten
itu pada umumnya muncul dari bawah Buleleng.
sesuai dengan kebiasaan, norma dan Manfaat yang diperoleh dari
sistem sosial serta terus berkembang penelitiani ini adalah : Bagi masyarakat
hingga menjadi hukum adat. Namun dalam Desa Bali Aga di Kabupaten Buleleng, di
kenyataannya pada Keputusan MUDP Bali mana penelitian ini dapat dijadikan dasar
terkait anak perempuan hindu bali sebagai pembentukan peraturan terutama
menerima setengah dari hak waris laki-laki dalam pembentukan awig-awig yang
setelah dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan nantinya dapat melihat kebutuhan
biaya pelestarian tersebut munculnya masyarakat dan kesejahteraan masyarakat
aturan adat itu dari atas, oleh karena itu khususnya bagi kaum Perempuan Hindu
menyimpang dari suatu proses timbulnya Bali; Bagi peneliti-peneliti lain yang sifatnya
hukum adat. Hal itulah yang sulit untuk sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
diterima oleh masyarakat Bali Aga. menambah referensi awal untuk melakukan
Keputusan tersebut memberikan tujuan kajian lebih dalam tentang fokus kajian
yang baik dan memberikan keharmonisan Putusan Majelis Utama Desa Pakraman
bagi kaum perempuan Hindu Bali tetapi (MUDP) dan sebagai sumber informasi,
kalau dilihat di Bali pada umumnya masih khususnya mengenai realisasi isi
berpegang teguh dengan landasan ucapan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman
“Anak dapet mula keto”(memang dapat (MUDP) bali terkait perempuan Hindu Bali
seperti itu). Hal inilah yang mengindikasikan dalam Pewarisan; Bagi Pemerintah
masyarakat Bali Aga sulit menerima khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten
perubahan. Dari hal tersebut peneliti tertarik Buleleng yang mempunyai hubungan
untuk meneliti Keputusan Pesamuhan dengan Majelis Madya Desa Pakraman
Agung III/2010 MUDP Bali (MMDP), hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan pertimbangan dalam

36
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

penerapan Keputusan Pesamuhan Agung masyarkat Bali Aga merupakan masyarakat


III/MUDP Bali terkait kedudukan Anak yang sulit terkena pengaruh dan apalagi
perempuan Hindu Bali dalam Pewarisan. pengaruh tersebut hal-hal yang baru. Dalam
perjalanan sejarah yang begitu panjang
METODE PENELITIAN terutama setelah masuknya kekuasaan
Berdasarkan fokus masalah Majapahit di Bali yang membawa pengaruh
penelitian yang di fokuskan di atas, maka baru bagi agama, budaya, dan lain-lain yang
penelitian ini secara metodologis membuat masyarakat Bali Aga semakin
menggunakan pendekatan yuridis empiris sedikit bila dibandingkan dengan
(Ali, 2016:30). Dengan rasionalitas untuk masyarakat Bali Majapahit , tetapi dalam
mengkaji kesenjangan dari Keputusan kenyataannya hingga kini suku Bali Aga dan
Pesamuhan Agung III/2010 Majelis Utama segala keunikannya masih melestarikan
Desa Pakraman (MUDP) terkait Kedudukan budaya leluhurnya. Sehingga masyarakat
Anak Perempuan dalam Pewarisan dengan Bali Aga mempunyai keunikannya
realisasi di Desa Bali Aga Kabupaten tersendiri. Yang termasuk Desa Bali Aga di
Buleleng. Oleh karena itu penelitian ini akan Kabupaten Buleleng adalah Desa
dimulai dari obervasi awal untuk Pakraman Sidetapa, Desa Pakraman
menentukan urgensi masalah, melakukan Cempaga, Desa Pakraman Tigawasa, Desa
wawancara, studi dokumen, memfokuskan Pakraman Pedawa, Desa Pakraman
data dan mendeskripsikan data sesuai Banyuseri dan Desa Pakraman Julah serta
dengan alur penelitian kualitatif. Adapun Desa Pakraman Sembiran. Dalam
alur pengolahan data kualitatif diawali penelitian ini peneliti memfokuskan
dengan adanya pengumpulan data baik mengambil penelitian di 4 (empat) Desa Bali
yang dilakukan dengan menggunakan Aga Kabupaten Buleleng. Karena dari ke 4
teknik studi dokumen, teknik wawancara, (empat) Desa Bali Aga di Kabupaten
teknik observasi. Setelah data terkumpul Buleleng sudah mewakili dari 7 (Tujuh)
maka data akan direduksi, yaitu data yang Desa Bali Aga yang ada di Kabupaten
telah dikumpul di rangkum dan yang Buleleng. Diantaranya, Desa Bali Aga
diseleksi yang didasarkan pada fokus, Kabupaten Buleleng bagian Barat yaitu
kategori, maupun pokok permasalahan Desa Pakraman Cempaga dan Desa
tertentu yang telah ditetapkan dan di Pakraman Pedawa. Serta Desa Bali Aga
rumuskan sebelumnya, dan pada akhir Kabupaten Buleleng bagian Timur yaitu
tahap ini semua data yang relevan Desa Pakraman Julah dan Desa Pakraman
diharapkan telah tersusun dan terorganisir Sembiran.
sesuai dengan kebutuhan. Langkah Pewarisan Adat di Bali sampai saat
selanjutnya adalah, setelah data terkumpul ini menganut Sistem Patrilinieal. Sistem
dan direduksi maka data akan disajikan , Patrilineal, yaitu sistem
karena penyajian data merupakan tahap keturunan/kekeluargaan yang menarik garis
penampilan data dengan cara memasukkan keturunan pihak nenek moyang laki- laki.
data dalam sejumlah matriks yang Sistem ini, kedudukan dari pengaruh pihak
diinginkan. Proses ini hanya bisa laki-laki sangat menonjol (Suparman, 2014 :
dilaksanakan setelah adanya proses 41). Ketentuan hukum waris adat pada
reduksi data atas data yang direduksi dan masyarakat patrilineal menentukan bahwa
disajikan tadi. Jadi berdasarkan hasil hanya keturunan laki-laki yang berhak untuk
pemahaman dan pengertian, kemudian mewaris harta pusaka. Harta pusaka dapat
peneliti menarik kesimpulan sebagai dibedakan antara pusaka tinggi dan pusaka
jawaban atas permasalahan yang peneliti rendah. Harta Pusaka tinggi adalah harta
cantumkan (Wirantini, 2014 : 40) peninggalan dari zaman leluhur, yang
dikarenakan keadaanya, kedudukannya
dan sifat yang tidak patut dan tidak pantas
HASIL DAN PEMBAHASAN dibagi-bagi. Sedangkan
Desa Bali Aga merupakan Desa
yang tertua di Bali. Pada umumnya

37
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

harta pusaka rendah adalah harta yang Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali
ditinggalkan pada generasi diatas ayah, tersebut sulit untuk diterapkan sehingga ada
misalnya harta peninggalan kakek atau ucapan “anak mule keto dini” (memang
nenek yang keadaanya, kedudukannya dan seperti itu disini).
sifatnya yang tidak mutlak untuk dibagi-bagi, Pandangan masyarakat Bali,
baik penguasaan atau pemakaianya atau pewaris adalah seorang ayah (laki-laki).
mungkin juga pemilikannya (Hadikusuma, Paham ini tampaknya dilandasi pemikiran
2015 : 11). bahwa dalam sistem kekerabatan kepurusa
Dalam hal penerimaan Bendesa yang bersifat Patriarkhi, bahwa ayah adalah
adat dan Prajuru/Pengurus adat maupun kepala keluarga, pencari nafkah dan pemilik
tokoh masyarakat di tempat penelitian harta keluarga yang diwarisi secara turun-
masih ada menerima maupun yang masih temurun. Dalam logika ini, harta warisan di
belum bisa menerima Isi Keputusan wariskan melalui garis atau pancer laki-laki,
Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali sehingga semua harta milik laki-laki,
tersebut. Tetapi yang menerima Keputusan sedangkan perempuan bukan pemilik harta.
tersebut hanya salah satu Bendesa Adat Sebelum kawin, anak perempuan adalah
dengan alasan karena menurut pemikiran milik dan tanggungjawab ayahnya, setelah
pribadinya dan Bendesa Adat tersebut kawin adalah milik suaminya. Pandangan ini
merupakan kaum intelektual. di dasarkan atas ketentuan Pasal 3 Bab IX
Keputusan No.01/Kep/PSM-3MDP Kitab Manawa Dharmasastra yang berbunyi
Bali/X/2010, 15 Oktober Tahun 2010 ini : Ayahnya yang melindungi selagi ia masih
yang isinya “Wanita Bali menerima kecil dan setelah dewasa suaminyalah yang
setengah dari hak waris purusa setelah melindungi dan putra- putranya melindungi
dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan setelah ia tua, wanita tidak pernah layak
kepentingan pelesatrian. Hanya jika kaum bebas. Mencermati Pasal 3 tersebut wanita
wanita Bali yang pindah ke agama lain, tidak layak sebagai pemilik harta karena
mereka tidak berhak atas hak waris. Jika selalu berada dalam tanggungjawab laki-
orang tuanya ikhlas, tetap terbuka untuk laki (Sukerti, 2012 : 57).
memberikan jiwa dan atau bekal sukarela” Selain itu ditempat penelitian
(Setyawati, 2017 : 620). Keputusan ini merupakan Desa Bali Aga. Desa Bali Aga
memang memberikan suatu keadilan (Bali Mula) ini merupakan Desa yang kuat
gender dan hak perempuan Bali tersebut memegang sistem serta adat-istiadatnya
diperhatikan. Tetapi masih ada Bendesa dan tidak atau sedikit kena pengaruh
adat dan prajuru adat maupun tokoh Majapahit, sehingga mempunyai perbedaan
masyarakat di Desa Bali Aga Kabupaten antara orang Hindu Majapahit dengan orang
Buleleng yang masih belum bisa menerima Hindu Bali Aga. Hal inilah yang
Isi Keputusan Pesamuhan Agung III menyebabkan suatu Keputusan Pesamuhan
tersebut karena didasarkan atas suatu awig- Agung III tersebut sulit untuk diterima oleh
awig dan dresta yang masih diakui oleh masyarakat Bali Aga Kabupaten Buleleng.
krama adat. Awig-awig Desa Pakraman Selama ini pihak bendesa adat
itulah yang kuat di pegang oleh masyarakat mengijinkan diadaknnya Sosialisasi terkait
adat untuk dipertahankan bahwa anak laki- Isi Keputusan Pesamuhan Agung III/2010
laki (Purusa) saja yang berhak mewaris. MUDP Bali terkait Kedudukan Anak
Selain itu juga jika diteliti sampai ke akar Perempuan Hindu Bali dalam Pewarisan,
rumputnya masyarakat di Desa Bali Aga akan tetapi hingga saat ini belum pernah
Kabupaten Buleleng masih banyak yang dilakukan sosialisasi baik oleh Majelis
belum bisa menerima isi Keputusan Utama Desa Pakraman (MUDP), Majelis
Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali Madya Desa Pakraman (MMDP) dan
terkait kedudukan anak perempuan Hindu Majelis Alit Desa Pakraman, sehingga
Bali dalam pewarisan karena budaya
paternalistik yang sudah mengkristal
sehingga Keputusan

38
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

masyarakat belum mengetahui isi Keputusan Pesamuhan Agung III tersebut.


Keputusan tersebut. Pesamuhan Agung atau Paruman (setara
Dalam mensosialisasikan isi dengan kongres) Majelis Desa Pakraman
Keputusan tersebut pasti akan muncul seluruh Bali. Paruman Agung inilah yang
suatu perdebatan-perdebatan di kalangan mengeluarkan keputusan-keputusan yang
masyarakat. Dengan munculnya mengikat seluruh Desa Pakraman di Bali
perdebatan-perdebatan nantinya ada suatu dan segenap Majelis Desa Pakraman
titik temu di dalam masyarakat mengenai Isi (Budawati dkk, 2012 : 29).
Keputusan Pesamuhan Agung III/2010 Disamping disosialisasikan
MUDP Bali terkait Kedudukan Anak Keputusan tersebut, dalam
Perempuan Hindu Bali dalam Pewarisan. menerapkannya juga perlu suatu dukungan
Sehingga masyarakat akan mengkaji dan dari Bendesa Adat dan Prajuru/Pengurus
memikirkan lebih dalam mengenai mana Adat, karena Bendesa Adat mempunyai
yang pantas diterapkan dalam pewarisan di tanggungjawab dalam seluruh kegiatan
keluarganya. Mengingat Majelis Utama warga Desa yang melaksanakan tugas-
Desa Pakraman (MUDP) memiliki tugas dan tugasnya, dibantu oleh Prajuru/Pengurus
wewenang yang terdapat di dalam pasal 16 Adat, sehingga Bendesa adat dan
Perda Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Prajuru/Pengurus Adat sebagai ujung
Pakraman adalah sebagai berikut : tombak untuk menentukan keberhasilan
a. Mengayomi adat-istiadat dalam menerapkan suatu kebijakan-
b. Memberikan saran, usul dan kebijakan adat dan dalam hal juga kaitannya
memberikan pendapat kepada dengan Keputusan Pesamuhan Agung
berbagai pihak perorangan, III/2010 MUDP Bali terkait anak perempuan
kelompok/lembaga, maupun Hindu Bali dalam pewarisan.
pemerintah tentang masalah- Dalam Putusan Mahkamah Agung
masalah adat Republik Indonesia Nomor 4766/Pdt/1998,
c. Melaksanakan setiap keputusam- tertanggal 16 November 1999, mendalihkan
keputusan paruman dengan aturan- bahwa :
aturan yang ditetapkan “Anak perempuan di Bali berhak atas
d. Membantu menyurat awig-awig peninggalan dari Pewaris. Walapun
e. Melaksankan penyuluhan adat- sistem kewarisan di Bali sendiri
istiadat secara menyeluruh menggunakan sistem kewarisan
Sedangkan kewenangan Majelis mayorat laki-laki, yang mengatur
Desa Pakraman (MDP) adalah bahwa anak perempuan di Bali bukan
sebagai berikut: merupakan ahli waris dari pewaris”.
a. Memusyawaratkan berbagai hal yang
menyangkut masalah-masalah adat Berdasarkan Surat Keputusan
dan agama untuk kepentingan Desa Panitia Landreform Daerah Tingkat I Bali
Pakraman tertanggal 28 Mei 1962 No.2/Sk./XX/1962
b. Sebagai penengah dalam kasus- dan hasil rapat Panitian Ad.Hoc Panitia
kasus adat yang tidak dapat Landreform Daerah tingkat I Bali tanggal 1
diselesaikan pada tingkat Desa Oktober 1962 dirumuskan bahwa yang
c. Membantu menyelengarakan tergolong ahli waris adalah janda, anak-
upacara keagamaan di Kecamatan, anak baik laki-laki maupun anak perempuan
Kabupaten/Kota dan Provinsi. atau anak laki-laki dan anak perempuan
Tugas dan kewenangan Majelis mempunyai hak yang sama (Sukerti, 2012 :
Desa Pakraman (MDP) tersebut diatas 64). Dalam Kitab Manawa Dharmasastra di
tentunya berdasarkan atas suatu aturan gambarkan kedudukan perempuan pada
yang jelas, sehingga Majelis Desa Bab III Sloka 58 dan 59 sebagai berikut :
Pakraman (MDP) mempunyai kewenangan a. Sloka 58 menyebutkan :
yang jelas untuk mensosialisasikan Isi

39
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

“Bagi setiap warga yang tidak tetapi diberikan isinya yang artinya orang
menghormati kaum perempuan, tua boleh memberikan harta gono-gini tetapi
niscaya keluarga itu akan hancur lebur tidak waris secara turun-temurun. Secara
berantakan. Rumah dimana tidak langsung sebenarnya masyarakat di
perempuannya tidak dihormati Desa Bali Aga Kabupaten Buleleng sudah
sewajarnya, mengungkapkan mempraktekkan isi Keputusan Pesamuhan
kutukan, keluarga itu akan hancur Agung tersebut tetapi tidak sama persis
seluruhnya, seolah-olah dihancurkan dengan Isi Keputusan Pesamuhan Agung
oleh kekuatan gaib”. III/2010 MUDP Bali terkait kedudukan anak
b. Sloka 59 menyebutkan : perempuan Hindu Bali dalam pewarisan.
“Oleh karena itu orang yang ingin Terkadang saking sayangnya orang tua
sejahtera, harus selalu menghormati kepada anak perempuannya. Jika anak
perempuan Kitab suci mewajibkan perempuan kawin diberikan bekal berupa
semua orang menghormati benda bergerak seperti misalnya mobil
perempuan” (Pudja dan Sudharta. maupun motor.
1976/1977 : 150). Pemberian secara tidak langsung
Pada Putusan Mahkamah Agung kepada anak perempuan memang tidak
Republik Indonesia Nomor 4766/Pdt/1998 sama dengan laki-laki tetapi kebijaksanaan
tertanggal 16 November 1999 dan Sloka 58, orang tua yang memberikan bekal kepada
59 serta Surat Keputusan dan hasil rapat anak perempuannya ternyata diterima oleh
Panitia Ad.Hoc panitia Landreform Daerah anak laki-laki. Jiwa dana merupakan harta
Tingkat I Bali tersebut diatas bawaan yang dibawa masuk di dalam
menggambarkan bahwa perlu diperhatikan perkawinan sebagai bekal dan diharapkan
suatu kesetaraan gender. Selain itu Putusan dengan harta bawaan oleh anak perempuan
maupun Sloka tersebut menerangkan yang kawin keluar mempunyai status
bahwa hak-hak anak perempuan sudah dengan keluarga yang baru (keluarga
diperhatikan sejak lama. Hal tersebut harus suami). Pemberian Jiwa dana atau hibah
menggugah masyarakat adat agar anak kepada orang yang bukan ahli waris dapat
perempuan sudah waktunya untuk diberikan sepanjang dalam batas-batas
diperhatikan dan dihormati, sehingga tidak layak dan tidak merugikan ahli waris.
ada salahnya menghormati anak Hal demikian semacam legitieme
perempuan dengan cara memberikan suatu portie dalam Kitab Undang-undang Hukum
hak waris walapun tidak sama bagiannya Perdata (KUHPerd). Ukuran layak menurut
dengan anak laki- laki. yurisprudensi adalah sebanyak-banyaknya
Pewarisan di Desa Bali Aga sepertiga bagian dari seluruh harta
Kabupaten Buleleng berdasarkan dresta, kekayaan pewaris berdasarkan Keputusan
awig-awig dan kebiasaan-kebiasaan yang Pengadilan Kertha Singaraja No.81/Sipil,
terus turun-temurun dilakukan sehingga tanggal 24 November 1939, harta warisan
belum merealisasikan Isi Pesamuhan yang dapat diwarisi secara individual oleh
Agung III/2010 MUDP Bali terkait para ahli waris (sistem kewarisan individual)
kedudukan anak perempuan Hindu Bali adalah harta warisan yang bernilai
dalam pewarisan. Namun di tempat nonmagis-religius (Sukerti, 2012 : 68).
penelitian secara tidak langsung anak Berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung
perempuan itu diberikan suatu bekal tanggal 23 Agustus 1960, No. 225
sukarela atas kebijaksanaan dari orang K/Sip/1960, yaitu Hibah tidak memerlukan
tuanya dan ahli waris laki-laki (Purusa). persetujuan ahli waris, Hibah tidak
Pemberian kepada anak mengakibatkan ahli waris dari si pengibah
perempuan tergantung dari kesepakatan tidak berhak lagi atas harta peninggalan dari
dan pertimbangan-pertimbangan keluarga sipengibah dan hibah wasiat tidak boleh
serta istilahnya di tempat penelitian yaitu merugikan ahli waris dari sipengibah
anak perempuan tidak diberikan tempatnya

40
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

(Hadikusuma, 2015 : 144). Artinya dalam terlaksana dengan baik di setiap keluarga
Keputusan Pengadilan dan Keputusan maka akan memberikan suatu dampak yang
Mahkamah Agung tersebut menunjukkan positif bagi kaum perempuan dalam hal
bahwa proses penghibahan dapat diberikan pewarisan di Desa Bali Aga Kabupaten
untuk anak perempuan dan Keputusan Buleleng.
tersebut sudah terang memandang Teori yang dikemukakan oleh Ter
perempuan untuk Haar (dalam Arka, 2016 : 61) memberikan
mendapatkan suatu pemberian dari orang ciri-ciri masyarakat-masyarakat hukum
tuanya tanpa dihalangi oleh persetujuan dari dikalangan rakyat sebagai berikut:
pihak ahli waris (Purusa), serta hak- hak “Bilamana orang meneropong suku
anak perempuan itu mulai untuk terus bangsa Indonesia manapun juga,
diperhatikan dengan memberikan suatu maka tampaklah dimatanya di lapisan
kebijaksanaan. bagian bawah yang amat luasnya,
Jika kebijaksanaan itu terus bisa suatu masyarakat yang terdiri dari
dilaksanakan dan diterapkan akan tercermin gerombolan yang bertalian satu sama
semangat kekeluargaan dan sifat hukum lain; terhadap alam yang tidak
adat yang Dinamis, yang artinya hukum keliatan mata, terhadap dunia luar
adat itu pada prinsipnya terus- menerus dan terhadap alam kebendaan, maka
berubah dan perkembangan melalui mereka bertingkah laku sedemikian
keputusan-keputusan atau penyelesaian- rupa, sehingga untuk mendapatkan
penyelsaian yang gambaran yang sejelas-jelasnya
dikeluarkan oleh masyarakat sebagai hasil gerombolan tadi disebut masyarakat
temu pikir melalui permusyawaratan, hukum (rechtsgemeenchappen)”.
sehingga memberikan kontribusi yang baik Dari ciri-ciri masyarakat hukum
bagi proses perkembangan pewarisan anak yang dikemukakan oleh Ter Haar, maka
perempuan di Desa Bali Aga Kabupaten dalam masyarakat itu terdapat pergaulan
Buleleng. hidup di dalam persekutuan-persekutuan
Memang dalam penerapannya itu untuk bertingkah laku sebagai satu
untuk memberikan hak waris untuk anak kesatuan terhadap dunia luar, lahir dan
perempuan tentu ada suatu kendala- batin. Kesatuan masyarakat itu memiliki
kendala didalamnya baik kendala akan ada tata susunan yang tetap dan kekal.
suatu keributan maupun percekcokan di Kesatuan masyarakat itu memiliki
dalam keluarga, tetapi melihat dari hal pengurus sendiri, harta benda, dan hak
tersebut perlunya suatu soasialisasi jelas milik keduiaan yang bersifat religius-magis.
mengenai Keputusan Pesamuhan Agung Berdasarkan teori diatas, Hukum
III/2010 MUDP Bali terkait kedudukan anak adat mempunyai keberagaman yang luas
perempuan Hindu Bali dalam pewarisan, dan kesatuan masyarakat adat yang
sehingga masyarakat Desa Bali Aga mempunyai tata susunan yang tetap dan
Kabupaten mengerti dan paham betul akan kekal di setiap daerah. Bahkan khususnya
isi dari Keputusan tersebut baik warisan hukum adat di setiap Desa Pakraman di Bali
dalam bentuk apa saja yang boleh diberikan mempunyai keberagaman maupun tradisi
maupun yang tidak boleh diberikan untuk yang berbeda-beda di setiap Desa
anak perempuan. Pakraman, sehingga apapun kebijakan-
Selain itu Asas Keadilan yang kebijakan yang mengatasnamakan adat
didalamnya memuat keadilan berdasarkan harus sesuai dengan Desa Kala patra.
status, kedudukan, dan jasa sehingga Realisasi Keputusan Pesamuhan
setiap keluarga pewaris mendapatkan harta Agung III/2010 MUDP Bali terkait
warisan, baik bagian sebagai ahli waris kedudukan anak perempuan Hindu Bali
maupun bagian bukan sebagai ahli waris, dalam pewarisan tidak memberikan suatu
melainkan bagian jaminan harta sebagai implikasi terhadap kaum perempuan di
anggota keluarga pewaris (Ali, 2008 : 9). Desa Bali Aga Kabupaten Buleleng. Hal ini
Artinya jika asas keadilan ini bisa dibuktikan dengan tidak adanya kaum

41
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

perempuan yang berani menuntut untuk dan istrinya“. Dalam Sloka 96 ini
mendapatkan hak waris di masing masing mengandung arti bahwa tidak ada
keluarganya. perbedaan laki-laki dengan perempuan
Memang isi awig-awig sesuai yang diangkat statusnya, baik yang
dengan dresta atau Desa Kala Patra, tetapi berhubungan dengan masalah duniawi
Keputusan Pesamuhan Agung III/2010 ataupun masalah kewajiban suci. Karena
MUDP Bali terkait anak perempuan Hindu bagi ayah dan ibu mereka keduanya lahir
Bali dalam pewarisan bersifat yuridis formal dari badan yang sama “Manu Smerti
dan keberadaan Majelis Desa Pakraman mengumpamakan perempuan seperti
(MDP) tersebut di atur di dalam Perda bumi/pertiwi/tanah dan laki-laki adalah
Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa benih atau bibit, antara bumi dan bibit
Pakraman, sehingga Majelis Desa Pakrman mempunyai kedudukan dan peran yang
(MDP) sah keberadaanya di mata hukum sama dalam menciptakan kehidupan.
dan selain itu juga Keputusan- keputusan Semangat moral ini menandakan prinsipnya
Majelis Desa Pakraman (MDP) itu bersifat menempatkan laki-laki maupun perempuan
mengikat bagi Desa Pakraman yang ada di dalam mitra yang sejajar (Utari, 2012 : 3).
Bali. Namun hal yang dimaksud harus Jadi perlunya masyarakat adat
terakomodir terlebih dahulu di dalam awig- memahami akan suatu prinsip moral yang
awig Desa Pakraman sehingga bisa terkandung di dalam Sloka 96 tersebut
menjadi pedoman maupun menjadi sehingga bisa menempatkan antara anak
kebiasan-kebiasaan yang bersifat mengikat laki-laki dan perempuan mempunyai posisi
bagi masyarakat adat. yang sejajar. Sehingga dalam Hukum Adat
Jika dilihat dari implikasi positif Bali dalam kaitannya dengan Tri Hita
maupun negatif dari realisasi Keputusan Karana pada hubungan manusia dengan
Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali manusia bisa terwujud dengan baik dan juga
terhadap kaum perempuan di Desa Bali Aga bisa menimbulkan suatu keharmonisan,
Kabupaten Buleleng memang akan apabila Sloka tersebut diperhatikan maupun
memberikan dampak yang positif bagi anak dilaksanakan dengan baik.
perempuan di Desa Bali Aga Kabupaten
Buleleng, tetapi akan berpengaruh negatif SIMPULAN DAN SARAN
pada anak laki-laki. Anak laki-laki yang Dalam hal Penerimaan Bendesa
memikul suatu kewajiban yang tinggi dalam adat dan Prajuru/Pengurus adat maupun
keluarga bisa sangat menuntut kaum tokoh masyarakat Desa Bali Aga Kabupaten
perempuan yang mendapatkan warisan. Buleleng masih belum bisa menerima Isi
Kalau berbicara implikasi tentunya ada yang Keputusan Pesamuhan Agung III/2010
di rugikan dan ada yang di untungkan, jadi MUDP Bali terkait kedudukan anak
perlunya suatu sikap kesadaran diri akan perempuan Hindu Bali dalam pewarisan,
yang mana patut diperhatikan. karena budaya paternalistik yang sudah
Dalam Era Globalisasi dan mengkristal sehingga Keputusan
emansipasi wanita secara tidak langsung Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali
anak perempuan di Desa Bali Aga tersebut sulit untuk diterapkan sehingga ada
Kabupaten Buleleng dilihat dari segi ucapan “anak mule keto dini” (memang
kesetaraan dalam hal pendidikan sudah seperti itu disini). Hal inilah yang
diberikan oleh orang tuanya tetapi dalam menyebabkan suatu Keputusan MUDP
bentuk warisan belum bisa diberikan. Jika tersebut sulit untuk diterima sampai ke akar
dilihat dalam Sloka 96 IX Manawa rumputnya di Desa Bali Aga Kabupaten
Darmasastra menyebutkan : “Untuk menjadi Buleleng.
Ibu perempuan itu diciptakan, dan untuk Pewarisan di Desa Bali Aga
menjadi ayah laki-laki diciptakan, karena itu Kabupaten Buleleng berdasarkan
upacara keagamaan ditetapkan dalam dresta,awig-awig dan kebiasaan-kebiasaan
Weda untuk dilaksanakan suami

42
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

yang terus turun-temurun sehingga belum Aga Kabupaten Buleleng memahami lebih
merealisasikan Isi Keputusan Pesamuhan spesifik tentang Isi Keputusan Pesamuahan
Agung III/2010 MUDP Bali terkait Agung III terkait anak perempuan berhak
kedudukan anak perempuan Hindu Bali mewaris. Selain itu dalam Keputusan
dalam Pewarisan. Namun terkadang anak Pesamuhan Agung III tersebut memang
perempuan di Desa Bali Aga Kabupaten memberikan suatu hak waris kepada anak
Buleleng secara tidak langsung diberikan perempuan. Namun perlu juga dicantumkan
suatu bekal sukarela atas kebijaksanaan dengan jelas kewajiban-kewajiban yang
dari orang tuanya dan ahli waris laki-laki harus dilaksanakan, sehingga dengan
(Purusa). memberikan hak tentu harus diimbangi
Keputusan tersebut tidak dengan kewajiban yang jelas kepada anak
memberikan suatu implikasi terhadap kaum perempuan Hindu di Bali pada umumnya
perempuan di Desa Bali Aga Kabupeten maupun di Desa Bali Aga Kabupaten
Buleleng. Hal ini dibuktikan dengan tidak Buleleng pada khususnya dan Bagi peneliti
ada kaum perempuan yang berani menuntut yang sejenis lainnya, karena keterbatasan
untuk mendapatakan hak waris di masing- waktu peneliti dalam penelitian ini, maka di
masing keluarga dan Keputusan MUDP sarankan bagi peneliti yang selanjutnya
tersebut bersifat yuridis formal dan agar meneliti masalah-masalah lainnya
keberadaan Majelis Desa Pakraman (MDP) yang mempunyai hubungan dalam
tersebut diatur di dalam Perda Nomor 3 penelitian ini.
Tahun 2001 tentang Desa Pakraman,
sehingga Majelis Desa Pakraman (MDP) DAFTAR PUSTAKA
sah keberadaanya di mata hukum dan Ali, Zainuddin. 2008. Pelaksanaan Hukum
selain itu juga Keputusan-Keputusan Waris di Indonesia. Jakarta: Sinar
Majelis Desa Pakraman (MDP) itu bersifat Grafika
mengikat bagi Desa Pakraman yang ada di Ali, Zainuddin. 2016. Metode Penelitian
Bali. Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Bagi Bendesa Adat dan Arka, I Wayan. 2016. Desa adat sebagai
Prajuru/Pengurus Adat Desa Bali Aga subyek hukum perjanjian. Denpasar-
Kabupaten Buleleng, disarankan agar Bali:Universitas Dwijendra dan
mensosialisasikan Isi Pesamuhan Agung bekerjasama dengan Udayana
III/2010 MUDP Bali terkait kedudukan anak University Press
perempuan Hindu Bali dalam Pewarisan, Budawati, Ni Nengah dkk. 2012. Payung
sehingga krama adat mengetahui jelas Hukum Adat Untuk keluarga Bali,
tentang isi Keputusan tersebut. Bagi Denpasar: Komunitas untuk Indonesia
masyarakat adat Desa Bali Aga Kabupaten yang adil & setara (KIAS)
Buleleng disarankan agar mulai Dangin, Ni Luh Gede Isa Praresti dkk. 2015.
mempertimbangkan anak perempuan ”Kedudukan Hak Mewaris Wanita
dengan cara memberikan suatu Hindu dalam Sistem
kebjiaksaan-kebijakaan berupa bekal Hukum Adat Bali”. Tersedia pada
sukarela pada saat ia kawin dan biarpun http://download.portalgaruda.org/
tidak berupa waris tetapi itu akan sangat article.php?article (diakses tanggal
menghormati dan menghargai anak 23 September 2017)
perempuan di Desa Bali Aga Kabupaten Hadikusuma, H. Hilman. 2015. Hukum
Buleleng, sehingga keadilan gender bisa Waris Adat. Bandung: PT Citra
terwujud dengan baik. Bagi Majelis Utama Aditya Bakti
Desa Pakraman (MUDP) diharapkan agar http://www.balisaja.com/2015/12/pere
mensosialisasikan Isi Keputusan mpuan-bali-kini-berhak-dapat.html
Pesamuhan Agung III/2010 MUDP Bali (diakses senin, 11
terkait kedudukan anak perempuan Hindu September 2017)
Bali dalam Pewarisan di Desa Bali Aga
Kabupaten Buleleng, agar masyarakat Bali

43
e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Ilmu Hukum (Volume 1 No. 1 Tahun 2018)

Keputusan Majelis Utama Desa kasus di Kabupaten Buleleng. Vol. 5,


Pakraman. 2010. Hasil-hasil No. 1, April 2016
Pasamuhan Agung III MDP Sukerti, Ni Nyoman. 2012. Hak Mewaris
Bali, No. 01/KEP/PSM- Perempuan Dalam Hukum Adat Bali
3/MDP Bali/X/2010. Sebuah Studi Kritis. Denpasar- Bali:
Najih, Mokmhammad dan Soimin. 2014. Udayana University Press.
Pengantar hukum Indonesia. Malang: Suparman, H. Eman. 2014. Hukum Waris
Setara Press. Indonesia dalam Perspektif Islam,
Pudja dan Rai Sudharta. 1976/1977. Kitab Adat, dan BW. Bandung: PT Refika
Manawadharma Sastra. C.V. Aditama
JUNASCO. Setyawati, Ni Kadek. 2017. Kedudukan
Rato,Dominikus. 2015. Hukum Perempuan Hindu Menurut Hukum
Perkawinan dan Waris Adat di Waris Adat Bali dalam Perspektif
Indonesia. Yogyakarta: LaksBang Kesetaraan Gender. Tersedia
PRESSindo. pada
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.ph
Tahun 2001 tentang Desa p/JPAH/article/ (diakses tanggal 3
Pakraman. Lembaran Januari 2018)
Daerah Provinsi Bali Tahun 2003 Undang-Undang Dasar Negara
No.29 Seri D No 29 Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 No.6
tentang Desa.Lembaran Utari, Ni Ketut Sri. 2012. Mengikis
Negara Republik Indonesia Tahun Ketidakadilan Gender Dalam Adat
2014 No. 7, Tamabahan Lembaran Bali: Jurnal Studi Gender SRIKANDI.
Negara Republik I ndonesia No 5495 Tersedia pada
Sudiatmaka, Ketut. 2016.”Realisasi Isi https://ojs.unud.ac.id/index.ph p/sri
Keputusan Pesamuan Agung III kandi/article/ (diakses tanggal 1
MUDP Bali No.01/KEP/PSM- November 2017)
3MDP BALI/X/2010 Terkait dengan Wirantini, Luh. 2014. Sengketa Tanah setra
Anak Perempuan termasuk sebagai karang rupit di Desa Pakraman
berhak mewaris: Studi Temukus, Kecamatan Banjar,
Kabupaten Buleleng. Singaraja :
Universitas Pendidikan Ganesha

44

Anda mungkin juga menyukai