Anda di halaman 1dari 5

Tugas Tengah Semester

Kelas Sosiologi Politik – Semester Genap 2023

Oleh Weni Prinata, 213225010

Instruksi

Buatlah analisis kasus Ragam Peran Adat di Sumatra Barat dengan teori-teori yang sudah
diajarkan.

Kasus

Di tengah keragaman budaya dan etnis Indonesia yang luar biasa, Sumatera Barat
seringkali dianggap sebagai daerah yang relatif homogen dalam budaya dan adat istiadat.
Mayoritas penduduk di wilayah tersebut adalah etnis Minangkabau yang mayoritas beragama
Islam dan memiliki identitas etnis yang kuat. Namun, ini tidak berarti sama sekali bahwa di
wilayah tersebut tidak ada ketidaksepakatan tentang peran adat dalam kehidupan sehari-hari
dan, khususnya, tentang hubungan antara Islam dan adat.

Nagari adalah kesatuan sosial politik masyarakat adat Minangkabau yang paling tepat
digambarkan sebagai desa atau kumpulan desa atau pemukiman. Nagari sering dianggap
sebagai "republik desa merdeka", meskipun isi dan luas otonomi ini masih menjadi bahan
perdebatan. Meskipun menurut Adat semua tanah adalah tanah Nagari, namun setiap Nagari
mengikuti adatnya masing-masing.

Hukum adat kemudian berbeda dalam banyak hal dari adat yang dipraktikkan dalam
kehidupan desa sehari-hari. Seperti yang dicatat oleh para antropolog, kebiasaan standar ini
pada gilirannya memengaruhi pengetahuan desa dari waktu ke waktu. Penyebab lain dari
kemerosotan adat lokal karena generasi muda di desa tidak lagi tertarik untuk
mempelajari adat secara mendalam. 

Di kampung-kampung, berbagai kelompok menggunakan pengertian adat yang


berbeda-beda. Bagi kaum muda yang telah lama merantau meninggalkan kampung halaman,
adat adalah segala sesuatu yang berbau 'tradisional' atau bahkan terbelakang, mulai dari tata
aturan mengenai hak atas tanah dan pewarisan sampai ke pandangan mengenai kesantunan'
dan rasa adil' Bagi orang-orang yang memiliki jabatan adat di kampung-misalnya, sebagai
anggota Kerapatan Adat Nagan (KAN)-makna adat lebih dibatasi Contohnya, mereka akan

1
ragu untuk mengatakan bahwa soal kekerabatan sebagai adat karena biasanya KAN tidak
mengurusi soal ini.1

Hal ini mengacu pada adat sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat biasa dan
berbeda dengan hukum adat yang lebih ketat. Di dalam masyarakat Minangkabau, adat dan
Islam memiliki dimensi- dimensi yang tampaknya saling berseberangan dan memerlukan
rekonsiliasi ideologis dan sosial. Meski sekarang ini orang-orang melakukan upaya-upaya
yang sungguh-sungguh untuk menunjukkan bahwa hubungan antar keduanya tidak lagi
menjadi masalah, dalam kenyataannya tidak selalu demikian.

Stratifikasi sosial dalam nagari dengan tertib disetujui dan ditunjang oleh adat. Dalam
masyarakat Minangkabau, ada sebuah perbedaan yang nyata di antara anak keturunan dari
para pendiri nagari atau orang asli dan para pendatang. Pendatang dapat diterima masuk ke
dalam sebuah puak atau suku, tetapi tidak akan pernah dapat menjadi penghulu. Ada
ungkapan-ungkapan yang berbeda pula bagi bekas budak dan pendatang.

Pokok Masalah

Bab ini menganalisis peran-peran adat di Sumatra Barat pada masa lampau dan masa
kini serta menelaah bagaimana persaingan pemahaman tentang adat dari berbagai kelompok
sosial di provinsi tersebut dan waktu ke waktu. Perhatian khusus diberikan pada kebangkitan
adat belakangan ini sebagai salah satu akibat dari otonomi daerah.

Pembahasan tentang makna adat yang berbeda-beda di tingkat lokal.

Analisis

Sistem pewarisan hukum warisan adat tanah ulayat di Minangkabau sangat berkaitan
dengan sistem Matrilinial yang diatur di hukum adat Minangkabau. Di dalam masyarakat
Minangkabau pewarisan tanah ulayat diatur berdasarkan hukum Ibu seperti kekerabatan,
keluarga, perceraian dan lainnya. Sesuai dengan aturan adat menurut hukum ibu, maka ahli
waris menurut hukum adat Minangkabau ditarik dari garis ibu. Untuk menjadi ahli waris
apabila ada harta warisan yang ditinggal atau diwariskan oleh nenek moyang terdahulu yang
sudah meninggal. Maka yang menjadi pewarisnya adalah mamak kepala waris yaitu lelaki
1
Jamie S. Davidson dkk, AGAMA DALAM POLITIK Indonesia (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), hlm.
224.

2
tertua dalam kaum dan pihak ibu sebagai hak olah atau hak pakai atas tanah ulayat.2Harta
benda tidak bergerak seperti sawah ladang dan rumah dimiliki secara bersama-sama oleh
kaum perempuan dalam suatu suku, dan menjadi pusaka yang dimiliki secara turun temurun
menurut garis keturunan ibu. Laki-laki mengawasi dan mendayagunakan harta benda. Semua
warga suku dapat mengambil manfaat dari harta benda.

Menurut adat Minangkabau, seseorang atau satu kaum mendapat warisan dari
neneknya atau dari mamaknya menurut adat hanya sekedar menguasai atau memakai harta
pusaka itu, tetapi tidak dibolehkan menjual atau menghibahkan harta kepada siapa pun.
kecuali kalau disepakati oleh semua keluarga dalam kaum itu. Hanya yang dibolehkan
menguasai hasilnya atau buah dari harta pusaka itu. Hanya hasil atau buah itulah yang dapat
dijual dan dihibahkan kepada siapa juga yang dikehendakinya. Biasa di daerah Minangkabau
ini. dengan hasil harta pusaka itulah seorang laki-laki dapat menolong anak istrinya selama ia
masih hidup. dengan harta pusaka itulah ia dapat menebus, membeli, membangun rumah
untuk anak isterinya. Apabila ia telah meninggal dunia maka semua harta pusaka itu kembali
kepada saudara-saudaranya yang perempuan.3

Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis akan tetapi di lestarikan dan juga
dipatuhi oleh masyarakat adat disekitarnya. Masyarakat adat sangat berpegang teguh terhadap
hukum adat yang telah turun temurun dilestarikan. Dengan adanya masyarakat adat inilah
yang selalu membuat hukum adat terus bertahan tetapi tetap dalam cakupan yang telah
diturunkan dan telah dijadikan tradisi sejak dahulu. Akan tetapi berhubungan dengan hal
tersebut sering kali terjadi pertentangan antara hukum adat dengan dengan hukum yang
berlaku lainnya seperti hukum Islam.4

Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Pendekatan Sosial (Sosiologi)

Dengan menggunakan pendekatan sosiologis, maka adat akan dijelaskan dengan


beberapa teori, misalnya adat merupakan kebudayaan yang lahir dari masyarakat itu sendiri.
Kelemahan dari pendekatan ilmu sosial adalah kecenderungan untuk mempelajari manusia
dengan membagi aktivitas manusia menjadi bagian-bagian atau variabel-variabel yang

2
Eti Siska Putri dkk, Pergeseran Hukum Waris Adat di Minangkabau, Jurnal of anthropological research, Vol. 1 No.2,
(Desember 2019), 158.
3
Ulfa Chaerani Nuriz dkk, PENERAPAN HUKUM ADAT MINANG KABAU DALAM PEMBAGIAN WARISAN ATAS
TANAH,Diponegoro Law Jurnal, Vol. 6 No. 1 (2017), 7.
4
Ayu Pramitasari, 2018, SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU,
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

3
terpisah, yang hasilnya, seperti dapat dilihat, pada ilmuwan sosial yang memfokuskan
penelitiannya pada perilaku politik, interaksi sosial, dan sosial. organisasi , perilaku keuangan
dll. Sebagai akibat dari kelemahan ini, lahir dan berkembang metode untuk setiap bidang
atau subbidang, dan fakultas dan jurusan sosial dibuat di beberapa universitas. Fakta ini
menunjukkan bahwa pendekatan terfragmentasi dan persepsi manusia terbagi.

Kesimpulan

Status perempuan dalam masyarakat Minangkabau telah menimbulkan keprihatinan


yang besar di kalangan para ahli, terutama mengenai hubungan yang relatif kompleks antara
perkawinan dan garis patriarki Islam. Kekerabatan matrilineal berarti bahwa keturunan dan
warisan diatur menurut garis ibu atau sisi perempuan dari garis keluarga. Di Sumatera Barat,
hak untuk mendasarkan pemerintahan desa pada hak adat dan adat setempat segera berujung
pada penghapusan desa dan penggabungan nagari. Salah satu alasan untuk kembali ke Nagari
adalah banyaknya hubungan antar desa, terutama di tingkat marga, dan harta desa yang
melampaui batas desa.

Migrasi umum terjadi di Sumatera Barat. Pengembara yang sukses siap


menyumbangkan uang dan tenaganya untuk pembangunan masyarakat melalui koneksi yang
mereka rasakan di kampung halamannya (dan juga menunjukkan kesuksesannya di
perantauan). Bagi pendatang, identitas dan solidaritas Minangkabau melampaui batas desa
mereka sendiri. Perkembangan yang menarik adalah munculnya apa yang disebut "kepala
adat akhir pekan".

4
DAFTAR PUSTAKA

Davidson , Jamie S dkk, (2010), AGAMA DALAM POLITIK Indonesia, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Nuriz, Ulfa Chaerani dkk, (2017), PENERAPAN HUKUM ADAT MINANG KABAU DALAM PEMBAGIAN WARISAN
ATAS TANAH, Diponegoro Law Jurnal, Vol. 6 No. 1

Pramitasari, Ayu, (2018), SENGKETA PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI MASYARAKAT ADAT


MINANGKABAU,

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Putri, Eti Siska dkk, (2019), Pergeseran Hukum Waris Adat di Minangkabau, Jurnal of anthropological research, Vol. 1
No.2,
158.

Anda mungkin juga menyukai