Masyarakat di Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, baik yang besar maupun yang
kecil. Setiap suku bangsa ini mengembangkan kebudayaan mereka sendiri sebagai ekspresi aktif
dalam berinteraksi dengan lingkungan yang mereka tempati. Keanekaragaman budaya yang ada
di kepulauan Nusantara ini dihayati sebagai kerangka acuan dalam sikap dan tindakan, serta
sebagai penanda identitas yang membedakan mereka dari suku bangsa lain. Data sensus
pertama dan terakhir yang mencantumkan informasi tentang suku bangsa di Indonesia
dilakukan pada tahun 1930 oleh pemerintah Belanda. Dalam proses mengkategorikan
penduduk di Indonesia, pemerintah Belanda menggunakan berbagai kriteria seperti bahasa
yang digunakan sehari-hari, adat kebiasaan, wilayah persebaran, dan ras. Pendekatan ini
digunakan untuk mengklasifikasikan dan mengidentifikasi penduduk di Indonesia
(Budhisantoso 1991:11-62).
Keanekaragaman budaya Indonesia ini dapat menjadi suatu ciri pembeda tiap etnis atau
suku. Kebudayaan adalah hasil dari upaya manusia dalam menghadapi pengaruh yang kuat dari
lingkungan dan perubahan zaman. Hal ini menunjukkan kemampuan manusia untuk mengatasi
tantangan dan kesulitan dalam kehidupan, dengan tujuan mencapai keselamatan, kebahagiaan,
dan kedamaian yang bersifat alami. Kebudayaan mencakup berbagai aspek kompleks, termasuk
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta kemampuan dan kebiasaan
yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya atau culture berasal dari
bahasa Latin colere berarti mengolah atau mengerjakan. Dari kata colere kemudian lahir culture
yang berarti segala daya, upaya kegiatan manusia untuk mengolah, dan merubah alam.
Budaya sendiri memiliki beberapa teori salah satu teorinya adalah teori materialisme. Teori
Materialisme Kebudayaan adalah salah satu pandangan yang menganggap bahwa kehidupan
manusia terjadi di dunia nyata, di mana kehidupannya sebenarnya tergantung pada bahan-
bahan materi. Untuk dapat hidup, manusia perlu makan, dan untuk mengatur sistem nilai dan
budayanya, dia menggunakan alat-alat atau objek materi. Hasil penelitian tentang materilaisme
budaya juga dilakukan oleh
PEMBAHASAN
Materialisme Budaya
Materialisme adalah keyakinan bahwa tidak ada yang ada selain materi yang bergerak.
Pikiran dianggap sebagai salah satu unsur materi yang ada dan bergerak. Dalam konsep
materialisme, semua fenomena dijelaskan sebagai hasil interaksi material. Materi dianggap
sebagai satu-satunya substansi yang ada. Namun demikian, materialisme berbeda dengan teori
ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme.
Materialisme dalam konteks budaya berpandangan bahwa budaya merupakan hasil dari
kumpulan pikiran yang dipelajari dan perilaku yang ditampilkan oleh anggota masyarakat
dalam suatu kelompok sosial. Budaya ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pandangan materialisme ini menekankan hubungan antara manusia dengan lingkungan mereka.
Marvin Harris menggambarkan hubungan ini sebagai variabel yang bersifat empiris dan
menggambarkannya dalam konsep tekno-ekonomi dan teknolingkungan.
Tekno-ekonomi merujuk pada bagaimana faktor-faktor teknologi dan ekonomi memengaruhi
pembentukan budaya. Hal ini mencakup pengaruh dari faktor-faktor seperti teknologi produksi,
distribusi sumber daya, dan cara-cara manusia memenuhi kebutuhan materi mereka dalam
lingkungan sosial dan ekologis.Teknolingkungan mengacu pada pengaruh lingkungan fisik dan
ekologi terhadap perkembangan budaya. Ini mencakup adaptasi manusia terhadap lingkungan
alam, pemilihan sumber daya, dan pengaruh faktor-faktor geografis, iklim, dan ekologi dalam
membentuk kehidupan sosial dan kebudayaan manusia.
Dalam pandangan materialisme, faktor-faktor ini dianggap sebagai komponen penting dalam
memahami bagaimana budaya berkembang dan berubah seiring waktu. Budaya dipahami
sebagai hasil dari interaksi antara manusia dan lingkungan fisik dan sosial mereka, dan faktor-
faktor material seperti teknologi, ekonomi, dan lingkungan dianggap memainkan peran yang
signifikan dalam membentuk budaya tersebut
Suku Kajang
Suku Kajang adalah salah satu suku tradisional yang terletak di Kabupaten Bulukumba,
Sulawesi Selatan, sekitar 200 km di sebelah timur Kota Makassar. Daerah Kajang terdiri dari 8
desa dan 6 dusun. Namun, perlu diketahui bahwa Kajang terbagi secara geografis menjadi dua
bagian, yaitu Kajang Dalam (dikenal sebagai "tau Kajang"), yang merupakan suku Kajang asli,
dan Kajang Luar, yang merujuk pada orang-orang yang tinggal di sekitar suku Kajang yang lebih
modern (mereka disebut "tau lembang").Suku Kajang mendiami Desa Tana Toa, Kabupaten
Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Letak geografis Desa Tana Toa antara 5020’ LS dan
120022’ BT. Daerah ini terletak di perbukitan yang berombak. Dari beberapa lokasi di desa
tersebut, terlihat rangkaian pegunungan Lompobattang-Bawakaraeng dan Lembah Bantaeng di
sebelah barat. Selain itu, di sebelah timur terlihat Teluk Bone dengan gugusan pulau-pulau
Sembilan. Suku Kajang dipimpin oleh seorang kepala adat yang disebut "Ammatoa". Ammatoa
adalah gelar yang diberikan kepada pemimpin suku yang dipilih oleh warga suku Kajang untuk
memimpin dan mengatur kehidupan suku sesuai dengan adat istiadat dan budaya yang berlaku.