Buku ini membahas mengenai Budaya Pandalungan yang berasal dari Daerah Lamongan.
Pandalungan merupakan salah satu subkebudayaan yang berkembang dan menyebar serta
dimiliki oleh masyarakat hidup kawasan di wilayah pantai utara dan bagian timur Provinsi Jawa
Timur yang mayoritas penduduknya berlatar belakang budaya Jawa dan Madura. Secara garis
besar, berdasarkan karakter sosio-kultural masyarakatnya, wilayah kebudayaan Pendalungan saat
ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni Pendalungan Barat (Pasuruan dan Probolinggo),
Pendalungan Timur (Situbondo dan Bondowoso), dan Pendalungan Selatan (Lumajang, Jember,
dan Banyuwangi). Kebudayaan Pandalungan disebut juga kebudayaan hibrida sebab terbentuk
akibat dari perpaduan antara budaya Jawa dan Madura. Secara umum karakter masyarakat
Pendalungan adalah bersifat terbuka dan mau menerima perbedaan, religius, lugas, egaliter,
temperamental, serta suka bekerja keras. Selain itu mereka memiliki solidaritas tinggi, meskipun
pada akhirnya solidaritas yang berkembang dalam kehidupan seharihari masyarakat Pendalungan
lebih bersifat pragmatis ketimbang bersifat kultural. Masyarakat Pendalungan juga memiliki
pandangan yang lebih simpel terhadap tradisi, yakni sebagai sesuatu yang dinilai kurang penting,
tidak perlu mendapat prioritas tinggi, dan bahkan dalam beberapa hal dianggap kuno. Pandangan
ini juga berdampak pada tingginya dinamika kebudayaan yang terjadi pada masyarakat
pandalungan. Mengenai sejarah terbentuknya kebudayaan Pandalungan, Zoebazary (2018)
menjelaskan bahwa identitas Pendalungan lahir dalam konteks pergulatan panjang masyarakat
Jawa dan Madurajuga yang secara bergelombang datang ke wilayah Tapal Kuda dalam relasinya
dengan perkebunan dan para penguasa kolonial di masa lalu. Pembentukan identitas
Pendalungan tidak bersifat serta-merta, melainkan melalui tahap yang berlapirlapis, namun
secara umum tahap-tahap tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga periode utama, yakni (1)
periode sebelum era perkebunan, (2) periode perkebunan, dan (3) periode kontemporer
(pascaperkebunan). Masyarakat Pandalungan memiliki karakteristik yang tidak monokultur
dikarenakan luasnya wilayah pandalungan, serta besarnya pengaruh dari wilayah-wilayah
kebudayaan yang terdapat di sekitar masyarakat pandalungan menjadikan masyarakat
Pandalungan di berbagai wilayah memiliki karakteristiknya yang berbeda-beda, seperti
masyarakat Pendalungan di Tapal Kuda tidak akan menunjukkan keseragaman sebagaimana
masyarakat monokultur karena mereka hidup di lingkungan yang tidak seragam, dan asyarakat
Pendalungan yang hidup sebagai nelayan di pesisir pada umumnya bersifat keras,
temperamental, dan pemberani karena terbiasa bekerja di tengah alam yang ganas dan berbahaya.