Anda di halaman 1dari 31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi


1. Komunitas Sedulur SIkep
a. Selayang Pandang Komunitas Sedulur Sikep Kabupaten Blora

Keanekaragaman budaya merupakan manifestasi dari bangsa Indonesia,


komposisi dari keanekaragaman budaya dapat diisi oleh berbagai fenomena atau
ajaran yang ada di masyarakat. Pulau Jawa termasuk salah satu daerah yang
memiliki sumbangsih kearifan lokal dalam keanekaragaman budaya di Indonesia.
Eksistensi budaya Jawa tertuang pada keyakinan, bahasa, dan tradisi yang
tergabung dalam berbagai kelompok atau komunitas yang ada di pulau Jawa.
Dibuktikan dengan keunikan tradisi permainan rakyat Sunda di kampung
Cikondang (Nurmahani, 2002), tradisi Dughderan di Kota Semarang (Cahyono,
2006), tradisi Jawa timuran bernama Nyalap-Nyaur dalam sebuah pagelaran
wayang Jekdong (Nugraha and Rich, 2012). Dari sekian tradisi maupun keyakinan
yang tersebar di Pulau Jawa, khususnya di wilayah Jawa Tengah, terdapat salah
satu keyakinan ajaran lokal yang mempunyai keunikan tersendiri. Ajaran lokal
yang terdapat di sebuah komunitas yang berada di wilayah Blora Jawa tengah,
tersohor dengan julukan sebagai Komunitas Sedulur Sikep.

Bermula di masa penjajahan Belanda, nama Komunitas Sedulur Sikep


dikenal dengan sebutan Komunitas Samin atau tiyang samin. Sikap anggota
sedulur sikep yang menyeru penentangan terhadap kolonial belanda dengan
metode politik etis, menimbulkan kesan yang menyimpang dari pemahaman
masyarakat umum. Kolonial Belanda memberikan stigma negatif pada kelompok
Samin berupa sebutan bahwa kelompok atau masyarakat samin ialah masyarakat
yang gila, nyeleneh, dan pembangkang (Octaviani, 2015). Nuansa negatif
tertanam dalam stigma masyarakat, namun untuk mengurangi persepsi masyarakat
umum tentang ajaran samin, dewasa ini dalam setiap seminar, karya ilmiah,
maupun karya tulis lainnya, yang menamakan kelompok atau masyarakat
pengikut ajaran Samin Surosentiko disebut dengan nama Sedulur Sikep. Pada
penyebarannya Komunitas Sedulur Sikep berada diberbagai wilayah di Jawa
tengah dan Jawa Timur, diantaranya daerah Jepara, kudus, Demak, Pati,
Rembang, Blora, Tuban dan Bojonegoro (Radendra and Masykur, 2015).

Sentral dari populasi dan kegiatan Sedulur Sikep berada di wilayah


Kabupaten Blora, lebih tepatnya di Dusun Karangpace Desa Klopoduwur
Kecamatan Banjarejo. Secara geografis wilayah Blora memiliki luas 1.821,59
km², memiliki 16 kecamatan dengan populasi penduduk 893.940 jiwa (SIPD
Kabupaten Blora, 2013:23). Wilayah Blora memiliki berbagai potensi yang perlu
dikembangkan secara berkelanjutan, baik dalam sektor flora, fauna maupun
budaya. Dapat diketahui baik dari sektor flora maupun fauna Kabupaten Blora
memiliki lebih dari 13 ribu Ha hutan jati, kemudian dengan berbagai fosil fauna
purba yang dimusiumkan di berbagai daerah Kabupaten Blora. Tidak kalah
menarik aspek budaya menjadi hal esensial yang mengangkat eksistensi
Kabupaten Blora, yaitu diantaranya dengan adanya Komunitas Sedulur Sikep,
biasa dikenal dengan nama Kampung Samin.

Wilayah Kabupaten Blora menjadi awal mula pergerakan ajaran Samin,


adanya komunitas Sedulur sikep tidak hanya memberikan ciri khas dan ikon
tersendiri bagi kabupaten Blora, melainkan juga menjadi identitas sosial
masyarakat Blora. Secara keseluruhan, populasi pengikut ajaran Sedulur Sikep
yang ada di blora mencapai 133 jiwa (Ruli, 2016). Pengikut ajaran Sedulur Sikep
tersebar di berbagai wilayah Kecamatan, diantaranya Kecamatan Banjarejo,
Kecamatan Japah, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Tunjungan, Kecamatan
Sambong dan Kecamatan Kradenan (Eva Ardiana Indrariani 2015). Semuanya
dalam ikatan yang sama menyambung antar sedulur. Ikatan tersebut sangat kental
terjalin, terlebih dengan adanya kegiatan srasean ataupun ritual yang dilakukan
oleh para pengikut ajaran Sedulur Sikep, kegiatan rutin tersebut dilaksanakan
setiap malam selasa kliwon di bulan suro dan sresean atau sesrawungan antar
anggota, setiap malam selasa kliwon dan Jum’at kliwon.
Gambar 1. Sresean para anggota Sedulur Sikep (Dokumen arif tahun 2019)

Keberadaan komunitas Sedulur sikep di wilayah Blora juga menjadi daya


tarik wisatawan domestik maupun luar negeri, baik dari kalangan umum, pelajar,
akademisi maupun instansi dinas tertentu. Keunikan dan kesederhanaan yang di
jadikan pondasi kehidupan bagi penganut ajaran sedulur sikep menjadi daya tarik
tersendiri bagi kalangan masyarakat luar (Lestari 2013). Lantas hal tersebut juga
tidak menjadi segregasi bagi masyarakat diluar pengikut ajaran Sedulur Sikep,
melainkan dengan adanya Komunitas Sedulur Sikep memberikan warna
heterogenitas yang menarik di masyarakat Kabupaten Blora.

b. Sejarah Komunitas Sedulur Sikep Di Kabupaten Blora

Munculnya Komunitas Sedulur sikep bermula dari ajaran tokoh


masyarakat yang bernama Raden Kohar, merupakan putra dari Raden Mas Broto
Diningrat atau Raden Surowodjoyo. Latar dari gerakan yang dipelopori oleh
Raden Kohar tidak terlepas dari sejarah kehidupan ayahnya yaitu Raden
Surowodjoyo. Raden Surowodjoyo sendiri merupakan bagian keluarga bangsawan
dari Bojonegoro. Pada tahun 1840, dikarenakan melihat kondisi rakyat yang selalu
ditindas oleh bangsa Belanda, Raden Surowodjtoyo memberanikan diri untuk
keluar dari kehidupan keraton dan memilih membela kepentingan rakyat. Dalam
usahanya tersebut, Raden Surowodjoyo membentuk kelompok pemuda dengan
nama Tiyang Sami Amin. Sasaran yang mereka lakukan ialah dengan merampok
rampasan dari antek-antek pemerintahan kolonial Belanda dan membagikan hasil
rampokan tersebut kepada rakyat miskin (Widyatwati, 2017).

Putra dari Raden Suwodjoyo yaitu Raden Kohar, lahir pada tahun 1859 di
Desa Ploso Kediren Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora. Raden Kohar
mulai mengembangkan ajarannya di tahun 1890, termotivasi oleh perjuangan
ayahnya, Raden Kohar memunculkan gerakan untuk membela kesejahteraan
petani (Protonasionalisme). Perlawanan yang dimunculkannya ialah perlawanan
masif dengan sikap membangkang terhadap kebijakan atau peraturan yang
ditetapkan oleh kolonial Belanda. Perlawanan dengan sifat masih atau non fisik
ini bisa dikenal dengan istilah politik etis, berupa bahasa komunikasi maupun
perilaku yang sukar dipahami oleh para kolonial Belanda pada saat itu (Lestari
2017). Berawal dari gerakan perlawanan pula yang sekaligus memberikan andil
bagi Raden Kohar untuk memunculkan ajaran-ajaran kejawen yang disampaikan
dengan ceramah (sesoroh). Ajaran dengan nama paham sikep tersebut
memberikan doktrin tentang tindakan manusai dalam menyikapi kehidupan,
seperti tata cara mengatur perilaku bermasyarakat, sikap mental, dan pranata
mangsa.

”La kok diwestani samin, niku kan maksutenipun sami-sami gesang


wonten alam ndoyo, tiyang gesang kedah semerep uripipun. Dados paham
uripe, nek tiyang sikep niku masalah bodho ndonyo niku mboten kepingen
gebyare ndoyo sing di kepingini gebyare ati kaleh sanak sedulur, soale
tiyang sikep niku ngandalake lakunipu”. (Mbah Lasio, 59 tahun, petani, 5
februari 2019).
(kenapa bisa disebut samin, itu maksutnya adalah hidup bersama di alam
dunia, orang hidup didunia dengan tau maksutnya. Jadi paham hidupnya.
Kalo orang sikep itu tidak mencari kekayaan dunia, tidak ingin mencari
harta dunia yang diinginkan kekayaan hati kepada saudara. Karena orang
sikep mengandalkan tingkahlaku budi pekerti).

Ajaran paham sikep memiliki semboyan yang sekaligus menjadi kiblat


setiap tabiat dalam diri pengikut ajarannya, yaitu Manunggaling Kawulo Gusti
(menyatu manusia dengan tuhan) atau Sangkan Paraning Dumadi (asal muasal
terjadinya sesuatu). Pedoman dari tabiat ajaran Sedulur Sikep tercatat dalam
kepek (sejenis buku primbon), dengan nama Serat Jamus Kalimasada. Pedoman
Manunggaling Kawulo Gusti diibaratkan sebagai ilmu ke-tuhan-an, campur
tangan sang pencipta di dalam kehidupan manusia dan menyiratkan bahwa
hanyalah tuhan yang bersifat sejati. Melalui ajarannya, Raden Kohar lebih dikenal
oleh masyarakat dengan nama Samin Surosentiko.

Masyarakat yang pada saat itu mayoritas bermata pencaharian sebagai


petani dan buruh tani, merasa simpatik pada ajaran ini hingga puncak dari ajaran
Samin mengalami perkembangan hingga diluar daerah Kabupaten Blora,
khususnya di wilayah Bojonegoro (Siti Munawaroh dkk, 2015:24). Karena
otoritas dimasa pemerintahan Kolonial Belanda sangat antipati dengan adanya
pergerakan kelompok-kelompok masyarakat, terlebih dengan intensitas pengikut
yang tinggi, sehingga pada tanggal 8 november 1907 Samin Surosentiko
ditangkap oleh kolonial Belanda dan diasingkan di Sawah lunto Sumatra Barat.
Sampai pada akhir hayatnya Samin Surosentiko meninggal di pengasingannya
pada tahun 1914.

c. Desa Klopoduwur Sebagai Pusat Kegiatan Komunitas Sedulur


Sikep di Kabupaten Blora

Lokasi penelitian mengenai Komunitas Sedulur Sikep berada di wilayah


Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Desa Klopoduwur
menjadi salah satu tempat kegiatan para pengikut ajaran Sedulur Sikep. Adanya
bangunan pendopo Sedulur Sikep Samin Blora yang di bangun pada tahun 2010,
menjadi salah satu bukti Desa Klopoduwur sebagai sentral perkumpulan
Komunitas Sedulur Sikep yang ada di Kabupaten Blora. Adanya potensi budaya
yang ada di Desa Klopoduwur, kemudian di lirik oleh Dinas perhubungan,
pariwisata, kebudayaan, komunikasi dan informatika (DPPKKI) yang
bekerjasama dengan lembaga non profit milik pemerintah Jerman Gesellschaft
Fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) untuk lebih memberdayakan wilayah
Desa Klopoduwur sebagai Desa wisata edukasi.
Gambar 2. Pendondopo Sedulur Sikep di Desa Klopoduwur (Dokumen arif
tahun 2019)

Untuk lebih mengenal segala karakteristik wilayah Desa Klopoduwur,


dapat dilihat dari beberapa aspek pendukung, yaitu diantaranya dengan melihat
aspek geografis dan demografi, serta dilengkapi dengan kondisi kehidupan
masyarakat Desa Klopoduwur. Dalam hal ini untuk lebih memetakan aspek
kehidupan masyarakat Desa Klopoduwur peneliti akan menjabarkan melalui segi
sosial budaya, ekonomi dan kepercayaan. Berkaitan dengan beberapa aspek dalam
menjelaskan segala karakterisktik Desa, akan di mulai melalui aspek dasar, yaitu:

1) Kondisi Geografis Desa Klopoduwur

Secara administratif, Desa Klopoduwur termasuk dalam wilayah


Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Jarak Desa Klopoduwur dengan pusat
pemerintahan Kabupaten Blora kurang lebih 7 km. Lebih terperinci Desa
Klopoduwur memiliki batas-batas wilayah tertentu yaitu meliputi : sebelah utara
Desa Gedong Sari Kecamatan Banjarejo; sebelah timur Desa Jepangrejo
Kecamatan Blora kota; sebelah selatan hutan Negara Kecamatan Randublatung;
sebelah barat Desa Sumberagung Kecamatan Banjarejo. Keseluruhaan luas
Wilayah Desa Klopoduwur adalah 687,705 hektar. Dapat diperincikan dalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.1 Luas Wilayah Desa Klopoduwur

No Wilayah menurut Penggunaan Luas Wilayah


1. Pemukiman 104,450 ha
2. Persawahan 101,037 ha
3. Tanah kuburan 2,250 ha
5. Perkantoran 0,225 ha
6. Prasarana umum yang lain 375,293 ha
7. Total Keseluruhan Wilayah 687,750 ha
Sumber : Monografi Desa Klopoduwur 2014

Data penyelenggaraan pemerintah Desa Klopoduwur terbagi dalam 5


Rukun Warga (RW) dan 29 Rukun Tetangga (RT) dengan penyebaran sebagai
berikut, RW I terletak di wilayah Wotrangkul sebelah selatan Desa Klopoduwur
yang terdiri dari 8 Rukun Tetangga, dengan kepala RW bernama bapak Parjo. RW
II diketuai oleh bapak Kartono yang terletak di wilayah Klopoduwur yang terdiri
dari 5 rukun tetangga. RW III diketuai oleh Djasmin yang terletak di wilayah
Semengko yang terdiri dari 6 rukun tetangga. RW IV diketuai oleh Rusman yang
terletak di wilayah Sale yang terdiri dari 3 rukun tetangga. RW V diketuai oleh
Giman yang terletak di wilayah Badong Kidul yang terdiri 7 rukun tetangga.

Dari pembagian 5 RW dan 29 RT, diketahui bahwa wilayah Desa


Klopoduwur memiliki 6 perdukuhan, yaitu diantaranya; Dukuh Karangpace,
Wotrangkul, Sumengko, Sale, Badonggeneng dan Badongkidul. Desa
Klopoduwur sendiri merupakan daerah pembukaan lahan oleh pemerintah Blora,
sehingga tingkat kepemilikan lahan oleh masing-masing keluarga sangat luas. Ini
dibuktikan dengan kondisi wilayah Desa Klopoduwur yang berbatasan langsung
dengan hutan jati milik Negara, juga dengan hasil data monografi pemerintah
setempat. Keseluruhan wilayah Desa Klopoduwur merupakan perbukitan kapur
dengan intensitas curah hujan tertinggi 75 mm/th (Geografi Desa Klopouwur,
2014). Kondisi wilayah yang merupakan perbukitan kapur di tambah dengan
intensitas curah hujan yang rendah, menjadikan sebagian wilayah di Desa
Klopoduwur kesulitan dalam hal air bersih. Terutama untuk warga di Wilayah
Dukuh Karangpace, kebutuhan air bersih di masyarakat Dukuh Karangpace
sendiri tidak menggunakan sumber air PDAM, melainkan menggunakan sumur-
sumur bor, yang biasa dalam pembuatannya disokong secara kolektif oleh setiap
warga di masing-masing Rw. Tidak jarang masyarakat juga memanfaatkan waduk
yang digunakan untuk pengairan sawah yang ada di tengah area hutan jati BKPH
Kalisari.

Di wilayah Desa Kelopoduwur sendiri, barometer Komunitas Sedulur


Sikep berada di Dukuh Karangpace. Dibangunnya pendopo sedulur sikep di
wilayah dukuh karangpace sekaligus menjadi lokasi sentral kegiatan Komunitas
samin sehingga dukuh karangpace menjadi bagian penting dalam eksistensi
Komunitas Sedulur Sikep di Kabupaten Blora. Dukuh Karangpace ialah salah satu
dukuh yang berada di wilayah selatan Desa Klopoduwur, yang merupakan dukuh
representative kegiatan Komunitas Sedulur Sikep di Desa Klopoduwur. Populasi
terbanyak pengikut ajaran Sedulur Sikep berada di Wilayah Dukuh Karangpace,
tempat yang memiliki suasana asri desa, terlebih dengan tempat lokasi yang
sebagian besar masuk dalam area hutan jati BKPH Kalisari Kecamatan Banjarejo,
menambah eksistensi keskralan Dukuh Karangpace. Terbukti dengan sering
adanya kunjungan ataupun penelitian oleh para mahasiswa ataupun akademisi
untuk mengenali tentang komunitas sedulur sikep yang ada di wilayah Dukuh
Karangpace Desa Kelopoduwur.

Letak Desa Klopoduwur dari pusat pemerintahan Kabupaten Blora relatif


dekat, perkiraan hanya membutuhkan waktu tempuh selama 20 menit.
Aksesibilitas Letak Desa Klopoduwur dengan pusat pemerintahan Kabupaten,
menjadikan jalan yang ada di wilayah Desa Klopoduwur cenderung baik, dengan
aspal dan cor di jalan utama untuk menuju pusat Kabupaten. Akses jalan dari
dusun ke dusun sudah menggunakan paving, terutama di Dusun Karangpace.
Namun dikarenakan wilayah dusun sebagian masih area hutan jati, sehingga
sebagian akses jalan di Dusun ini masih menggunakan jalan setapak, dan sebagian
area jalan masih menggunakan susunan batu.

2) Gambaran Umum Demografi Desa Klopoduwur

Untuk Lebih mengenali dimensi kependudukan yang ada di Desa


Klopoduwur, maka dibahas pula aspek demografi yang menyajikan gambaran
tentang kepadatan penduduk dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dari data
Demografi Desa Klopoduwur periode tahun 2014 secara kumulatif jumlah
keseluruhan penduduk Desa Klopoduwur sebanyak 5.066 jiwa, dengan kepala
keluarga berjumlah 1.688 KK. Lebih terperinci pada keterangan berikut :

Tabel 4.2 Data kependudukan Desa Kelopoduwur

No Keterangan Jumlah
1. Jumlah Penduduk 5.066 Jiwa
2. Jumlah KK 1.688 KK
3. Jumlah laki-laki 2.475 jiwa
4. Jumlah Perempuan 2.589 jiwa
Sumber : Demografi Desa Kelopoduwur 2014

Melalui data Demografi Desa periode tahun 2014, dapat dicermati tingkat
pertumbuhan penduduk di wilayah Desa Klopoduwur relatif stabil, dapat dilihat
berdasarkan jumlah pertumbuhan antara laki-laki dan perempuan tidak terpaut
jauh. Hal tersebut juga yang mendasari solidaritas masyarakat menjadi lebih tinggi
dan berpengaruh terhadap keharmonisan antar warga. Dari keseluruhan data
demografi di Desa Kelopoduwur, jika dikelompokan menurut kriteria umur yaitu :
usia 0-15 tahun berjumlah 1.438 jiwa, usia 15-65 tahun 3.535 jiwa dan usia 65
tahun ke atas berjumlah 91 jiwa. Pertumbuhan penduduk pada usia remaja hingga
dewasa, yang merupakan usia produktif lebih memperlihatkan adanya
pertambahan populasi. Hal tersebut secara implisit dapat mempengaruhi
keberlangsungan dari ajaran ataupun budaya-budaya lokal yang ada di lingkungan
Desa Klopoduwur.
Dari 6 perdukuhan yang ada di Desa Klopoduwur, terdapat nama dukuh
Karangpace yang sering dijadikan kunjungan studi ataupun objek penelitian, baik
dari instansi pendidikan, lembaga masyarakat, maupun perseorangan. Dukuh
Karangpace merupakan tempat kegiatan Komunitas Sedulur Sikep, terutama di
lingkungan RT 01 RW 02. Lebih mengenali wilayah ini secara demografis dapat
dilihat melalui tabel berikut :

Tabel 4.3 Data kependudukan Dukuh Karangpace Rt 01/02


NO Keterangan Jumlah
1 Jumlah Penduduk 259 jiwa
2 Jumlah KK 80 KK
3 Jumlah penduduk laki-laki 126 jiwa
4 Jumlah penduduk perempuan 133 jiwa
Sumber : Data Buku Induk Penduduk (BIP), 2014

Pertumbuhan penduduk di wilayah dukuh Karangpace sangat berpengaruh


terhadap keberlangsungan ajaran Komunitas Sedulur Sikep, karena dalam
menjaga eksistensi ajaran Sedulur Sikep, perlu adanya regenarasi dari para
sesepuh atau orang tua kepada anak turunnya. Berdasarkan penuturan oleh tokoh
adat Sedulur Sikep,

“ajaran niki bakal teros sumerep nek anak turune podo nguri-uri ajaran
kang di ajarke soko bapak-ibuk’e. Sedone poro sesepuh bakal tenang
kejaba poro anak turune saget nglampahi ajaran niku wau” (Lasio, 59
tahun, petani, 5 Februari 2019)
(ajaran ini akan terus terjaga ketika para generasi muda masih menguri-uri
tuntunan ajaran dari Sedulur Sikep. Jika generasi tua meninggal, aka ada
penerus yang sudah siap untuk terus mengajarkan pedoman hidup dari
Komunitas Sedulur Sikep).

Lestarinya ajaran Sedulur Sikep tidak terlepas dari komposisi penduduk


atau masyarakat yang ada di Dukuh Karangpace, khususnya di Rt 01/02. Bentuk
keyakinan masyarakat terhadap pertolongan leluhur dan sang pencipta, menjadi
alasan utama ajaran Sedulur Sikep ada di masyarakat. Melalui pengarahan serta
petunjuk dari ajaran Sedulur Sikep, masyarakat menjadi simpati hingga melekat
sebagai identitas hidup di lingkungan Dukuh Karangpace. (SITASI) Salah satu
contoh bentuk pedoman hidup yang dihayati ialah hidup sederhana serba
kecukupan, selalu berusaha untuk bersikap jujur, saling menyayangi, bantu
membantuk, serta mementingkan hidup untuk membenahi segala perilaku dan jati
diri.

Melalui ajaran dan podaman hidup sebagai bahan bagi masyarakat Dukuh
Karangpace dalam membentuk serta mewariskan perilaku kepada anak turunnya
agar sesuai dengan ajaran Paham Sikep, sehingga substansi ajaran sedulur sikep
akan terus dihayati dari generasi ke generasi berikutnya.

Upaya pewarisan oleh para orang tua baik berupa pendidikan secara
spiritual, represif maupun preventif menjadi hal fundamental dalam mewariskan
ajaran Paham Sikep kepada generasi penerus yang ada di Dukuh Karangpace.
Korelasi dari pelestarian ajaran Sedulur Sikep dengan para generasi muda Sedulur
Sikep, terlihat ketika para orangtua memberikan perannya sebagai fasilitator
dalam pewarisan nilai paham sikep kepada anak turunnya (Siti Munawaroh dkk,
2015:56). Diketahui bahwasanya pertumbuhan penduduk laki-laki dan perempuan
dewasa di lingkungan Dukuh Karangpace, berkisar dari umur 20-65 tahun
berjumlah 30 orang (Monografi 2014), data yang dapat dijadikan salah satu
indikasi harapan terus lestarinya ajaran Sedulur Sikep. Terlebih dalam ajaran
Sedulur Sikep, para orang tua mengemban ajaran Sedulur Sikep agar terus di
wariskan kepada anak turunnya, hal tersebut juga yang menjadikan dalam ajaran
Sedulur Sikep memiliki tingkatan dimana para orang tua dewasa juga melakoni
kegiatan ritual atau berkumpul setiap malam selasa kliwon maupun malam jum’at
kliwon, untuk memantabkan tingkah laku sesuai ajaran Sedulur Sikep yang
kemudian bisa diwariskan kepada anak turunnya.
3) Keadaan Sosial Budaya, Ekonomi, kepercayaan Masyarakat Desa
Klopoduwur

a). Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat

Sudah dikenal oleh masyarakat umum, bahwa kehidupan di lingkungan


pedesaan memiliki tingkat kekompakan dan solidaritas yang tinggi. Hal tersebut
sudah menjadi bagian sosiologis masyarakat pedesaan yang memiliki sifat
paguyuban, dengan ciri pergaulan sehari-hari terjalin akrab dan harmonis antar
warga satu dengan warga lainnya (Soerjono dkk, 2013:132). Manifestasi dari
masyarakat pedesaan itulah yang tercermin pada masyarakat Desa Klopoduwur,
terlebih dengan adanya Komunitas Sedulur Sikep, memberikan corak khas budaya
lokal yang ada di Desa Klopoduwur. Salah satu contoh dengan adanya kegiatan
sambatan, sejenis kegiatan gotong royong untuk mendirikan rumah salah satu
warga dengan tanpa imbalan upah. Kegiatan sambatan bukan untuk membuat atau
mendirikan rumah baru, melainkan membongkar dan memindahkan rumah warga
yang biasanya terbuat dari papan-papan kayu jati, dan untuk memindah rumah
juga hanya di lingkungan desa tidak sampai luar daerah. Sering kali kegiatan
tersebut masih dilakukan oleh warga di Desa Klopoduwur, kekompakan dan etos
kerjasama bantu membantu terlihat ketika selesainya kegiatan sambatan yaitu
dengan makan-makan bersama.

Budaya masyarakat Desa Klopoduwur tidak hanya terlihat pada kegiatan


Sambatan, pengaruh masyarakat Sedulur Sikep juga berdampak dengan
munculnya tradisi slametan. Salah satu bentuk tradisi pengungkapan syukur atas
rejeki yang diberikan sang pencipta. Dalam tradisi slametan sendiri dapat berupa
kelahiran yang disebut dengan krayahan, juga dengan selametan bagi wanita yang
hamil di usia tujuh bulan bagi anak pertama yang biasa disebut dengan mitoni.
Dalam penjelasan (Wijayanti, 2013:50-52) pada masyarakat Sedulur Sikep
mengenal dan masih melakukan beberapa upacara selamatan di kala waktu
tertentu, yaitu diantaranya Selametan puputan bayi, Selametan khitanan,
Selametan pernikahan (brokohan) dan selametan kematian, sesuai lumrahnya
masyarakat umum selametan kematian dilakukan 7 hari, 40 hari dan 1000 hari.

Kekompakan masyarakat, serta sifat dan tradisi kebudayaan lokal yang ada
di Desa Klopoduwur, tidak terlepas dari ajaran masyarakat Sedulur Sikep. Turut
andilnya Komunitas Sedulur Sikep dengan ajaran paham sikep menjadi latar
belakang terbentuknya karakter dan budaya masyarakat Desa Klopoduwur. Ajaran
paham sikep sendiri tertuang pada nilai-nilai pedoman dan larangan paham sikep,
termaktub dalam panca sesanti dan wewaler yang menjadi pondasi dalam ajaran
paham sikep (Wijayanti, 2013: 62-63). Kerukunan dan sikap tolong monolong
sebagai sikap yang diutamakan oleh masyarakat sedulur sikep, berkaitan dengan
panca Sesanti Ugeran pertama dan kedua, pada ugeran pertama terdapat nilai
seduluran (bersaudara) dan yang kedua tentang nilai ojo ngrenah liyan (jangan
memfitnah dan gampang iri dengan orang lain). Kehidupan bermasyarakat di
lingkungan Dukuh Karangpace tidak terlepas dengan nilai ajaran paham sikep,
yaitu nilai yang ada pada panca sesanti dan wewaler.

Panca sesanti dan wewaler sendiri memiliki isi yang dikenal dengan nama
ugeran, baik dari panca Sesanti maupun wewaler memiliki lima ugeran. Selain
mengamalkan apa yang menjadi pedoman pada panca Sesanti dan menjauhi
larangan yang tercantum pada panca Wewaler, bentuk kesalehan masyarakat
Sikep juga terlihat ketika para orangtua ataupun anak yang beranjak dewasa
mengikuti kegiatan Srasean pada hari Selasa Kliwon dan Jum’at Kliwon serta
kegiatan ritual Tebus Laku Sikep Samin ketika malam satu suro. Nilai ajaran dan
kepercayaan yang ada di masyarakat Sedulur Sikep memberikan ciri khas
keunikan tersendiri khususnya bagi Komunitas Sedulur Sikep.

Keberadaan komunitas ini menjadi daya tarik bagi orang luar daerah untuk
berkunjung atau mengenali Komunitas Sedulur Sikep. Kedatangan wisatawan
atau orang luar daerah ke Desa Klopoduwur, menjadikan masyarakat lebih
terbuka dengan orang-orang yang ingin mengenali Komunitas Sedulur Sikep.
Terbukanya masyarakat ini terlihat dari ramahnya para warga ketika
diwawancarai dan ramahnya ketika bersua dengan orang luar daerah maupun
sesama warga yang tidak mengikuti ajaran Sedulur Sikep. Hal tersebut
memberikan corak kerukunan sesama warga Desa Kelopoduwur baik itu pengikut
ajaran sedulur sikep maupun masyarakat biasa.

Tidak semua warga di Desa Klopoduwur mengikuti ajaran Sedulur Sikep,


tetapi kesadaran untuk menghargai dan melestarikan budaya Sedulur Sikep terasa
terjalin kuat oleh setiap warga Desa Klopoduwur. Terbukti dengan gotong royong
ataupun musyawarah mufakat desa baik di tingkat RT, RW maupun Desa terjalin
dengan lancar. Adanya gotong royong serta musyawarah merupakan bentuk
prinsip masyarakat Desa Klopoduwur, baik itu pengikut ajaran sedulur sikep
ataupun bukan. Bentuk kerukunan ini lebih terjalin dengan ditambahnya pedoman
ajaran Sedulur sikep yang lebih mengutamakan hidup rukun, damai dan sejahtera.
Hal tersebut sangat terlihat dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa
Klopoduwur yang masih sederhana serta hidup serba kecukupan. Perkembangan
zaman yang semakin modern tidak lantas menjadi terkikisnya pedoman para
pengikut ajaran Sedulur Sikep. Kentalnya pedoman ajaran ini terlihat pada
suasana lingkungan masyarakat Desa Klopoduwur seperti dalam ranah mata
pencaharian, religi muapun tingkat sosial ekonominya.

b. Kondisi Ekonomi Masyarakat

Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dalam berbagai aspek, baik


dari aspek kepercayaan, kesehatan, maupun aspek ekonomi. Secara umum hal
yang paling lumrah dibicarakan untuk melihat kesejahteraan masyarakat ialah
dalam hal perekonomiannya, baik dalam unsur mata pencaharian, pendapatan,
maupun status sosial. Penempatan alat ukur kepada masyarakat juga harus melihat
pada kondisi lingkungan sosial masyarakat itu sendiri, seperti perbedaan tingkat
kesejahteraan antara masyarakat perkotaan dengan pedesaan (………………….).
Dalam lingkup kehidupan masyarakat Desa Klopoduuwur, kesederhanaan taraf
hidup masyarakatnya tercermin pada pola sistem mata pencaharian serta tingkat
kebutuhan setiap keluarga. Hal tersebut tidak lepas dari nilai ajaran yang
dipercayai masyarakat Sedulur Sikep, yang tercantum pada panca wewaler yang
berisi ora nerak sing dudu sak mestine (tidak boleh berkata bohong).

Bagi pengikut ajaran sedulur sikep, pekerjaan yang sesuai dengan tuntunan
para leluhur ialah dengan bertani, hal tersebut dapat dicermati dengan kondisi
luasnya areal persawahan di Desa Klopoduwur, terlebih juga di dukung dengan
kepercayaan yang ada di ajaran Sedulur Sikep. Dalam hal ini sistem mata
pencaharian dari keseluruhan masyarakat Desa Klopoduwur dapat dilihat dalam
tabel berikut:

Tabel 4.4 Data mata pencaharian Desa Klopoduwur

No Jenis Pekerjaan/Mata Pencaharian Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil 20 orang


2 Karyawan Swasta 48 orang
3 Wiraswasta/pedagang 16 orang
4 Petani 973 orang
5 Buruh Tani 896 orang
6 Tukang 84 orang
7 Tidak Bekerja/pengangguran 186 orang
Sumber: Data Monografi Desa 2014

Rangkuman data diatas ialah representatif mata pencaharian masyarakat


Desa Klopoduwur, dengan mengambil data-data terbanyak dari keseluruhan
sumber mata pencaharian masyarakat. Data Monografi diatas menunjukan
mayoritas masyarakat berorientasi pada petani dan buruh tani, dengan
mengandalkan hasil bumi sebagai tompangan kebutuhan hidup. Kriteria
kebutuhan hidup yang dibentuk oleh masyarakat Desa Klopoduwur tidak terlepas
dari sejarah dan hasil dari penyebaran ajaran Sedulur Sikep di lingkungan Desa
Klopoduwur.

Pedoman hidup masyarakat Sedulur Sikep di Desa Klopoduwur tertuang


dalam semboyan Sangkan Paraning Dumadi, yang berarti (asal muasal terjadinya
sesuatu) memahami asal muasal manusia diciptakan sehingga memberi
penghayatan bagi diri manusia (Tafricha dkk, 2015). Serupa dengan semboyan
Sangkan Paraning Dumadi, nilai ajaran tentang hakekat hidup manusia juga
dijelaskan dalam panca Sesanti tiyang sikep ugeran kelima “eling sing kuwoso”
segala budi pekerti tindakan manusia berdasarkan tuntunan leluhur dan sang
pencipta (Wijayanti, 2013 : 64). Implementasi nilai-nilai ajaran Sedulur Sikep di
lingkungan masyarakat juga menjadi perihal tersendiri bagi Komunitas Sedulur
Sikep dengan tuntutan perkembangan zaman.

Perkembangan zaman yang semakin modern dengan tuntutan kemajuan


teknologi yang melambungkan kriteria kebutuhan hidup manusia, secara tidak
langsung berpengaruh kepada pola pikir masyarakat Desa Klopoduwur. Seiring
dengan kemajuan zaman, menuntut masyarakat untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan secara umum. Pengaruh dari perkembangan zaman terhadap
masyarakat sedulur sikep dibuktikan dengan adanya keinginan untuk
meningkatkan taraf kehidupan, baik dalam status sosial maupun pendidikan.

“Saya pengen anak saya ini hidupnya enak mas, dadi pengusaha sing jujur,
atau pegawai sing bertanggung jawab, makane saya punya anak dua ini
ya, berharap iso dadi uwong mapan kabeh mas”. (lestaningrum, 29 tahun,
ibu rumah tangga, 5 februari 2019)

Keinginan masyarakat bekerja diluar bidang pertanian tidak lantas menjadi


ancaman bagi keberlangsungan dalam ajaran Sedulur Sikep, sekali lagi peran
orang tua sedulur sikep menjadi pilar pokok dalam pewarisan budaya bagi anak
turunnya. Tidak dapat dikesampingkan, tingkat kesejahteraan juga perlu disokong
oleh kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Hal ini berkaitan
dengan kondisi mata pencaharian yang ada di Desa Klopoduwur, yang mana
merupakan sebagai tempat pusat kegiatan ajaran Sedulur Sikep.

Salah satu tempat representatif dari Komunitas Sedulur Sikep di Desa


Klopoduwur berada di Dukuh Karangpace. Menjadi pusat kegiatan ajaran sedulur
sikep, Dukuh Karangpace memperlihatkan bentuk taraf kesejahteraan menurut
ajaran paham sikep. Terlihat banyaknya masyarakat Dukuh Karangpace
khususnya di lingkungan Rt 01/02, mengandalkan hasil alam dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, seperti dengan mengggarap sawah tadah hujan, menggarap
ladang tebu dan tidak jarang memelihara ternak sapi dan kambing untuk
menambah sokongan kebutuhan hidup.

Banyaknya masyarakat Dukuh Karangpace yang masih bertahan


menggarap ladang dan perkebunan yang ada di wilayah Dukuh, tidak terlepas
dengan ajaran lokal yang memberikan doktrin sekaligus pedoman bagi
masyarakat. Tercatat dalam buku induk penduduk mengenai mata pencaharian
para warga Dukuh Karangpace Rt 01/02, disajikan dalam tabel 4.5 sebagai
berikut:

Tabel : 4.5 Data Mata Pencaharian Dukuh Karangpace

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH


1 Petani 76
2 Karyawan Swasta 22
3 Wiraswasta 10
4 Guru 1
5 PNS 1
Sumber: Data Buku Induk Penduduk 2014

Pola kebutuhan hidup yang dibentuk oleh masyarakat Desa Klopoduwur


khususnya pada Dukuh Karangpace, menjadi cermin tentang lekatnya masyarakat
dengan pedoman ajaran sedulur sikep. Di era globalisasi sampai dengan kemajuan
teknologi dewasa ini, tidak sampai mempengaruhi pada taraf kesejahteraan
masyarakat Dukuh karangpace. Walaupun demikian, masyarakat Desa
Klopoduwur tidak menafikan tentang perkembangan zaman yang semakin maju,
masyarakat mengikuti alur perkembangan teknologi dengan dibuktikannya alat
elektroknik yang dimiliki oleh setiap warga, seperti TV, handphone, ataupun alat
elektronik lainnya. Masyarakat Desa Klopoduwur khususnya bagi pengikut ajaran
Sedulur Sikep, menerima kemajuan teknologi tapi tetap melaksanakan tradisi dan
ajaran yang diturunkan oleh nenek moyang
2. Pasangan Suami Istri di Komunitas Sedulur Sikep
a. Paham Sikep Bagi Pasangan Suami Istri Muda di Komunitas
Sedulur Sikep

Proses internalisasi budaya merupakan salah satu bentuk usaha masyarakat


dalam menjaga eksistensi kebudayaan daerahnya. Terjaga dan terpeliharanya
suatu warisan budaya merupakan substansi pencapaian ajaran dalam suatu
masyarakat. Kodiran (2004), mengungkapkan bahwa, dalam proses pewarisan
budaya di masyarakat, terdapat istilah enkulturasi yaitu proses penerusan budaya
kepada seorang individu yang dimulai sejak dini hingga individu tersebut tumbuh
dan berkembang. Proses pewarisan budaya, juga menjadi salah satu tahap dalam
pemahaman anggota Komunitas Sedulur Sikep, khususnya bagi kalangan anggota
yang sudah menginjak usia dewasa.

Di dalam tahapan ajaran paham sikep, terjalinnya hubungan antara


orangtua kepada anak sehingga sampai pada pewarisan ajaran paham sikep,
merupakan hal pokok yang harus dipenuhi oleh anggota Sedulur Sikep yang
sudah dewasa. Terutama dalam tahapan ini adalah mereka yang sudah menginjak
hubungan rumah tangga. Suatu posisi yang menjadi puncak dari anggota sedulur
sikep adalah mengukuhkan pemahaman Sikep terhadap semua tingkah laku yang
ada dalam diri, dan selanjutnya dapat diwariskan kepada anak turunnya. Hal
tersebut berlandaskan oleh ungkapan salah satu anggota Sedulur Sikep.

“Ajaran Tiyang Sikep niku ajaran sing lengkap mas, ngajari orang jujur,
apa adanya, dan saling menyayangi, ajaran yang akan diajarkan iku
sesuai soko sesanti dan wewaler yang menjadi pedoman wong sikep mas..,
panca sesanti lan panca wewaler, iku semua harus diajarke anak
keturunan Tiyang Sikep” (Lestariningrum, 29 tahun, ibu rumah tangga, 5
Februari 2019).
“ajaran tiyang sikep itu ajaran yang lengkap, mengajari orang berbuat
jujur, apa adanya, dan saling menyayangi. Dan ajaran yang ditanamkan itu
sesuai dari sesanti dan Wewaler yang menjadi panutan orang sikep”
Bagi masyarakat Desa Kelopoduwur yang menganut dan meyakini tentang
ajaran paham Sikep, pewarisan ajaran paham sikep kepada anak turunnya
merupakan hal pokok dalam menjaga keberlangsungan Komunitas Sedulur Sikep.
Dalam kehidupannya, paham sikep yang di maksut ialah tentang pedoman hidup
dengan memperkaya hati atau batin, selalu memperbaiki diri, menjaga budi
pekerti, dan selalu bertabiat pada sang pencipta dan alam. Ajaran spiritual tersebut
merupakan tuntunan yang diwariskan kepada generasi Sedulur Sikep (wijayanti,
2013:55-56).

Keyakinan nilai-nilai spiritual yang melekat pada kehidupan masyarakat


dapat menjadi sebuah dimensi pembatas dalam menyikapi perkembangan zaman.
Nilai ajaran paham sikep merupakan representatif dari apa yang diyakini oleh
Komunitas Sedulur Sikep. Pedoman pokok dari nilai ajaran Sedulur Sikep tidak
terlepas dalam panca Sesanti dan Wewaler, baik dalam pola perilaku
bermasyarakat maupun pola kepercayaan religi. Begitupula dengan nilai-nilai
yang diwariskan orangtua kepada anak turunnya, tidak terlepas dengan pedoman
yang ada di Panca Sesanti dan Wewaler. Mulai dari panca Sesanti ugeran
pertama, seduluran (bersaudara) tidak saling bermusahan, ugeran kedua ora
seneng memungsuhan (menghindari atau tidak suka dengan sifat bermusuhan),
ugeran ketiga “ora seneng rewang kang kudu sak mestine”, ugeran keempat “ojo
ngrenah liyan” dan ugeran kelima “eling sing kuwoso”.

Dalam serat panca Wewaler terdiri dari lima ugeran, ugeran pertama
“tresno pepadhane urip” (menyayangi dengan semua yang hidup di dunia ini),
ugeran kedua “ora nerak wewalerane negoro”(tidak boleh melanggar aturan yang
dibuat oleh Negara, semua kebijakan yang diterapkan oleh Negara harus
dilaksanakan dan dipatuhi, ugeran ketiga ora nerak sing dudu sak mestine (tidak
berkata yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak melanggar apa yang sudah
ditakdirkan oleh tuhan. Ugeran keempat ora cidro ing janji (tidak boleh
mengingkari janji), ugeran kelima ora sepoto nyepatani (manusia tidak boleh
menghakimi diri sendiri maupun orang lain).
Gambar 3. panca sesanti dan panca wewaler

Sumber : Dokumen penulis, tahun 2019

Pedoman nilai dan peraturan yang temaktub dalam panca Sesanti dan
Wewaler, menjadi acuan bagi anggota sedulur sikep yang memasuki tahap
peralihan. Terutama dalam mengarahkan dan membina keluarganya sesuai
panutan yang diajarkan oleh para sesepuh. Dapat dikatakan panca Sesanti dan
wewaler merupakan bagian dari keyakinan para anggota sedulur sikep, dari mulai
anak kecil hingga memasuki masa pernikahan bahkan sampai usia lanjut.

Substansi nilai dan peraturan Sesanti dan wewaler, ialah selain


keperluannya dalam membimbing manusia agar selalu bertabiat kepada sang
pencipta dan para leluhur, juga membimbing manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal tersebut tercermin dari karakter anggota Sedulur Sikep
memiliki sikap, perilaku, budi pekerti yang santun, baik antar sesama anggota
maupun lingkungan masyarakat umum. Kepercayaan dan keyakinan masyarakat
Sedulur Sikep terhadap pedoman panca sesanti dan wewaler, menjadi latar
belakang terbentuknya ciri khas sikap yang berbeda dengan masyarakat pada
umumnya. Pentingnya memiliki laku yang santun dan baik dalam masyarakat
Sedulur Sikep ditegaskan oleh salah satu pasangan suami istri anggota Sedulur
Sikep.
“ajaran Tiyang Sikep iku sak benere ora agama tapi ajaran iki iku mono
ajaran laku, ajaran sing iso dirasakno manfaate sak wis’e dilakoni”.
(ariyanto, 34 tahun, petani, wawancara 5 februari 2019)
“Ajaran tiyang Sikep bukan merupakan agama tetapi tata cara berperilaku
yang baik dirasakan manfaatnya ketika sudah dilaksanakan”

Ajaran paham sikep, dipahami oleh anggotanya sebagai ajaran pembentuk


laku, karena dengan memiliki laku yang baik, termasuk dalam menjaga diri dari
hal-hal negatif, merupakan salah satu pencapaian yang harus dimiliki oleh anggota
Komunitas Sedulur Sikep. Terutama pada hal ini ialah para angota Sedulur Sikep
yang memasuki tahap peralihan, semacam para anggota yang baru menikah. Bagi
anggota Sedulur Sikep ketika memasuki masa dewasa, yaitu mereka yang sudah
menikah, banyak perubahan yang harus dialami. Diantaranya dengan
meningkatkan ajaran Paham Sikep, seperti srasean, puasa ngrowot dan deder
diwaktu malam satu suro.

Dalam implementasinya ajaran paham sikep memiliki beberapa tingkatan,


tingkatan ini berfungsi sebagai penyeimbang bagi manusia dalam membentuk
perilaku sesuai dengan tuntunan ajaran paham sikep. Dalam kepercayaan
masyarakat Sedulur Sikep, pewarisan ajaran paham sikep harus memiliki struktur
secara bertahap, hal ini dikehendaki agar para penerus ajaran paham sikep tidak
mengalami tekanan batin atau gedheng. Pengaruh usia dan kematangan cara
berfikir serta akal yang sudah dewasa menjadi kunci bagi kesiapan para anggota
menerima ajaran paham sikep dari para orang tua. Sesuai penuturan dari sesepuh
Sedulur sikep yang ada di Dukuh Karangpace,

“Nek niku empun tingkah laku tiang sepuh, nek dereng umur, dereng
keluarga, dereng wanton niku yen diperdalami soko lare nom-nom
mangke dadine stress, Sing diwestani sikep kan, wonten lanang karo
wedok, susah lan bungah, olo lan apik la, niku empun gadah keluarga
kan, empun sikep”. (Lasio, 59 tahun, petani, wawancara 20 September
2018)
“Kalo itu sudah tata caranya orang yang lebih tua, kalo belum saatnya,
belum keluarga, belum boleh di perdalami oleh anak yang masih muda,
karna bisa jadi stress. Dan yang dimaksut sikep itu adanya laki-laki dan
perempuan, susah dan senang, sakit dan sehat, la itu sudah
berkeluarga ,sudah bisa dimaksud dengan sikep”

Termasuk diantaranya bagi anggota Sedulur Sikep yang menginjak masa


transisi dewasa. Tahap ajaran paham sikep mengalami peningkatan ketika anggota
Sedulur Sikep mangalami transisi yang ditandai dengan kesiapan anggota
membina rumah tangga. Hal tersebut sesuai dengan terminologi dari kata Sikep
yang berarti menyatu dua pasangan antara laki-laki dan perempuan dan membina
tanggung jawab bersama. Tahapan yang dimaksut dalam ajaran paham sikep bagi
anggota yang sudah dewasa ialah dengan melakoni ritual puasa ngrowot, dan
deder di bulan suro yang di implementasikan pada kegiatan Ritual Tebus Laku
Sikep Samin.

Gambar 2. Mbah Lasio Sesepuh Sedulur Sikep di Desa


kelopoduwur

Sumber : Dokumen penulis, tahun 2019

Lingkaran hidup para anggota Sedulur Sikep tidak terlepas dengan


tuntunan ajaran paham Sikep, dimulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Pengenalan paham sikep dimulai dengan nilai dan larang panca Sesanti dan
Wewaler, sampai pada ajaran Laku tuo, yaitu berupa sreasean, puasa ngrowot dan
ritual deder. Keyakinan dan ajaran tersebut, diturunkan oleh para orangtua dengan
tanpa paksaan, sehingga beberapa generasi dari Komunitas Sedulur Sikep ada
yang lebih mementingkan kehidupan dunia dengan merantau ke luar daerah.
Paham sikep bagi beberapa pasangan mempunyai pemaknaan tersendiri.
Salah satu contoh pasangan yang bedomisili di Dusun Karangpace, yaitu bapak
Sudar dan ibu supriyatin, bagi mereka Paham Sikep merupakan tuntunan atau
pedoman untuk mengarahkan bagaimana menyikapi kehidupan dan memposisikan
diri dalam kehidupan di dunia.

“Wong urip kudu ngerti uripe, sebab urip siji digawa salawase.
Kedah sabar lan trokal sing diarah turune, dadi wong, salawase
dadi wong”(Sudar, 44 tahun, petani, 5 Februari 2019),
(orang hidup harus tau maksutnya, karena hidup sekali untuk bekal
selamanya. Tetap sabar dan tawakal kepada ajaran yang diikuti,
jadi orang selamanya jadi orang)

Pasangan bapak Sudar dan ibu Supriyatin merupakan salah satu keluarga
yang ada di Komunitas Sedulur Sikep, pedoman yang dianut dari paham Sikep
sendiri diterapkan dengan cara memenuhi kebutuhan hidup dan menentukan
standar hidup sesuai dengan apa yang diajarkan Paham Sikep. Hal tersebut
berlandaskan pada semboyan “Wong urip kudu ngerti uripe” manusia hidup harus
memahami kehidupannya, tidak bermewahan ataupun hidup berpola konsumtif,
selalu mengandalkan hasil alam dan bekerja sesuai kebutuhan keluarganya.

b. Proses Pewarisan Paham Sikep Melalui Ritual Tebus Laku Sikep


Samin

Ajaran paham sikep merupakan substansi utama dalam pola kehidupan


masyarakat Sedulur Sikep. Secara turun temurun ajaran ini diwariskan dari
generasi ke generasi, dari mulai Mbah Surosentiko diturunkan kepada
menantunya, secara berkelanjutan ajaran ini sampai pada murid hingga
masyarakat Dusun Karangpace. Proses pewarisan paham sikep memiliki media
pendukung di dalam pelaksanaannya. Dalam hal ini, ritual menjadi salah satu
media dalam mewariskan nilai-nilai budaya komunitas Sedulur Sikep.
Ritual merupakan aktivitas yang berbasis pada keyakinan
masyarakat terhadap kekuatan religi. Ritual menjadi aktualisasi dari kepercayaan
mengenai keistimawaan eksistensi dewa atau leluhur di dalam kehidupan mereka
(Koentjaraningrat, 1985:24). Pemahaman adanya kekuatan gaib oleh masyarakat
Sedulur Sikep, ialah dianggap sebagai leluhur yang menjaga semua kebutuhan
mereka ketika di dunia, baik dalam hal kesehatan, rejeki, maupun hubungan
sosial. Pemahaman itu sendiri bermuara pada sebuah ritual yang diyakini manjadi
salah satu bentuk bakti mereka kepada para leluhur terdahulu.

Munculnya sebuah ritual tidak terlepas dengan ajaran yang dipercayai oleh
Komunitas Sedulur Sikep, yang disebut dengan Agama Adam. Agama ini
mempercayai bahwa tuhan yang ada di dunia ialah kedua orang tua, dimulai sejak
munculnya zaman Adam dan Hawa. Dari musabab tersebut, pada ajaran Adam
menganjurkan bahwa harus berbakti dengan para orang tua, khususnya orangtua
leluhur yang menjaga diri kita masing-masing. Karena seluruh kehendak dari
orang tua akan dikabulkan oleh sang pencipta. Agama bagi masyarakat Sedulur
Sikep dimaknai sebagai ageman yang bisa diketahui manfaatnya apabila telah
dilakukan. Seperti upacara deder dan poso ngrowot pada Ritual Tebus Laku Sikep
Samin.

Ritual Tebus Laku Sikep Samin, merupakan salah satu bagian dalam
ajaran paham Sikep. Kegiatan ritual itu sendiri hanya dilakukan oleh para anggota
yang sudah menikah dan memiliki kematangan dalam cara berfikir dan akalnya.
Adanya prosesi dalam Ritual tersebut tidak lepas dengan paham Sikep menurut
tuntunan agama adam. Dalam tuntunnya agama adam memiliki preoritas yang
tertuang dalam istilah ajaran laku, seperti kejujuran, saling menghargai, serta
ajaran yang selalu menghormati dan mengabdi kepada para orangtua sebagai
leluhur masyarakat Sedulur Sikep.

“sasi suro niku laku tuwo, nek mriki mboten dongo, mboten ilmu nanging
laku. La nek sedoyo dilampahi nggeh pilih tanding. Diwestani deder niku
kan, gemeder atinipun, kenceng atinipun, ngajak ngumpulke banyu suci,
wongtuo jaler karo wong tuo wedok, la banyu sesasi dados setunggal,
tigang sasi diwestani moyo-moyo. Niku wiji sejati, sampun jumeneng
wonten jabang bayi wonten gununge ibuke. La saking tigang sasi ibuk’e
ngidam. Mboten doyan dahar, sego lan sakpinunggalane. Niku ditebus
ngangge poso ngrowot kaleh tiyang estri. La dalu mboten linggeh jum’at
ping 7, selasa ping 7 niku nebus laku tiyang jaler” (Lasio, 59 tahun, petani
29 juni 2019)
bulan suro itu namanya laku tuo. Kalau disini bukan doa, bukan ilmu tapi
tentang perbuatan. Dan jika semua dijalani ya bisa dibuktikan. Jika
dinamakan deder itu beasal dari gemeder hatinya, kuat hatinya, mengajak
mengumpulkan air suci, orang tua laki dan orang tua perempuan. Air suci
selama satu bulan menjadi satu, tiga bulan disebut moyo-moyo. Itu makhluk
sejati, sudah datang ada dalam bentuk bayu didalam kandunganya ibu. La
tiga bulan ibuknya ngidam, tidak bisa makan enak, nasi dan lainnya. Itu
ditebus dengan puasa ngrowot oleh para perempuan. Dan malam tidak
duduk jum’at 7 kali, selasa 7 kali, itu bentuk penebusan dari para laki-laki.)

Ritual dengan nama Tebus Laku Sikep Samin, menjadi salah satu bagian dari
pewarisan nilai dalam ajaran paham sikep. Dalam hal ini, Ritual Tebus Laku
Sikep Samin memiliki peranan dalam melestarikan ajaran paham sikep. Peran
yang terbentuk ialah Ritual ini menjadi wadah regenarasi para penerus ajaran
Sedulur Sikep. Ritual Tebus Laku Sikep Samin menjadi energi pendorong
keyakinan dan mamantapkan paham sikep dalam diri masyarakat. Seperti
ungkapan Van Gennep (dalam Koentjaraningrat, 32:1985) Komunitas Sedulur
Sikep berpendirian bahwa ritus dan upacara religi secara universal pada asasnya
berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan kembali semangat kehidupan
sosial antara warga masyarakat.

Dalam posisi bersamaan para anggota sedulur sikep, yaitu dalam kalangan
Komunitas Sedulur Sikep ialah mereka pasangan laki-laki dan perempuan yang
sudah menikah, akan mengalami suatu proses transisi untuk memantapkan
keyakinan mereka dalam meluruskan tujuan hidup. Hal tersebut juga
berkesinambungan dengan mempersiapkan bekal mereka untuk melewati masa
transisi berikutnya yaitu kematian. Sesuai penuturan oleh salah satu anggota
sedulur sikep.

“melune deder, karo poso ngorowot niku dingge pribadine kiyambak-


kiyambak, kangge noto lakunipun awak e kiambak, supados dadi uwong
sing ngerti laku uripe” (Jalal, 45 tahun, petani, 29 juni 2019)
ikutnya saya pada kegiatan deder dan puasa ngrowot, itu digunakan untuk
dirikita sendiri. Untuk membentuk perilaku diri sendiri, agar menjadi orang
yang tau jalan hidupnya

Dalam menyikapi regenarasi ajaran kepada keturunanya, Komunitas Sedulur


Sikep memulai katika mereka kecil hingga beranjak remaja. Para orang tua
memberikan stimulus pembentukan sikap, budi pekerti, dan cara bardaptasi di
lingkungan masyarakat sesuai tata cara paham sikep. Orang tua memberikan
pengantar untuk mengenalkan paham sikep bagi keturunannya. Dan titik
pencapaian ialah ketika para anggota menikah dan memantapkan diri,
memutuskan mengikuti kegiatan Ritual Tebus Laku Sikep Samin yang ada di
Komunitas Sedulur Sikep.

Pola pewarisan Paham Sikep melalui Ritual Tebus Laku Sikep Samin dapat
dipilah dalam beberapa proses. Proses pertama ialah pengenalan sejak dini
tentang ajaran paham sikep, dalam tahap pertama ini dapat diistilahkan sebagai
tahap pra liminal. Dimana para Pemuda Pemudi keturunan Sedulur Sikep,
dikenalkan dengan ajaran panca sesanti dan wewaler. Berlanjut ketika memasuki
masa dewasa yaitu ditandai dengan kesiapan para anggota dalam membina rumah
tangga atau menikah. Ketika sudah berkeluarga, para anggota sudah memenuhi
syarat sebagai tiyang sikep, dan pada masa ini pula para anggota dihadapkan
dengan pilihan untuk mengikuti ajaran Paham Sikep atau tidak. Keputusan
diambil oleh masing-masing diri para anggota, dalam tahapan ini dapat disebut
sebagai tahap liminal. Suatu proses ambiguitas yang dialami para anggota untuk
memutuskan keikut sertaannya dalam meneladani ajaran Paham Sikep.

Peran penting dari orang tua dalam mengenalkan ajaran Paham Sikep sejak
dini, berpengaruh pada keputusan dari masing-masing individu untuk mengikuti
ajaran Paham Sikep. Alasan tersebut muncul dari tidak adanya paksaan bagi
setiap individu untuk mengikuti ajaran paham sikep, sehingga keputusan
sepenuhnya diambil oleh masing-masing individu. Dalam tahapan tersebut
terdapat istilah pasca liminal atau keputusan para individu memantapkan diri
untuk mengikuti ajaran paham sikep, atau disebut ajaran laku tuo. Para anggota
akan dihadapkan dengan kegiatan-kegaitan yang akan menuntun pada
pembentukan batin, dan perilaku sesuai ajaran paham sikep yang sesungguhnya.

B. TAHAPAN PRA LIMINAL PEMUDA PEMUDI KOMUNITAS


SEDULUR SIKEP
1. Pemuda Pemudi lajang di Komunitas Sedulur Sikep
a. Sosialisasi

C. KEGIATAN RITUAL TEBUS LAKU SIKEP SAMIN

Ritual Tebus Laku Sikep Samin menjadi pilar dalam pelestarian ajaran
Sedulur Sikep. Ritual Tebus Laku Sikep Samin dilaksanakan setiap bulan suro.
Sudah diketahui bahwasnya bulan suro, merupakan penetapan hari pertama dalam
kalender Jawa yang bertepatan dengan 1 muharram dalam kalender hijriyah.
Umumnya bagi masyarakat jawa, hari pertama yang di tetapkan sebagai awal suro
memiliki makna dan simbol tersendiri. Bagi masyarakat Jawa bulan suro
merupakan bulan pensucian dari dosa-dosa, bulan yang memiliki kekuatan magis
tersendiri. Tidak heran diberbagai tempat, ketika memasuki bulan suro banyak
diadakannya ritual-ritual tertentu. Hal tersebut juga berlaku bagi masyarakat
Komunitas Sedulur Sikep, adanya bulan suro merupakan titik balik bagi anggota
dalam meluruskan tabiatnya sesuai dengan ajaran Sedulur Sikep.

Ketika matahari beranjak pergi dari hamparan bumi Kelopoduwur,


bertepatan malam selasa kliwon di bulan suro, perempuan-perempuan anggota
sedulur sikep berdampingan dengan bahan-bahan rempah serta bercengkrama
dengan hirup lingkup dapur. Menanak nasi, merebus, membersihkan daging
dengan takaran yang besar, membagi tugas bagi masing-masing perempuan, ialah
pemandangan estetik dalam persiapan Ritual. Semuanya dilakukan untuk meracik
tumpeng dan segala keperluan jalannya Ritual Tebus Laku Sikep Samin. Sebelum
kesibukan dimulai, tujuh hari sebelum malam selasa kliwon, para kaum hawa di
Komunitas Sedulur Sikep menjalani prosesi ngrowot, bagi kalangan Sedulur
Sikep disebut poso ngrowot. Para perempuan berpuasa dalam tempo tujuh hari
sebelum diadakannya Ritual Tebus Laku Sikep Samin. Selama tujuh hari pula,
beberapa jenis makanan menjadi pantangan bagi para perempuan dewasa di
Komunitas Sedulur Sikep. Pantangan tersebut diantaranya jagung, beras, nasi dari
beras ataupun jagung dan beberapa jenis wohwohan.

Menjelang pertengahan malam, kesibukan perempuan Sedulur Sikep


berpindah ke Pendopo Sedulur Sikep. Tumpeng dengan segala pernak perniknya
di usung ke dalam pendopo, nasi putih berbentuk kerucut ditemani kudapan,
suwiran daging ayam, mie, kering tempe dan tahu, dan beberapa jenis olahan
gandum dan ketan ialah komposisi hidangan dalam acara Ritual Tebus Laku
Sikep Samin. Alas daun jati menjadi bumbu penyedap simbol kesederhanaan
segala jenis makanan, termasuk tumpeng yang menjadi sentral dari serba-serbi
hidangan di acara Ritual Tebus Laku Sikep Samin. Bagi anggota Sedulur Sikep,
setiap sajian makanan memiliki simbol dan maknanya masing-masing.
Sepertihalnya bubur, yang terdiri dari 6 jenis, yaitu bubur Putih, bubur abang,
bubur abang putih, bubur ketan ireng, bubur Klomot, dan bubur arang-arang
rambang.

Berbagai jenis bubur tersebut dimaksutkan dalam berbagai bentuk arti.


Bubur putih, simbol dari hari yang mensucikan yaitu hari selasa kliwon dibulan
Suro, dan juga sebagai bentuk harapan bagi komunitas agar tercapainya segala
cita-cita serta dijauhkan dari segala bahaya. Bubur merah yang berarti mengenang
atau mengingat saudara dari sebelah utara yang disebut Guluntoro. Bubur Merah
putih berarti mengingat saudara di sebelah barat, namanya Linggantoro. Bubur
Hitam, mengingat saudara di selatan namanya Murtoro.

Sejatinya dalam masyarakat Sedulur Sikep mempunyai kepercyaaan


tentang adanya guru sebagai panutan hidup. Guru yang dimaksut ialah para
orangtua leluhur yang berada didalam diri masing-masing anggota, guru tersebut
akan memberikan bimbingan atau petunjuk jalan hidup kepada masing-masing
keturunannya. Tuntunan dan keselamatan hidup merupakan tujuan yang ingin
dicapai oleh para anggota Sedulur Sikep, untuk mencapainya di implementasikan
dengan sebuah sesaji kepada para leluhur. Leluhur dari sebelah utara yang
memberikan pengasihan, leluhur sebalah barat memberikan kekuatan, leluhur
sebelah selatan memberikan ilmu ketentaraman dan di sebelah selatan
memberikan ilmu sapdopangandiko, (Lasio…..). Setelah semua sesaji di bawa ke
dalam pendopo sedulur sikep, para anggota Sedulur Sikep berbaris melingkar
mengitari sesaji. Sembari heningnya tengah malam, dibalut dengan pakaian serba
hitam yang dikenakan oleh para anggota Sedulur Sikep, Mbah Lasio selaku
sesepuh di Komunitas Sedulur Sikep Karangpace mengimami dalam membacakan
doa untuk para leluhur. Sesaji dalam bentuk tumpeng, disertai beraneka ragam
bubur menjadi media perantara doa, dalam setiap jeda doa yang dipanjatkan oleh
Mbah Lasio anggota Sedulur Sikep menyertai “amin” sebagai wujud harapan
terkabulnya doa.

Gelap gulitanya malam tidak menyurutkan daya nikmat ketika para


anggota Sedulur Sikep, menyantap bersama-sama sajian tumpeng dan beberapa
olahan lainnya yang sudah di panjatkan doa bersama-sama. Mewujudkan rasa
hormat dan balas budi merupakan orientasi ajaran sedulur sikep, kata Tebus Laku
dalam ritual setiap bulan suro merupakan representatif dari tujuan ritual diadakan.
Setiap makhluk hidup atau segala ciptaan tuhan mempunyai kekuatannya masing-
masing, Masyarakat Sedulur Sikep mempercayai bahwa hidup manusia saling
berkaitan dengan alam, manusia membutuhkan alam dan begitupun sebaliknya.

Kepercayaan adanya kekuatan alam dalam sangkut paut kehidupan


manusia dicerminkan dengan adanya doa masyarakat Sedulur Sikep, “Saktoto
bumibanyu angine wong sak klopoduwur jek tuo bumi banyu geni anginku, luluh
luntor pepes otot lan balunge wong sak klopoduwur” harapan didatangkannya
keselamatan dan perlindungan dalam menjalani segala aktifitas, tertuang didalam
doa yang dipanjatkan oleh para masyarakat Sedulur Sikep. Kentalnya kepercayaan
masyarakat Sedulur Sikep dengan Alam dibuktikan dengan orientasi hidup
mereka yang sederhana, mencari kebutuhan hidup dengan berkebun dan aktifitas
sahari-hari dihabiskan dengan menggarap ladang dan menggembala sapi. Tidak
sampai disitu wujud penyatuan manusia dengan alam juga menjadi perihal
dilaksanakannya Ritual Tebus Laku Sikep Samin.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Agus. 2006. “Seni Pertunjukan Arak-Arakan Dalam Upacara


Tradisional Dugdheran Di Kota Semarang.” Harmonia Vol. VII.

Eva Ardiana Indrariani. 2015. “Jejak Bahasa Jawa Samin Klopoduwur Blora
(Sebuah Rekaman Sinkronis).” IKIP PGRI 1–12.

Kodiran. 2004. “PEWARISAN BUDAYA DAN KEPRIBADIAN.” Humaniora


16(1):10–16.

Lestari, Indah Puji. 2013. “Interaksi Sosial Komunitas Samin Dengan Masyarakat
Sekitar.” Komunitas 5(1):74–86.

Lestari, V. Indah sri P. dan Puji. 2017. “Masyarakat Samin Ditinjau Dari Sejarah
Dan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter.” 13(1).

Nugraha, Wisma and Christianto Rich. 2012. “NYALAP-NYAUR : MODEL


TATAKELOLA PERGELARAN WAYANG JEKDONG DALAM
HAJATAN TRADISI JAWATIMURAN.” HUMANIORA 24(2):175–86.
Nurmahani, Indah. 2002. “PENELITIAN FLOKLOR PERMAINAN RAKYAT
SUNDA DI KAMPUNG CIKONDANG JAWA BARAT DAN
INTERNALISASI NILAI DIDAKTISNYA DI SEKOLAH DASAR.” UPI.

Octaviani, Emillia Vinna. 2015. “Pola Komunikasi Suku Samin Di Kabupaten


Blora Terkait Ajaran Yang Dianutnya.” The Messenger VII:26–29.

Radendra, Afriasta Mars and Achmad Mujab Masykur. 2015. “MANIFESTASI


AJARAN SAMIN PADA KEHIDUPAN PENGANUTNYA : Studi
Kualitiatif Fenomenologi Pada Penganut Ajaran Samin Di Blora.” Empati
4(4):118–23.

Tafricha, alifa nurul, Suprayogi, and Andi Suhardiyono. 2015. “Penanaman Nilai-
Moral Anak Dalam Keluarga Samin (Sedulur Sikep) Kabupaten Blora.”
Civic Education.

Widyatwati, Ken. 2017. “Pengaruh Masuknya Budaya Populer Terhadap


Eksistensi Ajaran Sedulur Sikep Pada Masyarakat Samin Ken Widyatwati
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.” 12(1):137–46.

Anda mungkin juga menyukai