Putra dari Raden Suwodjoyo yaitu Raden Kohar, lahir pada tahun 1859 di
Desa Ploso Kediren Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora. Raden Kohar
mulai mengembangkan ajarannya di tahun 1890, termotivasi oleh perjuangan
ayahnya, Raden Kohar memunculkan gerakan untuk membela kesejahteraan
petani (Protonasionalisme). Perlawanan yang dimunculkannya ialah perlawanan
masif dengan sikap membangkang terhadap kebijakan atau peraturan yang
ditetapkan oleh kolonial Belanda. Perlawanan dengan sifat masih atau non fisik
ini bisa dikenal dengan istilah politik etis, berupa bahasa komunikasi maupun
perilaku yang sukar dipahami oleh para kolonial Belanda pada saat itu (Lestari
2017). Berawal dari gerakan perlawanan pula yang sekaligus memberikan andil
bagi Raden Kohar untuk memunculkan ajaran-ajaran kejawen yang disampaikan
dengan ceramah (sesoroh). Ajaran dengan nama paham sikep tersebut
memberikan doktrin tentang tindakan manusai dalam menyikapi kehidupan,
seperti tata cara mengatur perilaku bermasyarakat, sikap mental, dan pranata
mangsa.
No Keterangan Jumlah
1. Jumlah Penduduk 5.066 Jiwa
2. Jumlah KK 1.688 KK
3. Jumlah laki-laki 2.475 jiwa
4. Jumlah Perempuan 2.589 jiwa
Sumber : Demografi Desa Kelopoduwur 2014
Melalui data Demografi Desa periode tahun 2014, dapat dicermati tingkat
pertumbuhan penduduk di wilayah Desa Klopoduwur relatif stabil, dapat dilihat
berdasarkan jumlah pertumbuhan antara laki-laki dan perempuan tidak terpaut
jauh. Hal tersebut juga yang mendasari solidaritas masyarakat menjadi lebih tinggi
dan berpengaruh terhadap keharmonisan antar warga. Dari keseluruhan data
demografi di Desa Kelopoduwur, jika dikelompokan menurut kriteria umur yaitu :
usia 0-15 tahun berjumlah 1.438 jiwa, usia 15-65 tahun 3.535 jiwa dan usia 65
tahun ke atas berjumlah 91 jiwa. Pertumbuhan penduduk pada usia remaja hingga
dewasa, yang merupakan usia produktif lebih memperlihatkan adanya
pertambahan populasi. Hal tersebut secara implisit dapat mempengaruhi
keberlangsungan dari ajaran ataupun budaya-budaya lokal yang ada di lingkungan
Desa Klopoduwur.
Dari 6 perdukuhan yang ada di Desa Klopoduwur, terdapat nama dukuh
Karangpace yang sering dijadikan kunjungan studi ataupun objek penelitian, baik
dari instansi pendidikan, lembaga masyarakat, maupun perseorangan. Dukuh
Karangpace merupakan tempat kegiatan Komunitas Sedulur Sikep, terutama di
lingkungan RT 01 RW 02. Lebih mengenali wilayah ini secara demografis dapat
dilihat melalui tabel berikut :
“ajaran niki bakal teros sumerep nek anak turune podo nguri-uri ajaran
kang di ajarke soko bapak-ibuk’e. Sedone poro sesepuh bakal tenang
kejaba poro anak turune saget nglampahi ajaran niku wau” (Lasio, 59
tahun, petani, 5 Februari 2019)
(ajaran ini akan terus terjaga ketika para generasi muda masih menguri-uri
tuntunan ajaran dari Sedulur Sikep. Jika generasi tua meninggal, aka ada
penerus yang sudah siap untuk terus mengajarkan pedoman hidup dari
Komunitas Sedulur Sikep).
Melalui ajaran dan podaman hidup sebagai bahan bagi masyarakat Dukuh
Karangpace dalam membentuk serta mewariskan perilaku kepada anak turunnya
agar sesuai dengan ajaran Paham Sikep, sehingga substansi ajaran sedulur sikep
akan terus dihayati dari generasi ke generasi berikutnya.
Upaya pewarisan oleh para orang tua baik berupa pendidikan secara
spiritual, represif maupun preventif menjadi hal fundamental dalam mewariskan
ajaran Paham Sikep kepada generasi penerus yang ada di Dukuh Karangpace.
Korelasi dari pelestarian ajaran Sedulur Sikep dengan para generasi muda Sedulur
Sikep, terlihat ketika para orangtua memberikan perannya sebagai fasilitator
dalam pewarisan nilai paham sikep kepada anak turunnya (Siti Munawaroh dkk,
2015:56). Diketahui bahwasanya pertumbuhan penduduk laki-laki dan perempuan
dewasa di lingkungan Dukuh Karangpace, berkisar dari umur 20-65 tahun
berjumlah 30 orang (Monografi 2014), data yang dapat dijadikan salah satu
indikasi harapan terus lestarinya ajaran Sedulur Sikep. Terlebih dalam ajaran
Sedulur Sikep, para orang tua mengemban ajaran Sedulur Sikep agar terus di
wariskan kepada anak turunnya, hal tersebut juga yang menjadikan dalam ajaran
Sedulur Sikep memiliki tingkatan dimana para orang tua dewasa juga melakoni
kegiatan ritual atau berkumpul setiap malam selasa kliwon maupun malam jum’at
kliwon, untuk memantabkan tingkah laku sesuai ajaran Sedulur Sikep yang
kemudian bisa diwariskan kepada anak turunnya.
3) Keadaan Sosial Budaya, Ekonomi, kepercayaan Masyarakat Desa
Klopoduwur
Kekompakan masyarakat, serta sifat dan tradisi kebudayaan lokal yang ada
di Desa Klopoduwur, tidak terlepas dari ajaran masyarakat Sedulur Sikep. Turut
andilnya Komunitas Sedulur Sikep dengan ajaran paham sikep menjadi latar
belakang terbentuknya karakter dan budaya masyarakat Desa Klopoduwur. Ajaran
paham sikep sendiri tertuang pada nilai-nilai pedoman dan larangan paham sikep,
termaktub dalam panca sesanti dan wewaler yang menjadi pondasi dalam ajaran
paham sikep (Wijayanti, 2013: 62-63). Kerukunan dan sikap tolong monolong
sebagai sikap yang diutamakan oleh masyarakat sedulur sikep, berkaitan dengan
panca Sesanti Ugeran pertama dan kedua, pada ugeran pertama terdapat nilai
seduluran (bersaudara) dan yang kedua tentang nilai ojo ngrenah liyan (jangan
memfitnah dan gampang iri dengan orang lain). Kehidupan bermasyarakat di
lingkungan Dukuh Karangpace tidak terlepas dengan nilai ajaran paham sikep,
yaitu nilai yang ada pada panca sesanti dan wewaler.
Panca sesanti dan wewaler sendiri memiliki isi yang dikenal dengan nama
ugeran, baik dari panca Sesanti maupun wewaler memiliki lima ugeran. Selain
mengamalkan apa yang menjadi pedoman pada panca Sesanti dan menjauhi
larangan yang tercantum pada panca Wewaler, bentuk kesalehan masyarakat
Sikep juga terlihat ketika para orangtua ataupun anak yang beranjak dewasa
mengikuti kegiatan Srasean pada hari Selasa Kliwon dan Jum’at Kliwon serta
kegiatan ritual Tebus Laku Sikep Samin ketika malam satu suro. Nilai ajaran dan
kepercayaan yang ada di masyarakat Sedulur Sikep memberikan ciri khas
keunikan tersendiri khususnya bagi Komunitas Sedulur Sikep.
Keberadaan komunitas ini menjadi daya tarik bagi orang luar daerah untuk
berkunjung atau mengenali Komunitas Sedulur Sikep. Kedatangan wisatawan
atau orang luar daerah ke Desa Klopoduwur, menjadikan masyarakat lebih
terbuka dengan orang-orang yang ingin mengenali Komunitas Sedulur Sikep.
Terbukanya masyarakat ini terlihat dari ramahnya para warga ketika
diwawancarai dan ramahnya ketika bersua dengan orang luar daerah maupun
sesama warga yang tidak mengikuti ajaran Sedulur Sikep. Hal tersebut
memberikan corak kerukunan sesama warga Desa Kelopoduwur baik itu pengikut
ajaran sedulur sikep maupun masyarakat biasa.
Bagi pengikut ajaran sedulur sikep, pekerjaan yang sesuai dengan tuntunan
para leluhur ialah dengan bertani, hal tersebut dapat dicermati dengan kondisi
luasnya areal persawahan di Desa Klopoduwur, terlebih juga di dukung dengan
kepercayaan yang ada di ajaran Sedulur Sikep. Dalam hal ini sistem mata
pencaharian dari keseluruhan masyarakat Desa Klopoduwur dapat dilihat dalam
tabel berikut:
“Saya pengen anak saya ini hidupnya enak mas, dadi pengusaha sing jujur,
atau pegawai sing bertanggung jawab, makane saya punya anak dua ini
ya, berharap iso dadi uwong mapan kabeh mas”. (lestaningrum, 29 tahun,
ibu rumah tangga, 5 februari 2019)
“Ajaran Tiyang Sikep niku ajaran sing lengkap mas, ngajari orang jujur,
apa adanya, dan saling menyayangi, ajaran yang akan diajarkan iku
sesuai soko sesanti dan wewaler yang menjadi pedoman wong sikep mas..,
panca sesanti lan panca wewaler, iku semua harus diajarke anak
keturunan Tiyang Sikep” (Lestariningrum, 29 tahun, ibu rumah tangga, 5
Februari 2019).
“ajaran tiyang sikep itu ajaran yang lengkap, mengajari orang berbuat
jujur, apa adanya, dan saling menyayangi. Dan ajaran yang ditanamkan itu
sesuai dari sesanti dan Wewaler yang menjadi panutan orang sikep”
Bagi masyarakat Desa Kelopoduwur yang menganut dan meyakini tentang
ajaran paham Sikep, pewarisan ajaran paham sikep kepada anak turunnya
merupakan hal pokok dalam menjaga keberlangsungan Komunitas Sedulur Sikep.
Dalam kehidupannya, paham sikep yang di maksut ialah tentang pedoman hidup
dengan memperkaya hati atau batin, selalu memperbaiki diri, menjaga budi
pekerti, dan selalu bertabiat pada sang pencipta dan alam. Ajaran spiritual tersebut
merupakan tuntunan yang diwariskan kepada generasi Sedulur Sikep (wijayanti,
2013:55-56).
Dalam serat panca Wewaler terdiri dari lima ugeran, ugeran pertama
“tresno pepadhane urip” (menyayangi dengan semua yang hidup di dunia ini),
ugeran kedua “ora nerak wewalerane negoro”(tidak boleh melanggar aturan yang
dibuat oleh Negara, semua kebijakan yang diterapkan oleh Negara harus
dilaksanakan dan dipatuhi, ugeran ketiga ora nerak sing dudu sak mestine (tidak
berkata yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak melanggar apa yang sudah
ditakdirkan oleh tuhan. Ugeran keempat ora cidro ing janji (tidak boleh
mengingkari janji), ugeran kelima ora sepoto nyepatani (manusia tidak boleh
menghakimi diri sendiri maupun orang lain).
Gambar 3. panca sesanti dan panca wewaler
Pedoman nilai dan peraturan yang temaktub dalam panca Sesanti dan
Wewaler, menjadi acuan bagi anggota sedulur sikep yang memasuki tahap
peralihan. Terutama dalam mengarahkan dan membina keluarganya sesuai
panutan yang diajarkan oleh para sesepuh. Dapat dikatakan panca Sesanti dan
wewaler merupakan bagian dari keyakinan para anggota sedulur sikep, dari mulai
anak kecil hingga memasuki masa pernikahan bahkan sampai usia lanjut.
“Nek niku empun tingkah laku tiang sepuh, nek dereng umur, dereng
keluarga, dereng wanton niku yen diperdalami soko lare nom-nom
mangke dadine stress, Sing diwestani sikep kan, wonten lanang karo
wedok, susah lan bungah, olo lan apik la, niku empun gadah keluarga
kan, empun sikep”. (Lasio, 59 tahun, petani, wawancara 20 September
2018)
“Kalo itu sudah tata caranya orang yang lebih tua, kalo belum saatnya,
belum keluarga, belum boleh di perdalami oleh anak yang masih muda,
karna bisa jadi stress. Dan yang dimaksut sikep itu adanya laki-laki dan
perempuan, susah dan senang, sakit dan sehat, la itu sudah
berkeluarga ,sudah bisa dimaksud dengan sikep”
“Wong urip kudu ngerti uripe, sebab urip siji digawa salawase.
Kedah sabar lan trokal sing diarah turune, dadi wong, salawase
dadi wong”(Sudar, 44 tahun, petani, 5 Februari 2019),
(orang hidup harus tau maksutnya, karena hidup sekali untuk bekal
selamanya. Tetap sabar dan tawakal kepada ajaran yang diikuti,
jadi orang selamanya jadi orang)
Pasangan bapak Sudar dan ibu Supriyatin merupakan salah satu keluarga
yang ada di Komunitas Sedulur Sikep, pedoman yang dianut dari paham Sikep
sendiri diterapkan dengan cara memenuhi kebutuhan hidup dan menentukan
standar hidup sesuai dengan apa yang diajarkan Paham Sikep. Hal tersebut
berlandaskan pada semboyan “Wong urip kudu ngerti uripe” manusia hidup harus
memahami kehidupannya, tidak bermewahan ataupun hidup berpola konsumtif,
selalu mengandalkan hasil alam dan bekerja sesuai kebutuhan keluarganya.
Munculnya sebuah ritual tidak terlepas dengan ajaran yang dipercayai oleh
Komunitas Sedulur Sikep, yang disebut dengan Agama Adam. Agama ini
mempercayai bahwa tuhan yang ada di dunia ialah kedua orang tua, dimulai sejak
munculnya zaman Adam dan Hawa. Dari musabab tersebut, pada ajaran Adam
menganjurkan bahwa harus berbakti dengan para orang tua, khususnya orangtua
leluhur yang menjaga diri kita masing-masing. Karena seluruh kehendak dari
orang tua akan dikabulkan oleh sang pencipta. Agama bagi masyarakat Sedulur
Sikep dimaknai sebagai ageman yang bisa diketahui manfaatnya apabila telah
dilakukan. Seperti upacara deder dan poso ngrowot pada Ritual Tebus Laku Sikep
Samin.
Ritual Tebus Laku Sikep Samin, merupakan salah satu bagian dalam
ajaran paham Sikep. Kegiatan ritual itu sendiri hanya dilakukan oleh para anggota
yang sudah menikah dan memiliki kematangan dalam cara berfikir dan akalnya.
Adanya prosesi dalam Ritual tersebut tidak lepas dengan paham Sikep menurut
tuntunan agama adam. Dalam tuntunnya agama adam memiliki preoritas yang
tertuang dalam istilah ajaran laku, seperti kejujuran, saling menghargai, serta
ajaran yang selalu menghormati dan mengabdi kepada para orangtua sebagai
leluhur masyarakat Sedulur Sikep.
“sasi suro niku laku tuwo, nek mriki mboten dongo, mboten ilmu nanging
laku. La nek sedoyo dilampahi nggeh pilih tanding. Diwestani deder niku
kan, gemeder atinipun, kenceng atinipun, ngajak ngumpulke banyu suci,
wongtuo jaler karo wong tuo wedok, la banyu sesasi dados setunggal,
tigang sasi diwestani moyo-moyo. Niku wiji sejati, sampun jumeneng
wonten jabang bayi wonten gununge ibuke. La saking tigang sasi ibuk’e
ngidam. Mboten doyan dahar, sego lan sakpinunggalane. Niku ditebus
ngangge poso ngrowot kaleh tiyang estri. La dalu mboten linggeh jum’at
ping 7, selasa ping 7 niku nebus laku tiyang jaler” (Lasio, 59 tahun, petani
29 juni 2019)
bulan suro itu namanya laku tuo. Kalau disini bukan doa, bukan ilmu tapi
tentang perbuatan. Dan jika semua dijalani ya bisa dibuktikan. Jika
dinamakan deder itu beasal dari gemeder hatinya, kuat hatinya, mengajak
mengumpulkan air suci, orang tua laki dan orang tua perempuan. Air suci
selama satu bulan menjadi satu, tiga bulan disebut moyo-moyo. Itu makhluk
sejati, sudah datang ada dalam bentuk bayu didalam kandunganya ibu. La
tiga bulan ibuknya ngidam, tidak bisa makan enak, nasi dan lainnya. Itu
ditebus dengan puasa ngrowot oleh para perempuan. Dan malam tidak
duduk jum’at 7 kali, selasa 7 kali, itu bentuk penebusan dari para laki-laki.)
Ritual dengan nama Tebus Laku Sikep Samin, menjadi salah satu bagian dari
pewarisan nilai dalam ajaran paham sikep. Dalam hal ini, Ritual Tebus Laku
Sikep Samin memiliki peranan dalam melestarikan ajaran paham sikep. Peran
yang terbentuk ialah Ritual ini menjadi wadah regenarasi para penerus ajaran
Sedulur Sikep. Ritual Tebus Laku Sikep Samin menjadi energi pendorong
keyakinan dan mamantapkan paham sikep dalam diri masyarakat. Seperti
ungkapan Van Gennep (dalam Koentjaraningrat, 32:1985) Komunitas Sedulur
Sikep berpendirian bahwa ritus dan upacara religi secara universal pada asasnya
berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan kembali semangat kehidupan
sosial antara warga masyarakat.
Dalam posisi bersamaan para anggota sedulur sikep, yaitu dalam kalangan
Komunitas Sedulur Sikep ialah mereka pasangan laki-laki dan perempuan yang
sudah menikah, akan mengalami suatu proses transisi untuk memantapkan
keyakinan mereka dalam meluruskan tujuan hidup. Hal tersebut juga
berkesinambungan dengan mempersiapkan bekal mereka untuk melewati masa
transisi berikutnya yaitu kematian. Sesuai penuturan oleh salah satu anggota
sedulur sikep.
Pola pewarisan Paham Sikep melalui Ritual Tebus Laku Sikep Samin dapat
dipilah dalam beberapa proses. Proses pertama ialah pengenalan sejak dini
tentang ajaran paham sikep, dalam tahap pertama ini dapat diistilahkan sebagai
tahap pra liminal. Dimana para Pemuda Pemudi keturunan Sedulur Sikep,
dikenalkan dengan ajaran panca sesanti dan wewaler. Berlanjut ketika memasuki
masa dewasa yaitu ditandai dengan kesiapan para anggota dalam membina rumah
tangga atau menikah. Ketika sudah berkeluarga, para anggota sudah memenuhi
syarat sebagai tiyang sikep, dan pada masa ini pula para anggota dihadapkan
dengan pilihan untuk mengikuti ajaran Paham Sikep atau tidak. Keputusan
diambil oleh masing-masing diri para anggota, dalam tahapan ini dapat disebut
sebagai tahap liminal. Suatu proses ambiguitas yang dialami para anggota untuk
memutuskan keikut sertaannya dalam meneladani ajaran Paham Sikep.
Peran penting dari orang tua dalam mengenalkan ajaran Paham Sikep sejak
dini, berpengaruh pada keputusan dari masing-masing individu untuk mengikuti
ajaran Paham Sikep. Alasan tersebut muncul dari tidak adanya paksaan bagi
setiap individu untuk mengikuti ajaran paham sikep, sehingga keputusan
sepenuhnya diambil oleh masing-masing individu. Dalam tahapan tersebut
terdapat istilah pasca liminal atau keputusan para individu memantapkan diri
untuk mengikuti ajaran paham sikep, atau disebut ajaran laku tuo. Para anggota
akan dihadapkan dengan kegiatan-kegaitan yang akan menuntun pada
pembentukan batin, dan perilaku sesuai ajaran paham sikep yang sesungguhnya.
Ritual Tebus Laku Sikep Samin menjadi pilar dalam pelestarian ajaran
Sedulur Sikep. Ritual Tebus Laku Sikep Samin dilaksanakan setiap bulan suro.
Sudah diketahui bahwasnya bulan suro, merupakan penetapan hari pertama dalam
kalender Jawa yang bertepatan dengan 1 muharram dalam kalender hijriyah.
Umumnya bagi masyarakat jawa, hari pertama yang di tetapkan sebagai awal suro
memiliki makna dan simbol tersendiri. Bagi masyarakat Jawa bulan suro
merupakan bulan pensucian dari dosa-dosa, bulan yang memiliki kekuatan magis
tersendiri. Tidak heran diberbagai tempat, ketika memasuki bulan suro banyak
diadakannya ritual-ritual tertentu. Hal tersebut juga berlaku bagi masyarakat
Komunitas Sedulur Sikep, adanya bulan suro merupakan titik balik bagi anggota
dalam meluruskan tabiatnya sesuai dengan ajaran Sedulur Sikep.
DAFTAR PUSTAKA
Eva Ardiana Indrariani. 2015. “Jejak Bahasa Jawa Samin Klopoduwur Blora
(Sebuah Rekaman Sinkronis).” IKIP PGRI 1–12.
Lestari, Indah Puji. 2013. “Interaksi Sosial Komunitas Samin Dengan Masyarakat
Sekitar.” Komunitas 5(1):74–86.
Lestari, V. Indah sri P. dan Puji. 2017. “Masyarakat Samin Ditinjau Dari Sejarah
Dan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter.” 13(1).
Tafricha, alifa nurul, Suprayogi, and Andi Suhardiyono. 2015. “Penanaman Nilai-
Moral Anak Dalam Keluarga Samin (Sedulur Sikep) Kabupaten Blora.”
Civic Education.