Anda di halaman 1dari 12

EKSISTENSI AGAMA KEPERCAYAAN SAMIN (SEDULUR SIKEP)

KUDUS: Kajian Sejarah, Penyebaran Konsep Ajaran, dan Hubungan


Toleransi Masyarakat Samin di Desa Larik Rejo Kecamatan Undaan
Kabupaten Kudus

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah : Perbandingan Agama
Dosen pengampu : Anisa Listiana, M.Ag

Disusun Oleh Kelompok 6:


1. Anggi (1610110084)
2. Silfina (1610110420)
3. Sholihul Huda (1610110407)
4. Nur Qoyyimah (1610110411)

PAI / Semester VI

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia merupakan salah satu negara dengan unsur sara(suku ,ras
,agama)terbesar didunia. Hal ini tentunya menjadikan keragaman serta perbedaan
tumbuh luas diberbagai wilayah diIndonesia. Dalam hal Agama dan kepercayaan,
banyak sekali agama yang berkembang, baik agama keyakinan maupun agama
kepercayaan. Di antara agama yang berkembang adalah Islam, Katholik, Kristen,
Budha, Hinsdu, Konghuchu, sedangkan agama kepercayaan yang ada lebih
banyak, ada dharma ghandul, sedulur sikep atau samin dan sebagainnya.
Banyaknya agama yang tumbuh dan berkembang di Indonesia begitu
beragam diharapkan bisa menciptakan rasa toleransi serta kerukunan dalam
kehidupan bermasyarakat masing-masing agama, baik antar kelompok agama,
maupun antar agama. Setidaknya masyarakat Indonesia mampu melakukan
hubungan kemasyarakatan atas dasar persamaan kemanusiaan sebagai bentuk
kebersamaan dari pada menonjolkan perbedaan yang bersifat individual. Selain itu
diharapkan masyarakat mampu belajar dari setiap perbedaan tersebut dengan
mempelajarinya,tidak hanya terpaku pada apa yang dipercayai saja, hal ini
berguna untuk lebih memahami agama atau kepercayaan lain yang akan memicu
sikap toleransi antar umat beragama dalam kaitannya berbangsa.
Dalam rangka untuk mengetahui asal-usul dan konsep ketuhanan setiap
agama kami dari kelas kelompok mata kuliah Perbandingan Agma diberi tugas
untuk meneliti satu agama di antara agama di atas. Oleh karena itu kami yang
merupakan kelompok enam mendapatkan bagian untuk meneliti agama
kepercayaan sedulur sikep/ samin yang berlokasi di Desa Larik Rejo , Kecamatan
Undaan, Kabupaten Kudus.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditemukan rumusan masalah sebagaimana
berikut:
1. Bagaimana sejarah
2. Bagaimana penyebaran
3. Bagaimana konsep dasar Ajaran

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Sedulur Sikep/ Samin.


Ajaran samin pada awalnya lahir di Kabupaten Blora yangbkemudian
disebarkan oleh para pengikutnya ke berbagai wilayah di sekitar Blora, ajaran
samin pertama kali diperkenalkan oleh seorang bangsawan dari Tulungagung
yang menyamar sebagai rakyat biasa untuk melawan kebijakan penjajah di
Kabupaten Blora. Tokoh yang pertama kali mengenalkan ajaran samin dan
meyebarkannya adalah Samin Surosentiko yang mendapat dan belajar ajaran
samin dari ayahnya yakni Raden Surowijoyo atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Samin Sepuh.
Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859, di Desa Ploso Kedhiren,
Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau lebih
dikenal dengan Samin Sepuh. Nama Samin Surosentiko yang asli adalah Raden
Kohar. Nama ini kemudian dirubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang
bernafas kerakyatan. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah
dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan juga masih bertalian darah
dengan Pengeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Kabupaten Sumoroto
(kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada tahun 1802-1826.
Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di
daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan
ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi
pengikutnya. Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan
ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang
tidak membahayakan keberadaan pemerintah kolonial. Pada tahun 1903 Residen
Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut samin yang
tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat
mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin
berjumlah ±5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa khawatir
sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.
Dan pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh
pengikutnya sebagai Ratu Adil, dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam.
Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh
Raden Pranolo, yatu asisten Wedana Randublatung. Setelah ditangkap Samin
beserta delapan pengikutnya lalu dibuang ke luar Jawa, dan berliau meninggal di
luar Jawa pada tahun 1914. Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak
memadamkan pergerakan Samin. Wongsorejo, salah satu pengikut Samin
menyebarkan ajarannya didistrik Jawa, Madiun. Di sini orang-orang Desa dihasut
untuk tidak membayar Pajak kepada Pemerintah Kolonial. Akan tetapi
Wongsorejo dengan baberapa pengikutnya ditangkap dan dibuang ke luar Jawa.
Tahun 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu
pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di daerah Grobogan, sedangkan Karsiyah
menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati. Tahun 1912, pengikut Samin mencoba
menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, tetapi mengalami
kegagalan. Tahun 1914, merupakan puncak Geger Samin. Hal ini disebabkan
karena Pemerintah Kolonial belanda menaikkan Pajak, bahkan di daerah
Purwodadi orang-orang Samin sudah tidak lagi menghormati Pamong Desa dan
Polisi, demikian juga di Distrik Balerejo, Madiun.
Di Kajen Kabupaten Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur,
menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan
Kabupaten Pati, orang-orang Samin juga menyerang aparat desa dan Polisi. Di
Desa Tapelan Kabupaten Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap
Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu dengan tidak mau membayar pajak. Tahun
1930, perlawanan Samin terhadap pemerintah Kolonial terhenti, hal ini
disebabkan karena tidak ada figur pimpinan yang tanggguh.
Dalam naskah tulisan tangan yang diketemukan di Desa Tapelan yang
berjudul Serat Punjer Kawitan, disebut-sebut juga kaitan Samin Surosentiko
dengan Adipati Sumoroto. Dari data yang ditemukan dalam Serat Punjer Kawitan
dapat disimpulkan bahwa Samin Surosentiko yang waktu kecilnya bernama
Raden Kohar , adalah seorang Pangeran atau Bangsawan yang menyamar
dikalangan rakyat pedesaan. Dia ingin menghimpun kekuatan rakyat untuk
melawan Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara lain.

B. Penyebaran Ajaran Samin di Kabupaten Kudus


1. Wilayah administrasi Kabupaten Kudus
Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas
wilayah mencapai 42.516 Ha/425,17 km² atau sekitar 1,31 persen dari luas
Provinsi Jawa Tengah. 48,40% merupakan lahan sawah dan 51,60% adalah
bukan sawah. Letak Kabupaten Kudus antara 110 36′ dan 110 50′ BT dan
antara 6 51′ dan 7 16′ LS. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 16 km dan
dari utara ke selatan 22 km. Batas Kabupaten Kudus:
 Sebelah Utara : Kabupaten Jepara dan Pati
 Sebelah Timur : Kabupaten Pati
 Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Pati
 Sebelah Barat : Kabupaten Demak dan Jepara.
Secara administratif, Kabupaten Kudus terbagi dalam 9 kecamatan (Kota,
Jati, Jekulo, Bae, Dawe, Kaliwungu, Gebog, Mejobo dan Undaan), 123 desa, 9
kelurahan. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu sekitar
8.584 Ha (20,19 %) sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kota
seluas 1.047 Ha (2,46 %) dari luas KabupatenKudus.

2. Penyebaran Ajaran Samin di Kudus


Ajaran Samin yang terkenal di wilayah Blora, Pati, Bojonegoro dan
Kudus tidak lepas dari sosok Samin Surosentiko. Samin Surosentiko adalah
putra dari Raden Surowijoyo yang juga disebut sebagai Samin Sepuh sebagai
perintis gerakan Saminisme yang juga putra dari Pangeran Kusumaniayu
(Bupati Sumoroto, kawasan di Kabupaten Tulungagung). Gerakan Samin di
Jawa Tengah memang lebih dikenal di dua daerah yaitu Blora dan Pati. Selain
di dua daerah tersebut, di Kabupaten Kudus, salah satu kota dengan wilayah
terkecil di Jawa Tengah, juga terdapat komunitas ajaran Samin.
Masyarakat Samin di Kudus, juga mempunyai pertalian hubungan yang
amat erat dengan komunitas Samin yang ada di Blora dan Pati. Ada tiga tokoh
yang cukup dikenal dalam persebaran Samin di kota kretek. Yaitu Sosar (Desa
Kutuk), Radiwongso (Dukuh Kaliyoso) dan Proyongaden (Desa Larekrejo).
Tiga desa di tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Undaan, Kudus. Samin
kudus berasal dari desa Klopodhuwur, Blora, Jawa Tengah yang dibawa oleh
Sosar, Radiwongso dan Proyongaden setelah berguru dengan Raden
surosentiko atau Suratmoko atau Raden Kohar, cucu Raden Mas Adipati
Brotodiningrat (Bupati Wedono Blora).
Ajaran Samin Kudus datang di desa Kutuk melalui Ki Samin Surowijoyo
dari Randublatung Blora Jateng dengan membawa kitab “Serat jamus
Kalimosodo” berbahasa kuno dan berbentuk sekar macapat dan prosa.
Dari merekalah akhirnya komunitas Samin berkembang, khususnya di
Desa Kutuk hingga sekarang. Sementara Desa Kaliyoso, pelopornya adalah
Radiwongso yang menimba ilmu pada Surosentiko (Blora), Suronggono
(Blora), Surokidin (Blora) dan Surowijoyo (Blora). Dari Radiwongso
diteruskan oleh generasi berikutnya, yakni Kelan, Sumar dan Wargono.
Sedangkan Desa Larekrejo, pelopornya adalah Proyongaden yang memperoleh
ilmu dari Suronggono, Surosentiko dan Surokidin yang berasal dari Blora.
Dari proyogaden diteruskan oleh

C. Konsep Ajaran samin


1. Konsep Tuhan Masyarakat Samin
Masyarakat samin dalam beragama berprinsip pada “aku wong
jowo, agamaku jowo”. Masyarakat samin menyebut agama mereka
dengan sebutan agama Adam. Kata Adam berasal dari manusia pertama di
dunia, Adam dianggap manusia pertama yang dicipatakan Tuhan
(Yai).Lahirnya Adam dan Hawa karena ada sabda tunggal Yai, dan adanya
Yai karena adanya Adam. Agama adam dianggap sebagai perwujudan dari
ucapan yang tidak pernah bohong dan konsisten, perbuatan yang tidak
melanggar aturan samin, dan pakaian yang dikenakan bersandar pada
Adam. Masyarakat samin menyebut agama mereka berprinsip pada etika
adiluhung.Pada faktanya, agama Adam tidak diakui oleh negara sebagai
Agama resmi seperti agama lainnya. Pada dampaknya, hak sipil
masyarakat samin tidak dilayani sebagaimana mestinya seperti pemeluk
agama lain. Hal ini dibuktikan pada kolom agama dalam KTP mayarakat
samin di isi dengan tanda strip (-). Namun, pada awal tahun 2019, kolom
agama pada KTP masyarakat samin sudah di isis dengan Agama Adam.
Hal-hal yang harus dipegang teguh dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat samin tercermin dalam prinsip tahu barang miliknya dan yang
bukan miliknya, berkomitmen tegas jika berjanji, jika dapat melakukan
sesuatu maka katakan bisa,jika tidak katakan tidak, taat pada aturan yang
berupa prinsip beretika dan prinsip berinteraksi, rukun dengan istri, anak,
orangtua, tetangga dan siapa saja. Samin sebagai ajaran kebatinan
mengedepankan nilai-nilai etika dalam kehidupan sehari-hari. Adapun
ajaran tersebut berprinsip pada perintah dan larangan:1
a. Perintah untuk tidak dengki atau membuat fitnah, serakah, mudah
tersinggung atau membenci sesama, menuduh tanpa bukti, iri hati,
berbuat nista terhadap sesama, dan tidak bolehmenyia-nyiakan
orang lain karena walaupun cacat seperti apapun bentuknya asal
manusia adalah saudara jika mau dijadikan saudara.

1
Moh. Rosyid, UpayaKomunitasSamin Di Kudus Jawa Tengah
DalamMempertahankanJatiDiri Di Tengah ProblematikaKehidupannya, Jurnal Masyarakat
IndonesiaVol. 42 No.2Desember 2016, 174.
b. Larangan menuduh, mencuri, mengambil barang yang masih
menyatu dengan alamnya, mengambil barang yang ditemukan
dijalan.
A. Peribadatan
1. Sholat
Orang samin melakukan peribadatan doa atau sholat sebanyak tiga
kali dalam sehari, yaitu pagi hari, sore hari, dan tengah malam. Sholat
dilakukan di tempat-tempat husus. Pada hakikatnya orang samin
melakukan sholat dengan bersemedi dengan mengingat dan mempercayahi
bahwa adanya manusia karna adanya tuhan, memenuhi segala kebutuhan
manusia, serta keberadaan manusia sebagai anak cucu dari Adam.
2. Puasa
Puasa merupakan aktifitas menahan lapar dan dahaga sebagai wujud
memahami orang lain yang kurang dalam hal materi. Ada beberapa puasa
pada kepercayaan samin, yaitu puasa suro, Puasa hari kelahiran dan puasa
pati geni. Puasa suro dilakukan setiap tanggal satu suro, dengan menahan
lapar dan haus selama 24 jam penuh. Puasa kelahiran bertujuan untuk
mengenang hari kelahiran dan meminta doa keselamatan menuju
kehidupan berikutnya. Sedangkan puasa pati geni yaitu melakukan puasa
dengan berdiam diri di suatu tempat dan titak boleh melihat sinar mata
hari.

2. Konsep Pernikahan Masyarakat Samin


Mulai awal tahun 2019, perkawinan masyarakat samin sudah
tercatat di Dukcapil. Dan kolom kepala keluarga didalam kartu keluarga
(KK) sudah tercatat bahwa kepala keluarga adalah suami, yang
sebelumnya kepala keluarga diisi dengan istri sedangkan suami sebagai
anggota keluarga. Dalam konsep pernikahan masyarakat samin tidak ada
aturan bahwa pernikahan harus dilaksanakan dengan sesama samin.
Namun dalam hal ini, perlu ada syarat atau janji yang harus dipenuhi dari
mempelai non samin bahwa dia akan mengikuti seluruh ajaran dan tata
cara kehidupan masyarakat samin. Bagi masyarakat samin batasan usia
menikah dimulai ketika perempuan sudah tukul kembange (haid), dan laki-
laki dimulai ketika sudah dikhitan.
Ajaran tentang perkawinan orang Samin tertuang didalam tembang
Pangkur yaitu:
“Saha malih dadya garan, (maka yang dijadikan pedoman),
anggegulang gelunganing pembudi, (untuk melatih budi yang
ditata), palakrama nguwoh mangun, (pernikahan yang berhasilkan
bentuk), memangun traping widya, (membangun penerapan ilmu),
kasampar kasandhung dugi prayogântuk, (terserempet, tersandung
sampai kebajikan yang dicapai), ambudya atmaja 'tama, (bercita-
cita menjadi anak yang mulia), mugi-mugi dadi kanthi.” (mudah-
mudahan menjadi tuntunan)."
Tahapan dalam pernikahan masyarakat samin dilaksanakan pada
malam hari. Adapun tahapan pernikahan dalam masyarakat samin adalah
sebagai berikut:
1. Nyumuk
Nyumuk adalah kedatangan keluarga calon mempelai putra ke
keluarga calon mempelai putri untuk menanyakan apakah calon
mempelai putri sudah memiliki calon suami atau belum. Jika belum
maka diharapkan calon mempelai putri bersedia menjadi menantu,
kemudian pihak keluarga calon mempelai putra menentukan hari untuk
tahap selanjutnya yaitu ngendek. Dalam tahapan nyumuk, calon
mempelai putra tidak ikut serta datang ke keluarga calon mempelai
putri.
2. Ngendek
Ngendek adalah proses pernyataan calon mempelai putra
kepada calon mertuanya untuk mempersunting calon mempelai putri.
Penerima lamaran dari calon mempelai putra adalah ayah calon
mempelai putri, jika tidak ada maka dapat diwakilkan kakak, adik, atau
paman. Dalam prosesi ngendek, ibu dari calon mempelai putri
memberikan mahar sebagai tanda bahwa sudah dipinang. Biasanya
dalam proses ngendek keluarga dari calon mempelai putra memberikan
membawa buah tangan berupa hasil bumi untuk diberikan kepada
calon mempelai putri sebagai hidangan. Dalam prosesi ngendek calon
mempelai putra mempersunting calon mempelai putri dengan kalimat:2
“kang, anggonku mrene sak rombongan duwe karep, siji,
pingin merohi kahanane sedulurku ing kene, opo yo podo sehat
kewarasan, semono ugo aku sak rombongan kahanane
wilujeng-sehat, nomer loro, aku duwe karep, minongko
nggenepi karepe anak ku lanang kang aran Karsidi, nekok ake,
opo turunmu wong jeneng wedok pengaran (menyebut nama),
wes duwe calon, yen durung, bakal dikarepake turunku.
Pernyataan tersebut dijawab oleh calon besan (bapak
kemanten putri): turunku ..... legan.”
3. Nyuwito
Nyuwito adalah calon mempelai putri datang kerumah keluarga
calon mempelai putra atau sebaliknya. Selama proses nyuwito calon
mempelai putri ikut membantu mengurus rumah atau melaksanakan
pekerjaan rumah. Proses nyuwito bertujuan untuk mencari kecocokan
antar pasangan. Kecocokan kedua mempelai ditandai dengan telah
dilakukannya hubungan intim (suami-istri) antara calon mempelai
putra dengan putri.
4. Paseksen
Paseksen adalah proses respsi yang dihadiri mempelai putri dan
putra, keluarga mempelai putra dan putri, masyarakat samin dan non
samin. Prosesi paseksen di isi dengan pernyataan ayah dari calon
mempelai putri sebagai berikut:3

2
MohRosyid, Perkawinan Samin Dan Dampaknya Pada Status Hukum Anak Dan
Perempuan, Kafa’ah Journal, Vol. 8 No. 1 2018, 117
33
MohRosyid, Perkawinan Samin Dan Dampaknya Pada Status Hukum Anak Dan
Perempuan, Kafa’ah Journal, Vol. 8 No. 1 2018, 118
“dumateng sedulur kulo sedoyo, poro mbah, poro bapak, ibu,
kadang kulo seng pernah nem, jaler miwah estri sing wonten
mondoane kulo mriki. Kulo niki gadah kondo mangke do ndiko
sekseni. Kulo duwe turun wong jeneng wedok pengaran...
(menyebutkan nama), empun dijawab wong jeneng lanang
pengaran ... (menyebut nama), kulo empon ngelegaake, yen
miturut kandane wong jeneng lanang pengaran ... turune
tatanane wong sikep rabi pun dilakoni.” Selanjutnya dijawab
forum: inggih. Kemudian dilanjutkan “Niku kondo kulo do
ndiko sekseni piyambak”.
Setelah ayah calon mempelai putri selesai berbicara, kemudian
calon mempelai putra menjawab dengan:
“kulo duwe kondo ndiko sekseni. Kulo ajeng ngandaake
syahadat kulo, kulo wong jeneng lanang pengaran ..., toto-toto
noto wong jeneng wedok pengaran ...(menyebut nama), kulo
sampun kukuh jawab demen janji, janji sepisan kanggo
selawase, inggih niku kondo kulo ndiko sekseni.” Kemudian
dijawab forum: yo le...”
5. Tingkep
Tingkep yaitu selamatan saat ibu hamil sudah mencapai 7 bulan
usia kehamilan. Acara ini disebut juga dengan brokohan. Dalam acaa
ini diisi dengan petuah yang punya hajat atau diwakilkan
botoh(Sesepuh Samin), petuah tersebut berbunyi:
“poro sederek, kondo kulo ndiko sekseni. Kulo gadah niyat
tiyang sekalian, karep brokohan, kawitan hinggo wekasan,
brokohi sageto sae, ngajeng ngantos wingkeng dateng turun
kulo asale ngandut turune sampon pitung sasi. Anake kulo
brokohi sageto sae ngantos ngajeng lan wingking. Tiyang
sekalian gadah niat brokohi kersane bantu sageto waras
ngajeng ngantos wingkeng. Danyange kulo brokohi kersane
sae, ngajenge ngantos wingkinge kulo brokohi rinten kalayan
ndalu kersane bantu karepe tiyang sekaliyan.”
3. Pendidikan Dalam Masyarakat Samin
Dalam hal pendidikan, para orangtua mayarakat Samin mendidik anak mereka
sendiri di pondokan (rumah). Hal-hal yang diajarkan meliputi tata krama, do’a-
do’a, dan ajaran-ajaran agama adam. Namun, seiring berkembangnya zaman ada
beberapa orangtua yang menyekolahkan anakanya di sekolah formal. Mereka
berharap keturunan mereka mempunyai kehidupan yang lebih baik, walaupun
para orangtua sebenarnya tetap menginginkan agar anaknya menjadi petani.

BAB III
PENUTUP

Daftar Pustaka

Lampiran
Transkrip wawancara
Nama Narasumber
Umur
Alamat
Hari tanggal
Lokasi wawancara

Dokumentasi Foto

Anda mungkin juga menyukai