Anda di halaman 1dari 18

ARTIKEL

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

AKULTURASI AGAMA ISLAM DAN BUDAYA DI SUMATERA BARAT

DOSEN PENGAMPU : Siti Rohmah M.HI

Kelompok 6 :

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MANAJEMEN (BC)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG, 2021


AKULTURASI AGAMA ISLAM DAN BUDAYA DI SUMATERA BARAT

Olivia hasifah1), Siti Rohmah 2)

1) Mahasiswa Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya


2) Dosen Agama Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Jalan Veteran, Malang 65145, Jawa Timur
Email : Oliviahasifah@student.ub.ac.id1) sitirohmah@ub.ac.id2)

Abstract

The arrival of Islam in Indonesia caused many changes, especially in areas that have thick
customs and cultures. Islam goes through many routes. The theory is that Islam entered
through the Indians, Persians, and Arabs through trade routes. But Islam entered In West
Sumatra through trade in the Strait of Malacca. The process of Islamization that occurs in
Indoensia causes acculturation or intermingling between Islam and culture, especially in
West Sumatra. This affects culture and religion itself. The positive impact is that Islam
becomes easy to enter the west Sumatra region, activities carried out by the Minangkabau
community which was originally only for belief in ancestors turned into activities of
gratitude to the gift of God. The negative impact that occurs due to cultural and religious
acculturation in West Sumatra is the loss of culture that initially became the belief of the
population, and the teachings of a religion will not be.

Abstrak

Kedatangan agama islam di Indonesia menyebabkan banyak perubahan terutama pada


daerah-daerah yang memiliki adat dan kebudayaan yang kental. Islam masuk melalui
banyak jalur. Teori menyebutkan bahwa islam masuk melalui bangsa India, Persia, dan
bangsa Arab melalui jalur perdagangan. Namun islam masuk di Sumatera Barat melalui
perdagangan di selat Malaka. Proses islamisasi yang terjadi di Indoensia menyebabkan
akulturasi atau pembauran antara agama islam dan budaya terutama di Sumatera Barat.
Hal tersebut berdampak terhadap kebudayaan dan agama itu sendiri. Dampak positifnya
yaitu islam menjadi mudah masuk ke wilayah Sumatera Barat, Kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat Minangkabau yang awalnya hanya untuk kepercayaan terhadap leluhur
berubah menjadi kegiatan atas rasa syukur terhadap karunia Tuhan. Dampak negatif yang
terjadi akibat akulturasi budaya dan agama di Sumatera Barat yaitu hilangnya kebudayaan
yang awalnya menjadi kepercayaan penduduk, serta ajaran suatu agama akan tidak murni
lagi.
PENDAHULUAN

Agama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Karena nilai-nilai agama dan manusia yang satu sama lainnya saling mempengaruhi.
Agama memiliki nilai yang dapat mempengaruhu bahkan membentuk perilaku pada diri
manusia karena tanpa adanya agama seseorang hanya menjadi makhluk sosial yang hidup
di suatu tempat. Agama dapat membentuk prilaku manusia menjadi sabar, beretika, serta
memiliki rasa kemanusiaan. Agama dapat dijadikan sebagai cerminan perilaku seseorang,
artinya ketika perilaku seseorang dari hari ke hari menjadi lebih baik dan baik maka agama
dapat menjadi salah satu penyebabnya. Oleh sebab itu kehidupan beragama tidak dapat
terpisahkan oleh perilaku yang diperlihatkan oleh manusia. 1 Manusia menjadikan agama
sebagai pedoman atau aturan-aturan mengenai kehidupan, tentang apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan.

Kehidupan beragama yang diterapkan pada setiap negara berbeda-beda, tak


terkscuali Indonesia. Inonesia merupakan negara yang masyarakatnya menganut berbagai
macam agama diantaranya yaitu Islam, Hindu, Buddha, Kong hu chu, Kristen, dan Katolik.
Hal tersebut membuat bangsa Indonesia disebut juga sebagai bangsa yang majemuk atau
pluralisme.2 Masyarakat Indonesia hidup secara berdampingan walaupun dengan keadaan
agama yang berbeda-beda hal ini tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi
jaminan bahwa setiap penduduk Indonesia memiliki kemerdekaan untuk memeluk agama
yang sesuai dengan kepercayaan masing-masing.3

Mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama islam. Jika


dibandingkan dengan agama lain, islam menjadi kepercayaan yang paling banyak dianut
oleh masyarakat Indonesia. Sehingga Indonesia dijadikan sebagai salah satu negara
mayoritas dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Meskipun mayoritas penduduk di
Indonesia merupakan penganut islam namun masyarakat di Indonesia tidak banyak
terpengaruh oleh budaya arab. Proses masuknya islam di Indonesia dan penyebaran nilai-

1
Widiat, C. M. (2017). Pluralisme Agama Menurut Nurcholis Madjid 1939-2005 dalam Konteks Keindonesiaan.
Madina-Te, 16(1).
2
Zulkarnain, I. (2011). Hubungan Antarkomunitas Agama di Indonesia: Masalah dan Penanganannya. Jurnal Kajian,
16(4), 681–705.
3
Masykur, S. (2016). Pluralisme dalam Konteks Studi Agama-Agama. Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama,
8(1), 61–7
nilai islam tidak menghapus atau menghilangkan kebudayaan penduduk lokal. Hal tersebut
karena proses penyebaran islam dilakukan tanpa adanya perang militer. 4

Indonesia disebut sebagai negara pluralisme karena selain memiliki banyak agama,
Indonesia juga memiliki kebudayaan yang berbeda-beda di setiap daerah. Kebudayaan di
masing-masing daerah memiliki nilai-nilai tersendiri yang dibentuk secara turun temurun.
Hal tersebut menjadi hal yang biasa ditemukan terutama di Indonesia. Kebudayaan yang
beragam membangun kepercayaan pada setiap penduduk daerah. Kepercayaan tersebut
memiliki nilai yang harus dihormati dan dijunjung tinggi, bahkan tidak jarang kebudayaan
yang ada di suatu daerah membentuk suatu norma pada kehidupan sehari-hari. 5

Proses masuknya agama di Indonesia menyebabkan terjadinya akulturasi antara


agama dan budaya lokal. Hal ini dipastikan akan terjadi karena keduanya merupakan satu
kesatuan yang tidak akan terpisahkan. Akulturasi merupakan suatu proses yang tumbuh
akibat adanya suatu penduduk atau kelompok manusia dengan nilai kebudayaan
dipertemukan dengan suatu unsur atau nilai pada kebudayaan asing sehingga lambat laun
keduanya akan diterima bahkan diolah menjadi kebudayaan yang baru atau kebudayaan
sendiri.6

Akulturasi agama dan budaya dipandang dari berbagai hal. Karena masuknya agama
di Indonesia tidak terjadi hanya dengan satu cara melainkan melalui banyak cara, sehingga
hal tersbut sulit untuk dihindari terutama pada unsur-unsur budaya yang ada di Indonesia.
Proses penyebaran agama akan dipengaruhi oleh banyak hal dan tidak akan terlepas dari
unsur-unsur budaya lokal, sehingga proses akulturasi antara agama dan budaya tidak akan
terpisahkan. Akulturasi budaya di setiap daerah mengalami pembauran yang berbeda-
beda, karena setiap daerah memiliki nilai dan unsur budaya yang berbeda pula. Hal
tersebut yang membedakan norma antara satu daerah dengan daerah yang lainnya
mempunyai perbedaan yang sangat jelas. 7 Berdasarkan permasalahan tersebut artikel ini
akan membahas mengenai dampak akulturasi islam dan budaya di sumatera barat

4
Al-Amri, L., & Haramain, M. (2017). Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal. KURIOSITAS: Media
Komunikasi Sosial dan Keagamaan, 10(2), 87-100.
5
Hasbullah, H. (2010). Islam dan Pluralitas Agama di Indonesia (Analisis Sosiologi Agama tentang
Potensi Konflik dan Integrasi Sosial). Toleransi, 2(1), 31-44.
6
Al-Humaidy, M. Ali. 2007. Tradisi Molodhan: Pemaknaan Kontekstual Ritual Agama Masyarakat pamkesan
Madura, dalam jurnal ISTIQRO, Volume 06, nomor 01.
7
Widiat, C. M. (2017). Pluralisme Agama Menurut Nurcholis Madjid 1939-2005 dalam Konteks Keindonesiaan.
Madina-Te, 16(1).
PEMBAHASAN

Proses Kedatangan Islam di Nusantara

Banyak teori yang membahas mengenai masuknya islam ke Indonesia diantaranya


yaitu teori India yang mengatakan bahwa beberapa ahli dari belanda memiliki kepercayaan
bahwa asal mula keberadaan islam di nusantara yaitu dari Anak Benua India, bukan Persia
ataupun Arab. Menurut Pijnappel, banyak orang arab bemazhab Syafi’I bermigrasi serta
menetap di india yang membawa islam ke nusantara. Hal ini bermula pada saat islam
memiliki pengaruh yang kuat pada kota-kota yang terdapat di India Selatan, banyak
muslim dari Dakka berdagang sehingga menjadi perantara perdagangan antara nusantara
dan timur tengah. Mereka dianggap sebagai yang menyebarkan agama islam pertama kali
ke kepulauan Melayu sehingga diikuti oleh orang Arab. Karena fakta yang menunjukkan
bahwa islam di bawa ke Nusantara hanya sedikit, maka teori ini memiliki keyakinan bahwa
Islam Nusantara bukan berasal dari bangsa Arab. Hal tersebut terlihat dari adanya
inskripsi yang terdapat di sumatera mengindikasikan hubungan antara Gujarat dan
Sumatera. Hal tersebut yang membuat keyakinan bahwa Islam datang melalui bangsa
India.8

J. P. Moqquette memiliki pendapat bahwa Islam masuk ke nusantara berasal dari


Gujarat. Hal ini dikatakan berdasarkan bentuk batu nisan yang ia lihat di Pasai, Sumatera
Utara. Batu nisan tersebut memiliki kemiripan dengan makam Maulana Malik Ibrahim yang
jika diamati tulisan pada batu nisan tersebut mirip dengan batu nisan yang ada di Cambay,
Gujarat. Namun Moquette berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut memang diekspor ke
banyak wilayah termasuk Sumatera dan Jawa. Hal tersebut membuat banyak pertentangan
terutama oleh Fatimi yang memiliki argument bahwa hal tersebut keliru karena
mengaitkan seluruh batu nisan di Gujarat. Karena penelitiannya mendapati hasil bahwa
batu Nisan yang terdapat pada makan Malik Al-Shalih memiliki perbedaan yang sangat
jelas jika dibandingkan dengan batu nisan yang ada di Gujarat serta batu nisan lain yang
ada di Nusantara.9

Teori Arab memiliki pendapat yang berbeda. Sir Thomas Arnold mengemukakan
pendapat bahwa yang membawa islam di Nusantara ialah Arab. Hal tersebut didasarkan
oleh kesamaan mazhab yang dianut oleh Coromandel dan Malabar dengan mazhab yang
dianut di Nusantara yaitu mazhab Syafi’i. Menurut pandangannya, penyebaran islam di
8
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan. Jakarta.
9
Ibid
Nusantara dilakukan oleh para pedagang yang dominan pada perdagangan Barat – Timur
pada awal tahun ke-7 dan ke-8 masehi. Hal ini dikarenakan adanya seorang bangsa Arab
yang menjadi pemimpin pada pemukiman yang ada di pesisir pantai sumatera. Beberapa
warga Arab melakukan pernikahan dengan penduduk lokal, sehingga terbentuk komunitas
muslim yang di dalamnya berisikan orang-orang dari Arab pendatang dan penduduk lokal
Nusantara. Sehingga orang-orang pada komunitas tersebut melakukan penyebaran islam.
Histografi tradisional memberikan kesimpulan mengenai penyebaran islam di nusantara
yaitu; pendapat pertama menyatakan bahwa islam dibawa langsung oleh orang-orang
Arab. Kedua yaitu penyebaran islam langsung oleh para penyiar yang profesional dan oleh
para guru. Yang ketiga yaitu pengenalan islam di Nusantara melalui penguasa yang berada
di nusantara, dan yang terakhir penyebaran islam di nusantara berjalan pada abad ke-12
dan ke-13.10

Pendapat yang dikemukakan oleh A. H. Johns memberikan teori bahwa yang


melakukan penyebaran agama islam di wilayan Nusantara adalah para sufi. Para sufi
berhasil melakukan islamisasi di sejumlah Kawasan penduduk nusantara dari awal abad
ke-13. Teori ini berpendapat bahwa para sufi telah berhasil melakukan kegiatan islamisasi
di nusantara melalui pengakajian islam dalam kemasan yang atraktif, dengan cara
menekankan keseuaian diantara islam dibandingkan dengan kepercayaan praktek agama
lokal. Untuk memperkuat teori dan argumentasinya Johns melakukan pendekatan tasawuf
sebagai kategori dalam literatur serta sejarah Indonesia-Melayu untuk memeriksa sejarah
lokal.11 Hal tersebut berdasarkan banyaknya sumber yang terdapat dari lokal Indonesia-
Melayu yang mengaitkan bukti bahwa pengenalan islam ke Kawasan-kawasan yang ada di
Nusantara melalui guru-guru dengan adanya karakteristik sufi yang sangat kental.

Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pengenalan dan


penyebaran islam di Nusantara dilakukan dengan berbagai macam bangsa seperti India
yang menyatakan bahwa proses islamisasi Nusantara dilakukan melalui perdagangan
antara penduduk India di Dakkar dengan penduduk lokal. Namun ada juga teori yang
menyatakan bahwa penyebaran islam di Nusantara dilakukan oleh Arab melalui jalur
perdagangan dengan adanya pembauran antara orang-orang Arab dengan penduduk lokal
melalui perkawinan sehingga menciptakan komunitas baru yang berisikan orang arab dan
lokal sehingga mereka melakukan islamisasi terutama pada wilayah Sumatera.

10
Ibid
11
Azis, D. K. (2013). Akulturasi islam dan budaya jawa. fikrah, 1(2).
Proses masuknya islam ke Sumatera Barat

Pada abad ke-7 masehi islam masuk ke wilayah Sumatera, yang awalnya di
Sumatera yang pada saat itu beridiri kerajaan Budha di Sriwijaya. Pada saat itu Islam
menjadi sangat sulit untuk masuk ke daerah Sumatera karena pada saat itu kerajaan
Sriwijaya mendapatkan serangan dari India. Pada saat itu pula kesempatan untuk
menyebarkan Islam di Pulau Sumatera dilakukan. Islam yang tersebar di Sumatera
khususnya Aceh menjadi yang dipercaya dalam cikal bakal islamisasi di pulau Sumatera.
Proses masuknya islam ke daerah sumatera awalnya dilakukan melalui jalur perdagangan
yang dilakukan oleh Arab, India, Persia dan lain sebagainya. Selain dari jalur perdagangan,
masuknya islam ke daerah sumatera juga dipengaruhi oleh kerajaan yang berada di
sumatera, serta dakwah-dakwah yang dilakukan oleh wali-wali dan oleh para alim ulama
pada zaman itu. Sehingga dari kesultanan yang ada di wilayah tersebut terutama aceh
islamisasi dilakukan. Bukti adanya penyebaran dari kebudayaan islam yang ada di
sumatera dapat dijumpai hingga saat ini seperti masjid dan juga makam-makam. 12

Minangkabau menjadi salah satu daerah yangpenting terutama dalam


perkembangan sejarah islam yang ada di Indonesia. Karena dari daerah minagkabau
menjadi awal mula penyebaran islam di nusantara. Perang Paderi yang terjadi pada awal
abad ke-19 merupakan salah satu yang menjadi titik awal dari pembaharuan di wilayah
Minangkabau, hal tersebut bertujuan untuk memurnikan seluruh ajaran-ajaran mengenai
islam. Selanjutnya Kaum Muda di awal abad ke-20 melakukan pembaharuan yang diawali
dengan pembaharuan di bidang pendidikan agama lewat Lembaga-lembaga pendidikan
yang ada di Sumatera.13

Masuknya islam ke sumatera belum ada yang mengetahui secara pasti waktu yang
tepat mengenai masuk dan penyebaran islam di Minangkabau. Hal tersebut disebabkan
oleh beum adanya bukti-bukti yang kuat mengenai sejarah tertulis yang ada di wilayah
Minangkabau. Peninggalan-peninggalan sejarah seperti batu nisan, masjid, atau bangunan
lainnya serta catatan tertulis sejarah tidak dapat memberikan suatu kepastian. Bahkan
kepastian mengenai sumber yang dipercaya memberikan kepastian berasal dari luar
minagkabau. Namun beberapa ahli menyimpukan bahwa pada abad ke-17 agama islam di
Minangkabau Timur telah dikenal. Dakwah Islam pada masa itu masih belum pesat dan

12
Dahlan, Z. (2018). Syekh Abdul Halim Hasan, 1901-1969: Akar Tradisi Intelektual di Sumatera Timur
Awal Abad XX. Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies, 2(1), 128-155.
13
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan. Jakarta.
cenderung mengalami kemunduran bahkan berhenti dan lenyap akibat dari larangan
dinasti yang berasal dari china.

Berita yang di dapat dari Cina, maka Hamka menyimpulkan baha pada tahun 684 M
adterdapat berbagai kelompok orang Arab di Minangkabau. Berdasarkan hal tersebut
disimpulkan bahwa pada 42 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SWA, orang Arab
banyak yang sudah memiliki kampung di wilayah Minangkabau. Sehubungan dengan itu,
kata “Parimanan” merupakan kota yang terdapat pada pesisir pantai Minangkabau berasal
dari Bahasa Aab. Terdapat perbedaan antara ahli satu dengan ahli yang lainnya. Menurut
pendapat Ismail Ya’Koeb yang memperkirakan bahwa agama islam yang masuk ke wilayah
sumatera barat khususnya Minangkabau memiliki dua jalur yaitu jalur yang berasal dari
Selat Malaka melalui Sungai Kampar dan Sungai Siak, setelahnya berlanjut pada pusat
Minangkabau. Pada zaman kebesaran Malaka raja-raja islam sudah ada di Indragiri dan
juga di Kampar. Dari tempat-tempat itulah agama islam masuk ke bagian-timur hingga
menyusup ke daerah-daerah pedalaman Sumatera Barat. Sedangkan jalur yang kedua yaitu
jalur Aceh, yang dilakukan melalui jalur pesisir Sumatera Barat terus ke wilayah Ulakan
Pariaman. Pada saat itu Ulakan Pariama merupakan salah satu Pelabuhan terpenting Aceh
di wilayah Minangkabau.14

Masuknya agama islam ke Minangkabau memiliki banyak sekali pendapat dari para
ahli. Beberapa diantaranya ada yang berpendapat bahwa masyarakat di Minangkabau
merupakan orang-orang yang produktif atau pelaku aktif. Sebagai penduduk yang memiliki
tingkat mobilitas tinggi, maka pada zaman itu banyak masyarakat yang mengadakan
hubungan dengan penduduk Malaka. Sehingga banyak penduduk Minangkabau yang
tertarik dengan ajaran serta pola hidup orang islam di Malaka. Sehingga mereka
memutuskan untuk memeluk islam. Pada akhirnya sewaktu mereka Kembali ke
Minangkabau merkea mengenalkan agama islam kepada orang-orang terdekatnya di
kampung halamannya masing-masing. Sehingga munculah istilah “Orang Siak” untuk
pelajar-pelajar madrasah atau untuk orang-orang yang dianggap alim dan shaleh. 15

Akulturasi Islam dan Budaya Sumatera Barat

Sumatera barat merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia dan terletak di
pulau Sumatera dan Padang menjadi ibu kota provinsinya. Sumatera barat memiliki jumlah
14
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan. Jakarta.
15
Dahlan, Z. (2018). Syekh Abdul Halim Hasan, 1901-1969: Akar Tradisi Intelektual di Sumatera Timur
Awal Abad XX. Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies, 2(1), 128-155.
penduduk sebesar 4.846.909 jiwa. Mayoritas masyarakat di Sumatera Barat memiliki etnis
Minangkabau. Provinsi Minangkabau memiliki 12 kabupaten dan 7 kota. Bahasa yang
digunakan ialah Bahasa Minangkabau dengan berbagai macam jenis dialek. Penduduk di
Sumatera Barat mayoritasnya memeluk Agama islam dengan presentasi 9%, diikuti oleh
penduduk yang beragama Kristen sebesar 1,6%, Buddha sebesar 0,26%, dan Hindu sekitar
0,01% dianut oleh penduduk pendatang dari berbagai wilayah.16

Awalnya adat yang ada di Minangkabau yang aslinya dinamistik, animistic, dan
naturalistic serta berakulturasi dengan biali dan unsur agama Hindu – Buddha merupakan
satu-satunya yang menjadi pedoman hidup pada penduduk Minangkabau. Sehingga
kedatangan agama islam mengubah dengan banyaknya kepatuhan yang lebih ketat. Sampai
pada akhirnya kemungkinan pengaruh ajaran Hindu – Buddha sudah tidak berbekas lagi.
Agama dan budaya menjadi satu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam kehidupan
masyarakat suatu wilayah. Sehingga ketika suatu ajaran masuk ke dalam sebuah kelompok
orang yang berbudaya maka akan terjadinya Tarik menarik antara kepentingan budaya
dan juga kepentingan agama.17

Keunikan terjadi pada tradisi budaya lokal pada daerah Minangkabau terhadap
dinamika agama islam. Agama menurut Greetz merupakan suatu sistem yang di dalamnya
terdapat makna dalam keberadaan manusia. Selain itu agama juga menjadi pengukuhan
pada suasana hati dan untuk mendapatkan motivasi yang kuat. Sehingga ketika suatu
agama dihadapkan pada budaya lokal, agama akan menjadi satu kesatuan yang dianggap
penting dalam budaya lokal tersebut. Sumatera Barat sangat identik dengan Minangkabau
sehingga budaya dan adat istiadanya sangat dominan oleh adat Minangkabau. Antara
agama dan budaya di Minangkabau keduanya seperti dua sisi yang terdapat pada mata
uang. Karena keduanya sangat mengakar kuat. Hal tersebut dibuktikan melalui Adagium
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang artinya adat yang terdapat di
Minangkabau harus berdasarkan syariat yang terdapat pada isi di dalam Al-Qur’an. 18

Ajaran islam itu sesungguhnya bersumber hanya dari Allah Swt. Tetapi ketika suatu
norma yang mendoktrin dan berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat serta realitas
dalam kehidupan sehari-hari maka pelaksanaan, penafsiran, serta pemahaman secara

16
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan. Jakarta.
17
Akhmad Taufik Dkk, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2005
18
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
keseluruhan bersandar pada suatu realitas. Sehingga manusia yang satu dengan manusia
yang lainnya memiliki perbedaan dalam pemikiran ataupun kehidupan budaya, politik,
geografi, dan sosial ekonominya.19

Di zaman sebelumnya kebudayaan yang ada di Minangkabau masih melazimkan hal-


hal seperti judi dengan sabung ayam, memacu kuda, serta minum-minuman keras atau
minum tuak masih menjadi kebiasaan yang dilakukan terutama pada pesta untuk
memperingati hari besar di Sumatera Barat khususnya daerah Minangkabau. Sehingga
pada tahun 1803, terdapat tiga ulama yang baru pulang haji ke minang dan langsung
membuat gagasan yang berhubungan dengan budaya yang tumbuh dan berkembang di
ranah Minang. Ketiga orang tersebut ialah Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik,
mereka bertiga mendesak agar berbagai budaya serta adat Minang yang bertentangan
dengan ajaran dan syariat islam harus dihilangkan dan dihapuskan secara menyeluruh.
Namun gagasaran yang dilontarkan ketiga ulama tersebut ditentang oleh kaum adat.
Sehingga hal tersebutlah yang membuat kemunculan perang Padri. Perang yang terjadi
antara kaum padri atau kaum dari para ulama dengan kaum adat Minang terjadi sampai
pada tahun 1833, perang tersebut mengorbankan banyak jiwa orang minang yang menjadi
terpecah belah dan juga banyak harta.20

Pergerakan pembaharuan islam yang terjadi di Minangkabau tidak membuat


penghapusan budaya-budaya serta adat yang ada di Minangkabau yang terjadi dari generai
yang lebih dahulu. Mereka melakukan islamisasi melalui berbagai macam cara salah
satunya yaitu penafsiran terhadap nilai-nilai budaya dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam islam dengan bijaksana. Penafsiran yang menjadikan nilai-nilai budaya yang ada di
Minangkabau tidak bertentangan dengan nilai-nilai serta ajaran yang ada di islam.
Kentalnya kebudayaan minang dengan agama islam sama seperti kebudayaan Bali dengan
Hindu. Adat dan budaya yang terdapat di Minangkabau merupakan konstruksi dari
masyarakat agraris. Sehingga hal tersebut membuat islam dan adat di Minangkabau sangat
identik.21

19
Akhmad Taufik Dkk, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2005
20
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
21
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
Salah satu contoh penafsiran antara budaya di Minangkabau dengan agama Islam
diantaranya yaitu22:

1. Pada tradisi adat yang ada diminangkabau anak laki-laki diharuskan


meninggalkan rumah dan diwajibkan untuk mencari pengalaman dan mencari
ilmu, sedangkan dalam islam menuntut ilmu menjadi salah satu kewajiban untuk
seluruh umat muslim. Agama islam menerukan dan membangun motivasi
seluruh umatnya untuk berjuang menuntut ilmu setinggi mungkin dan
mengajarkan kepada orang lain sebagai bentuk kemanfaatan dari ilmu yang di
dapat.
2. Di adat Minangkabau setiap anak muda diharuskan untuk merantau serta
bertemu dengan berbagai macam orang dengan tujuan untuk menggali banyak
kebijakan dan menemukan masa depan agar menjadi lebih baik lagi. Sedangkan
dalam islam merantau dan mengembara merupakan salah satu bentuk
memperlajari berbagai peradaban suatu bangsa lain yang dianjurkan dalam
agama islam untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
3. Tradisi Minangkabau menganggap bahwa Wanita memiiki keputusan dan
menentukan sendiri dengan siapa Wanita itu akan menikah, sedangkan dalam
agama islam Wanita pun tidak boleh dipaksa untuk menentukan dengan siapa ia
ingin menikah.
4. Di dalam adat Minangkabau Bundo Kandung merupakan seorang yang dianggap
pemimpin serta orang yang mengambil suatu kebijakan di dalam rumah gadang.
Sedangkan dalam syariat islam ibu merupakan orang yang memiliki hak untuk
dihormati tiga kali lipat daripada ayah.

A) Tradisi dan Upacara di Sumatera Barat


a. Maulid Nabi

Pada umumnya peringatan Maulid Nabi di berbagai daerah dilakukan dengan


kegiatan tabligh akbar yang berisikan berbagai macam ceramah, namun tradisi yang
terdapat pada adat Minangkabau berbeda dengan yang lainnya. Di daerah

22
Ibid.
Minangkabau peringatan Maulid Nabi dilakukan pada bulan Rabi’ul Awal sampai
Jumadil Akhir. Kegiatan Maulid Nabi dilakukan secara marathon dengan cara
bergiliran dari satu surau ke surau lainnya. Pelaksanaan Maulid Nabi biasanya
dilakukan selama dua hari dan setiap hari sabtu dan minggu. Kegiatan pada sabtu
siang dilakukan oleh para ibu dan juga perempuan dengan membuat aneka macam
hidangan dan juga membuat berbagai macam hidangan. Ada satu hidangan dan
makanan yang khas yang dihidangkan pada saat Maulid Nabi yaitu Lamang. 23

Pada malam harinya kegiatan Maulid Nabi dilakukan prosesi ‘Badika’


(berzikir). Sehingga para ulama yang ada di pariaman disebut sebagai Tuanku, atau
Imam Katik (Imam Khatib). Labay dan Khatib berkumpul di Surau untuk membaca
shalawat dan juga dzikir sampai pagi menjelang. Di hari berikutnya, pada petang
setelah Ashar dilakukan prosesi makan bajamba. Di saat itulah semua masyarakat
berkumpul di Surau untuk makan Bersama hidangan yang sebelumnya dibuat oleh
ibu-ibu dan perempuan. Pada saat perkumpulan tersebut dilanjutkan dengan
mengumpulkan berbagai bentuk sumbangan untuk pembangunan masjid atau
surau.

b. Balimau

Balimau merupaka tradisi adat Minangkabau yang di dalamnya meliputi


pelaksanaan membersihkan diri dan mandi sebagai bentuk kebersihan dalam
memperingati kedatangan bulan Ramadhan. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat
Minangkabau di sekitaran lubuak atau biasa dikenal dengan sungai. Balimau
memiliki makna yaitu diharapkan agar semua penduduk yang melaksanakan
Balimau ini dapat mensucikan bathin melalui proses meminta maaf satu sama lain
sebelum memasuki bulan suci Ramadhan.24

c. Kematian dan tata cara penyelenggaraannya

Upacara kematian tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan adat dan segala hal
yang bernafaskan agama. Ada beberapa hal yang dilakukan pada sebelum dan
sesudah kematian, diantaranya yaitu:

23
Akhmad Taufik Dkk, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2005
24
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
1) Istilah yang terdapat di Minangkabau yaitu Sakik basilau, mati bajanguak
yang berarti jika sakit dilihat serta jika mati dijenguk.
2) Anta kapan dari bako, yang artinya adalah antar kafan dari bako
3) Cabiek kapan, mandi maik yaitu mencabik kafan serta memandikan mayat
4) Kacang pali yang merupakan istilah untuk mengantarkan jenazah ke kuburan
5) Doa talakin Panjang di kuburan (mendoakan di kuburannya)
6) Mengaji pada malam-malam ganjil seperti tiga harian, hari ke tujuh dan lain-
lain.

Dari pengertian akulturasi antara budaya dan islam yang ada di atas maka
masuknya islam ke nusantara terutama pada sumatera barat, pada
perkembangannya antara budaya dan juga agama islam memiliki interaksi yang
saling mempengaruhi satu sama lain. Pada proses interaksi tersebut dasar-dasar
dari kebudayaan adat setempat masih sangat terasa kuat sehingga perpaduan
terjadi antara budaya asli (lokal) di Indonesia terutama pada Sumatera Barat
dengan nilai-nilai islam. Sehingga perpaduan keduanya disebut sebagai akulturasi
budaya dan agama.25

Dampak akulturasi islam dan budaya di Sumatera Barat

Menurut Hamka masuknya islam di Sumatera Barat telah menciptakan


pembauran antara agama dan adat ditengah-tengah masyarakat. Selain terjadinya
peperangan antara kaum adat dan juga kaum islam, terjadi juga berbagai penafsiran
yang dibuat antara ajaran islam dan juga nilai-nilai adat. Beberapa diantaranya
seperti tentang kematian. Awalnya adat budaya di Sumatera barat memiliki prinsip
budaya yaitu ketika seorang penduduk meninggal dunia maka perlu dikuburkan
secepatnya namun adat Minangkabau belum memahami dan mengenal aturan
pelaksanaan jenazah melalui hukum yang ada di islam, seperti si mayat harus
dimandikan, dikafani, dan disembahyangkan. Namun ketika agama islam masuk.,
ajaran mengenai proses menguburkan jenazah disempurnakan oleh ajaran yang ada
di agama islam.

Pada saat itu masyarakat menerima ajaran islam karena di masa itu ajaran
islam yang diajarkan bercorak pada esoteris kesufian dan lebih banyak tariqat

25
Widiat, C. M. (2017). Pluralisme Agama Menurut Nurcholis Madjid 1939-2005 dalam Konteks
Keindonesiaan. Madina-Te, 16(1).
sehingga kurang memperhatikan amalan-amalan jasmani dan lebih mementingkan
aspek rohani. Selain itu islam tidak bertentangan dengan kebudayaan dan adat yang
sudah ada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dampak negatif yang terjadi yaitu
Tindakan ulama yang melakukan islamisasi dengan cara motivative, persuasive, dan
toleran dapat menyebabkan segala hal yang tidak sejalan dengan ajaran islam dapat
ditolerir. Sehingga sikap toleransi yang mendalam dapat berakibat terhadap ajaran-
ajaran islam yang murni, bahkan pada saatnya nanti hal tersebut dapat
menghilangkan ajaran yang terdapat pada agama islam.

Ketidakberhasilan akulturasi antara ajaran islam dan budaya yang ada di


sumatera barat dapat dinilai melalui masih banyaknya masyarakat yang melakukan
hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam ajaran islam seperti berhudi, menyabung
ayam, minum-minuman kersa dan lain sebagainya yang masih berkembang serta
dicampuradukkan dengan tradisi animisme yang sebelumnya berkembang ketika
agama islam belum masuk, hal tersebut menyebabkan ketidakmurnian dari agama
islam yang sebenarnya. Sifat keterbukaan dari masyarakat di Sumatera Barat
khususnya Minangkabau memiliki dampak negatif dan positif. Efek positif dari
pembauran ajaran islam dan kebudayaan adat Minangkabau yaitu ajaran islam
dapat dengan mudah masuk dan diterima di masyarakat Minangkabau secara damai
dan tanpa adanya suatu pergeseran norma dan nilai, sehingga keduanya dapat
dipadukan dan disesuaikan. Sedangkan efek negatifnya yaitu, masyarakat
Minangkabau dengan sadar atau tidak sadar terpaksa menganut sekurang-
kurangnya dua kepercayaan yang diantara keduanya saling bertentangan. 26

Nilai-nilai keislaman yang mengalami pembauran di wilayah sumatera barat


membuat pergeseran yang terjadi antara nilai-nilai kepercayaan yang sebelumnya
dianut oleh masyarakat setempat. Hal itu dikarenakan pada awalnya masyarakat
mempercayai pedoman hidup dari ajaran-ajaran leluhur dan murni tanpa adanya
pengaruh apapun. Sampai akhirnya beberapa agama seperti Budhha dan Hindu
masuk ke dalam kelompok masyarakat yang ada di sumatera barat, sehingga
pedoman hidup serta kepercayaan masyarakat berubah Kembali mengikuti ajaran-
ajaran yang mereka dapatkan melalui agama tersebut. Namun sejak masuknya
ajaran islam ke dalam kelompok masyrakat di Minangkabau, maka ajaran islam
tersebut bertentangan dengan kepercayaan yang sudah dipercayai sebelumnya.
26
Bukhari, B. (2009). Akulturasi Adat dan Agama Islam di Minangkabau Tinjauan Antropologi Dakwah. AL
MUNIR: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 49-63.
Pada saat itu, banyak yang melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai
dengan ajaran islam seperti perbuatan syirik. Oleh sebab itu, ajaran agama islam
membenahi kepercayaan-kepercayaan yang dianggap bertentangan dengan nilai-
nilai yang ada, salah satunya dengan berdo’a yang berdasarkan ajaran agama islam.
Hal tersebut merubah pandangan masyarakat di Minangkabau yang awalnya
melaksanakan suatu kegiatan dengan tujuan untuk para leluhur serta meminta
semua keinginan dan kebutuhan kepada leluhur menjadi kegiatan yang dilakukan
dengan tujuan untuk mengungkapkan rasa bersyukur kepada Tuhan dan meminta
permohonan kepada Tuhan.27

Akulturasi budaya dan agama membuat suatau usnur kebudayaan dapat


tergeser secara penuh atau bahkan dapat hilang. Hal tersebut menjadi salah satu
dampak negatif dari adanya pembauran agama dan budaya. Kebudayaan yang
awalnya menjadi kepercayaan dapat dengan mudah hilang jika keberadaannya
bertentangan dengan nilai-nilai serta ajaran yang ada di suatu agama. Karena agama
mengatur secara mutlak ajaran-ajaran yang langsung berasal dari Tuhan. Namun
adapula dampak positif dari pembauran yang terjadi antara budaya dan juga agama
yaitu dapat melestarikan serta mengembangkan budaya agar sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada ajaran agama islam. Selain itu akulturasi
budaya di sumatera dengan agama islam dapat menambah dan membuka wawasan
baru bagi masyrakat setempat untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas. 28

PENUTUP

Kesimpulan

Indonesia merupakan negara pluralisme dengan berbagai macam budaya


dan juga agama yang hidup secara berdampingan. Budaya- budaya yang ada di
Indonesia mengalami akulturasi dengan agama-agama yang tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat. Keduanya menjadi satu kesatuan yang
saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Akulturasi dapat terjadi karena
masuknya agama ke dalam suatu bangsa. Pengenalan dan penyebaran islam di
Nusantara dilakukan dengan berbagai macam bangsa seperti India yang
menyatakan bahwa proses islamisasi Nusantara dilakukan melalui perdagangan
27
Bukhari, B. (2009). Akulturasi Adat dan Agama Islam di Minangkabau Tinjauan Antropologi Dakwah. AL
MUNIR: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 49-63.
28
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
antara penduduk India di Dakkar dengan penduduk lokal. Namun ada juga teori
yang menyatakan bahwa penyebaran islam di Nusantara dilakukan oleh Arab
melalui jalur perdagangan dengan adanya pembauran antara orang-orang Arab
dengan penduduk lokal melalui perkawinan sehingga menciptakan komunitas baru
yang berisikan orang arab dan lokal sehingga mereka melakukan islamisasi
terutama pada wilayah Sumatera.

Akulturasi yang terjadi pada kebudayaan Minangkabau dengan agama islam


diantaranya yaitu kegiatan Maulid Nabi yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat
di daerah lain, adanya kegiatan Balimau yaitu kegiatan membersihkan diri guna
mensucikan bathin menjelang kedatangan bulan Ramadhan melalui proses meminta
maaf antar satu penduduk dengan penduduk lainnya. Selain itu juga ada tradisi
kematian yang awalnya tidak memakai ajaran islam menjadi menggunakan syariat
islam untuk proses pengkuburan mayat.

Dampak akulturasi budaya dan agama islam diantaranya yaitu ada dampak
positif seperti kehidupan yang awalnya meminta dan memohon sesuatu kepada
leluhur berubah menjadi kegiatan yang mengharapkan dan mendasari rasa syukur
atas karunia yang telah diberikan tuhan, menambah wawasan mengenai
pengetahuan baru untuk kehidupan yang lebih baik, meninggalkan kebiasaan
burukn yang tidak sesuai dengan agama. Namun dampak negatifnya yaitu ajaran
agama pada suatu saat nanti bisa saja menjadi tidak murni lagi karena berbaur
dengan kebudayaan yang ada dan kebudayaan yang ada di wilayah tersebut dapat
dengan mudah hilang bahkan tidak dianggap sebagai suatu nilai-nilai yang dijadikan
pedoman hidup, serta beberapa ajaran dari leluhur tidak bisa dikenal lagi
DAFTAR PUSTAKA

Widiat, C. M. (2017). Pluralisme Agama Menurut Nurcholis Madjid 1939-2005 dalam


Konteks Keindonesiaan. Madina-Te, 16(1).

Bukhari, B. (2009). Akulturasi Adat dan Agama Islam di Minangkabau Tinjauan Antropologi
Dakwah. AL MUNIR: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 49-63.

Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan
Budaya di Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan
Masyarakat, 3(2), 116-132.

Akhmad Taufik Dkk, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2005
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan
Kebudayan di Indonesia. Djambatan. Jakarta.

Dahlan, Z. (2018). Syekh Abdul Halim Hasan, 1901-1969: Akar Tradisi Intelektual di
Sumatera Timur Awal Abad XX. Journal of Contemporary Islam and Muslim
Societies, 2(1), 128-155.

Azis, D. K. (2013). Akulturasi islam dan budaya jawa. fikrah, 1(2).

Zulkarnain, I. (2011). Hubungan Antarkomunitas Agama di Indonesia: Masalah dan


Penanganannya. Jurnal Kajian, 16(4), 681–705.

Masykur, S. (2016). Pluralisme dalam Konteks Studi Agama-Agama. Toleransi: Media


Komunikasi Umat Beragama, 8(1), 61–7

Al-Amri, L., & Haramain, M. (2017). Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal. KURIOSITAS:
Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan, 10(2), 87-100.

Hasbullah, H. (2010). Islam dan Pluralitas Agama di Indonesia (Analisis Sosiologi Agama
tentang Potensi Konflik dan Integrasi Sosial). Toleransi, 2(1), 31-44.

Al-Humaidy, M. Ali. 2007. Tradisi Molodhan: Pemaknaan Kontekstual Ritual Agama


Masyarakat pamkesan Madura, dalam jurnal ISTIQRO, Volume 06, nomor 01.

Anda mungkin juga menyukai