Kelompok 6 :
MANAJEMEN (BC)
Abstract
The arrival of Islam in Indonesia caused many changes, especially in areas that have thick
customs and cultures. Islam goes through many routes. The theory is that Islam entered
through the Indians, Persians, and Arabs through trade routes. But Islam entered In West
Sumatra through trade in the Strait of Malacca. The process of Islamization that occurs in
Indoensia causes acculturation or intermingling between Islam and culture, especially in
West Sumatra. This affects culture and religion itself. The positive impact is that Islam
becomes easy to enter the west Sumatra region, activities carried out by the Minangkabau
community which was originally only for belief in ancestors turned into activities of
gratitude to the gift of God. The negative impact that occurs due to cultural and religious
acculturation in West Sumatra is the loss of culture that initially became the belief of the
population, and the teachings of a religion will not be.
Abstrak
Agama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Karena nilai-nilai agama dan manusia yang satu sama lainnya saling mempengaruhi.
Agama memiliki nilai yang dapat mempengaruhu bahkan membentuk perilaku pada diri
manusia karena tanpa adanya agama seseorang hanya menjadi makhluk sosial yang hidup
di suatu tempat. Agama dapat membentuk prilaku manusia menjadi sabar, beretika, serta
memiliki rasa kemanusiaan. Agama dapat dijadikan sebagai cerminan perilaku seseorang,
artinya ketika perilaku seseorang dari hari ke hari menjadi lebih baik dan baik maka agama
dapat menjadi salah satu penyebabnya. Oleh sebab itu kehidupan beragama tidak dapat
terpisahkan oleh perilaku yang diperlihatkan oleh manusia. 1 Manusia menjadikan agama
sebagai pedoman atau aturan-aturan mengenai kehidupan, tentang apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan.
1
Widiat, C. M. (2017). Pluralisme Agama Menurut Nurcholis Madjid 1939-2005 dalam Konteks Keindonesiaan.
Madina-Te, 16(1).
2
Zulkarnain, I. (2011). Hubungan Antarkomunitas Agama di Indonesia: Masalah dan Penanganannya. Jurnal Kajian,
16(4), 681–705.
3
Masykur, S. (2016). Pluralisme dalam Konteks Studi Agama-Agama. Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama,
8(1), 61–7
nilai islam tidak menghapus atau menghilangkan kebudayaan penduduk lokal. Hal tersebut
karena proses penyebaran islam dilakukan tanpa adanya perang militer. 4
Indonesia disebut sebagai negara pluralisme karena selain memiliki banyak agama,
Indonesia juga memiliki kebudayaan yang berbeda-beda di setiap daerah. Kebudayaan di
masing-masing daerah memiliki nilai-nilai tersendiri yang dibentuk secara turun temurun.
Hal tersebut menjadi hal yang biasa ditemukan terutama di Indonesia. Kebudayaan yang
beragam membangun kepercayaan pada setiap penduduk daerah. Kepercayaan tersebut
memiliki nilai yang harus dihormati dan dijunjung tinggi, bahkan tidak jarang kebudayaan
yang ada di suatu daerah membentuk suatu norma pada kehidupan sehari-hari. 5
Akulturasi agama dan budaya dipandang dari berbagai hal. Karena masuknya agama
di Indonesia tidak terjadi hanya dengan satu cara melainkan melalui banyak cara, sehingga
hal tersbut sulit untuk dihindari terutama pada unsur-unsur budaya yang ada di Indonesia.
Proses penyebaran agama akan dipengaruhi oleh banyak hal dan tidak akan terlepas dari
unsur-unsur budaya lokal, sehingga proses akulturasi antara agama dan budaya tidak akan
terpisahkan. Akulturasi budaya di setiap daerah mengalami pembauran yang berbeda-
beda, karena setiap daerah memiliki nilai dan unsur budaya yang berbeda pula. Hal
tersebut yang membedakan norma antara satu daerah dengan daerah yang lainnya
mempunyai perbedaan yang sangat jelas. 7 Berdasarkan permasalahan tersebut artikel ini
akan membahas mengenai dampak akulturasi islam dan budaya di sumatera barat
4
Al-Amri, L., & Haramain, M. (2017). Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal. KURIOSITAS: Media
Komunikasi Sosial dan Keagamaan, 10(2), 87-100.
5
Hasbullah, H. (2010). Islam dan Pluralitas Agama di Indonesia (Analisis Sosiologi Agama tentang
Potensi Konflik dan Integrasi Sosial). Toleransi, 2(1), 31-44.
6
Al-Humaidy, M. Ali. 2007. Tradisi Molodhan: Pemaknaan Kontekstual Ritual Agama Masyarakat pamkesan
Madura, dalam jurnal ISTIQRO, Volume 06, nomor 01.
7
Widiat, C. M. (2017). Pluralisme Agama Menurut Nurcholis Madjid 1939-2005 dalam Konteks Keindonesiaan.
Madina-Te, 16(1).
PEMBAHASAN
Teori Arab memiliki pendapat yang berbeda. Sir Thomas Arnold mengemukakan
pendapat bahwa yang membawa islam di Nusantara ialah Arab. Hal tersebut didasarkan
oleh kesamaan mazhab yang dianut oleh Coromandel dan Malabar dengan mazhab yang
dianut di Nusantara yaitu mazhab Syafi’i. Menurut pandangannya, penyebaran islam di
8
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan. Jakarta.
9
Ibid
Nusantara dilakukan oleh para pedagang yang dominan pada perdagangan Barat – Timur
pada awal tahun ke-7 dan ke-8 masehi. Hal ini dikarenakan adanya seorang bangsa Arab
yang menjadi pemimpin pada pemukiman yang ada di pesisir pantai sumatera. Beberapa
warga Arab melakukan pernikahan dengan penduduk lokal, sehingga terbentuk komunitas
muslim yang di dalamnya berisikan orang-orang dari Arab pendatang dan penduduk lokal
Nusantara. Sehingga orang-orang pada komunitas tersebut melakukan penyebaran islam.
Histografi tradisional memberikan kesimpulan mengenai penyebaran islam di nusantara
yaitu; pendapat pertama menyatakan bahwa islam dibawa langsung oleh orang-orang
Arab. Kedua yaitu penyebaran islam langsung oleh para penyiar yang profesional dan oleh
para guru. Yang ketiga yaitu pengenalan islam di Nusantara melalui penguasa yang berada
di nusantara, dan yang terakhir penyebaran islam di nusantara berjalan pada abad ke-12
dan ke-13.10
10
Ibid
11
Azis, D. K. (2013). Akulturasi islam dan budaya jawa. fikrah, 1(2).
Proses masuknya islam ke Sumatera Barat
Pada abad ke-7 masehi islam masuk ke wilayah Sumatera, yang awalnya di
Sumatera yang pada saat itu beridiri kerajaan Budha di Sriwijaya. Pada saat itu Islam
menjadi sangat sulit untuk masuk ke daerah Sumatera karena pada saat itu kerajaan
Sriwijaya mendapatkan serangan dari India. Pada saat itu pula kesempatan untuk
menyebarkan Islam di Pulau Sumatera dilakukan. Islam yang tersebar di Sumatera
khususnya Aceh menjadi yang dipercaya dalam cikal bakal islamisasi di pulau Sumatera.
Proses masuknya islam ke daerah sumatera awalnya dilakukan melalui jalur perdagangan
yang dilakukan oleh Arab, India, Persia dan lain sebagainya. Selain dari jalur perdagangan,
masuknya islam ke daerah sumatera juga dipengaruhi oleh kerajaan yang berada di
sumatera, serta dakwah-dakwah yang dilakukan oleh wali-wali dan oleh para alim ulama
pada zaman itu. Sehingga dari kesultanan yang ada di wilayah tersebut terutama aceh
islamisasi dilakukan. Bukti adanya penyebaran dari kebudayaan islam yang ada di
sumatera dapat dijumpai hingga saat ini seperti masjid dan juga makam-makam. 12
Masuknya islam ke sumatera belum ada yang mengetahui secara pasti waktu yang
tepat mengenai masuk dan penyebaran islam di Minangkabau. Hal tersebut disebabkan
oleh beum adanya bukti-bukti yang kuat mengenai sejarah tertulis yang ada di wilayah
Minangkabau. Peninggalan-peninggalan sejarah seperti batu nisan, masjid, atau bangunan
lainnya serta catatan tertulis sejarah tidak dapat memberikan suatu kepastian. Bahkan
kepastian mengenai sumber yang dipercaya memberikan kepastian berasal dari luar
minagkabau. Namun beberapa ahli menyimpukan bahwa pada abad ke-17 agama islam di
Minangkabau Timur telah dikenal. Dakwah Islam pada masa itu masih belum pesat dan
12
Dahlan, Z. (2018). Syekh Abdul Halim Hasan, 1901-1969: Akar Tradisi Intelektual di Sumatera Timur
Awal Abad XX. Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies, 2(1), 128-155.
13
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan. Jakarta.
cenderung mengalami kemunduran bahkan berhenti dan lenyap akibat dari larangan
dinasti yang berasal dari china.
Berita yang di dapat dari Cina, maka Hamka menyimpulkan baha pada tahun 684 M
adterdapat berbagai kelompok orang Arab di Minangkabau. Berdasarkan hal tersebut
disimpulkan bahwa pada 42 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SWA, orang Arab
banyak yang sudah memiliki kampung di wilayah Minangkabau. Sehubungan dengan itu,
kata “Parimanan” merupakan kota yang terdapat pada pesisir pantai Minangkabau berasal
dari Bahasa Aab. Terdapat perbedaan antara ahli satu dengan ahli yang lainnya. Menurut
pendapat Ismail Ya’Koeb yang memperkirakan bahwa agama islam yang masuk ke wilayah
sumatera barat khususnya Minangkabau memiliki dua jalur yaitu jalur yang berasal dari
Selat Malaka melalui Sungai Kampar dan Sungai Siak, setelahnya berlanjut pada pusat
Minangkabau. Pada zaman kebesaran Malaka raja-raja islam sudah ada di Indragiri dan
juga di Kampar. Dari tempat-tempat itulah agama islam masuk ke bagian-timur hingga
menyusup ke daerah-daerah pedalaman Sumatera Barat. Sedangkan jalur yang kedua yaitu
jalur Aceh, yang dilakukan melalui jalur pesisir Sumatera Barat terus ke wilayah Ulakan
Pariaman. Pada saat itu Ulakan Pariama merupakan salah satu Pelabuhan terpenting Aceh
di wilayah Minangkabau.14
Masuknya agama islam ke Minangkabau memiliki banyak sekali pendapat dari para
ahli. Beberapa diantaranya ada yang berpendapat bahwa masyarakat di Minangkabau
merupakan orang-orang yang produktif atau pelaku aktif. Sebagai penduduk yang memiliki
tingkat mobilitas tinggi, maka pada zaman itu banyak masyarakat yang mengadakan
hubungan dengan penduduk Malaka. Sehingga banyak penduduk Minangkabau yang
tertarik dengan ajaran serta pola hidup orang islam di Malaka. Sehingga mereka
memutuskan untuk memeluk islam. Pada akhirnya sewaktu mereka Kembali ke
Minangkabau merkea mengenalkan agama islam kepada orang-orang terdekatnya di
kampung halamannya masing-masing. Sehingga munculah istilah “Orang Siak” untuk
pelajar-pelajar madrasah atau untuk orang-orang yang dianggap alim dan shaleh. 15
Sumatera barat merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia dan terletak di
pulau Sumatera dan Padang menjadi ibu kota provinsinya. Sumatera barat memiliki jumlah
14
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan. Jakarta.
15
Dahlan, Z. (2018). Syekh Abdul Halim Hasan, 1901-1969: Akar Tradisi Intelektual di Sumatera Timur
Awal Abad XX. Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies, 2(1), 128-155.
penduduk sebesar 4.846.909 jiwa. Mayoritas masyarakat di Sumatera Barat memiliki etnis
Minangkabau. Provinsi Minangkabau memiliki 12 kabupaten dan 7 kota. Bahasa yang
digunakan ialah Bahasa Minangkabau dengan berbagai macam jenis dialek. Penduduk di
Sumatera Barat mayoritasnya memeluk Agama islam dengan presentasi 9%, diikuti oleh
penduduk yang beragama Kristen sebesar 1,6%, Buddha sebesar 0,26%, dan Hindu sekitar
0,01% dianut oleh penduduk pendatang dari berbagai wilayah.16
Awalnya adat yang ada di Minangkabau yang aslinya dinamistik, animistic, dan
naturalistic serta berakulturasi dengan biali dan unsur agama Hindu – Buddha merupakan
satu-satunya yang menjadi pedoman hidup pada penduduk Minangkabau. Sehingga
kedatangan agama islam mengubah dengan banyaknya kepatuhan yang lebih ketat. Sampai
pada akhirnya kemungkinan pengaruh ajaran Hindu – Buddha sudah tidak berbekas lagi.
Agama dan budaya menjadi satu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam kehidupan
masyarakat suatu wilayah. Sehingga ketika suatu ajaran masuk ke dalam sebuah kelompok
orang yang berbudaya maka akan terjadinya Tarik menarik antara kepentingan budaya
dan juga kepentingan agama.17
Keunikan terjadi pada tradisi budaya lokal pada daerah Minangkabau terhadap
dinamika agama islam. Agama menurut Greetz merupakan suatu sistem yang di dalamnya
terdapat makna dalam keberadaan manusia. Selain itu agama juga menjadi pengukuhan
pada suasana hati dan untuk mendapatkan motivasi yang kuat. Sehingga ketika suatu
agama dihadapkan pada budaya lokal, agama akan menjadi satu kesatuan yang dianggap
penting dalam budaya lokal tersebut. Sumatera Barat sangat identik dengan Minangkabau
sehingga budaya dan adat istiadanya sangat dominan oleh adat Minangkabau. Antara
agama dan budaya di Minangkabau keduanya seperti dua sisi yang terdapat pada mata
uang. Karena keduanya sangat mengakar kuat. Hal tersebut dibuktikan melalui Adagium
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang artinya adat yang terdapat di
Minangkabau harus berdasarkan syariat yang terdapat pada isi di dalam Al-Qur’an. 18
Ajaran islam itu sesungguhnya bersumber hanya dari Allah Swt. Tetapi ketika suatu
norma yang mendoktrin dan berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat serta realitas
dalam kehidupan sehari-hari maka pelaksanaan, penafsiran, serta pemahaman secara
16
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan. Jakarta.
17
Akhmad Taufik Dkk, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2005
18
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
keseluruhan bersandar pada suatu realitas. Sehingga manusia yang satu dengan manusia
yang lainnya memiliki perbedaan dalam pemikiran ataupun kehidupan budaya, politik,
geografi, dan sosial ekonominya.19
19
Akhmad Taufik Dkk, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2005
20
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
21
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
Salah satu contoh penafsiran antara budaya di Minangkabau dengan agama Islam
diantaranya yaitu22:
22
Ibid.
Minangkabau peringatan Maulid Nabi dilakukan pada bulan Rabi’ul Awal sampai
Jumadil Akhir. Kegiatan Maulid Nabi dilakukan secara marathon dengan cara
bergiliran dari satu surau ke surau lainnya. Pelaksanaan Maulid Nabi biasanya
dilakukan selama dua hari dan setiap hari sabtu dan minggu. Kegiatan pada sabtu
siang dilakukan oleh para ibu dan juga perempuan dengan membuat aneka macam
hidangan dan juga membuat berbagai macam hidangan. Ada satu hidangan dan
makanan yang khas yang dihidangkan pada saat Maulid Nabi yaitu Lamang. 23
b. Balimau
Upacara kematian tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan adat dan segala hal
yang bernafaskan agama. Ada beberapa hal yang dilakukan pada sebelum dan
sesudah kematian, diantaranya yaitu:
23
Akhmad Taufik Dkk, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2005
24
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan Budaya di
Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(2), 116-132.
1) Istilah yang terdapat di Minangkabau yaitu Sakik basilau, mati bajanguak
yang berarti jika sakit dilihat serta jika mati dijenguk.
2) Anta kapan dari bako, yang artinya adalah antar kafan dari bako
3) Cabiek kapan, mandi maik yaitu mencabik kafan serta memandikan mayat
4) Kacang pali yang merupakan istilah untuk mengantarkan jenazah ke kuburan
5) Doa talakin Panjang di kuburan (mendoakan di kuburannya)
6) Mengaji pada malam-malam ganjil seperti tiga harian, hari ke tujuh dan lain-
lain.
Dari pengertian akulturasi antara budaya dan islam yang ada di atas maka
masuknya islam ke nusantara terutama pada sumatera barat, pada
perkembangannya antara budaya dan juga agama islam memiliki interaksi yang
saling mempengaruhi satu sama lain. Pada proses interaksi tersebut dasar-dasar
dari kebudayaan adat setempat masih sangat terasa kuat sehingga perpaduan
terjadi antara budaya asli (lokal) di Indonesia terutama pada Sumatera Barat
dengan nilai-nilai islam. Sehingga perpaduan keduanya disebut sebagai akulturasi
budaya dan agama.25
Pada saat itu masyarakat menerima ajaran islam karena di masa itu ajaran
islam yang diajarkan bercorak pada esoteris kesufian dan lebih banyak tariqat
25
Widiat, C. M. (2017). Pluralisme Agama Menurut Nurcholis Madjid 1939-2005 dalam Konteks
Keindonesiaan. Madina-Te, 16(1).
sehingga kurang memperhatikan amalan-amalan jasmani dan lebih mementingkan
aspek rohani. Selain itu islam tidak bertentangan dengan kebudayaan dan adat yang
sudah ada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dampak negatif yang terjadi yaitu
Tindakan ulama yang melakukan islamisasi dengan cara motivative, persuasive, dan
toleran dapat menyebabkan segala hal yang tidak sejalan dengan ajaran islam dapat
ditolerir. Sehingga sikap toleransi yang mendalam dapat berakibat terhadap ajaran-
ajaran islam yang murni, bahkan pada saatnya nanti hal tersebut dapat
menghilangkan ajaran yang terdapat pada agama islam.
PENUTUP
Kesimpulan
Dampak akulturasi budaya dan agama islam diantaranya yaitu ada dampak
positif seperti kehidupan yang awalnya meminta dan memohon sesuatu kepada
leluhur berubah menjadi kegiatan yang mengharapkan dan mendasari rasa syukur
atas karunia yang telah diberikan tuhan, menambah wawasan mengenai
pengetahuan baru untuk kehidupan yang lebih baik, meninggalkan kebiasaan
burukn yang tidak sesuai dengan agama. Namun dampak negatifnya yaitu ajaran
agama pada suatu saat nanti bisa saja menjadi tidak murni lagi karena berbaur
dengan kebudayaan yang ada dan kebudayaan yang ada di wilayah tersebut dapat
dengan mudah hilang bahkan tidak dianggap sebagai suatu nilai-nilai yang dijadikan
pedoman hidup, serta beberapa ajaran dari leluhur tidak bisa dikenal lagi
DAFTAR PUSTAKA
Bukhari, B. (2009). Akulturasi Adat dan Agama Islam di Minangkabau Tinjauan Antropologi
Dakwah. AL MUNIR: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 49-63.
Harahap, A. (2019). Peta Dakwah Dalam Aktivitas Keberagaman (Interaksi Islam dan
Budaya di Sumatera Barat). AL-QOLAM: Jurnal Dakwah dan Pemberdayaan
Masyarakat, 3(2), 116-132.
Akhmad Taufik Dkk, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2005
Junus, Umar. 2002. “Kebudayan Minangkabau” dalam Koentjaraningrat (ed.). Manusia dan
Kebudayan di Indonesia. Djambatan. Jakarta.
Dahlan, Z. (2018). Syekh Abdul Halim Hasan, 1901-1969: Akar Tradisi Intelektual di
Sumatera Timur Awal Abad XX. Journal of Contemporary Islam and Muslim
Societies, 2(1), 128-155.
Al-Amri, L., & Haramain, M. (2017). Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal. KURIOSITAS:
Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan, 10(2), 87-100.
Hasbullah, H. (2010). Islam dan Pluralitas Agama di Indonesia (Analisis Sosiologi Agama
tentang Potensi Konflik dan Integrasi Sosial). Toleransi, 2(1), 31-44.