Anda di halaman 1dari 85

ABSTRAKSI Judul : UPAYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MALANG DALAM MENINDAK LANJUTI ASPIRASI MASYARAKAT (Studi

Kasus Pada Pembangunan Malang Town Square) Oleh : Yopi Tresnawan (9901030117-31) Reformasi yang dilakukan di Indonesia mencakup dua isu sentral yaitu desentralisasi dan pengembangan otonomi daerah. Kedua agenda reformasi tersebut ingin mendekatkan jalannya pemerintahan kepada rakyat sehingga akses setiap warga negara untuk berhubungan langsung dengan pemimpinnya semakin besar dan begitu pula sebaliknya. Desentralisasi ditandai dengan hadirnya satuan pemerintahan teritorial yang lebih kecil dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu pemerintahan daerah yang di dalamnya mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri melalui otonomi daerah. Sedangkan upaya pengembangan otonomi daerah ditandai dengan dicanangkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam undang-undang tersebut dilakukan pemisahan antara Pemerintah Daerah dengan DPRD yang dimaksudkan untuk menempatkan DPRD sebagai komponen penting dan sentral dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan di daerah. DPRD merupakan wahana untuk melaksanakan demkorasi Pancasila di tingkat lokal sebagai perwujudan prinsip kedaulatan rakyat lewat lembaga perwakilan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bentuk-bentuk aspirasi masyarakat dan mekanisme penyampaian aspirasi serta upaya yang dilakukan oleh DPRD dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat tersebut, selain itu penelitian ini juga untuk mngetahui lebih dalam bagaimana upaya darp DPRD dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan pembangunan Malang Town Square yang banyak mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat Kota Malang. Fokus dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD Kota Malang serta bagaimana mekanisme penyampaian aspirasi tersebut, serta bagaimana pula DPRD Kota Malang menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan pembangunan Malang Town Square. Adpun sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yaitu hasil dari wawancara antara peneliti dengan berbagai nara antara lain Wakil Ketua DPRD Kota Malang, Ketua Komisi A sampai dengan Komisi D dan anggota sekreatriat DPRD Kota Malang. Sedangkan data sekunder yakni dokumentasi berupa tata tertib DPRD, arsip-arsip tentang aspirasi masyarakat dan laporan-laporan, serta media masa lokal seperti koran dan majalah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di Kantor DPRD Kota Malang maka peneliti memperoleh data-data. Hasil analisa data yang telah didapatkan oleh peneliti menunjukan bahwa masyarakat Kota Malang sudah cukup banyak berpartisipasi dalam mewujudkan demokrasi di tingkat lokal, baik itu dengan penyampaianaspirasi secara langsung atu tidak langsung. Sedangkan dalam menindak

lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan Malang Town Square, DPRD Kota Malang masih harus berupaya lebih profesional dan tanpa tekanan dari pihak manapun, serta juga harus bekerja sama dengan pihak Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kota Malang

KATA PENGANTAR

Segala puji dam syukur senantiasa ke hadirat Allah SWT, atas segala karunia yang telah diberikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis atau skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Atas selesainya karya tulis ini yang berjudul: Upaya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat (Studi Kasus Pada Pembangunan

Malang Town Square) yang juga merupakan skripsi ini, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak DR. Suhadak, M. Ec selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. 2. Prof. DR. Sjamsiar Sjamsudin Indradi selaku dosen pembimbing pertama dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Drs. Suryadi, M. Si selaku dosen pembimbing kedua dalam mengarahkan dan memberikan masukkan untuk perbaikan penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Drs. Ec. RB. Priyatmoko Oetomo, MM selaku Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang periode 2004-2009 yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Kantor DPRD Kota Malang guna mendapatkan data yang diperlukan dalam menyusun skripsi ini. 5. Seluruh staf sekreatriat DPRD Kota Malang yang telah bersedia untuk memberikan data-data yang diperlukan oleh peneliti. 6. Kedua orang tua penulis (Bapak Johan dan Ibu Artinah) yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis untuk menyelesaikan studi atau pendidikan di Fakultas Ilmu Administrasi ini. 7. Kedua orang kakakku (Ajuk dan Risa) yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 8. Dan semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini serta dalam menyelesaikan studi atau pendidikan ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas semua jasa serta amal kebaikannya. Dan akhirnya penulis sangat berharap semoga karya tulis ini bisa berguna bagi yang telah

membacanya.

Malang, 6 Agustus 2006

Penulis DAFTAR ISI

ABSTRAKSI.................................................................................................................i KATAPENGANTAR.................................................................................................iii DAFTAR ISI................................................................................................................v DAFTAR TABEL.....................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR..................................................................................................ix I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang...................................................................................................1 B. Rumusan Masalah..............................................................................................8 C. Tujuan Penelitian.............................................................................................11 D. Kontribusi Penelitian.......................................................................................11 E. Sistematika Pembahasan..................................................................................13 II. KAJIAN PUSTAKA. A. Badan Legislatif Daerah..................................................................................14 1. Pengertian..................................................................................................14 2. Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban DPRD........................................15 3. Ruang Lingkup dan Fungsi Kompetensi DPRD........................................17

4. Alat Kelengkapan DPRD...........................................................................19 5. Kedudukan DPRD Dalam Sistem Pemerintahan Daerah..........................24 B. Aspirasi Masyarakat........................................................................................27 6. Pengertian Aspirasi Masyarakat................................................................27 7. Penyaluran Aspirasi Masyarakat...............................................................28 8. Konsep Pendukung Penyaluran Aspirasi Masyarakat...............................30 C. Pemerintah Daerah...........................................................................................36 9. Pengertian Pemerintah Daerah..................................................................36 10. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah............................................37 11. Susunan Pemerintah Daerah Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1999.........................................................39 III. METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian................................................................................................40 B. Fokus Penelitian...............................................................................................41 C. Lokasi dan Situs Penelitian..............................................................................43 D. Jenis dan Sumber Data.....................................................................................44 E. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................45 F. Instrumen Penelitian........................................................................................47 G. Analisa Data.....................................................................................................47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian................................................................................................50 1. Gambaran Umum DPRD Kota Malang.....................................................50 2. Bentuk Aspirasi Masyarakat dan Mekanisme Penyampaiannya........................................................................................69 3. Upaya DPRD Kota Malang Dalam Menindak

Lanjuti Aspirasi Masyarakat yang Berhubungan dengan Malang Town Square....................................................................77 4. Hambatan-hambatan yang Dihadapi oleh DPRD Kota Malang DalamMenindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat yang Berhubungan Malang Town Square..............................84 B. Analisa dan Interpretasi Data...........................................................................86 5. Gambaran Umum DPRD Kota Malang.....................................................87 6. Bentuk Aspirasi Masyarakat dan Mekanisme Penyampaiannya........................................................................................90 7. Upaya DPRD Kota Malang Dalam Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat yang Berhubungan dengan Malang Town Square....................................................................92 8. Hambatan-hambatan yang Dihadapi oleh DPRD Kota Malang Dalam Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat yang Berhubungan dengan Malang Town Square.................................................................................95 V. KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan......................................................................................................97 B. Saran................................................................................................................99 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................101 DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................103

DAFTAR TABEL

I.

Tabel I Bentuk-bentuk Partisipasi Politik.......................................................................32

II.

Tabel II Komposisi Pimpinan DPRD Kota Malang Periode 2004-2009..............................................................................................53

III. Tabel III Komposisi Komisi DPRDKota Malang Periode 2004-2009..............................................................................................56 IV. Tabel IV Komposisi Panitia Anggaran DPRD Kota Malang Periode 2004-2009..............................................................................................59 V. Tabel V Komposisi Panitia Musyawarah DPRD Kota Malang Periode 2004-2009..............................................................................................62

VI. Tabel VI Komposisi Fraksi DPRD Kota Malang Periode 2004-2009..............................................................................................66 VII. Tabel VII Contoh Data yang Masuk ke DPRD Kota Malang Periode Juni 2004 s/d Maret 2005......................................................................72

DAFTAR GAMBAR

I.

Gambar Bagan I. Gambar Bagan Posisi Pemerintah Daerah dengan DPRD.....................................25

SKRIPSI UPAYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MALANG DALAM MENINDAK LANJUTI ASPIRASI MASYARAKAT (Studi Pada Kasus Pembangunan Malang Town Square)

disusun oleh: YOPI TRESNAWAN 9901030117-31

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2006

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia, kekuasaan yang tertinggi adalah berpusat pada kedaulatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Hal inilah yang sesuai dengan yang tertuang dalam pasal 1 Undang-undang Dasar 1945 yaitu yang berbunyi: Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat atau disingkat dengan MPR sebagai lembaga tertinggi negara mempunyai anggota yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat atau disingkat dengan DPR dan Dewan Perwakilan Daerah yang disingkat dengan DPD. Dikarenakan keanggotaan DPR juga merupakan anggota MPR, maka antara MPR dengan DPR memiliki kedudukan yang sama kuat yang mengharuskan pemerintah agar benar-benar memperhatikan DPR walaupun suara dari DPR sendiri tidak dapat menjatuhkan pemerintah tanpa tambahan suara yang diperlukan dari anggota DPR yang lainnya, yang secara minimum harus merupakan suara yang terbanyak dari jumlah anggota majelis tersebut (Quota). Sebagai lembaga perwakilan rakyat, dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia DPR terbagi atas DPR Pusat, DPRD Tingkat I atau Propinsi, dan DPRD Tingkat II atau Tingkat Kabupaten atau Kota. Secara struktural gambaran antara DPR yang ada di Pusat dengan DPRD tidaklah jauh berbeda. Seperti halnya dengan yang

ada di DPR yang berkedudukan di pusat, di dalam tubuh DPRD juga terdapat anggota komisi, fraksi, panitia berikut sekretaris dewan yang membantu tugas sehari-hari DPRD. Tetapi apabila mengkaji ruang lingkup diantara keduanya maka kita akan mengetahui perbedaan antara DPR dengan DPRD. Sesuai dengan tambahan huruf D pada DPRD, maka kita tahu bahwa ruang lingkup DPRD hanya sebatas pada daerah dimana DPRD tersebut berkedudukan. Lain halnya dengan DPR yang berkedudukan di pusat, dimana DPR yang berkedudukan di pusat ini memiliki ruang lingkup yang lebih luas yaitu mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tentunya juga mencakup seluruh kepentingan masyarakat Indonesia. Jadi disini DPR yang berkedudukan di pusat lebih memiliki ruang lingkup yang lebih luas jika dibandingkan dengan DPRD. Sebagai suatu lembaga perwakilan rakyat yang ada di daerah-daerah yang keanggotaannya di dasarkan pada pemilihan, DPRD adalah suatu wahana untuk melaksanakan demokrasi yang di dasari oleh Pancasila yang ruang lingkupnya hanya sebatas di daerah saja. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Darumurti dan Rauta tentang penjabaran asas desentralisasi, yaitu tentang asas desentralisasi yang dikenal melalui tiga sistem yaitu desentralisasi politik, desentralisasi fungsional dan desentralisasi kebudayaan. Macam desentralisasi yang paling penting untuk ada di bandingkan dengan yang lainnya adalah desentralisasi politik, yaitu pemberian wewenang dan hak pada badan-badan politik yang ada di daerah-daerah, yaitu badanbadan yang mewakili rakyat dalam suatu daerah yang di dapat karena pemilihan (2000: 11). Dalam era reformasi yang sekarang ini, DPRD dalam kaitannya sebagai wakil rakyat yang ada di daerah mengemban tugas dan fungsi yang sangat berat dan mendasar. Seperti yang kita ketahui, bahwa banyak sekali aspirasi-aspirasi dari

masyarakat yang muncul, baik yang disampaikan secara langsung kepada DPRD maupun yang disampaikan oleh masyarakat melalui aksi-aksi demonstrasi. Bagi DPRD hal tersebut merupakan permasalahan yang harus segera disikapinya, sebab menyangkut hubungannya dengan kewajiban DPRD sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Oleh karena itulah DPRD dituntut untuk lebih aspiratif dan profesional dalam menjalankan fungsi, tugas maupun peranannya. DPRD dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat dan kepentingan masyarakat ini mempunyai tugas ganda. Di satu sisi mereka harus tetap memperjuangkan berbagai tuntutan dan dukungan rakyat serta pada saat yang lain mereka harus menyesuaikan dengan mekanisme kerja yang normatif dengan ekskutif, hal ini sesuai dengan yang telah diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1999 tentang MPR, DPR dan DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan agar dapat berjalan dengan sesuai dan terpadu. Tugas ganda yang demikian inilah yang menghadapkan DPRD dalam posisi yang dilematis. Adapun faktor lain yang mengharuskan DPRD serta aparaturnya di era sekarang ini untuk lebih aspiratif dan seprofesinal mungkin adalah dengan semakin meningkatnya tingkat kecerdasan masyarakat, di mana hal ini menyebabkan meningkat pula kepekaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur-aparatur yang ada di DPRD dalam menjalankan tugas maupun fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat yang ada di daerah. DPRD terusmenerus dituntut oleh masyarakat yang diwakilinya untuk mempunyai kemampuan untuk bisa menggerakan roda pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di daerah sesuai dengan kaidah demokrasi. DPRD Kota Malang sebagai lembaga aspirator dan artikulator warga Kota

Malang pada khususnya, juga memiliki persoalan yang harus di selesaikan. Kemampuan DPRD Kota Malang untuk bisa melaksanakan fungsinya guna mengembangkan perilaku demokratis sangat ditentukan oleh kualitas anggota dewan sepenuhnya. Tuntutan atas kualitas anggota dewan yang ada di Kota Malang semakin besar mengingat karakteristik dan mobilitas yang tinggi yang dimiliki oleh warga Kota Malang. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, aspek demografis dimana terdapat dinamika penduduk yang cukup tinggi di Kota Malang, pada tempat-tempat tertentu terdapat pembangunan real estate sangat pesat dan di tempat lain sangat tinggi kepadatan penduduknya. Kedua, aspek lingkungan pendidikan dan akademis yang ada di Kota Malang dimana Kota Malang disebut dengan Kota Pendidikan, menunjukan kesadaran yang tinggi dari warganya terhadap ilmu pengetahuan. Ketiga yaitu petumbuhan sosial dan ekonomi serta kebudayaan yang cukup pesat di Kota Malang. Aspirasi yang ada di masyarakat Kota Malang tidak akan berkembang menjadi agenda publik apabila DPRD Kota Malang sebagai lembaga legislatif tidak memiliki kemampuan dan kinerja yang baik untuk menyikapi aspirasi yang ada tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Kaloh yang menyatakan bahwa: Makin luas akses masyarakat kepada DPRD, semakin tinggi pula keterlibatan masyarakat dalam formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan yang akan dibentuk kemudian dilaksanakan. Hal ini pada pemerintah daerah adalah untuk berkolaborasi secara harmonis mempertanggung jawabkan kinerjanya serta menjawab berbagai keinginan dan aspirasi masyarakat (2002: 147). Misalkan saja, contoh kasus yang terjadi di Kota Malang beberapa waktu yang lalu, yaitu kasus yang berhubungan dengan pembangunan Malang Town Square atau

disingkat dengan Matos yang dibangun di kawasan jalan Veteran. Dimana kasus tersebut menimbulkan pro dan kontra diantara elit politik yang ada di Kota Malang dengan masyarakat Kota Malang khususnya masyarakat yang ada di sekitar wilayah tersebut, yang termasuk sebagai kawasan pendidikan. Ada yang beranggapan bahwa pembangunan Matos di kawasan tersebut akan membawa dampak yang negatif bagi perkembangan kawasan tersebut. Tetapi ada juga yang memberikan tanggapan sebaliknya bahwa dengan pembangunan Matos akan bisa membawa dampak yang positif bagi perkembangan perekonomian Kota Malang. Mayoritas yang menolak dengan dibangunnya Matos di kawasan Jalan Veteran adalah dari kalangan akademisi. Mereka antara lain adalah Paguyuban Rektor se-Malang, dan sejumlah organisasi intra kampus yang ada di Kota Malang. Gerakan mereka juga didukung oleh beberapa LSM, antara lain adalah Walhi, Pro Fauna, dan Forum Masyarakat Tanjung (Jawa Pos edisi 7 Agustus 2004). Dan ada pula dukungan dari sejumlah anggota DPRD Kota Malang yang juga menentang pembangunan Matos, karena dianggap menyalahi Perda No. 7 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), pasalnya dalam RTRW tersebut dinyatakan secara jelas bahwa kawasan jalan Veteran adalah merupakan kawasan khusus untuk pemukiman dan pendidikan saja. Ditambahkan juga bahwa pembangunan Matos nantinya juga akan membawa dampak terhadap lalu lintas di kawasan tersebut, hal yang sangat mungkin terjadi adalah kemacetan lalu lintas pada waktu-waktu tertentu. Hal senada diungkapkan oleh Ketua Walhi DPD Jawa Timur yaitu Purnawan D.M, bahwa pembangunan Matos sudah tidak sesuai dengan RTRW dan bisa mengganggu proses belajar mengajar di kawasan tersebut dan juga bisa mengganggu ekosistem lingkungan (Jawa Pos edisi 7 Agustus 2004: 29). Bahkan untuk menunjukan penolakannya

tersebut sejumlah mahasiswa melakukan unjuk rasa yang secara tegas meminta agar pembangunan Matos segera dihentikan. Akan tetapi dilain pihak, diungkapkan oleh General Manager Relation and Investor Relation yaitu Danang Kemayan Jati yang dikutip dari Jawa Pos 7 Agustus 2004, mengatakan bahwa pembangunan Matos sesungguhnya akan membawa dampak yang positif bagi perkembangan perekonomian di Kota Malang. Matos juga akan menyerap sekitar 5000 tenaga kerja yang sebagian besar akan diambil dari masyarakat Kota Malang, sehingga bisa mengurangi pengangguran yang ada di Kota Malang. Selain itu barang-barang yang akan dijual di Matos adalah barang-barang yang menunjang pendidikan atau yang bersifat mendidik. Dukungan pembangunan Matos jug adiungkapkna oleh Ketua Komisi D yaitu D. Soedariono (anggota DPRD periode 1999-2004), yang menurutnya pembangunan Matos tidak melanggar RTRW, karena di dalam RTRW sesuai dengan sub bab 4.5 tentang rencana pengeluaran zoning kawasan, dalam aturan tersebutkawasan Jalan Veteran merupakan jalan kolektor yang lebarnya kurang lebih 30 meter. Dari adanya pendapat yang muncul dari berbagai pihak tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa dibangunnya Matos di Jalan Veteran tersebut akan menimbulkan dampak yang positif ataupun dampak yang negatif, atau juga dapat dikatakan bahwa pembangunan Matos memiliki sisi kerugian dan sisi keuntungan. Dari sisi keuntungan dan sisi kerugian inilah nantinya DPRD Kota Malang bisa mengambil suatu tindakan atau tindak lanjut terhadap kasus atau masalah yang terjadi di Kota Malang tersebut yaitu yang berhubungan dengan pembangunan Matos. Apakah nantinya pembangunan Matos akan dihentikan ataukah akan diteruskan dengan komitmen yang sesuai dengan keinginan masyarakat yang ada di kawasan

tersebut, dan tentunya juga komitmen tersebut juga bertujuan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kota Malang. Sesuai dengan uraian yang ada di atas maka peneliti ingin mengetahui pelaksanaan demokrasi yang ada di tingkat lokal atau di daerah, dalam hal ini khususnya melalui saluran lokal (dalam hal ini adalah DPRD) masyarakat Kota Malang bisa menyalurkan aspirasinya. Sehingga peneliti mengambil judul penelitian sebagai berikut: Upaya Dewan Perwakilan Rakyat Kota Malang Dalam Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat (Studi Kasus Pada Pembangunan Malang Town Square).

B. Rumusan Masalah Menyimak dari uraian di atas bahwa penting bagi suatu lembaga penyalur aspirasi masyarakat untuk sesegera mungkin menindak lanjuti aspirasi yang sudah masuk agar nantinya tidak menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat. DPRD mempunyai hak dan kewajiban sebagai lembaga perwakilan rakyat yaitu mengemban amanat rakyat dan sebagai penyambung pikiran serta keinginan masyarakat yang diwakilinya. Namun seperti yang selama ini diketahui, bahwa selama masa pemerintahan orde baru, peranan DPRD Propinsi atau DPRD Kabupaten atau Kota hanya sebatas untuk memberikan rekomendasi semata atau hanya untuk memberikan nasihat saja. Fungsi-fungsi dari lembaga perwakilan rakyat yang ad di daerah (DPRD) seperti halnya DPR dan MPR yang ada di tingkat pusat dengan demikian sebenarnya didesain untuk dijadikan tempat untuk mengadakan musyawarah dan mencapai mufakat (Buletin Desentralisasi edisi 13: 1998).

DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang ada di daerah melaksanakan fungsi legislatif sepenuhnya sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat atau masyarakat yang ada di daerah atau berkedudukan sejajar sebagai mitra pemerintah daerah. Dalam mewujudkan suatu pemerintahan yang demokratis DPRD serta Pemerintah Daerah sangat perlu untuk berusaha memperhatikan aspirasi-aspirasi maupun isu-isu yang berkembang dalam masyarakatnya, serta kemudian menindak lanjuti aspirasiaspirasi tersebut dengan membentuk suatu kebijakan yang dirumuskan bersama dengan Pemerintah Daerah. Seperti halnya dengan terjadinya kasus pembangunan Malang Town Square di Jalan Veteran, sangat mengharapkan kemampuan yang maksimal dari DPRD Kota Malang untuk bisa merumuskan suatu kebijakan yang hasilnya merupakan suatu jalan tengah sebagai penyelesaian kasus tersebut. Sehingga dari kebijakan tersebut mampu untuk menciptakan suatu citra yang baik bagi DPRD Kota Malang sendiri dan tentunya juga demi kebaikan dan kemajuan Kota Malang pada umumnya, serta masyarakat juga tidak merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut. Dengan melihat atau memperhatikan uraian diatas, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa saja bentuk-bentuk dari aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD Kota Malang ? 2. Upaya apa saja yang dilakukan oleh DPRD Kota Malang dalam menindak lanjuti aspirasi yang masyarakat yang berhubungan dengan pembangunan Malang Town Square ? 3. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh DPRD Kota Malang dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan pembangunan

Malang Town Square ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan dari peneliti melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan serta menganalisa bentuk-bentuk aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat Kota Malang kepada DPRD Kota Malang. 2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan serta menganalisa upaya dari DPRD Kota Malang dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakatyang berhubungan dengan pembangunan Malang Town Square. 3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan serta menganalisa hambatan-hambatan yang dihadapai oleh DPRD Kota Malang dalam upayanya menindak lanjuti aspirasi masyarakat yangberhubungan dengan pembangunan Malang Town Square.

D. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, baik teoritis maupun praktis terhadap pelaksanaan demokrasi yang ada di tingkat lokal melalui saluran DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang ada di daerah. Adapaun kontribusi penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Teoritis a. Sebagai salah satu bahan kajian dalam studi tentang pelaksanaan demokrasi yang ada di tingkat lokal melalui penyampaian aspirasi masyarakat kepada DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang ada di daerah.

b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi suatu referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang lembaga legislatif yang ada di daerah. 2. Praktis c. Bagi mahasiswa yang melakukan penelitian adalah untuk dapat memahami dan mengetahui bagaimana DPRD menindak lanjuti aspirasi masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan kasus pembangunan Malang Town Square. d. Bagi pemerintah dan bagi nDPRD sendiri adalah untuk dijadikan suatu tolok ukur bagi kebijakan dan peraturan pemerintah pada saat ini. Serta sebagai bahan masukan bagi DPRD Kota Malang dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat. e. Bagi masyarakat adalah untuk meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap suatu masalah yang terjadi di wilayahnya pada khususnya dan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya kepada DPRD, serta untuk menungkatkan kepercayaan masyarakat bahwa DPRD mampu menyalurkan aspirasinya dan membuat suatu kebijakan yang aspirastif.

E. Sistematika Pembahasan Maksud daripada sistematika pembahasan adalah sebagai susunan secara keseluruhan dari suatu karya ilmiah yang disusun secara garis besar dengan tujuan agar dapat memudahkan untuk mengetahui isi dari karya ilmiah tersebut. Demikian halnya dengan penyelesaian skripsi ini yang juga terbagi dalam lima bab dengan

sistematika sebagai berikut: BAB I : Pada bab satu ini berisikan pendahuluan yaitu yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kontribusi Penelitian, dan Sistematikan pembahasan. BAB II : Pada bab ini membahas tentang kajian pustaka

BAB III : Pada bab ini berisikan metode penelitian yang dipakai oleh peneliti dalam melakukan penelitian. BAB IV : Pada bab ini berisikan pembahasan dari masalah yang telah ditentukan oleh peneliti dalam penelitian atau penyusunan skripsi ini. BAB V : Pada bab ini berisikan penutup atau kesimpulan dan saran yang dikemukakan oleh peneliti setelah melakukan penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Badan Legislatif Daerah. 1. Pengertian. Badan Legislatif Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau sering disingkat dengan DPRD. Hal itu berdasarkan ketentuan umum Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut dengan DPRD adalah Badan Legislatif Daerah. Begitu pula dengan bunyi pasal 14 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 huruf a yang menyebutkan: Di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan

Pemerintah Daerah sebagai Badan Ekskutif Daerah. Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan DPRD adalah Badan Legislatif Daerah tempat wakil rakyat membuat Undang-undang di tingkat Propinsi, Kota dan Kabupaten. Namun ada juga Undang-undang baru yang mengatur tentang DPRD yaitu Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang juga mengatur tentang Pemerinthan Daerah, dimana Undang-undang ini merupakan pembaruan dari undang-udang yang lama yaitu Undang-undang No. 22 Tahun1999 yang juga mengatur tentang Pemerintahan Daerah. 2. Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban dari DPRD. Badan Legislatif Daerah atau dalam keseharian disebut dengan DPRD, memiliki tugas, wewenang, hak dan kewajiban sesuai dengan rumusan peraturan perundangundangan yang berlaku. Undang-undang yang mengatur tentang DPRD diantaranya adalah Undang-undang No. 4 Tahun 1999 tentang susunan MPR, DPR, dan DPRD yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang No. 22 tahun 2003 khususnya pada pasal 102, serta Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang juga diperbaharui dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. a. Tugas dan wewenang DPRD Seperti yang telah disebutkan dalam pasal 18 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 huruf a, DPRD mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. 2. Memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Dewan Perwakilan

Daerah. 3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. 4. Bersama dengan Gubernur, Bupati dan Walikota membentuk Peraturan Daerah. 5. Bersama dengan Gubernur, Bupati danWalikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 6. Melaksanakan pengawasan terhadap: a. Pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan yang lain. b. Pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati dan Walikota. c. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. d. Kebijakan Pemerintah Daerah. e. Pelaksanaan kerjasama internasional dengan daerah. 7. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah. 8. Menampung serta menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang ada di daerah. b. Hak dan kewajiban DPRD. Adapun hak dan kewajiban yang dimiliki oleh DPRD menurut Undangundang No. 22 Tahun 1999 adalah sebagai berikut: Pada pasal 19 (a) DPRD mempunyai hak sebagai berikut: 1. Meminta pertanggung jawaban Gubernur, Bupati dan Walikota. 2. Meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah. 3. Mengadakan penyelidikan.

4. Mengadakan perubahan atas rancangan Peraturan Daerah. 5. Mengajukan pernyataan pendapat. 6. Mengajukan rancangan peraturan daerah. 7. Menentukan anggaran belanja DPRD. 8. Menentukan peraturan dan tata tertib DPRD. Sedangkan berdasarkan pasal 21, DPRD mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1. Mempertahankan dan memlihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Mengamalkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, serta mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Membina demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. 4. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah berdasarkan pada demokrasi ekonomi. 5. Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta menfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya. 3. Ruang Lingkup dan Fungsi Kompetensi DPRD. Pada garis besarnya, DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah mempunyai lima fungsi yaitu: a. Fungsi memilih dan menyeleksi Fungsi ini mempunyai peranan yang menentukan tentang masa depan suatu daerah. Apabila fungsi tersebut salah dilaksanakan atau kurang tepat pelaksanaannya, maka hal tersebut akan mendatangkan masalah bagi daerah yang bersangkutan, yaitu kemungkinan salah dalam pengurusan, pemimpin yang

kurang baik dan lain-lain. b. Fungsi pengendalian dan pengawasan. DPRD mempunyai tugas pengendalian dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan di daerah. DPRD dapat melakukan tugas pengendalian dan pengawasan yang sangat luas, baik berupa tindakan preventif (lewat persetujuan) ataupun lewat tindakan represif (lewat penolakan). Selain itu masih dimungkinkan melakukan peninjauan di lapangan atas sesuatu yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. c. Fungsi pembuatan Undang-undang dan Peraturan Daerah. Fungsi ini merupakan fungsi yang asli dan utama dari sebuah Badan Legislatif Daerah yaitu DPRD. Melalui fungsi pembuatan Undang-undang inilah DPRD akan dapat menunjukkan karakter, warna serta kualitasnya, baik secara material maupun secara fungsional. Kadar atau mutu dari Undang-undang atau Peraturan Daerah yang dihasilkan oleh DPRD menjadi suatu ukuran dari DPRD tersebut dalam menjalankan fungsinya serta menjamin eksistensinya sebagai wakil rakyat. d. Fungsi debat. Dalam kesempatan melakukan debat ini akan lahir suatu pikiran-pikiran yang matang, mendalam, dan asli atau bahkan pikiran-pikiran yang inovatif. Lewat debat suatu konsep dapat langsung diuji apakah sudah mantap ataukah masih belum. Lewat debat ini dapat ditelusuri latar belakang suatu pemikiran atau konsep dan saling keterkaitan faktanya sehingga melahirkan pemahaman dan perumusan yang lebih matang. e. Fungsi representasi. Setiap anggota DPRD adalah merepresentasikan dari masyarakat yang

diwakilinya, duta, pembawa suara, penyambung lidah, dan pelindung dari masyarakat yang mempercayakan suara kepadanya lewat pemilihan umum. Anggota DPRD harus bertindak dan berperilaku sebagai wakil untuk setiap tindakannya dalam seluruh kegiatan dalam menjalankan tugasnya sebagai salah satu anggota DPRD. 4. Alat Kelengkapan DPRD. Berbeda dengan anggota DPR yang ada di pusat yang menyangkut seluruh kepentingan rakyat dan Negara Indonesia, maka DPRD hanya terbatas pada daerah Tingkat I dan daerah Tingkat II yang diwakilinya. Jumlah anggota DPRD jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah anggota yang ada di DPR yang ada di pusat. Angka kecil ini membawa konsekuensi yang positif bagi DPRD sendiri, terutama dalam hal cara kerjanya, sehingga DPRD lebih dekat dengan masyarakat yang diwakilinya. Anggota DPRD masih mungkin memelihara kontak atau komunikasi yang lebih dekat dan lebih cepat dengan masyarakat yang diwakilinya, terutama dalam mengomentari dan memperdebatkan kebutuhan atau masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat pada wilayah atau pada waktu tertentu. Sejak terpilih melalui pemilihan umum dan sejak pengucapan janji atau sumpah selesai, maka anggota DPRD telah resmi memasuki karirnya sebagai wakil rakyat yang ada di daerah. Secara teoritis anggota DPRD adalah anggota masyarakat yang terhormat dan hanya sekian puluh orang saja untuk Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Anggota DPRD dianggap mengetahui seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di daerah tersebut, anggota DPRD juga dianggap mengetahui permasalahan yang menyangkut daerahnya, masyarakat dan masa depan daerah,

pembangunan dan lain-lain. Anggota DPRD dikelompokan berdasarkan kekuatan partai politik yang mencerminkan partai politik peserta pemilihan umum. Pengelompokan tersebut disebut dengan fraksi. Pada dasarnya fraksi dibentuk dengan tujuan peningkatan efisiensi kerja para anggota DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat yang ada di daerah. Setiap anggota dewan wajib menjadi anggota salah satu fraksi. Adanya fraksi dalam tubuh DPRD akan mempermudah koordinasi diantara kelompok itu sendiri dan akan melancarkan koordinasi kerja dalam tubuh DPRD itu sendiri. Adanya fraksi lengkap dengan susunan kepemimpinannya memudahkan komunikasi antara fraksi dengan DPRD itu sendiri, terutama dalam membahas hal-hal politis yang pelik ataupun dalam pembicaraan hal-hal teknis intern dewan. Fraksi dengan susuna kepemimpinannya secara garis besar adalah merupakan gambaran perwakilan poliitk tersebut dalam DPRD. Tugas fraksi yang paling pokok yaitu merumuskan sikap politik fraksi untuk sesuatu peraturan atau statemen. Adapun alat kelengkapan DPRD adalah: 1. Pimpinan DPRD. Hak dan kewajiban pimpinan DPRD seacara hukum tidak jauh berbeda dengan anggota DPRD yang lainnya. Namun demi mantapnya kelembagaan dalam DPRD perlu adanya pimpinan yang mengatur rumah tangga DPRD, sehingga dapat berjalan lancar dalam memenuhi tugasnya. Pimpinan dewan merupakan satu kesatuan yang bersifat kolektif serta tidak menggambarkan perwakilan suatu golongan yang ada dalam tubuh DPRD 2. Komisi-komisi DPRD. Dalam melaksanakan mekanisme kerja DPRD sehari-hari , dan juga mengingat

banyaknya kerja dan juga kompleksitas tugas dari DPRD, maka DPRD dibagi kedalam komisi-komisi. Pembagian DPRD dalam komisi-komisi merupakan tuntutan yang wajar dari suatu lembaga yang besar demi mempermudah pelaksanaan manajemen DPRD. DPRD dengan ruang lingkup tugas dan fungsi yang agak terbatas dibanding dengan DPR yang ada di pusat, biasanya dibagi dalam lima komisi, akan tetapi dalam periode yang sekarang ini (2004-2009) DPRD dibagi kedalam empat komisi. Pembagian dan penamaan komisi dimulai dengan huruf atau abjad A sampai dengan D. Keanggotaan komisi biasanya diusahakan berimbang pada setiap komisi, dan setiap anggota DPRD wajib masuk kedalam salah satu komisi sesuai dengan keputusan penugasan dari fraksinya masing-masing. 3. Panitia-panitia tetap dalam DPRD. Panitia-panitia tetap adalah merupakan alat kelengkapan dewan yang mempunyai tugas, kewajiban dan wewenang tertentu dalam menyelesaikan tugas-tugas yang ada di DPRD. Pembentukan panitia ini merupakan konsekuensi yang logis dari tugas-tugas DPRD yang terus ada tetapi tidak periodik. Segala sesuatu mengenai tindak tanduk, tugas dan kewajiban, dan prosedur kerja dari setiap panitia diatur dan dirumuskan dengan jelas dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang bersangkutan. Adapun panitia tetap yang ada dalam lembaga seperti DPRD biasanya terdiri dari: a. Panitia musyawarah, pada dasarnya adalah suatu bidang yang mempunyai kedudukan tingkat kedua setelah sidang paripurna dewan. Panitia musyawarah dibentuk oleh DPRD pada masa permulaan keanggotaan DPRD. b. Panitia anggaran, termasuk salah satu alat kelengkapan dewan dan

keanggotaannya sedapat mungkin mencerminkan semua unsur fraksi yang ada di dalam tubuh DPRD yang bersangkutan.

4. Panitia Khusus. Panitia khusus dibentuk untuk menangani tugas khsusus atau meyelesaikan permasalahan tertentu, maka satu panitia khusus hanya untuk satu periode saja atau batas waktu tertentu saja. 5. Badan Kehormatan. Badan kehormatan merupakan salah satu alat kelengkapan DPRD. Tata cara pembentukan, penetapan jumlah anggota, tugas, wewenang,kewajiban serta hak bagi badan kehormatan diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyelenggaraan tugas dan kewenangannya Badan Legislatif Daerah atau DPRD dibantu oleh sekretariat DPRD. Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang sekretaris DPRD yang diangkat oleh Kepala Daerah atas persetujuan dari Pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD merupakan administrator dari lembaga DPRD, oleh karena itulah institusi sekretariat dewan disebut sebagai perangkat daerah karena hanya menangani tugas-tugas dari seluruh proses ketata uasahaan di lembaga DPRD. 5. Kedudukan DPRD dalam Sistem Pemerintahan Daerah. Salah satu perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah setelah berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 adalah dipisahkannya secara tegas antara Kepala Daerah dengan DPRD. Dalam pasal 14 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 (2001: 21) secara tegas dinyatakan bahwa:

a. Di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Ekskutif Daerah. b. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah beserta perangkat daerah yang lainnya Adanya pemisahan yang tegas antara Badan Legislatif Daerah dengan Badan Ekskutif Daerah atau antara Pemerintah Daerah dengan DPRD sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 telah memberikan kedudukan yang sangat kuat dan ruang lingkup yang sangat luas kepada DPRD dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah, selain DPRD mempunyai kekuasaan untuk mengawasi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan hak-hak yang dimiliki oleh DPRD. Pemisahan DPRD dengan Pemerintah Daerah juga dimaksudkan untuk menempatkan DPRD sebagai komponen yang penting dan sentral dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Pemikiran yang demikian merupakan perwujudan prinsip kedaulatan di tangan rakyat di tingkat daerah, yang tercermin dengan adanya keikut sertaan masyarakat lewat lembaga perwakilan rakyat yang ada di daerah dalam menetukan kebijakan pemerintahan dan pembangunan di daerah yang bersangkutan. Kemudian dalam pasal 16 ayat 2 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 (2001:21) ditegaskan pula bahwa: DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra bagi Pemerintah Daerah. Arti ketentuan dari pasal 16 tersebut diatas menjelaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai Badan Legislatif Daerah, DPRD bukan merupakan bagian dari Pemerintah Daerah akan tetapi merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah. Ketentuan ini merupakan ide baru yang

konkrit sebagai indikasi adanya misi demokrasi dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kedudukan tersebut menurut Kaloh dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut: Gambar I Bagan Posisi Pemerintah Daerah dengan DPRD

Pemerintah

Otonomi Luas Desentralisasi

Desentralisasi politik

Konvergensi Kontuinitas

Desentralisasi administrasi

Badan Legislatif Daerah

Konsisten Dialog

Badan Ekskutif Daerah

Kedudukan tupoksi Visi


Sumber: Kaloh, 2002 halaman 38

Kedudukan tupoksi

Konsep otonomi luas atau desentralisasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999, pada prinsipnya terdiri dari dua hal, yaitu desentralisasi politik dan desentralisasi administrasi (Kaloh, 2002;143). Menurut

Bryant sebagaimana yang dikutip oleh Kaloh, desentralisasi administrasi adalah suatu delegasi wewenang pelaksanaan yang diberikan kepada pejabat pusat yang ada di daerah atau di tingkat lokal, sedangkan desentralisasi politik adalah wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya yang diberikan kepada badan-badan pemerintah regional dan lokal (2002: 143). Hubungan antara ekskutif dengan legislatif dalam mengedepankan dan meluruskan visinya bagi pembangunan dan kemajuan daerah perlu mendapatkan prioritas yang utama. Dalam penyatuan visi tersebut diperlukan suatu komunikasi yang diawali melalui suatu proses yang disebut dengan dialog konstruktif antara ekskutif dengan legislatif, sehingga tercapai suatu kesepakatan bersama dalam bentuk suatu keputusan (Kaloh, 2002: 153). DPRD secara de yure menempati posisi yang sangat kuat dan setara dengan Pemerintah Daerah. Sedangkan secara de facto masih harus dibuktikan melalui praktek penyelenggaraan pemerintahan di daerah, apakah lembaga ini benar-benar mampu menciptakan chek and balance dengan pihak ekskutif sehingga segala sesuatunya terpulang kembali kepada DPRD itu sendiri untuk mampu atau tidaknya memainkan tugas, wewenang, dan peranannya yang diharapkan oleh masyarakat yang diwakilinya.

B. Aspirasi Masyarakat. 1. Pengertian Aspirasi Masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aspirasi mempunyai arti yaitu harapan dan tujuan untuk keberhasilan yang akan datang, sedangkan masyarakat adalah

sejumlah manusia dalam arti yang seluas-luasnya yang terikat oleh sesuatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Pengertian menurut Harold J. Laski sebagaimana yang dikutip oleh Miriam Budiarjo adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan mereka bersama (1992: 34). 2. Penyaluran Aspirasi Masyarakat. Kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat dapat disalurkan melalui lembaga formal yaitu DPRD sebagai lembaga legislatif yang ada di tingkat lokal. DPRD melalui fungsi legislasinya menetapkan berbagai kebijakan yang terwujud dalam peraturan perundang-undangan yang mengikat masyarakat umum dengan tujuan tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Sebagai lembaga perwakilan masyarakat, DPRD hendaknya dapat melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik. Terutama dalam mengembangkan amanat rakyat dan menyalurkan aspirasi masyarakat karena pada dasarnya rakyatlah yang lebih tahu apa yang dibutuhkan. Masyarakat yang menyalurkan aspirasinya berati turut serta berpartisipasi dalam pelaksanaan demokrasi. Bentuk partisipasi masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya dapat dibedakan menjadi empat macam: a. Partisipasi dalam pemilihan,merupakan partisipasi yang mudah dilihat karena biasanya bersifat rasional. Aktivitas partisipasi masyarakat dalam hal ini ditujukan untuk memilih wakil-wakil rakyat dan mengangkat pemimpin yang menerapkan ideologi pembangunan tertentu. b. Partisipasi kelompok, merupakan gabungan dari pihak-pihak yang ingin

menyalurkan aspirasinya. Partisipasi ini sekaligus bisa berfungsi sebagai saluran untuk mengkomunikasikan kepentingan warga negara dengan pejabat-pejabat yang berkompeten. c. Kontak antara warga negara dengan pemerintah, dapat dilakukan dengan cara menulis surat, menelepon atau pertemuan secara pribadi. Kontak juga bisa berlangsung dalam pertemuan-pertemuan mulai dari rapat desa sampai dengan rapat akbar yang melibatkan banyak warga atau bahkan seluruh warga dari sebuah daerah, atau loka karya atau konverensi yang membahas masalah-masalah khusus. d. Partisipasi warga negara secara langsung di lingkungan pemerintah. Keterlibatan secara langsung ini apabila seorang tokoh masyarakat didudukan sebagai wakil rakyat di lembaga pembuat kebijakan (Kumorotomo, 2001:114). Partisipasi masyarakat lewat aspirasinya yang tertuang dalam berbagai bentuk untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang harus diambil merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya suasana demokratis dan terciptanya dinamika untuk menuju kearah kemajuan. Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat pembangunan. 3. Konsep Pendukung Penyaluran Aspirasi Masyarakat. a. Partisipasi Politik. Dalam sebuah negara yang demokratis yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilakukan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan dari masyarakat dan

menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Dengan demikian maka partisipasi politik dari warga negara merupakan parameter atau indikator keberhasilan dari penerapan sebuah sistem politik yang dibangun oleh suatu negara. Dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti yang luas. Secara umum politik bermacammacam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses penentuan tujuan serta pelaksanaan tujuan dari sistem tersebut (Sastroadmojo, 1995: 8). Masyarakat sebagi kumpulan individu memiliki harapan sekaligus tujuan yang hendak dicapai. Partisipasi masyarakat untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah adalah partisipasi politik. Partisipasi politik dapat diarahkan untuk mengubah keputusan-keputusan pejabat yang sedang berkuasa, mempertahankan atau menggantikan pejabat-pejabat itu, atau mempertahankan organisasi sistem politk yang ada (Hutington, 1994: 8). Kegiatan-kegiatan yang termasuk kedalam partisipasi politik mencakup halhal sebagai berikut: 1. Partisipasi politik terwujud sebagai kegiatan atau perilaku luar dari individu warga negara biasa yang dapat diamati dan bukan berupa sikap atau orientasi. 2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. 3. Kegiatan yang berhasil ataupun yang gagal dalam mempengaruhi keputusan politik pemerintah termasuk kedalam partisipasi politik. 4. Kegiatan mempengaruhi politik pemerintah dapat dilakukan secara langsung tanpa perantara, dan juga secara tidak langsung.

5. Kegiatan yang mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar tanpa kekerasan, dan juga biasa dengan cara yang tidak wajar. 6. Kegiatan individu untuk mempengaruhi pemerintah ada yang dilakukan atas dasar kesadaran sendiri dan juga atas desakan atau paksaan dari pihak lain (Sastradmojo, 1995: 8). Partisipasi politik antara orang yang satu dengan orang yang lain, dan dari kelompok yang satu dengan kelompok yang lain berbeda-beda tergantung dari: tingkat pendidikan, orientasi dan strateginya masing-masing. Adapun bentukbentuk partisipasi politik yang umum dilakukan adalah: Tabel I Bentuk-bentuk Partisipasi Politik Bentuk Konvensional 1. pemberian suara 2. aktivitas diskusi politik 3. kegiatan kampanye kelompok kepentingan 5. komunikasi individual dengan pejabat politik administratif Bentuk Non Konevensional 1. pengajuan petisi 2. berdemonstrasi 3. konfrontasi 5. tindakan kekerasan politik terhadap harta benda (pengrusakan, pengeboman, pembakaran) 6. tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan) 7. perang gerilya atau revolusi
Sumber: Gabriel A. Almond dalam Sastradmojo Perilaku Politik, 1995: 78-80.

4. membentuk dan bergabung dengan 4. mogok atau sabotase

b. Perilaku Politik. Perilaku politik merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku yang lain, seperti perilaku ekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya. Perilaku politik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik. Pengertian perilaku politik menurut Surbakti sebagaimana dikutip oleh Sastradmojo dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses

memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat ke arah tujuan tersebut (Satroadmojo, 1995: 3). Tindakan dan perilaku politik individu ditentukan pula oleh orientasi umum yang nampak jelas sebagai pencerminan budaya politik. Hal itu sejalan dengan pendapat Sumarmo yang sebagaimana dikutip oleh Sastradmojo yang menyatakan bahwa tingkah laku politik merupakan percerminan dari budaya politik dari suatu masyarakat yang penuh dengan aneka bentuk dan karakter serta aneka bentuk kelompok dengan berbagai macam tingkah lakunya (1995: 59). c. Budaya Politik. Budaya masyarakat akan mempengaruhi budaya politik karena budaya politik masyarakat dengan sendirinya berkembang di dalam dan dipengaruhi oleh kompleksitas nilai di dalam masyarakat tersebut (Sastroadmojo, 1995: 40). Dengan memahami kebudayaan politik akan dapat diketahui sikap-sikap warga negara terhadap sistem politik yang akan mempengaruhi tuntutan-tuntutan, respon-responnya, dukungannya dan orientasinya terhadap sistem politik. Selain itu dengan memahami hubungan antara kebudayaan politik dengan sistem politik maka maksud dari individu melakukan kegiatannya dalam sistem politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat diketahui. Budaya politk sendiri oleh Almond dan Verba sebagaimana dikutip oleh Sastradmojo diartikan sebagai distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Hal ini tidak lain adalah pola tingkah laku individu yang berkaitan dengan kehidupan politk yang dihayati oleh para anggota

suatu sistem politik (1995: 36). Budaya politik ini selanjutnya dibagi kedalam beberapa kelompok. Almond dan Verba sebagaimana dikutip oleh Sastradmojo membagi budaya politik kedalam tiga tipe yaitu: 1. Budaya politik parokial, yaitu orang yang sama sekali tidak menyadari atau mengabaikan adanya pemerintahan dan politik. Dengan kata lain bahwa masyarakat dengan budaya politik parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politk termasuk bagian-bagian dari perubahan sekalipun. 2. Budaya politik subjek, yaitu secara pasif patuh terhadap pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri terhadap budaya politik parokial. Hal itu berarti masyarakat dengan budaya politik subjek menyadari adanya otoritas dari pemerintah. 3. Budaya politik partisipasi, yaitu turut serta melibatkan diri kedalam kegiatan politik, paling tidak kedalam kegiatan pengambilan suara atau votting dan memperoleh informasi yang cukup banyak tentang kehidupan politik (1995: 48-50). d. Demokrasi. Konsep dasar dari istilah demokrasi adalah kedaulatan yang ada di tangan rakyat. Segala sesuatu yang hendak diputuskan oleh pemerintah hendaknya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada rakyat dan semaksimal mungkin ditujukan demi kepentingan rakyat. Abraham Lincoln memaknai konsep demokrasi ini secara sederhana dengan government of the people, by the people and for the people. Jadi sebenarnya disini rakyat sangat berdaulat untuk menentukan

nasibnya sendiri. Konsep ini menurut Ridwan dan Gunawan sebagaimana yang telah dikutip oleh Sulistyo mempunyai dua pemahaman yaitu: 1. Dalam masyarakat modern, rakyat tidak hanya berdaulat menentukan nasibnya melalui lembaga formal saja, namun dapat juga menyuarakan kepentingan melalui lembaga sosio kultural yang lainya. 2. Rakyat berdaulat menetukan nasibnya sendiri bukanlah suatu konsep yang kaku dan ketat dalam bidang politik, melainkan dapat pula sebagai konsep yang lentur dalam berbagai bidang kehidupan (2002: 56). Hal pokok dalam demokrasi adalah persamaan dan kebebasan. Adanya persamaan memberikan peluang kepada masing-masing warga negara untuk secara maksimum mengembangkan potensial fisik, intelektual, moral, spiritual dan untuk mencapai tingkat optimum partisipasi sosial dengan tingkat kemampuan masing-masing. Sedangkan kebebasan yang dimaksudkan dalam suasana demokrasi adalah sebuah kebebasan individual maupun sosial, dimana dengan adanya kebebasan ini orang akan mempunyai ruang gerak yang luas untuk berkreasi dan berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan bangsa dan negaranya.

C. Pemerintah Daerah. 1. Pengertian Pemerintah Daerah. Pengertian Pemerintah Daerah menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1999 adalah penyelengaraan pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dengan DPRD menurut asas desentralisasi. Sedangkan secara konseptual Pemerintah Daerah

adalah organ politik yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurusi rumah tangga sendiri. Kewenangan mengatur adalah kewenangan legislasi yang dimiliki oleh setiap daerah otonom dan kewenangan mengurus adalah kewenangan ekskusi yang dimiliki oleh cabang ekskutif daerah. Pemerintah di daerah pada dasarnya merupakan suatu administrasi yang komplek. Kompleksitas tersebut dapat dilihat dari tujuan, tugas pokok, fungsi, struktur organisasi, kepegawaian, keuangan, peralatan atau teknologi yang digunakan, juga siapa klien yang dilayani sesuai dengan ruang lingkup wilayah kerjanya (Sunindhia, 1987: 39). 2. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Di dalam penyelenggaraan pemerintaha di Negara Indonesia dalam kerangka Negara Kesatuan, antara pemerintah yang ada di pusat dengan pemerintah yang ada di daerah dalam pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari penggunaan asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam pasal 1 huruf e, f, g Undang-undang No. 22 Tahun 1999 terdapat tiga asas pemerintahan daerah yaitu: a. Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Dekonsentarsi, yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil dari pemerintah atau perangkat pusat yang ada di daerah. c. Medebewind atau tugas pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah kemudian dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiabn melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkan

kepada yang menugaskan. Menurut penjelasan umum Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (huruf h) adalah sebagai berikut: Dengan memperhatikan pengalaman penyelenggraan otonomi daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada ototnomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dalam Undang-undang ini pemberian kewenangan otonomi pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab (Kansil, 2002: 8). Mengenai asas desentralisasi, dikenal ada beberapa macam sistemnya antara lain yaitu: a. Desentralisasi politik, adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang menimbulkan hak untuk mengurus kepentingan rumah tangga sendirir bagi badan-badan politik yang ada di daerah, yang dipilih oleh rakyat dalam daerahdaerah tertentu. b. Desentralisasi fungsional, adalah pemberian hak dan wewenang pada golongangolongan untuk mengurus suatu macam atau golongan kepentingan dalam masyarakat, baik terikat maupun tidak pada suatu daerah tertentu, misalkan saja irigasi bagi golongan tani dalam suatu daerah tertentu (waterschaap, subak di Bali). c. Desentralisasi kebudayaan, yaitu memberikan hak pada golongan-golongan kecil di dalam masyarakat (minoritas) untukmenyelenggarakan kebudayaanya sendiri (mengatur pendidikan, agama, dan lain-lain) (Muslimin, 1986: 5-6). 3. Susunan Pemerintahan Daerah Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa susunan

Pemerintahan Daerah terdiri atas DPRD dan Pemerintah Daerah yang dikepalai oleh Kepala Daerah. DPRD disini bertindak sebagai Badan Legislatif Daerah seangkan Pemerintah Daerah bertindak sebagai Badan Ekskutif Daerah. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala daerah beserta dengan perangkat yang lainnya. Kepala Daerah Provinsi disebut dengan Gubernur, Kepala Daerah Kabupaten disebut dengan Bupati, sedangkan untuk Kepala Daerah Kota disebut dengan Walikota. Antara DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dengan Pemerintah Daerah sebagai Badan Ekskutif Daerah, terjalin hubungan sebagai mitra kerja antara keduanya. Dimana setiap kebijakan yang di keluarkan oleh Pemerintah Daerah baik itu berupa Peraturan Daerah ataupun masalah kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan daerah, harus mendapatkan persetujuan dari DPRD. Dan pada pelaksanaannya nanti tetap mendapatkan pengawasan dari DPRD, hal ini sesuai dengan fungsi pengawasan dari DPRD.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian. Metode dalam arti yang sesungguhnya dapat berarti suatu cara atau jalan. Oleh sebab itu dalam hal ini metode adalah cara kerja yang digunakan untuk memahami atau menyelesaikan masalah dari proyek yang menjadi suatu sasaran dari ilmu yang bersangkutan. Pengertian metode menurut Nawawi (1967: 61) pada dasarnya adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan

penelitian menurut Marzuki adalah suatu usaha untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip (menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran) atau kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan, mencatat, dan kemudian menganalisa data (informasi atau keterangan) yang dilakukan dengan sabar dan hati-hati serta sistematis dan sesuai dengan ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Dengan mengacu pada dua pendapat di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk mengumpulkan, mencatat, serta menganalisa secara kritis, terencana dan sistematis yang mempunyai tujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Berdasarkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka peneliti dengan ini menggunakan metode penelitian deskrptif dengan pendekatan kualitatif, dengan metode penelitian tersebut dapat diharapkan untuk bisa mendeskripsikan atau menggambarkan pelaksanaan demokrasi yang ada di tingkat lokal melalui suatu lembaga formal yaitu Dewan Perwakilan rakyat Daerah sebagai Badan Legislatif Daerah yang ada di Kota Malang. Tujuan penelitian tersebut sesuai denganm pendapat Nasir tentang tujuan penelitian deskriptif yang menyatakan bahwa tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat suatu deskripsi atau gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti (1988: 63). Sedangkan pendekatannya menggunakan pendekatan kualitatif karena pada hakikatnya penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia (peneliti) sebagai alat penelitian (instrumen), berinteraksi dengan nara sumber yang diamati (aparatur DPRD) dalam suatu lingkungan yaitu kantor DPRD untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata atau lisan dari orang yang diamati, yang diperoleh dari melakukan wawancara serta kegiatan yang lain yang

dapat menunjang dalam pencarian data oleh peneliti, serta observasi data atau dokumen-dokumen.

B. Fokus Penelitian. Fokus penelitian yang diterapkan oleh seorang peneliti akan membimbing dan mengarahkan peneliti sehingga peneliti tersebut mengetahui secar persis data mana yang perlu untuk dikumpulkan dan data mana yang tidak perlu untuk dikumpulkan karena tidak sesuai atau tidak relevan sehingga tidak perlu untuk dimasukkan kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan. Jadi dengan penetapan fokus yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang akan dikumpulkan dan data mana yang akan dibuang atau tidak perlu lagi digunakan(Moleong, 2002: 63). Fokus penelitian ini juga diperlukan untuk membantu dalam pelaksanaan rencana dan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Ditegaskan oleh Moleong bahwa: Penemuan fokus penelitian dapat membatasi studi, yang berarti penentuan tempat penelitian menjadi lebih layak dan secara efektif dapat menetapkan kriteria inklusi eksklusi untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian (2002: 37). Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam skripsi ini yang menjadi fokusnya adalah: 1. Macam-macam atau bentuk-bentuk aspirasi yang disampaikan masyarakat Kota Malang kepada DPRD Kota Malang, serta mekanisme atau proses penyampaian aspirasi oleh masyarakat kepada DPRD.

2. Upaya-upaya yang dilakukan oleh DPRD Kota Malang dalam memnindak lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan pembangunan Malang Town Square. 3. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh DPRD Kota Malang dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan Malang Town Square.

C. Lokasi dan Situs Penelitian. Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Malang. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada alasan sebagai berikut: 1. Alasan metodologis. Berkaitan dengan maraknya pembangunan yang dilakukan oleh Kota Malang untuk lebih meningkatkan pemberdayaan masyarakat Kota Malang, misalkan saja dengan dibangunnya Malang Town Square di Jalan Veteran, dimana dalam pembangunan tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran DPRD Kota Malang sebagai lembaga perwakilan rakyat yang ada di Kota Malang, yang turut ambil bagian dalam menentukan kebijakan pembangunan tersebut (khususnya DPRD periode 1999-2004), yang tentunya disini juga melibatkan Pemerintah Kota Malang sebagai lembaga ekskutif yang ada di daerah Kota Malang. 2. Alasan non metodologis. Kota Malang merupakan kota tempat tinggal dari peneliti sendiri sehingga peneliti lebih mudah untuk melakukan penelitian tersebut. Sedangkan situs dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah pada Kantor DPRD Kota Malang dengan pertimbangan bahwa pada Kantor

DPRD tersebut akan dapat diperoleh data dan gambaran mengenai pelaksanaan demokrasi yangada di tingkat lokal atau daerah.

D. Jenis dan Sumber Data. Sesuai dengan jenisnya data yang diperoleh oleh peneliti dapat digunakan menjadi : 1. Data primer Data primer merupakan data yang langsung diperoleh peneliti dari sumbernya atau data yang didapatkan langsung oleh peneliti di lapangan. Dalam penelitian ini data primer yang dibutuhkan oleh peneliti adalah: a. Hasil wawancara langsung dengan aparatur DPRD Kota Malang. 1. Pimpinan DPRD. 2. Pendamping Komisi yaitu Komisi A sampai dengan Komisi D. 3. Sekretariat DPRD. b. Pengamatan langsung dari peneliti terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh DPRD. 2. Data sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapatkan peneliti secara tidak langsung, yang dapat memperkuat atau mendukung data primer yang bersumber dari dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang berkaitan dengan tema penelitian. Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti melalui: c. Data yang berupa surat atau dokumen yang resmi dari kesekretariatan atau berupa tata tertib DPRD, arsip-arsip yang masuk ke DPRD tentang aspirasi

masyarakat, ataupun laporan-laporan kegiatan yang dilakukan oleh DPRD. d. Media massa (koran, majalah, dan tabloid), makalah atau paper, laporan dn hasil dari penelitian orang lain.

E. Teknik Pengumpulan Data. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan beberapa metode yang penggunaanya akan disesuaikan dengan jenis dan sifat data yang diperlukan oleh peneliti. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh peneliti benar-benar objektif dan berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan cara atau teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud atau tujuan tertentu. Peneliti memilih melakukan wawancara secara terbuka, karena sebaiknya penelitian kualitatif menggunakan wawancara terbuka yang pada subjeknya tahu bahwa mereka atau nara sumber sedang diwawancarai dan tentunya juga mengetahui maksud dari wawancara yang dilakukan tersebut, yaitu aparatur DPRD, sehingga nantinya akan diperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung dengan aparatur DPRD Kota Malang. Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara agar pertanyaan yang diajukan tidak menyimpang dari fokus penelitian. 2. Observasi

Observasi merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi melalui pengamatan secara langsung pada lokasi penelitian, dengan demikian dapat melihat fenomena atau gejala yang sebenarnya terjadi di lapangan. Observasi ini dilakukan di Kantor DPRD Kota Malang, yaitu ruang tempat DPRD melakukan upayanya dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat Kota Malang. 3. Dokumentasi Dokumentasi ini merupakan pengumpulan data yang mempelajari dan meyakinkan dokumen-dokumen yang terkait dengan fokus penelitian yang dapat menunjang pemahaman dan penggalian data dalam penelitian ini. Dokumentasi ini berupa upaya pencatatan dokumen-dokumen yang ada berupa arsip-arsip, makalah dan laporan resmi yang ada di DPRD.

F. Instrumen Penelitian. Instrumen penelitian adalah suatu alat bantu yang digunakan oleh peneliti atau dengan bantuan orang lain adalah merupakan alat atau instrumen yang paling utama dalam pengumpulan data (Moleong, 2002: 4). Peneliti dimasukkan sebagai instrumen yang paling penting atau utama karena alat yang bukan manusia tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Jadi di sini peneliti berperan sebagai instrumen pokok, sedangkan instrumen penunjangnya adalah pedoman wawancara, catatan lapangan, dan alat tulis menulis untuk membantu dalam pencatatan hal-hal penting yang ada di lapangan.

G. Analisa Data. Analisa data merupakan cara atau langkah yang dilakukan untuk mengolah data. Analisa data ini sangat penting untuk dilakukan, seperti yang dikemukakan oleh oleh Nasir: Data mentah yang dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada gunanya jika tidak dianalisa. Analisa data ini merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena melalui analisalah data tersebut dapat diberi atau makna yang berguna dalam pemecahan masalah penelitian (1999: 405). Menurut Matthew dan Huberman analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu: Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Tetapi sebelum melakukan tiga alur tersebut, dilakukan analisis pendahuluan yaitu pengumpulan data (1992: 16). Proses menganalisa datanya dengan menggambarkan atau mendeskripsikan data yang diperoleh sesuai dengan latar belakang ilmiah yang disampaikan dengan cara menyusun, sedangkan cara penyusunannya adalah sebagai berikut: 1. Reduksi data, yaitu proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data (kasar) yang ada pada pencatatan lapangan yang dilakukan secara terus menerus sepanjang pelaksanaan penelitian terutama setelah peneliti meninggalkan lapangan penelitian. 2. Penyajian data, adalah suatu rangkaian informasi yang disusun sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipahami dan memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. 3. Menarik kesimpulan atau verifikasi, yaitu membuat kesimpulan sederhana yang dijadikan bekal dalam melakukan penelitian. Langkah selanjutnya adalah memberikan penafsiran atau interpretasi dari data yang telah diperoleh terutama

data langsung berhubungan dengan fokus penelitian yang telah ditentukan. Interpretasi data langsung ini akan menggambarkan pandangan peneliti sesuai dengan pemahaman terhadap teori hasil kepustakaan yang relevan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian. 1. Gambaran Umum DPRD Kota Malang. a. Susunan Keanggotaan DPRd Kota Malang. Pembentukan badan legislatif baik yang ada di pusat maupun yang ada di

daerah pada dasarnya adalah perwujudan dari proses demokrasi yang melibatkan masyarakat beserta dengan partai-partai politik yang ada sebagai peserta pemilihan umum. Hal ini tentunya juga berlaku bagi DPRD Kota Malang yang terdiri dari anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil dari pemilihan umum pada tahun 2004 oleh masyarakat Kota Malang. Anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih tersebut kemudian diresmikan oleh Gubernur atas nama Presiden sebagai anggota DPRD berdasarkan usul dari Kepala Daerah sesuai dengan laporan dari Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Malang. Dan tentunya juga harus sesuai dengan Keputusan DPRD Kota Malang No. 43 Tahun 2004 tentang Tata Tertib DPRD Kota Malang pasal 5 yaitu anggota DPRD harus berdomisili di Kota Malang. Susunan keanggotaan yang ada di DPRD Kota Malang pada periode 20042009 adalah berjumlah 45 orang yang terdiri dari: 1. 12 orang anggota yang berasal dari unsur Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 2. 8 orang anggota yang berasal dari unsur Partai Kebangkitan Bangsa. 3. 7 orang anggota yang berasal dari unsur Partai Demokrat. 4. 5 orang anggota yang berasal dari unsur Partai Golongan Karya. 5. 5 orang anggota yang berasal dari unsur Partai Amanat Nasional. 6. 5 orang anggota yang berasal dari unsur Partai Keadilan Sejahtera. 7. 2 orang anggota yang berasal dari unsur Partai Damai Sejahtera. 8. 1 orang anggota yang berasal dari unsur Partai Persatuan Pembangunan.
(Sumber Tata Tertib DPRD Kota Malang pasal 3).

Dari susunan yang ada tersebut sangat berbeda dengan susunan keanggotaan yang ada sebelum periode sekarang ini, dimana pada periode sebelumnya masih terdapat unsur atau fraksi yang berasal dari TNI dan POLRI. b. Alat Kelengkapan DPRD Kota Malang. DPRD Kota Malang memiliki alat kelengkapan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai wakil rakyat yang terdiri dari: 1. Pimpinan. Pimpinan DPRD Kota Malang terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua yang berjumlah 2 orang yang dipilih oleh anggota dan dari anggota DPRD sendiri dalam rapat paripurna DPRD yang ditetapkan dengan keputusan DPRD yang diresmikan oleh Gubernur atas nama Presiden, dimana syarat yang ada adalah dalam unsur pimpinan tidak boleh berasal dari fraksi yang sama. Pimpinan DPRD mempunyai tugas: a. Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk mengambil keputusan. b. Menyuasun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua. c. Menjadi juru bicaraDPRD. d. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD. e. Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan Instansi Pemerintah yang lainnya dengan keputusan DPRD. f. Mewakili DPRD dan alat kelengkapan DPRD di Pengadilan. g. Melaksanakan keputusan DPRD berkaitan dengan penetapan sanksi atau

rehabilitasi anggota DPRD sesuai dengan keputusan Peraturan Perundangundangan. h. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugasnya dalam rapat paripurna DPRD. Adapun komposisi Pimpinan DPRD Kota Malang pada periode 20042009 dapatdilihat pada tabel di bawah ini: Tabel II Komposisi Pimpinan DPRD Kota Malang Periode 2004-2009 No 1 2 3. Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Jabatan Nama Drs. Ec. RB. Priyatmoko Oetomo, MM Arief Wahyudi, SH Subur Triono, SE

Sumber; Sekretariat DPRD Kota Malang.

2. Komisi. Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada masa awal jabatan keanggotaan DPRD. Setiap anggota DPRD kecuali anggota Pimpinan DPRD diharuskan menjadi anggota salah satu Komisi. Penempatan anggota DPRD dalam komisi-komisi didasarkan atas usul dari fraksinya. Masa penempatan anggota dalam komisi paling lama adalah dua setengah tahun dan perpindahan ke komisi yang lain, diputuskan dalam rapat paripurna atas usul dari fraksi pada awal tahun anggaran. Pembidangan tugas DPRD Kota Malang dibagi menjadi empat komisi yaitu: a. Komisi A, bidang Pemerintahan meliputi: Ketertiba, Keamanan,

Kpendudukan, Kehumasan, Hukum Dan Perundang-undangan, Kepegawaian dan Aparatur, Sosial Politik, Organisasi Masyarakat, Perijinan. b. Komisi B, bidang Anggaran meliputi: Perekonomian dan Keuangan, Perdagangan, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan, Pengadaan Pangan, Logistik Koperasi, Pariwisata, Keuangan Daerah, Perpajakan, Restribusi, Perbankan, Pegadaian, Perusahaan Daerah, Perusahaan Patungan, Dunia Usaha dan Penanaman Modal Daerah. c. Komisi C, bidang Pembangunan meliputi: Pemukiman, Prasarana Wilayah, Tata Kota, Pertamanan, Kebersihan, Perhubungan, Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat dan Lingkungan Hidup. d. Komisi D, bidang Kesejahteraan Rakyat meliputi: Tenaga Kerja, Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kepemudaan dan Pramuka, Olah Raga, Agama, Kebudayaan, Sosial Kemasyarakatan, Kesehatan dan Keluarga Berencana, Peranan Wanita dan Transmigrasi. Sedangkan tugas dari Komisi adalah: a. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Melakukan pembahasan terhadap rancangan Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Daerah. c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masingmasing. d. Membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah

yang disampaikan masyarakat kepada DPRD. e. Menerima, menampung, membahas serta menindak lanjuti aspirasi masyarakat. f. Memeperhatikan upaya peningkatan kesejateraan masyarakat yang ada di daerah. g. Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan dari pimpinan DPRD. h. Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat. i. Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi. j. Memberikan laporan secara tertulis kepada pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas sehari-hari. Adapun komposisi komisi-komisi yang ada di DPRD Kota Malang dapat dilihat pada tabel berikutu ini: Tabel III Komposisi Komisi DPRD Kota Malang Periode 2004-2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jabatan Ketua DPRD Wakil Ketua DPRD Wakil Ketua DPRD Ketua Komisi A Wakil Ketua Komisi A Sekretaris Komisi A Anggota Komisi A Anggota Komisi A Anggota Komisi A Nama Drs. Ec. RB. Priyatmoko Oetomo. MM Arief Wahyudi, SH Subur Triono, SE Ahmadi, S. Si Sigit Setiawan Syaiful Rusdi, S. Pd Drs. Eka Satriya Gautama, MH Nanang Hardiyanto, SH,. MH Achmad Djayusman

pimpinan DPRD yaitu Ketua danWakil Ketua yang juga Ketua dan Wakil Ketua Panitia Anggaran merangkap anggota, dan juga satu wakil dari setiap komisi dan utusan fraksi berdasarkan pertimbangan jumlah anggota yang ditetapkan dalam rapat paripurna dengan masa kerja selama 5 tahun dan susunan keanggotaan dapat diubah-ubah tiap tahunnya. Panitia anggaran mempunyai tugas: a. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam memersiapkan APBD selambat-lambatnya 5 bulan sebelum ditetapkan APBD. b. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan penetapan, perubahan dan perhitungan APBD sebelum ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD. c. Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra rancangan APBD yangtelah disamp[aikan kepada Kepala Daerah. d. Memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD. e. Menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran sekretariat DPRD. Adapun komposisi panitia anggaran pada DPRD Kota Malang adalah sebagai berikut: Tabel IV Komoposisi Panitia Anggaran DPRD Kota Malang Periode 2004-2009 No Jabatan Nama

Ketua merangkap anggota

Drs. Ec. RB. Priyatmoko Oetomo, MM

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Wakil Ketua I merangkap anggota Wakil Ketua II merangkap anggota Sekreatris bukan anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota

Arief Wahyudi, SH Subur Triono, SE Sekretaris DPRD Kota Malang H. Anang Sulistiyono, SH. MH Dra. Sri Untari Dra. Sri Rahayu Budiyanto Wijaya Ahmad Djayusman Asmuri Drs. Fathol Arifin H. Fatcullah Dra. Hj. Ngatmiati Titik Yanuarti Samsul Hadi H. Bambang Satriya, SH. MH Hj. Zuhriah Drs. Ahmad Taufik Bambang Pujianto, SE H. Moh. Tohir, SH Ahmadi, S. Si Ahmad Azhar Moeslim, SE

(Sumber: Sekreatriat DPRD Kota Malang)

4. Panitia Musyawarah. Panitia musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yang dibentuk oleh DPRD pada masa awal keanggotaan DPRD, yang

fraksi. Adapun komposisi keanggotaan panitia musyawarah yang ada di DPRD Kota Malang adalah sebagai berikut: Tabel V Komposisi Panitia Musyawarah DPRD Kota Malang Periode 2004-2009 No 1 Jabatan Ketua merangkap anggota Nama Drs. Ec. RB. Priyatmoko Oetomo, MM 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Wakil Ketua I merangkap anggota Wakil Ketua II merangkap anggota Sekretaris bukan anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Arief Wahyudi, SH Subur Triono, SE Sekretaris DPRD Kota Malang Drs. Eka Satriya G, Sh Sigit Setiawan Nanang Hardianto, SH. MH Suprapto, SH dr. Teguh Mulyono M. Arief Wicaksono Ahmad Fauzan, SE H. M. Syafraji Hariyanto Nurwakhit Suharni Soeprasnowo Moenadjam Ir. Arief Darmawan Drs. R. Aries Pudjangkoro, MM Ir. Sofyan Edi Jarwoko Drs. H. Agus Sukanto

komisi yang terkait dan disesuaikan dengan program kerja atau kegiatan serta kemampuan anggaran. Pimpinan dan sekretaris dari panitia khusus ini dipilih dari dan oleh anggota Panitia Susunan Keanggaran. Pimpinan dari panitia khusus ini ditetapkan dalam rapat paripurna. Masa kerja dari panitia khusus ini ditentukan oleh pimpinan DPRD dan dapat diperpanjang apabila diperlukan setelah mendapatkan pertimbangan dari panitia musyawarah. Panitia khusus melaksanakan tugas tertentu yang dianggap penting dan mendesak, meliputi bidang tugas beberapa komisi yang memerlukan penelitian dan penyelesaian secara khusus. Sedangkan hasilnya akan disampaikan dalam rapat paripurna DPRD dan akan dipertanggung jawabkan kepada pimpinan DPRD. c. Fraksi dan Kesekretariatan DPRD. 1. Fraksi. Setiap anggota DPRD wajib terhimpun dalam keanggotaan fraksi, sedangkan yang dimaksud dengan fraksi adalah merupakan pengelompokan anggota DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi dengan jumlah yang telah ditetapkan, dalam hal ini frkasi bukan merupakan alat kelengkapan DPRD. Jumlah anggota dari setiap fraksi sekurang-kurangnya 5 orang untuk setiap fraksi, jika tidak maka wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau dapat membentuk fraksi gabungan dengan jumlah yang sekurangkurangnya adalah 5 orang. Pimpinan fraksi yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris ini dipilih dari anggota dan oleh anggota fraksi itu sendiri.

Pembentukan fraksi, pimpinan fraksi dan keanggotaan fraksi disampaikan kepada pimpinan sementara DPRD dan selanjutnya diumumkan pembentukan fraksi-fraksi kepada seluruh anggota DPRDdalam rapat paripurna khusus DPRD. Fraksi mempunyai tugas: a. Menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan fraksi. b. Meningkatkan kualitas, kemampuan, efisiensi dan efektifitas kerja para anggota fraksinya. c. Memberikan pertimbangan kepada pimpinan DPRD mengenai hal-hal yang dianggap perlu berkenaan dengan bidang tugas DPRD, diminta ataupun tidak diminta. Adapun komposisi fraksi yang ada di DPRD Kota Malang dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel VI Komposisi Fraksi DPRD Kota Malang Periode 2004-2009 No 1 Jabatan Fraksi PDI Perjuangan Ketua Wakil Ketua Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Drs. Eka Satriya Gautama, MH Dra. Sri Untari Sigit Setiawan Dra. Sri Rahayu Nanang Hardiyanto, SH. MH Achmad Djayusman M. Arief Wicaksono Suprapto, SH H. Anang Sulistyono, SH. MH Nama

keputusan Kepala Daerah atas pertimbangan dari Pimpinan DPRD dengan memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan dan pengalaman. Sekretaris DPRD mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan dan administrasi keuangan DPRD, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD dan mengkoordinasikan serta menyediakan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sekretaris dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui sekretaris daerah. 2. Bentuk Aspirasi Masyarakat dan Mekanisme Penyampaiannya. Bergulirnya aspirasi masyarakat sebelum dan sesudah reformasi di Indonesia sangat berbeda sekali. Pada masa sebelum reformasi aspirasi masyarakat cenderung ragu-ragu dan bahkan terkesan takut untuk mengungkapkan apa yang menjadi keluhan-keluhan mereka kepada wakil-wakilnya yang ada di DPRD. Sedangkan pihak DPRD sendiri menunggu datangnya aspirasi dari masyarakat, sehingga tampak tidak adanya aspirasi atau bahkan mengabaikan aspirasi yang ada. Hal inilah yang membuat kesan bahwa pada masa sebelum reformasi, DPRD begitu terkesan pasif terhadap aspirasi masyarakat. Sedangkan pada masa sekarang ini masyarakat dalam memyampaikan aspirasinya cenderung aktif dan terkesan lebih berani. Oleh karena itulah pada masa sekarang ini DPRD lebih banyak mendapat masukan dari masyarakat terhadap suatu permasalahan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya unjuk rasa dan penyampaian aspirasi

yang lebih atraktif dari masyarakat, atau yang sekarang ini tidak terlihat ragu-ragu, individual, salah prosedur atau terkesan takut, sehingga aspirasi itu tidak hanya bergulir dari mulut ke mulut tanpa berani menyampaikan ke DPRD. Penyampaian aspirasi masyarakat kepada DPRD sesuai dengan prosedur yang ada dapat melalui surat-surat pengaduan, unjuk rasa, hasil kunjungan kerja, hasil dengar pendapat antara DPRD dengan masyarakat atau melalui informasi atau media massa. DPRD sebenarnya telah memberikan prosedur-prosedur yang baik mengenai penyampaian aspirasi oleh masyarakat. Sehingga memudahkan DPRD untuk menindak lanjuti, namun disebabkan keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang politik dan prosedur pemerintah pada akhirnya aspirasi tersebut sulit untuk dikaji, ditambah lagi apabila tidak didukung dengan data-data yang akurat dan objektif. DPRD merupkan mitra kerja dari Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diambil pada perencanaan pembangunan, penyusunan dan penetapan Peraturan Daerah serta dalam pelaksanaan peraturan tersebut. DPRD dalam memberikan rancangan keputusan terhadap Peraturan Daerah pada akhirnya peraturan tersebut akan dilaksanakan oleh pihak ekskutif daerah atau Pemerintah Daerah yang dalam hal ini adalah Pemerintah Kota atau Kabupaten. Menurut pengamatan dari peneliti selama ini aspirasi yang disuarakan olehmasyarakat pada masa sekarang ini lebih banyak dan lebih berani. Hal ini terlihat dari meningkatnya data tentang aspirasi yang masuk ke DPRD baik yang melalui unjuk rasa ataupun yang melalui dialog-dialog yang mengatas namakan individu, golongan atau kelompok tertentu maupun untuk kepentingan umum. Bahkan masyarakat pada era yang sekarang ini merasa sangat perlu untuk berpendidikan

politik guna menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat yang ada di daerah bila terjadi suatu permasalahan. Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Malang yakni Subur Triono, SE mengatakan bahwa: Sekarang ini masyarakat dalam usahanya untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada DPRD sudah dalam taraf yang baik, bahkan DPRD sendiri menanggapi secara positif bagaimanapun atau apapun prosedur yang dipakai oleh masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya tersebut, dan tentunya DPRD akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menanggapi atau bahkan mengambil suatu tindak lanjut dari aspirasi tersebut (Wawancara 11 April 2005). Untuk lebih jelasnya dikemukakan beberapa contah aspirasi yang sudah masuk ke DPRD Kota Malang baik yang melalui unjuk rasa ataupun dialog atau bahkan melalui surat resmi dalam tabel berikut ini: Tabel VII Contoh Data yang Masuk ke DPRD Kota Malang Periode Juni 2004 s/d Maret 2005 No 1 2 3 4 5 6 Waktu 15 Juni 2004 5 Agustus 2004 9 Agustus 2004 25 Agustus 2004 29 Septemb 2004 5 Oktober 2004 KAMMI Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan Pengemudi CKL Elemen Masyarakat Kota Malang dan BEM UB LMND Aliansi Bersama Subjek Materi Aksi Pemilu damai dan cerdas politik Penolakan pembangunan Matos karena merusak lingkungan. Penyelesaian konflik antara jalur CKL dengan MA. Menuntut DPRD yang baru lebih bersih dan produktif. Penolakan terhadap RUU TNI. Menuntut perubahan pemerintahan bersih dan bebas KKN. 7 8 14 Oktober 2004 25 Oktober 2004 Gema Pembebasan Hizbut Tahrir Penegakan syariah Islam dan menolak kapitalisme. Menunutu pendidikan murah,

bermacam-macam bentuknya antara lain adalah: a. Secara konvensional Dalam mekanisme atau proses yang semacam ini, masyarakat baik secara perseorangan atau secara berkelompok datang langsung ke DPRD untuk menyampaikan aspirasinya melalui pengaduan atau melalui surat resmi. b. Secara inkonvensional Dalam mekanisme ini masyarakat menyampaikan aspirasinya melalui cara unjuk rasa atau demonstrasi. Selain itu proses atau menaknisme penyampaian aspirasi oleh masyarakat kepada DPRD juga dapat melalui dua jalur yaitu melalui fraksi dan melalui komisi. Melalui fraksi, dalam hal ini yang menyampaikan aspirasi kepada DPRD adalah yang menyangkut golongan atau partai politik tertentu saja, hal ini karena fraksi adalah perwujudan dari golongan atau partai politik tertentu, sehingga nantinya fraksilah yang akan membahas aspirasi tersebut dan kemudian meneruskannya kepada komisi untuk memutuskan suatu tindaklanjut. Yang kedua adalahmelalui komisi, yaitu dengan jalan komisi memyerap aspirasi dari masyarakat baik melalui pengaduan yang diajukan oleh masyarakat, surat resmi atau kunjungan kerja dan juga dengar pendapat, yang kemudian semua aspirasi yang masuk akan dibahas oleh komisi yang bersangkutan dengan aspirasi yang ada. Setelah dibahas dan dicari pemecahannya maka akan dilaporkan ke pimpinan DPRD dan dibuatkan rekomendasi kepada ekskutif daerah untuk menindak lanjuti. Hal tersebut diatas sesuai dengan apa yang diucapkan oleh Wakil Ketua DPRD Kota Malang yaitu Subur Triono, SE yang menyatakan bahwa: Proses masuknya aspirasi dari masyarakat ke DPRD ada berbagai jalan, tergantung dari masyarakat

bagaimana cara menyampaikannya ke DPRD dan tentunya juga tergantung dari kepentingan atau masalah yang ingin disampaikan oleh masyarakat kepada DPRD. Sehingga dengan adanya klasifikasi tersebut akan lebih memudahkan bagi DPRD untuk menanggapi serta juga menindak lanjuti aspirasi dari masyarakat tersebut (Wawancara 11 April 2005). Dalammemnyikapi atau membahas aspirasi yang masuk ke DPRD diperlukan suatu perencanaan yang matang dan mantap. Hal ini dapat ditunjukan melalui cara atau upaya: 1. Pengindentifikasian masalah. Semua aspirasi yang masuk dalam sekretariat dewan, ada kalanya mempunyai maksud atau tujuan yang sama, walaupun carayang digunakan dalam penyampaianya berbeda. Untuk itu ditentukan perlu atau tidaknya suatu aspirasi dibahas dan ditindak lanjuti. Dalam hal ini aspirasi yang belum ditanggapi oleh DPRD bukan berarti tidak diperhatikan, akan tetapi aspirasi yang sifatnya mendesak akan terlebih dahulu menjadi prioritas bagi DPRD apalagi yang menyangkut kepentingan umum. 2. Pengelompokan masalah. Setelah aspirasi tersebut masuk ke DPRD dan dipandang perlu untuk segera ditanggapi serta kemudian ditindak lanjuti terutama yang menyangkut kepentingan umum, maka dilaukan pengklasifikasian terhadap aspirasi yang masuk tersebut untuk kemudian dimasukkan ke dalam komisi yang terkait dengan permasalahan aspirasi tersebut. 3. Rapat kerja komisi. Langkah selanjutnya untuk menindak lnjuti aspirasi yang sudah dimasukkan ke

komisi berdasarkan pengklasifikasian, maka perlu adanya tindak lanjut dari komisi yang antara lain melalui rapat kerja komisi yang dirumuskan melalui agenda kerja komisi dalam upaya penyikapan aspirasi tersebut. 4. Dikirim ke DPRD Pusat. Hal ini terutama untuk menyikapi aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan lingkup nasional (misalkan penolakan kenaikan harga BBM). 3. Upaya DPRD Kota Malang Dalam Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat yang Berhubungan dengan Matos. Dalam melakukan tindak lanjut terhadap aspirasi yang sudah masuk ke DPRD, bagi DPRD sendiri hal tersebut bukanlah hal muah untuk dilakukan.dalam hal ini perlu adanya suatu pertimbangan atau pemikiran yang matang, guna menghasilkan suatu keputusan atau kebijakan atau bahkan produk peraturan yang baik dan bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dan tentunya juga untu kepentingan dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pertimbangan serta pemikiran yang dilakukan oleh DPRD dala membahas atau menindak lanjuti suatu masalah yang diaspirasikan oleh masyarakat, tentunya DPRD harus mengkaji secara cermat tentang aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat tersebut. Proses mengkaji permasalahan atau kasus yang diaspirasikan tersebut dapat dilakukan misalkan saja dengan melakukan kunjungan kerja, rapat dengar pendapat dengan pihak yang bersangkutan dengan permasalahan tersebut atau juga bisa dengan melakukan dialog-dialog. Hal ini dapat digambarkan dengan permasalahan yang sekarang ini sedang terjadi di Kota Malang yaitu permasalahan yang menyangkut pembangunan Malang Town

Square atau disingkat dengan Matos, dimana Matos menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, ada masyarakat yang mendukung dan ada pula masyarakat yang menolak pembangunan Matos tersebut. Sebagian masyarakat yang menentang pembangunan Matos karena dianggap menyalahi peraturan yang ada yaitu Perda No. 7 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menyatakan bahwa kawasan Jalan Veteran adalah kawasan khusus untuk pemukiman dan pendidikan saja, sehingga dengan adanya Matos di Jalan Veteran yang merupakan kawasan pendidikan akan tercemar dengan fasilitas bisnis dan hiburan. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Ketua WALHI yaitu Purnawan D.M bahwa, Pembangunan Matos sudah tidaj sesuai dengan RTRW dan bisa mengganggu proses belajar mengajar di kawasan pendidikan, dan tentunya juga bisa merusak ekosistem lingkungan yang ada di kawasan tersebut (Jawa Pos edisi 7 Agustus 2004). Selain itu kelancaran lalu lintas yang ada di kawasan tersebut juga bisa terganggu. Bahkan bukan hanya masyarakat yang awam tentang politik saja yang menentang dengan dibangunnya Matos di kawasan Jalan Veteran, dari kalangan elit politik pun ada yang menentang pembangunan Matos ini yaitu dari kalangan DPRD Kota Malang periode 1999-2004, yang antara lain adalah Bido Suasono(F-PDIP), Bambang Dwijolelono (F-Gab), Choirul Anwar (FKB). Hal ini membuktikan bahwa dalam kalangan DPRD periode 1999-2994 terdapat pertentangan mengenai permasalahan Matos ini. (Jawa Pos edisi 7 Agustus 2004). Akan tetapi hal-hal negatif tersebut dibantah oleh pihak yang pro dengan pembangunan Matos, dimana mereka mengungkapkan bahwa dengan dibangunnya Matos di Kota Malang akan membawa dampak yang positif terhadap perkembangan

perekonomian Kota Malang. Misalkan saja yang diungkapkan oleh General Manager Public Relation and Investor Relation Lippo Karawaci yaitu Danang Kemayan Jati pada Jawa Pos bahwa Matos sesungguhnya sangat menguntungkan bagi warga Kota Malang, sebab Matos akan menyerap kurang lebih 5000 tenaga kerja yang sebagian besar akan diambil dari masyarakat Kota Malang (edisi 7 Agustus 2004). Dalam hal ini Matos mampu berperan sebagai salah satu jalan keluar bagi permasalahan yang selama ini muncul di Kota Malang yaitu masalah pengangguran, yang menurut data yang dikutip oleh peneliti dari Jawa Pos yaitu sekitar 20.000 orang pengangguran di Kota Malang yang sedang mencari pekerjaan (7 Juni 2005). Hal inilah yang membuat DPRD Kota Malang periode 2004-2009 sekarang ini merasa disudutkan oleh permasalahan Matos ini. Sedangkan permasalahan Matos adalah permasalahan yang muncul pada masa DPRD yang sekarang ini belum aktif dalam karirnya sebagai Badan Legislatif Daerah, akan tetapi pada periode yang sebelumnya yaitu periode 1999-2004 atau dapat dikatakan permasalahan Matos adalah produk dari DPRD yang sebelumnya. Jadi DPRD periode yang sekarang ini harus meneruskan apa yang telah menjadi kebijakan yang dibuat oleh DPRD periode yang sebelumnya.. Kebingungan yang dialmi oleh anggota DPRD yang sekarang ini merupakan suatu hal yang wajar, sebab sampai sekarang ini masih banyak kalangan masyarakat yang menentang pembangunan Matos. Sedangkan dari sisi yanglain DPRD yang sekarang ini masih harus menjunjung tinggi apa yang menjadi keputusan bersama antaraDPRD periode 1999-2004 bersama dengan Pemerintah Daerah Kota Malang, yang melakukan tindakan preventif (persetujuan) terhadap pembangunan Matos. Menurut apa yang sudah peneliti amati selama melakukan penelitian di Kantor

DPRD Kota Malang, banyak sudah jalan atau upaya yang telah diptempuh oleh DPRD Kota Malang dalam menindak lanjuti permasalahan Matos ini. Memang DPRD yang sekarangini tidak membentuk tim khusus atau panitia khusus dalam menangani permasalahan Matos ini. DPRD hanya lebih menekankan pada penanganan dan kinerja dari tiap-tiap komisi, karena dengan begitu akan lebih terklasifikasi dengan baik apa-apa saja yang menjadi inti dari permasalahan yang menyangkut salah satu pusat perbelanjaan dan hiburan terbesar di Kota Malang. Selain itu pula penanganan dari tiap-tiap komisii akan lebih terfokus dari apa yang menjadi tuntutan masyarakat Kota Malang terhadap Pembangunan Matos. Misalkan saja dari apa yang dituntut oleh Komisi A, yaitu pihak Matos harus segera melengkapi seluruh dokumen-dokumen yang dianggap kurang lengkap, salah satunya yaitu dokumen AMDAL yang menurut Ketua Komisi A harus terlebih dahulu dilengkapi, dimana dokumen ini dikeluarkanoleh Bapedalda Kota Malang. Seperti yang dikatakan oleh Ketua Komisi A yaitu Ahamadi, S.Si bahwa: Memang pembangunan Matos masih bermasalah karena pihak Matos belu melengkapi AMDAL, yang seharusnya AMDAL sendiri harus ada terlebih dahulu sebelum izin mendirikan bangunan dikeluarkan (Wawancara 9 Mei 2005). Kemudian dari Komisi B yang mengharapkan Matos untuk mampu meningkatkan perekonomian Kota Malang, misalkan saja dari segi pendapatan pajak bangunan, restribusi parkirmaupun dari segi investasi yang masuk ke Kota Malang yang tetntunya juga akan meningkatkan pendapatan asli daerah. Hal ini dikatakan oleh salah seorang anggota Komisi B yaitu Samsul Hadi bahwa: Dengan adanya Matos diharapkan nantinya Kota Malang bisa meningkatkan perekonomian, dan juga Matos banyak membawa keuntungan bagi masyarakat Kota malang misalkan saja

untuk mengurangi pengangguran yang ada di Kota Malang sebab Matos ampu untuk menampung kurang lebih 4000 tenaga kerja yang berasal dari Kota Malang sendiri. Selain itu dari segi pajak, Pemerintah Kota Malang bisa meningkatkan pendapatan dari pajak yang diambil dari pajak penghasilan ataupunpajak bangunan yang ada di Matos sendiri, serta juga pajak restoran atau hiburan dan lain-lain (Wawancara 11 Mei2005). Sedangkan Komisi C hanya menuntut pihak Matos agar segera melengkapi kekurangan dokumen yang harus ada dalam pembangunan tersebut. Menurut Ketua Komisi C yaitu Mohammad Tohir, SH yang menyatakan bahwa: Semua legalitas formal yang menyangkut perizinan pembangunan Matos tersebut sudah lengkap untuk sekarang ini. Jadi Matos memiliki perizinan pembangunan yang sah dan tidak dapat diganggu gugat lagi. Matos merupakan produk dari DPRD yang lama sehingga DPR yang baru saat ini hanya melakukan pengawasan saja. Selain itu juga dinyatakan pula bahwa: Komisi C hanya akan membahas tentang ruas jalan yang ada di depan Matos dan mencari jalan keluar tentang permasalahan tersebut agar nantinya tidak terganggu lalu lintas di kawasan tersebut (Wawancara 10 Mei 2005). Serat juga dari Komisi D , dimana Ketua Komisi D menyatakan sangat menyetujui keberadaan Matos di Kota Malang, yang menurutnya juga Matos tersebut mampu untuk menunjang perekonomian di Kota Malang. Selain itu kesejahteraan masyarakat juga akan ikut meningkat, karena Matos mampu menyerap tenaga kerja dari Kota Malang kurang lebih 4000 tenaga kerja. Sedangkan untuk masalah lingkungan yang selama ini dipermasalahkan oleh sebagian masyarakat, DPRD dan Pemerintah Kota Malang akan mengambil jalan keluar agar lingkungan di sekitar kawasan Jalan Veteran tersebut tetap terjaga dengan baik, misalkan saja dengan

pembuatan gorong-gorong untuk saluran air yang cukup besar untuk menghindari luapan air yang besar di musim penghujan (Wawancara 12 Mei 2005). Dari sebagian contoh nyata yang dilakukan oleh DPRD Kota Malang diatas dalam menangani permasalahan Matos memang hanya sebatas teguran atau tuntutan semata terhadap pihak Matos agar sesegera mungkin untuk memenuhi segala tuntutan yang ada. Teguran atau tuntutan tersebut dilakukan oleh DPRD melalui mekanisme antara lain dengan melakukan dialog dengan pihak Matos maupun dengan pihak ekskutif yang bersangkutan dengan permasalahan tersebut, ataumungkin juga dengan melakukan kunjungan kerja serta melakukan tinjauan ke lapangan secara langsung. Sedangkan apabila teguran atau tuntutan tersebut yang diajukan oleh pihak DPRD tidak segera dipenuhi atau dilaksanakan oleh pihak yang tergugat dalam hal ini adalah Matos, maka DPRD pun tidak aka mengambil tindakan represif (penolakan) sendiri, akan tetapi akan mendesak pihak ekskutif agar mengambil tindakan yang tegas terhadap pihak Matos, baik itu pemberian sanksi atau denda atau bahkan dengan pemberhentian pengoperasian Matos bila memang hal itu perlu ditindak secara tegas. 4. Hambatan-hambatan yang Dihadapai oleh DPRD Kota Malang Dalam Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat yang Berhubungan dengan Matos. Dalam memwujudkan fungsi sebagai badan legislatif yang ada di daerah yang mewakili aspirasi dan suara rakyat yang ada di daerah, tentunya DPRD banyak menemukan atau menghadapi hambatan-hambatan atau kendala-kendala. Hambatan atau kendala tersebut antara lain adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap tata cara yang baik dalam memnyampaikan aspirasi ke pada DPRD atau dewan

yangberkedudukan di daerahnya, sehingga penyampaian aspirasi oleh masyarakat sering berakhir dengan keributan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Selain itu pula juga diakibatkan oleh kurangnya kepercayaan masyarakat kepada DPRD senagai wakilnya yang ada di daerah. DPRD sebagai wakil rakyat yang ada di daerah anggapan atau isu bahwa DPRD kurang memperhatikan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat, karena DPRD akan membahas terlebih dahulu aspirasi yang dianggap penting atau mendesak terlebih lagi yang menyangkut kepentingan umum. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh DPRD tersebut diharapkan akan menjadikan kelembagan DPRD menjadi lebih dewasa dalam menampung atau menanggapi aspirasi masyarakat dan juga dalam membahas aspirasi yang telah masuk serta lebih matang dalam mengambil keputusan yang menjadi tindak lanjut dari suatu permasalahan yang terjadi. Begitu pula dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan Matos, DPRD Kota Malang juga banyak mengahadapi kendala atau hambatan. Kendala atau hambatan yang dihadapi oleh DPRD Kota Malang dalam menyelesaikan permasalahan Matos antara lain adalah bahwa permasalahan Matos sesungguhnya bukanlah produk dari DPRD yang menjabat periode yang sekarang ini akan tetapi DPRD periode yang sebelumnya, sehingga DPRD yang sekrang ini hanya tinggal mneruskan apa yang telah menjadi kebijakan Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD yang menyetujui pembangunan Matos di Kota Malang. Dengan kata lain DPRD yang sekarang ini hanya merupakan pengawas dari keputusan tersebut. Selain itu DPRD Kota Malang yang sekarang ini dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit seperti halnya dengan mengkaji dari segi keuntungan dan segi kerugian dengan dibangunnya Matos di Kota Malang khususnya di kawasan Jalan Veteran

yang notabenya adalah kawasan pendidikan, bahkan DPRD juga harus menilai dan mengkaji dari segi jumlah masyarakat yang menolak dan masyarakat yang mendukung atau bahkan membutuhkan keberadaan Matos. Seperti halnya dengan yang dikatakan oleh salah satu anggota dari Komisi B DPRD Kota Malang yaitu Samsul Hadi bahwa: Kita harus melihat, membandingkan dan mengkaji dari segi keuntungan dan kerugian yang akan ditimbulkan oleh keberadaan Matos, selain itu juga kita sebagi anggota DPRD harus memperhitungkan lebih dalam lagi siapa-siapa saja yang menolak atau menerima adanya Matos tersebut, atau bahkan kita harus memperhitungkan orang atau warga Kota Malang yang membutuhkan pekerjaan di Matos nantinya. Selain itu pula dari pihak yang menolak tersebut apakah mereka merupakan warga Kota Malang asli atau bukan juga harus diperhitungkan (Wawancara 11 Mei 2005).

B. Analisa dan Interpretasi Data. Pada bagian atau sub bab ini data yang diperoleh peneliti di lapangan atau di lokasi penelitian akan dianalisa sesuai dengan topik-topik yang berikut ini: Gambaran umum DPRD Kota Malang, bentuk aspirasi masyarakat dan mekanisme penyampaianya kepada DPRD, upaya DPRD Kota Malang dalammemindak lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan Matos, serta hambatan yang dihadapi DPRD Kota Malang dalam menindak lanjuti apsirasi masyarakat yang berhubungan dengan Matos. 1. Gambaran Umum DPRD Kota Malang. a. Susunan Keanggotaan DPRD Kota Malang.

Mengenai keanggotaan DPRD, dalam tubuh DPRD Kota Malang sudah dikatakan lengkap dimana telah memenuhi jumlah maksimal dalam ketentuan yaitu ada 45 orang. Akan tetapi pada masa sekarang ini keanggotan DPRD berbeda dengan keanggotaan DPRD pada periode 1999-2004, dimana pada periode sebelumnya tersebut terdapat satu fraksi yang sekarang ini sudah tidak ada dalam tubuh DPRD Kota Malang yaitu fraksi TNI dan POLRI. Hal ini berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun 1999 tentang susunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pada pasal 25 angka 3. dengan jumlah ini diharapkan dapat mewakili seluruh kepentingan masyarakat Kota Malang. Bila kita mengakaji adri sistem pemilihan yang dipakai dala Pemilu tahun 2004 yang menghasilkan DPRD yang sekarang ini, bisa dikatakan berbeda dengan sistem pemilihan yang digunakan pada masa sebelumnya. Pada pemilihan umum tahun 2004 ini lebih menekankan pada perekrutan dewan dari tiap-tiap kecamatan, artinya setiap anggota partai politik yang ikut dalam pemilihan umum harus mempunyai calon dari kecamatan. Dengan begitu maka suara rakyat atau aspirasi dari masyarakatakan lebih terwakili dengan baik atau dapat dikatakan lebih aspiratif. b. Alat Kelengkapan DPRD Kota Malang. Alat kelengkapan yang terdiri dari Pimpinan DPRD, Komisi-komisi, Panitia Musyawarah, Panitia naggaran, Panitia Khusus dan Badan Kehormatan. Pada DPRD Kotra Malang terdapat satu orang ketua DPRD yang diwakili oleh dua orang Wakil Ketua, dimana mereka dalam

keanggotaan DPRD menjabat sebagai Pimpinan DPRD. Walaupun pada awalnya pemegang jabatan pimpinan dalam DPRD adalah merupakan pencalonan dari masing-masing fraksi yang ada di DPRD, akan tetapi setelah mereka menjabat sebagai pimpinan di dalam DPRD mereka adalah satu kesatuan yang kolektif dan bukan lagi merupakan perwakilan dari suatu golongan tertentu saja. Jika dilihat dari komposisi anggoat DPRD Kota Malang periode Tahun 2004-2009, maka fraksi PDIP-lah yang mendapat jatah kursi yang terbanyak, sehingga secara langsung jabatan ketua dipegang oleh salah satu anggota dari fraksi tersebut. Begitu pula dengan jabatan Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II, yang akan dipegang oleh fraksi yang mendapatkan jatah kursi yang terbanyak kedua dan ketiga, dalam hal ini yaitu fraksi Kebangkitan Bangsa dan fraksi Demokrat. Hal ini sesuai dengan pasal 14 ayat 2 dalam Tata Tertib DPRD Kota Malangyang menyebutkan bahwa fraksi-fraksi yangberhak mengajukan calon pimpinan DPRD adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Demokrat. Selain itu pada ayat 4 juga disebutkan bahwa fraksi gabungan tidak dapat mengajukan calon pimpinan DPRD. Dan juga masing-masing fraksi yang berhak mengajukan calon tersebut hanya diperbolehkan mengajkan satu calon saja. c. Sekretariat DPRD. Keberadaan unsur staf dalam tubuh DPRD juga menarik untuk dicermati. Meskipun sekretaris diangkat oleh Kepala Daerah, akan tetapi dia bertanggung jawab langsung kepada Ketua DPRD. Dengan demikian

sekretariat DPRD mampu menjadi penghubung langsung antara ekskutif dengan legislatif. Disamping juga sebagai jembatan komunikasi dengan masyarakat. Dengan kata lain aspirasi yang masuk harus terlebih dahulu melalui sekreatriat DPRD, serta juga sekretariat DPRD harus mampu memainkan fungsinya sebagai humas DPRD. Sekreatriat DPRD dapat menyediakna tenaga ahli dengan tugas membantu anggota DPRD dalam menyelenggarakan tugas dan kewajibannya. Tenaga ahli yang diperlukan untuk membantu meningkatkan kinerja anggota DPRD, dengan kinerja yang baik akan dapat meningkatkan citra yang baik pula secara kelembagaan dalam DPRD sendiri. 2. Aspirasi Masyarakat dan Mekanisme Penyampaianya. Kita telahmengetahui bahwa setelah rezim orde baru tumbang, masyarakat lebih aktif dan lebih berani dalam menyampaikan aspirasi ke[aad wakil rakyat. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya aksi-aksi unjuk rasa atau demonstrasi yang dilakukan baik oleh mahasiswa, LSM, maupun yng dilakukan oleh masyarakat sendiri, dimana aspirasi yang mereka sampaikan kepada Pemerintah khususnya kepada DPRD juga bermacam-macam atau bervariasi, ada yang menyampaikan aspirasi demi kepentingan umum atau demi kepentingan masyarakat banyak dan ada juga yang menyampaikan aspirasi demi kepentingan kelompok taua golongan tertentu saja. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian di Kantor DPRD Kota Malang, dapat diketahui bahwa bentuk aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat Kota Malang kepada DPRD mayoritas adalah

dengan cara konvensional dan cara inkonvensional. Dimana aspirasi tersebut disampaikan dengan melakukan unjuk rasa atau demonstrasi, komunikasi atau dialog dengan anggota dewan. Apabila dinilai darai meningkatnya kecerdasan masyarakat dalam berpolitik maka makin banyak pula aspirasi masyarakat yang masuk ke DPRD. Sedangkan dalam mekanisme penyampaian aspirasi masyarakat, bisa dikatakan bahwa pada masa sekarang ini sudah baik bahkan lebih berani dan lebih atraktif. Hal ini sudah tampak sekali terlihat apabila ada suatu permasalahan yang dirasakan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat tidak segan-segan untuk datang langsung ke DPRD untuk menyampaikan aspirasi yang berhubungan dengan permasalahan tersebut. Tetapi walaupun begitu masyarakat yang menyalurkan aspirasinya tersebut tetap menjunjung tinggi peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah tentang bagaimana melakukan atau menyampaikan aspirasi dengan baik dan benar. Selain itu masuknya aspirasi masyarakat ke DPRD dirasakan sangat penting oleh DPRD, sebab dengan begitu maka aspirasi yang masuk tersebut akan digunakan oleh DPRD untuk membuat atau menyusun kebijakan atau peraturan yang baru. DPRD harus menjadi representasi dari kedaulatan rakyat dan digunakan untuk memberdayakan rakyat, sehingga masyarakat memiliki kemampuan dan kemandirian yang lebih besar untuk menentukan nasib dan masa depannya. Di era sekarang ini atau selama refoemasi digulirkan masyarakat lebih aktif dan lebih berani dalam memyampaikan aspirasi. Sehubungan dengan pemberdayaan masyarakat dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam melaksanakan pemerintahan yang baik

serta dalam pembangunan Kota Malang, daya tangkap DPRD terhadap aspirasi masyarakat menjadi suatu kunci penting. Disinilah perlu adanya kepekaan DPRD terhadap aspirasi masyarakat yang ada di daerah. Untuk mendorong masyarakat agar lebih aktif lagi dalam menyampaikan aspirasinya diperlukan seperangkat Peraturan Daerah tentang partisipasi masyarakatsebagai penciptaan ruang partisipasiyang dijamin dengan aturan-aturan legal dan formal sehingga masyarakat bisa untuk berpartisipasi dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan daerahnya. 3. Upaya DPRD Kota Malang dalam Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat yang Berhubungan dengan Pembangunan Matos. Konsekuensi dari sebuah paradigma baru tentang otonomi daerah dengan diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbarui dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yaitu tentang Pemerintahan Daerah, yang pertama dan utama adalah tuntutan terhadap kesanggupan dan kemampuan Pemerintah Daerah dan juga DPRD dalam menyelenggarakan dan mengolah pemerintahan. Otonomi daerah menciptakan ruang atau medan serta peluang baru bagi politik lokal untuk mewujudkan demokrasi dalam pengolahan pemerintahan di daerah. Institusi pemerintahan yang membentuk politik lokal adalah Pemerintah Daerah dan DPRD. DPRD diharapkan dapat menarik seluas atau sebanyak mungkin aspirasi masyarakat guna memberikan masukan bagi DPRD untuk menciptakan atau membentuk suatu kebijakan atauperaturan yangbaru bersamadengan Pemerintah Daerah. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah sebagai pelaksana dari keputusan atau kebijakan yang telah disepakati bersama.

DPRD Kota Malang berupaya mewujudkan hal tersebut dengan menampung seluruh aspirasi masyarakat yang masuk ke sekretariat DPRD. Untuk menyikapi aspirasi masyarakat yang masuk dapat dilakukan melalui komisi atau melalui fraksi yang ada di dalam DPRD. Komisi-komisi yang ada di DPRD menyikapi aspirasi yang masuk dengan jalan antara lain yaitu dengan dengan melakukan rapat-rapat komisi, kunjungan kerja komisi, serta bisa juga dengan melakukan dengar pendapat atau hearing. Sedangkan fraksi menyikapi aspirasi yang masuk dengan jalan mengadakan rapat sesama anggota fraksi dan membahas aspirasi yang masuk dan kemudian melimpahkan aspirasi yang sudah dibahas dalam fraksi tersebut kepada komisi yangbersangkutan dengan permasalahan atau bidang aspirasi tersebut. Aspirasi yang sudah dibahas dan kemudian akan dilanjutkan untuk ditindak lanjuti oleh pihak ekskutif yang bersangkutan dengan bidang aspirasi tersebut. Karena sesuai dengan fungsi DPRD sebagai mediator yaitu menyalurkan aspirasi tersebut kepada pihak-pihak yang terkait yang mempunyai ruang lingkup wewenang yang lebih luas. Dalam hal ini DPRD tidak boleh membuat dan melaksanakan keputusan sendiri, untuk pelaksanaan keputusan tetap diserahkan kepada pihak ekskutif. Dalam permasalahan yang berhubungan dengan pembangunan Matos, DPRD Kota Malang menurut pengamatan dari peneliti masih banyak menemui kesulitan dalam menangani permasalahan Matos tersebut. Dalam satu sisi mereka para anggota dewan harus memperhatikan aspirasi masyarakat yang menolak pembangunan Mato di Jalan Veteran yang notabennya adalah kawasan pendidikan, dimana mereka beranggapan bahwa pembagunan Matos

sudahmenyalahi aturan yang berlaku dan dapat membawa dampak kerusakan lingkungan. Sedangkan dalam sisi lain juga harus memperhitungkan tentang keuntungan adanya Matos di Kota Malang terutama dalam meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Malang. DPRD Kota Malang harus dapat memperhitungkan dengan baik antara keuntungan dan kerugian dengan adanya Matos di Kota Malang, selain itu DPRD Kota Malang juga harus memperhitungkan seberapa banyak masyarakat yang mendukung dan menolak dengan dibangunnya Matos, atau bahkan dengan memperhitungkan dari sisi adanya sebagian masyarakat yang membutuhkan keberadaan Matos. Dari perhitungan dan pemikiran yang matang inilah nantinya DPRD Kota Malang dapat membuat suatu keputusan yang baik bagi masyarakat yang menjadi prioritas utama maupun bagi pihak Matos sendiri. Setelah DPRD menghasilkan keputusan yang dianggap sebagai jalan keluar atau jalan tengah dari permasalahan Matos, maka DPRD akan merekomendasikan hasil keputusa tersebut kepada pihak ekskutif untuk disetujui dan kemudian dilaksanakan. Dalam pelaksanaan nanti DPRD sebagai pengawas atau controller terhadap kinerja pihak ekskutif atau Pemerintah Daerah. 4. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Oleh DPRD Kota Malang dalam Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat Yang Berhubungan dengan Matos. Timbulnya hambatan atau kendala dalam menindak lanjuti suatu permasalahan oleh DPRD memamng tidak bisa dihindari. Akan tetapi hambatan atau kendala yang muncul tersebut tidak boleh menjadikan para anggota dewan menjadi kurang bersemangat atau kurang berani dalam menindak lanjuti suatu

permasalahan yang terjad di daerahnya. Akan tetapiharus menjadikan para anggota dewan menjai lebih berpikir atau memakai banyak perhitungan yang matang. Serta semakin jeli dan teliti dalam mengambil keputusan atau tindak lanjut dari permasalahan. Begitu pula dengan permasalahan yang terjadi di Kota Malang yang berkaitan dengan Matos, dimana para anggota dewan menemui banyak kendala atau hambatan dalam menyelesaikan permasalahan Matos. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya hambatan yang dihadapi oleh DPRD Kota Malang antara lain adalah bahwa permasalahan Matos ini adalah permasalahan yang menjadi produk dari DPRD periode yang sebelumnya yaitu periode 1999-2004, sehingga DPRD yang sekarang ini hanyalah sebagai pengawas dari pelaksanaan kebijakan atau keputusan yang telah dibuat oleh DPRD periode yang sebelumnya dengan Pemerintah daerah, dalam hal ini keputusan yang mengesahkan pembangunan Matis di Jalan Veteran, yang pada akhirnya harus menuai kontroversi dikalangan masyarakat Kota Malang. Hambatan yang sedang dihadapi oleh DPRD Kota Malang dalam menangani permasalahan Matos guna mencari jalan keluar atau jalan tengah antara pihak yang pro dan pihak yang kontra, harus menjadikan DPRD Kota Malang lebih dewasa dalam menangani permasalahan serta lebih jeli dan teliti serta pula memiliki banyak perhitungan yang matang agar nantinya jalan keluar atau hasil keputusan yang diambil sesuai dengan harapan semua pihak, selain itu juga memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan Kota Malang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan. Dari semua data yang telah diperoleh dan kemudian dijabarkan dalam pembahasan pada Bab IV, maka disimpulkan bahwa: 1. Dalam tubuh DPRD Kota Malang terdapat bagian-bagian yang merupakan penunjang atau pendukung dari tugas-tugas atau kewajiban yang harus dilaksanakan oleh anggota DPRD. Bagian-bagian tersebut adalah alat kelengkapan DPRD yang terdiri dari dewan pimpinan DPRD, komisi-komisi DPRD, panitia anggaran, panitia musyawarah, panitia khusus, dan badan kehormatan. Selain itu jug ada bagian-bagian yang bukan merupakan alat kelengkapan DPRD yaitu fraksi-fraksi yang ada di DPRD dan sekretariat DPRD. Semua bagian-bagian tersebut merupakan penunjang atau pendukung demi kelancaran tugas-tugas atau kewajiban yang diemban oleh DPRD khususnya DPRD Kota Malang, yang memang telah diatur dalam Undang-undang. 2. DPRD Kota Malang dalam menampung atau menerima aspirasi dari masyarakat dibedakan menjadi dua, yaitu secara aktif dan secara pasif. Secara aktif antara lain dengan melakukan kunjungan kerja, dengan pendapat dengan pihak yang terkait atau hearing, atau juga bisa melalui masa reses yaitu masa dimana para anggota dewan turun langsung ke masyarakat untuk menjaring atau mencari aspirasi secara langsung dari masyarakat yang telah memilihnya di daerah yang diwakilinya tersebut. Secara pasif yaitu melalui datangnya surat pengaduan dari

masyarakat kepada DPRD, demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat atau cara-cara yang lain dimana masyarakat datang langsung ke DPRD. 3. DPRD dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang sudah masuk yang dilakukan pertama kali adalah dengan melakukan seleksi terhadap aspirasi yang sudah masuk tersebut, mana yang lebih penting atau lebih mendesak untuk dibahas atau disikapi terlebih dahulu. Setelah menyikapi atau membahas aspirasi tersebut kemudian keputusan yang sudah diambil akan direkomendasikan kepada pihak ekskutif yang terkait dengan permasalahan tersebut untuk ditindak lanjuti. DPRD dalam hal ini hanya sebagai pengawas dari kinerja yang dilakukan oleh pihak ekskutif tersebut ataupun juga pelaksanaan Peraturan Daerah oleh Pemerintah Daerah. 4. Dalam menindak lanjuti permasalahan Matos, DPRD Kota Malang harus menggali atau menjaring aspirasi sebanyak mungkin dari masyarakat, baik dari masyarakat yang menolak ataupun dari masyarakat yang mendukung terhadap pembangunan Matos di Kota Malang khususnya di Jalan Veteran. Selain itu pula DPRD Kota Malang harus bisa sejeli mungkin untuk bisa memperhitungkan keuntungan dan kerugian dari dibangunnya Matos di Kota Malang, karena hal tersebut dapat dijadikan suatu bahanatau tolok ukur dalam merumuskan kebijakan atau jalan keluar dari permasalahan Matos tersebut. B. Saran. Adapun saran-saran yang dapat peneliti paparkan dalam penyusunan karya ilmiah atau skripsi ini adalah; 1. DPRD sebagai wakil rakyat yang ada di daerah dan dalam kaitannya dengan

pelaksanaan demokrasi di tingkat lokal, harus benar-benar mengetahui dan memahami semua bidang kehidupan masyarakatyang diwakilinya baik,dari segi ekonomi, sosial, budaya, ataupun juga potensi-potensi yang ada di daerah tersebut (baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia). 2. Sebagai wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum anggota DPRD semestinya tidak terpengaruh dengan tekanan dari golongan tertentu saja atau tidak berpihak pada pihak tertentu saja akan tetapi harus mampu untuk bertindak secara adil, jujur, aspiratif dan profesional dalam menampung, menindak lanjuti serta menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada Pemerintah. Khususnya dalam hal ini DPRD Kota Malang dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan proyek pembangunan Matos, dimana dalam hal ini DPRD Kota Malang dituntut untuk memiliki pertimbangan yang sangat matang dan tentunya bebas dari segala tekanan dalam merumuskan kebijakan yang merupakan jalan tengah dari permasalahan Matos yang mengundang banyak pro dan kontra di dalam masyarakat Kota Malang.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ambong, Ibrahim. 1995. Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama. Budiarjo, Miriam. 1992. Dasar-dasar Ilmu Politik: PT. Gramedia Pustaka Utama. Darumurti, Krishna D. & Umbu Rauta. 2000. Otonomi Daerah (Perkembangan, Pemikiran dan Pelaksanaan). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Huttington. 1994. Partispasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah(Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Kansil, C. S. T. 2001. Kitab Undang-undang Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Kumorotomo, Wahyudi. 2001. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Muslimin, Amrah. 1986. Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung: Alumno. Moleong, Lexi J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya. Nasir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia. Sendjaja. 1983. Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah dan Pemerintahan

Desa. Bandung: Alumni. Sunindhia. 1987. Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah. Jakarta: Bina Aksara. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka. Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Winarna, Adisubrata. 1999. Otonomi Daerah di Era Reformasi. Yogyakarta: UPP AMP YPKN. Undang-undang Undang-undang Dasar 1945. Undang-undang No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Artikel Jawa Pos edisi 7 Agustus 2004. Kompas edisi 14 Agustus 2004.

PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana proses penyampaian aspirasi masyarakat kepada DPRD ? 2. Apa saja upaya yang dilakukan oleh DPRD dalam menampung aspirasi dari masyarakat ? 3. Apa saja upaya yang dilakukan oleh DPRD dalam menanggapi aspirasi yang sudah masuk dari masyarakat ? 4. Apa saja upaya yang dilakukan oleh DPRD dalam menindak lanjuti aspirasi masyarakat ? 5. Bagaimana upaya dari DPRD dalam menanggapi aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan pembangunan Matos ? 6. Apakah pembangunan Matos bertentangan ataukah tidak dengan peraturan yang ada di Kota Malang ? 7. Apabila Matos merealisasikan pembangunannya di Kota Malang, maka komitmen apakah yang akan dituntut oleh DPRD Kota Malang sebagai wakil rakyat yang ada di daerah ?

Anda mungkin juga menyukai