Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI


Dibuat untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah: Demokrasi & Kearifan Lokal
Dosen Pengampu: Dr. Tedi Sukmana Harun, M.Si.

Oleh:
Audi Medianegara (2165101014)
Bu Rina
Pak Yusuf
Pak Cepi
Pak Andre

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


TASIKMALAYA
Jl. Gunung Pongpok III No. 29 Tasikmalaya
PO.BOX 110 Telp. (0265) 341748 Fax. (0265) 343940
e-mail: stisip.tasikmlaya@gmail.com
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kelompok 3 dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Sejarah Perkembangan
Demokrasi ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelomok dari Dr.
Tedi Sukmana Harun, M.Si. pada mata kuliah Demokrasi & Kearifan Lokal. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Demokrasi bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Kelompok 3 mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Tedi Sukmana Harun, M.Si.
selaku dosen mata kuliah Demokrasi & Kearifan Lokal yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Kami dari kelompok 3 juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya, Februari 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan.....................................................................................5
1.4 Metode Penulisan........................................................................................................5
1.5 Sistematika Penulisan..................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
2.1 Pengertian Demokrasi.................................................................................................6
2.2 Prinsip dan Jenis-jenis Demokrasi...............................................................................7
2.3 Macam-macam Demokrasi..........................................................................................8
2.4 Sejarah perkembangan demokrasi...............................................................................9
2.5 Sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia........................................................13
BAB III....................................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan................................................................................................................20
3.2 Saran..........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta
memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya atau pemerintahan rakyat. Demokrasi juga
dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak
dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Inti dari demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Banyak kegiatan yang
dilaksanakan atau diselenggarakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan
kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilainilai demokrasi,
meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum
demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.

Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari
semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai saat ini
adalah sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan
tantangan disana sini. Sebagian kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem
domokrasi di Indonesia. Artinya, kebebasan pers sudah menempati ruang yang sebebas-
bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan pendapat dan aspirasinya masing-
masing.

Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh
pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan
yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi
baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan
pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang
memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain
itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita
temukan dari banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu
banyaknya suku, budaya dan bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita
syukuri.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka masalah dalam penulisan makalah ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah perkembangan demokrasi secara umum?


2. Bagaimana sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia?

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis dan mendeskipsikan
bagaimana sejarah perkembangan demkorasi secara umum serta untuk menganalisis dan
mendeskripsikan bagaimana sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dan mendeskripsikan sejarah perkembangan demokrasi secara umum.


2. Menganalisis dan mendeskipsikan sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia.

1.4 Metode Penulisan

Penulis menggunakan metode studi literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah
ini. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga dari media media lain
seperti e-book, web, blog, dan perangkat media massa yang diambil dari internet.

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab
penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan
dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan dengan sejarah perkembangan demokrasi secara
umum dan sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia dan bagaimana hal tersebut
memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa ini. Terakhir, bab penutup terdiri atas
kesimpulan dan saran.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demokratia” yang berarti kekuasaan rakyat.
Demokrasi berasal dari kata “Demos” dan “Kratos”. Demos yang memiliki arti rakyat dan
Kratos yang memiliki arti kekuasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak
dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Berikut ini adalah
pengertian demokrasi menurut beberapa ahli:

1. Demokrasi menurut Montesque, kekuasaan negara harus dibagi dan dilaksanakan


oleh tiga lembaga atau institusi yang berbeda dan terpisah satu sama lainnya, yaitu
pertama, legislatif yang merupakan pemegang kekuasaaan untuk membuat
undang-undang, kedua, eksekutif yang memiliki kekuasaan dalam melaksanakan
undang-undang, dan ketiga adalah yudikatif, yang memegang kekuasaan untuk
mengadili pelaksanaan undang-undang. Dan masing-masing institusi tersebut
berdiri secara independen tanpa dipengaruhi oleh institusi lainnya.
2. Demokrasi menurut Abraham Lincoln yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat.
3. Demokrasi menurut Aristoteles mengemukakan ialah suatu kebebasan atau prinsip
demokrasi ialah kebebasan, karena hanya melalui kebebasanlah setiap warga
negara bisa saling berbagi kekuasaan didalam negaranya. Aristoteles pun
mengatakan apabila seseorang hidup tanpa kebebasan dalam memilih cara
hidupnya, maka sama saja seperti budak.
4. Demokrasi menurut H. Harris Soche ialah suatu bentuk pemerintahan rakyat,
karenanya kekuasaan pemerintahan melekat pada rakyat juga merupakan HAM
bagi rakyat untuk mempertahankan, mengatur dan melindungi diri dari setiap
paksaan dalam suatu badan yang diserahkan untuk memerintah.
5. Demokrasi menurut International Commission of Juris tadalah bentuk
pemerintahan dimana hak dalam membuat suatu keputusan politik harus
diselenggarakan oleh rakyat melalui para wakil yang terpilih dalam suatu proses
pemilu.

2.2 Prinsip dan Jenis-jenis Demokrasi

Prinsip demokrasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Prinsip demokrasi sebagai sistem politik


a. Pembagian kekuasaan
b. Pemerintahan Konstitusional
c. Partai politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya
d. Pers yang bebas
e. Perlindungan terhadap hak asasi manusia
f. Pengawasan terhadap administrasi negara
g. Peradilan yang bebas dan tidak memihak
h. Pemerintahan yang diskusi
i. Pemilihan umum yang bebas
j. Pemerintahan berdasarkan hukum

2. Prinsip Non-demokrasi (Kediktatoran)


a. Pemusatan kekuasaan yang berarti kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif menjadi satu dan dipegang serta dijalankan oleh satu lembaga.
b. Pemerintahan tidak berdasarkan konstitusional dapat diartikan sebagai
pemerintahan yang dijalakan berdasarkan kekuasaan. Konstitusinya memberi
kekuasaan yang besar pada negara atau pemerintah.
c. Rule of power merupakan prinsip negara kekuasaan yang ditandai dengan
supremasi kekuasaan yang besar pada negara atau pemerintah.
d. Pembentukan pemerintah tidak berdasarkan musyawarah tetapi melalui dekrit
e. Pemilihan umum yang tidak demokratis adalah pemilihan umum yang
dijalankan hanya untuk memperkuat keabsahan penguasa atau pemerintah
negara.
f. Tidak ada dan atau dibatasinya kebebasan berpendapat, berbicara dan
kebebasan pers.
g. Penyelesaian perpecahan atau perbedaan dengan cara kekerasan dan
penggunaan paksaan.
h. Tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia bahkan sering terjadi
pelanggaran hak asasi manusia.
i. Menekan dan tidak mengakui hak-hak minoritas warga negara.

2.3 Macam-macam Demokrasi

1. Demokrasi berdasarkan penyaluran kehendak rakyat:


a. Demokrasi langsung merupakan sistem demokrasi yang mengikutsertakan
seluruh rakyat dalam pengambilan keputusan negara.
b. Demokrasi tidaklangsung merupakan sistem demokrasi yang digunakan untuk
menyalurkan keinginan dari rakyat melalui perwakilan parlemen.
2. Demokrasi berdasarkan hubungan antar kelengkapan negara:
a. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum merupakan sistem
demokrasi yang dimana rakyat memiliki perwakilan untuk menjabat
diparlemen namun tetap di kontrol oleh referendum.
b. Demokrasi perwakilan dengan sistem parlementer merupakan sistem
demokrasi yang didalamnya terdapat hubungan kuat antara badan eksekutif
dengan badan legislatif.
c. Demokrasi perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaan merupakan sistem
demokrasi dimana kedudukan antara eksekutif dengan legislatif tepisah,
sehingga keduanya tidak berkaitan secara langsung seperti sistem parlemen.
d. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum dan inisiiatif rakyat
merupakan sistem demokrasi gabungan dari demokrasi perwakilan/tidak
langsung dan demokrasi secara langsung.
3. Berdasarkan prinsip ideologi
a. Demokrasi liberal berdasarkan atas hak individu suatu negara yang
menekankan suatu kebebsan setiap individu dan sering mengabaikan
kepentingan umum.
b. Demokrasi rakyat berdasarkan atas hak pemerintah dalam suatu negara yang
didasari dri paham sosialisme dan komunisme yang mementingkan
kepentingan negara dan kepentingan umum.
c. Demokrasi pancasila yang bersumber dari tata nilai sosial dan budaya bangsa
indonesia dengan berdasarkan musyawarah dan mufakatyang mengutamakan
kepentingan umum.

2.4 Sejarah perkembangan demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno, democratia. Plato yang memiliki asli
Aristocles (427–347 M) sering disebut sebagai orang pertama yang memperkenalkan
istilah democratia itu. Demos berarti rakyat, kratos berarti pemerintahan. Demokrasi
menurut Plato kala itu adalah adanya sistem pemerintahan yang dikelola oleh para filosof.
Hanya para filosofislah yang mampu melahirkan gagasan dan mengetahui bagaimana
memilih antara yang baik dan yang buruk untuk masyarakat. Belakangan diketahui
sebetulnya yang diinginkan oleh Plato adalah sebuah aristokrasi.

Penerapan demokrasi dalam kehidupan bernegara, pertama kalinya ditemukan di


negara kota (city state/polis/civitas) di kota Athena, Yunani Kuno. Pada waktu itu,
demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy); artinya hak rakyat
untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh
warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Ketentuan demokrasi
hanya berlaku untuk warga negara resmi yang merupakan sebagian kecil dari seluruh
penduduk. Sebagian besar yang terdiri dari budak belian, pegadang asing, perempuan dan
anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi. Dalam negara modern demokrasi tidak
lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasarkan perwakilan (representative
democracy).

Sebelum Abad Pertengahan berakhir dan di Eropa Barat pada permulaan abad ke-16
muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk yang modern, maka Eropa
Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kultural yang mempersiapkan jalan
untuk memasuki zaman yang lebih modern dimana akal dapat memerdekakan diri dari
pembatasan-pembatasannya. Dua kejadian ini ialah Renaissance32 (1350-1650) yang
terutama berpengaruh di Eropa Selatan seperti Italia, praktik demokrasi mula-mula yang
terjadi di sini kira-kira sama waktunya dengan yang terjadi di Yunani. Kalau orang
Yunani mengatakannya sebagai polis atau negara-kota, orang Romawi menyebut sistem
pemerintahan mereka sebagai republik.33 Maknanya, res dalam bahasa Latin berarti
kejadian atau peristiwa, dan publicus berarti publik atau masyarakat. Jika dimaknai secara
bahasa maka kata „republik‟ itu adalah „sesuatu yang menjadi milik rakyat‟ Dan.
Reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak pengikutnya di Eropa Utara, seperti
Jerman, Swiss dan sebagainya.

Kedua aliran pikiran tersebut mempersiapkan orang Eropa Barat dalam masa 1650-
1800 menyelami masa “Aufklarung” (Abad Pemikiran) beserta Rasionalisme yaitu suatu
pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang ditentukan oleh
Gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal (ratio) semata-mata. Kebebasan berpikir
membuka jalan untuk meluaskan gagasan ini di bidang politik. Timbullah gagasan bahwa
manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan
mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang
sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tak terbatas.36 Pendobrakan terhadap
kedudukan raja-raja absolut ini didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang umumnya
dikenal sebagai social contract (kontrak sosial).

Pada hakekatnya, teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar
dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf-filsuf yang
mencetuskan gagasan ini antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan
Montesquieu dari Perancis (1689-1755). Menurut John Locke, hak-hak politik mencakup
hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty and
property).

Montesquieu mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik
itu, yang kemudian dikenal dengan istilah trias politica.Ide-ide bahwa manusia
mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, serta
Revolusi Amerika melawan Inggris.

Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa (epistemologis) dan istilah
(terminologis). Secara epistemologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari
bahasa Yunani yaitu ”demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan
“cretein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa
demos-cratein atau demos-cratos adalah keadaan Negara di mana dalam sistem
pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan oleh rakyat.

Menurut Joseph A. Schemer Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional


untuk mencapai keputusan polituk dimana individu- individu memperoleh kekuasaan
untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Sidney Hook Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl Demokrasi sebagai suatu sistem
pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka
diwilayah publik oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung melalui
kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih.

Henry B. Mayo Menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu


sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil- wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala
yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.

Kesimpulan-kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa hakikat


demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan
memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam
penyelenggaraan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal, yaitu:

a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)


Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintah yang sah dan
diakui (ligimate government) dimata rakyat. Sebaliknya ada pemerintahan
yang tidak sah dan tidak diakui (unligimate government). Pemerintahan yang
diakui adalah pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan rakyat.
Pentingnya legimintasi bagi suatu pemerintahan adalah pemerintah dapat
menjalankan roda birokrasi dan programprogramnya.
b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people)
Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan
kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan sendiri. Pengawasan yang
dilakukan oleh rakyat ( sosial control) dapat dilakukan secara langsung oleh
rakyat maupun tidak langsung ( melalui DPR).
c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people)
Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada
pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat. Pemerintah diharuskan
menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam
menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara langsung.

Kebebasan untuk menyatakan pendapat adalah kebebasan warga negara untuk


menyatakan pendapatnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik secara lisan
maupun tulisan. Kebebasan berorganisasi adalah kebebasan warga negara untuk
menjadi anggota organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan. Kebebasan
beroposisi adalah kebebasan untuk mengambil posisi di luar pemerintahan serta
melakukan kontrol atau kritik terhadap kebijakan pemerintah. Pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan agar warga negara menyadari hak dan kewajibannya
sebagai warga negara, serta mampu menunjukkan partisipasinya dalam kehidupan
bernegara.
Istilah sistem demokrasi ada bermacam-macam, yaitu demokrasi konstitusional,
demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin45, demokrasi Pancasila, demokrasi
rakyat46, demokrasi Soviet, demokrasi nasional dan sebagainya.47 Semua konsep ini
memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau
“government or rule by the people”.
Di antara sekian banyak aliran pikiran yang dinamakan demokrasi ada 2 (dua)
kelompok aliran yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusional dan satu
kelompok aliran yang menamakan dirinya demokrasi tetapi pada hakikatnya
mendasarkan dirinya atas komunisme. Perbedaan fundamental di antara kedua aliran
itu ialah bahwa demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah yang terbatas
kekuasaannya, suatu negara hukum (rechtstaat), yang tunduk pada rule of law.
Sebaliknya, demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme mencita-citakan
pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya (machtstaat) dan yang bersifat
totaliter.

1. Demokrasi Konstitusional
Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Dan menekankan pada
proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya dan menekankan kerja sama
yang erat di antara elite yang mewakili bagian budaya masyarakat utama49; dan

2. Demokrasi Komunisme
Dalam pandangan kelompok aliran demokrasi yang mendasarkan dirinya atas
paham komunis selalu bersikap ambivalen terhadap negara. Negara dianggapnya
sebagai suatu alat pemaksa yang akhirnya akan lenyap sendiri dengan munculnya
masyarakat komunis.
Dari segi pelaksanaannya, demokrasi terdiri dari 2 (dua) model, yaitu :

1. Demokrasi langsung (direct democracy), adalah demokrasi yang terjadi


apabila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara dilakukan secara
langsung. Misalnya, pemilihan pejabat eksekutif (presiden, wakil presiden,
gubernur, bupati dan walikota) dan pemilihan anggota parlemen atau legislatif
(DPR, DPD dan DPRD) dilakukan rakyat secara langsung melalui pemilihan
umum; dan

2. Demokrasi tidak langsung atau perwakilan (indirect democracy),


Demokrasi yang terjadi apabila dalam mewujudkan rakyat tidak secara
langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga
perwakilan. Dengan demikian, demokrasi tidak langsung disebut juga dengan
demokrasi perwakilan.

Dan dari segi dasar wewenang dan hubungan antara alat kelengkapan negara,
demokrasi terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Demokrasi sistem parlementer, adalah demokrasi yang menempatkan kedudukan


badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan
dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri
dalam kebinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Presiden menjabat
sebagai kepala negara; dan
2. Demokrasi sistem presidensil, adalah demokrasi yang mana kekuasaan eksekutif
diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka.
Presiden menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

2.5 Sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia

Dianutnya sistem demokrasi bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
yang berkedaulatan rakyat” dalam suatu “Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia”. Pernyataan tersebut sekaligus merupakan penegasan bahwa demokrasi dianut
bersama- sama dengan prinsip negara konstitusional. Pilihan sistem demokrasi
konstitusional dimaksudkan untuk mencapai tujuan nasional, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia. Sistem
demokrasi di Indonesia dibagi menjadi 6 (enam) periode demokrasi, yaitu:

1. Demokrasi di Era Revolusi Nasional (1945-1949);


Pada awal zaman kemerdekaan, Indonesia menganut sistem parlementer
dengan kehadiran banyak partai. Ternyata kabinet jarang dapat bertahan lebih
dari 1 (satu) tahun karena ulahnya partai-partai. Keadaan ini menimbulkan
keinginan untuk memperkukuh badan eksekutif dan menyederhanakan sistem
partai. Begitu kuatnya paham demokrasi pluralistik pada tahun 1945-1949
yang ditandai sistem multi partai telah mampu meredam sistem politik yang
otoriter dengan dominasi peranan pemerintahan negara. Hal itu terbukti
bahwa partai- partai politik telah mampu menjatuhkan kabinet yakni Kabinet
Syahrir I,II,III, Kabinet Syarifuddin sebagai pengganti Kabinet Syahrir II.
Kondisi demikian berlangsung sampai tahun 1947.
2. Demokrasi di Era Liberal (1950-1959);
Dalam periode ini belum dapat diterapkan pola pelaksanaan demokrasi, karena
belum tumbuhnya lembaga-lembaga demokrasi dalam bidang pemerintahan
dan masyarakat secara jelas, kehidupan politik pada periode ini dicirikan
sebagai demokrasi liberal. Seiring dengan itu lembaga eksekutif berada pada
posisi yang “kalah kuat” dibandingkan dengan partai-partai sehingga
pemerintah senantiasa jatuh bangun dan keadaan politik berjalan secara tidak
stabil. Sesudah berdirinya RIS walaupun eksistensi Negara sudah mendapat
pengakuan internasional, tetapi pelaksanaan demokrasinya baru dilakukan
dalam tahap lapisan kaum politisi yang jumlahnya masih sangat terbatas dan
yang pengertian dan pengalaman tentang pelaksanaan demokrasi juga masih
sangat terbatas.
3. Demokrasi di Era Terpimpin (1959-1965);

Sistem multipartai dalam kerangka penerapan demokrasi liberal menguasai


perkembangan politik selama sepuluh tahun dan berakhir akibat timbulnya paham demokrasi
terpimpin. Ketika pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit yang kemudian
dianggap sebagai jalan bagi tampilnya demokrasi terpimpin. Pada era ini konfigurasi politik
yang ditampilkan adalah konfigurasi yang otoriter, di dalamnya Soekarno menjadi aktor
utama dalam agenda politik nasional, sehingga pemerintahan Soekarno pada era ini dicirikan
sebagai rezim yang otoriter. Selain Soekarno, ada 2 (dua) kekuatan politik yang masih dapat
berperan adalah Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia. Presiden Soekarno
mengatasi lembaga-lembaga konstitusional, menekan partai-partai, menutup pembebasan
pers serta membuat peraturan perundang-undangan yang secara konstitusional tidak dikenal,
seperti Penpres dan Perpres. Pada demokrasi terpimpin ini, semua anggota DPR-GR dan
MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang
politik. Dia berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi Nasakom
(Nasional, Agama dan Komunis). Tiga pilar utama partai politik yang mewakili Nasakom
adalah PNI, PU dan PKI. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan Nasakom. Dalam
Demokrasi Terpimpin, kekuasaan terpusat di tangan Presiden, yakni Soekarno. Ketua
DPR, MPR, BPK, MA diangkat sebagai pembantunya dengan jabatan sebagai menteri.
Semua kepala staf (AD- Angkatan Darat, AL-Angkatan Laut, AU-Angkatan Udara dan
Kepolisian) juga diangkat sebagai menteri. Dengan kekuasaan yang terpusat ini, Soekarno
ditetapkan sebagai presiden seumur hidup tanpa didampingi wakil presiden. Dalam ketetapan
MPRS NO. III tahun 1963, Pasal I menyatakan: Dr. Ir. HAJI SOEKARNO (BUNG
KARNO), Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, yang kini menjabat Presiden Republik
Indonesia, dinyatakan dengan karunia Allah untuk menjadi: PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA SEUMUR HIDUP. Namun, demokrasi Terpimpin dan Soekarno sebagai
Presiden seumur hidup tidak berlangsung lama. Tragedi G.30 S/PKI (Gerakan 30
September/Partai Komunis Indoensia) yang membuat semuanya berakhir. Pasca tragedi G 30
S/PKI, Soekarno jatuh dari kursi kepresidenan. Masa demokrasi terpimpin banyak
memberikan bahan-bahan berharga sebagai pelajaran dan pengalaman untuk pelaksanaan
demokrasi mungkin lebih dari pada periode-periode sebelumnya, karena dalam periode
tersebut terdapat suatu pola yang dilaksanakan secara konsekuen, walaupun dengan
meninggalkan nilai-nilai demokrasi dan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Dan kita tidak usah
mengingkari, bahwa boleh dikatakan sebagian besar masyarakat dan bangsa Indonesia
seolah-olah terpesona dan terseret di dalamnya.

4. Demokrasi di Era Orde Baru (1966-1998);


Ketika pemerintah Orde Baru ini naik ke pentas politik nasional, negara
Indonesia sedang menghadapi krisis luar biasa dalam bidang politik dan
ekonomi. Dalam bidang politik krisis itu ditandai dengan berbagai
demonstrasi mahasiswa, pelajar dan ormas-ormas onderbouw parpol yang
hidup dalam tekanan ketika era demokrasi terpimpin. Sedangkan dibidang
ekonomi ditandai oleh sulitnya didapat keperluan sehari-hari dan
melonjaknya harga-harga secara luar biasa, kekuasaan selama masa Orde Baru
yang menggambarkan wajah buram demokrasi. Dalam perjalanan sejarah,
Soekarno tetap menjadi Presiden sampai munculnya Orde Baru atau runtuhnya
Demokrasi Terpimpin, yang dibangun Soekarno sendiri. Meski bentuk atau
sistem pemerintahannya berganti-ganti, Soekarno tetap menjadi presiden.
Seperti terlihat bahwa ketika sistem pemerintahan berganti dari presidensil ke
parlementer melalui Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober
1945, dengan kedudukan sebagai kepala negara yang tidak mempunyai
kekuasaan pemerintahan, bersifat simbolik dan seremonial. Begitupun ketika
bentuk negara Indonesia berubah dari Republik menjadi negara Federal
(serikat) yang berdasarkan UUD RIS 1949 dan kembali menjadi negara
kesatuan berdasarkan UUD Sementara 1950, Soekarno dan Moh. Hatta juga
tetap menjadi Presiden dan Wakil Presiden Sejak Surat Perintah sebelas Maret
1966 sampai sekarang, yang kita sebut periode demokrasi Pancasila.67
Demokrasi Pancasila ialah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang merupakan sila
keempat dari Dasar Negara Pancasila, seperti yang tercantum dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945. Penerapan demokrasi Pancasila harus
dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia diatur dalam Ketetapan MPR
No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan
Rakyat, yang dapat pula diterapkan pada lembaga- lembaga tinggi negara,
lembaga-lembaga lainnya, dan lembaga-lembaga kemasyarakatan di
Indonesia.
Jatuhnya orde lama yang digantikan orde baru, yang ditandai dengan
ikutsertanya para teknorat dari dunia akademis di pemerintahan, pada dalam
kehidupan politik di Indonesia. Namun, akibat inkonsistensi dalam sikap dan
pemikiran dalam menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, pada akhirnya orde
baru terseret dalam praktik-praktik pemerintahan pragmatis dan otoriter.

Proses lembaga Konstituante mengalami kegagalan karena dipicu berbagai


pertimbangan politik sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit
Presiden yang isinya membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945,
dapatlah diyakini bahwa ada tuduhan yang kuat dan sah, ternyata UUD 1945
sejak ditetapkan sampai dengan periode Orde Baru tahun 1966 selalu
dibawah tekanan/paksaan politik kekuasaan yang kuat saat itu. Artinya
proses penerimaannya sebagai UUD matang dan transparan. Hal ini tentu
memiliki pengaruh yang negatif bagi penegakannya.
Konfigurasi politik Orde Baru sampai dengan Pasca Pemilu 1997 adalah tidak
demokratis atau cenderung otoriter dengan tumpuan kekuatan pada Presiden
Soeharto, ABRI, Golkar dan Birokrasi. Terjadi pemusatan kekuasaan pada
satu tangan dengan dalih membangun stabilitas nasional sebagai prasyarat
kelancaran pembangunan ekonomi.
Periode Orde Baru (1966-1998) menampilkan konfigurasi politik non
demokratis. Dengan catatan, pada awal perjalanannya ada toleransi bagi
penampilan konfigurasi yang demokratis. Namun kemudian berlangsung
sangat otoriter dan represif, sehingga pemerintahan tidak berjalan secara
demokratis.
Tidak dipungkiri bahwa setelah 5 (lima) kali pemilihan, yaitu Pemilihan
Umum 1971, 1977, 1982, 1987 dan 1992, menampakkan kelemahan pokok
yaitu seolah-olah menyempitnya ruang demokrasi. Salah satu hal yang penting
diperhatikan adalah adanya pergeseran nilai politik berupa menguatnya peran
DPP (Dewan Pimpinan Pusat) organisasi sosial politik peserta pemilihan
umum terhadap anggota DPR. Lembaga perwakilan rakyat seolah-olah
menjadi wakil orsospol. Ini satu kemunduran dari hasrat demokrasi 1969.
Dibawah Orde Lama yang semula secara permukaan mempelihatkan kekuatan
politik Soekarno ternyata terdapat polarisasi politik yang sangat tajam dan
bergelora sehingga meledak dalam krisis politik pada tahun 1965/1966.
Sebaliknya di bawah Orde Baru elemen- elemen disintegrasi dapat dieliminasi
sehingga stabilitas nasional senantiasa mantap dan pembangunan ekonomi
menampakkan hasil secara memuaskan, tetapi dengan kehidupan politik yang
tidak demokratis.
5. Demokrasi di Era Reformasi (1999-2009);
Pelaksanaan pemilihan umum 1999 yang disiapkan dalam waktu singkat,
terlaksana dengan relatif bebas, jujur dan adil khususnya jika dibandingkan
dengan pelaksanaan pemilu sebelumnya pada rezim orde baru. Meskipun
demikian, pemilu tahun 1999 baru merupakan pancangan awal menuju kearah
terbentuknya tatanan politik yang demokratis, suatu tatanan politik yang
mampu menjamin tegaknya hak-hak politik rakyat sebagai cerminan dari
prinsip kedaulatan rakyat.
Garis hitam tebal pemisah antara periode kelam Orde Baru dengan Era
Reformasi adalah dikembalikannya kedaulatan rakyat ke tangan rakyat sejak
tanggal 21 Mei 1999 setelah lebih dari tiga dekade dikangkangi oleh Soeharto,
sang komandan rezim Neo-Fasisme Orde Baru. Pemilu presidensial langsung
yang pertama kali dalam sejarah Indonesia modern, keputusan kolektif nasib
bangsa. Rumah yang baru mulai dibangun itu masih sangat rentan di berbagai
pojoknya terancam oleh serangan manipulasi elit dan perusakan oleh berbagai
pihak lainnya. Ada 3 (tiga) pihak yang sangat membahayakan proses
pembangunan demokrasi, yaitu militerisme, kerajaan bisnis konglomerat
hitam dan serangan kelompok Soehartois.
Dalam praktik Pemilihan Umum 2004, nilai-nilai demokrasi yang seharusnya
menghendaki adanya desentralisasi, namun desentralisasi ternyata hanya
menyentuh level birokrasi pemerintahan karena kenyataannya dalam
Pemilihan Umum 2004 ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
penyelenggaraan pemilihan umum justru berperilaku sentralistik. Strategi
KPU dalam menangani persoalan- persoalan teknis penyelenggaraan
pemilihan umum cenderung sentalistik, misalnya soal pencetakan kertas suara,
kotak suara dan logistik pemilihan umum masih dikelola secara terpusat oleh
KPU Pusat. Padahal, urusan- urusan teknis semacam ini akan lebih mudah
diselenggarakan kalau KPU Pusat mau mendesentralisasikan urusan-urusan
tersebut kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota.
6. Demokrasi di Era Orde Reformasi (2009-sekarang)
Dalam Pemilihan Umum 2009, ada permasalahan hasil pemilihan umum yang
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kecurangan hasil suara dapat saja
disebabkan dari para kandidatnya yang curang, kekhilafan yang dilakukan
oleh petugas Pemilihan Umum dan lain-lain. Pemilihan umum 2014
berlangsung relatif bebas, demokratis dan damai. Hampir tidak ada gejolak
politik yang menonjol terkait kekecewaan partai politik, kelompok pemilih,
para caleg dan pihak lainnya atas kekalahan mereka dalam kompetisi
demokratis yang berlangsung 5 (lima) tahunan tersebut. Ditinjau dari aspek
proses penyelenggaraannya, sebagian persoalan krusial pemilihan umum
seperti pernah muncul dalam pemilu-pemilu sebelumnya ternyata muncul dan
terulang kembali, termasuk soal akurasi daftar pemilih, baik daftar pemilih
sementara dan tetap, maupun daftar pemilih khusus dan tambahan. Sementara
hasil pemilu, peta politik justru semakin mempertajam fragmentasi politik di
parlemen, seperti jumlah partai politik memperoleh kursi bukannya berkurang,
tetapi sebalikya justru bertambah dari 9 (sembilan) menjadi 10 (sepuluh)
partai politik. Perbedaan demokrasinya yaitu memasuki periode era reformasi
pada pemilihan umum tahun 2004, dimana pada pelaksanaannya rakyat tidak
hanya memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saja, tetapi juga
memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat walaupun dilaksanakan pemilihan
legislatif dahulu dibanding pemilihan presiden. Dengan adanya pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, Negara Indonesia mengalami
perubahan yang mendasar dalam pelaksanaan demokrasi yaitu dari demokrasi
perwakilan menjadi demokrasi langsung terkait cara pemilihan pada saat
pemilihan umum. Namun, pada pemilihan umum 2004 terjadi pergantian
demokrasi perwakilan (tidak langsung) menjadi langsung yaitu problematic
sistem presidensil yang dikombinasikan dengan sistem multipartai yang
kemudian berpotensi menghasilkan situasi deadlock dalam relasi presiden dan
parlemen sehingga berdampak pada instabilitas demokrasi presidensil.
Ironisnya, fenomena itulah yang terjadi di Indonesia pasca- Soeharto, sistem
presidensil berlangsung bersamaan dengan sistem multipartai.
Problematik kombinasi antara presidensialisme dan sistem multipartai tidak
hanya berlangsung pada era Presiden Wahid dan Presiden Megawati,
melainkan pada era Presiden Yudhoyono. Fragmentasi dan polarisasi kekuatan
partai di DPR hasil Pemilu 1999 dan 2004 menggambarkan dengan jelas
potensi problematik sistem dan praktik presidensialisme pasca-Soeharto.
Disisi lain, baik Presiden Wahid, Megawati, maupun Yudhoyono adalah figur
presiden dengan basis minoritas di DPR. Dengan dibuatnya Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan umum bahwa pelaksanaan Pemilu
serentak dengan upaya penguatan sistem presidensial multipartai di Indonesia.
Selain menimbulkan coattail effect yang bisa melahirkan hasil Pemilu yang
kongruen, di mana Presiden terpilih besar kemungkinan akan mendapat
dukungan yang memadai atau koalisi yang kuat. Hal tersebut disebabkan
koalisi dibangun sejak awal sebelum pelaksanan pemilu, sehingga akan
tercipta koalisi yang lebih solid. Koalisi yang solid tersebut sekaligus bisa
menjadi jawaban inkompatibilitas sistem presidensial dengan multipartai
sebagaimana dianut di Indonesia.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno, democratia. Demos berarti rakyat,
kratos berarti pemerintahan. Penerapan demokrasi dalam kehidupan bernegara,
pertama kalinya ditemukan di negara kota (city state/polis/civitas) di kota Athena,
Yunani Kuno. Pada waktu itu, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct
democracy); artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik
dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan
prosedur mayoritas. Dianutnya sistem demokrasi bagi bangsa Indonesia dituangkan
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan bahwa
“Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang berkedaulatan rakyat” dalam suatu
“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia”. Sistem demokrasi di
Indonesia dibagi menjadi 6 (enam) periode demokrasi, yaitu demokrasi di era
revolusi nasional (1945-1949), demokrasi di era liberal (1950-1959), demokrasi di era
terpimpin (1959-1965), demokrasi di era orde baru (1966-1998), demokrasi di era
reformasi (1999-2009) dan demokrasi di era orde reformasi (2009-sekarang).
3.2 Saran

Pengertian tentang demokrasi di indonesia sudah seharusnya dipahami oleh


masyarakat banyak agar semua warga negara indonesia bisa menggunakan demokrasi
masing-masing dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Gianto, Pendidikan Filsafat Pancasila dan Kewarganegaraan, Sidoarjo:Uwais


Inspirasi Indonesia, 2019.

Nadrilun, mengenal lebih dekat demokrasi di Indonesia, jakarta Timur: PT Balai


Pustaka, 2012.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/
5c38de8a798f624eab38b1fe6f7e97ff.pdf

file:///C:/Users/HP/Downloads/DEMOKRASI%20INDONESIA.pdf

Anda mungkin juga menyukai