Anda di halaman 1dari 6

MENATA MASA DEPAN:

REPOSISI PERAN DPD RI MELALUI EFFECTIVE BICAMERALISM


DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Oleh : Rifanda Ansari

Prolog
Reformasi yang digulirkan tahun 1998 telah berhasil melakukan perubahan
mendasar terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia melalui amendemen Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945), untuk menjamin kedaulatan rakyat melalui tata hubungan
antarlembaga negara yang sesuai dengan kebutuhan reformasi. Salah satu pembaharuan
strategis tersebut adalah dibentuknya lembaga negara baru, yakni Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Tujuan dari dibentuknya DPD RI adalah sebagai
instrumen penyeimbang dalam kekuasaan legislatif untuk menjamin mekanisme check and
balances1. Dalam hal ini, kedudukan DPD RI tidak saja mewakili kepentingan daerah
dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional, tetapi sekaligus sebagai penguat
hubungan pusat-daerah2.
Meski demikian, kehadiran DPD RI acap kali belum dirasakan secara maksimal
oleh masyarakat dan daerah3. Persoalan daerah kurang memiliki resonansi nasional yang
menggelegar, yang ditengarai sebagai ekses dari fungsi dan wewenang DPD RI yang
kurang optimal.
Untuk mengupayakan resonansi nasional dimaksud, MPR periode 2009-2014
pernah mengeluarkan rekomendasi melalui Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2014 atas

1
Arsyad Mawardi. 2008. Pengawasan dan Keseimbangan Antara DPR dan Presiden Dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum (UII). Volume 15 Nomor 1, Januari
2008.
2
Masnur Marzuki. 2008. Analisis Kontestasi Kelembagaan DPD dan Upaya Mengefektifkan Keberadaannya.
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum (UII). Volume 15 Nomor 1, Januari 2008.
3
ICMI. 21 Maret 2019. Jimly Kritik Peran DPD, Keberadaannya Kurang Dirasakan Daerah.
https://icmi.or.id/media/siaran-pers/jimly-kritik-peran-dpd-keberadaannya-kurang-dirasakan-daerah.
Diakses 20 September 2020.

Menata Masa Depan: Reposisi Peran DPD RI Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia | 1
Rifanda Ansari
dorongan memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional dalam bingkai. Pada rekomendasi
pertama huruf b, disebutkan perlunya penataan kewenangan DPD RI dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Dalam rekomendasi tersebut juga ditegaskan perlunya
pembentukan undang-undang, tentang lembaga negara yang diatur dalam konstitusi, secara
terpisah terutama MPR RI, DPR RI, dan DPD RI 4. Untuk melanjutkan konsolidasi
demokrasi yang di antaranya melalui reformasi sistem lembaga perwakilan, rekomendasi
MPR RI dimaksud penting untuk dihadirkan kembali guna ditindaklanjuti sesuai dengan
kebutuhan bangsa saat ini.

Posisi Serba Tanggung: Sebuah Problematika Klise


Sejak awal, kehadiran DPD RI sebagaimana termaktub dalam Pasal 22D UUD 1945
tidaklah dirancang sebagai suatu lembaga legislatif yang ideal. Merujuk catatan yang
tersedia, begitu wewenang DPD RI disepakati dalam amendemen ketiga UUD 1945,
bermunculan banyak kritik dan penilaian bahwa “Senator Senayan” tidak akan mampu
memosisikan dirinya merepresentasikan kepentingan daerah. Alasannya sederhana, Pasal
22D UUD 1945 hanya menyediakan ruang yang amat terbatas bagi anggota DPD RI dalam
memenuhi imaji representasi daerah yang ideal.
Posisi DPD RI dapat dikatakan serba tanggung sebagai sebuah lembaga yang
dihadirkan dengan asa yang besar. Ihwal fungsi legislasi, misalnya, Pasal 22D Ayat (1) dan
Ayat (2) UUD 1945, DPD RI memiliki otoritas terbatas dengan adanya frasa "dapat
mengajukan" dan "ikut membahas" Rancangan Undang-Undang (RUU) yang terkait
dengan hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah;
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah.

Bikameral Efektif: Model Ideal Penataan Kewenangan DPD RI Dalam Proses


Pembentukan Undang-Undang ke Depan

4
Mujib Rohmat. 2016. Kedudukan dan Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Era
Reformasi. Jurnal Pembaharuan Hukum (Unissula). Volume 3 Nomor 2 Mei - Agustus 2016.

Menata Masa Depan: Reposisi Peran DPD RI Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia | 2
Rifanda Ansari
Dalam bikameral yang efektif, semua RUU dibahas oleh DPR RI dan DPD RI
secara terpisah dan bertahap. RUU tersebut dapat diajukan baik oleh DPR RI maupun DPD
RI. Di samping itu, untuk mengimplementasikan sistem presidensial yang konsisten,
pembahasan RUU pun tidak perlu lagi dilakukan secara bersama-sama oleh legislatif dan
eksekutif seperti yang dikenal sekarang. Nantinya, DPR RI dan DPD RI membahas sendiri-
sendiri dengan kemungkinan perundingan melalui panitia bersama, dan kemudian Presiden
diberi hak untuk menyatakan penerimaan/penolakan politiknya dalam proses pengesahan.
Dengan begitu, mekanisme check and balance antara eksekutif dan legislatif, maupun di
antara kedua kamar di dalam lembaga legislatif dapat terjadi5.
Dengan konsep ini, setiap RUU yang diusulkan DPD RI harus disampaikan ke DPR
RI, begitu juga sebaliknya. Kedua lembaga ini dapat menyetujui, mengusulkan perubahan,
atau menolak setiap RUU yang diajukan masing-masing lembaga. Dalam proses
berikutnya, ada panitia bersama yang terdiri dari anggota DPR dan DPD untuk
memutuskan kesepakatan bersama tentang RUU yang dibahas.
Dalam sistem bikameral yang efektif yang dipadukan dengan sistem presidensial
yang konsisten, proses legislasi berubah secara signifikan dimana semua RUU dibahas oleh
legislatif tanpa mengikutsertakan eksekutif. Namun, eksekutif diberikan hak untuk menolak
RUU tersebut (hak veto). Penolakan Presiden atas RUU yang sudah disetujui DPR RI dan
DPD dapat dilawan atau ditolak kembali oleh DPR dan/atau DPD melalui suatu pernyataan
yang disetujui oleh minimal 2/3 anggota DPR dan/atau 2/3 anggota DPD. Oleh karena
RUU dianggap sudah disetujui secara mayoritas oleh anggota parlemen yang
merepresentasikan rakyat, RUU tersebut tetap sah dan wajib di undangkan oleh eksekutif.
Namun demikian, kepentingan yang harus diutamakan dalam konteks perwakilan daerah
adalah kepentingan daerah secara keseluruhan.
Oleh karena itu, kepentingan daerah yang diperjuangkan oleh DPD RI sudah dengan
sendirinya berkaitan pula dengan kepentingan seluruh rakyat di daerah-daerah yang
bersangkutan. Hanya saja, dalam bentuk teknisnya di lapangan, prinsip keterwakilan rakyat
melalui DPR RI memang harus dibedakan secara tegas dari pengertian keterwakilan daerah

5
John Pieris. Sistem Bikameral Efektif dan Berimbang (Solusi Penguatan Kewenangan DPD RI). Jurnal
Ketatanegaraan MPR. Volume 003. Juni 2017.

Menata Masa Depan: Reposisi Peran DPD RI Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia | 3
Rifanda Ansari
melalui DPD RI. Jika keduanya tidak dibedakan, orang tidak dapat mengetahui secara pasti
mengenai hakikat keberadaan kedua kamar perwakilan tersebut di masa depan.
Epilog: Menata DPD RI, Menata Masa Depan Kenegaraan
Idealnya, dalam hal legislasi Presiden tidak lagi diberikan wewenang pembentukan
UU. Kekuasaan membentuk UU diserahkan kepada DPR/DPD RI sebagai pemegang
kekuasaan legislatif. Jimly Asshidiqie, yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah
Konstitusi, menyatakan bahwa pembentukan DPD RI dimaksudkan untuk
menyelenggarakan proses legislasi berdasarkan sistem double check, yang memungkinkan
representasi kepentingan seluruh rakyat bisa disalurkan dengan basis sosial yang lebih
luas6.
Untuk menjamin pelaksanaan kekuasaan DPD RI sesuai dengan cita-cita negara
hukum, dan agar DPD RI dapat menjalankan perannya dengan maksimal, setidaknya ada
dua upaya konstitusional yang dapat dilakukan. Pertama, mengamendemen UUD 1945,
dan kemudian memasukkan dan menjamin peran DPD RI sebagai kamar kedua yang kuat.
Kedua, jika belum dapat mengamendemen UUD 1945, peranan DPD RI harus
dioptimalkan semaksimal mungkin sesuai ketentuan yang tercantum dalam UUD 1945.
Selain itu, rancangan peraturan perundang-undangan dibawah UUD 1945 yang akan
memperlemah dan meminimalkan peran DPD RI, sebaiknya harus dicegah sedini mungkin.
Dari sisi internal, DPD RI sendiri harus menguatkan perannya dengan menjaga dan
menjamin integritas anggota dan kelembagaannya, serta terus membangun jejaring dengan
entitas lain. Nilai kelembagaan DPD RI dapat diukur dari moralitas perannya yang
kemudian dapat memberikan pengaruh lebih luas. Moral politik yang baik tersebut perlu
selalu diupayakan, dijaga, dan ditunjukkan dengan cara konsisten mensosialisasikan
pandangan, pendapat, dan pertimbangan DPD RI ke masyarakat luas. Sejatinya, apapun
jalan yang harus ditempuh, penguatan DPD RI mutlak diperlukan agar dapat terwujudnya
lembaga perwakilan yang strong and effective bicameralism demi masa depan negara yang
lebih baik.

6
Jimly Asshiddiqie. 2012. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar
Grafika. Hlm 119

Menata Masa Depan: Reposisi Peran DPD RI Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia | 4
Rifanda Ansari
Daftar Referensi
Asshiddiqie, Jimly. 2012. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika.
ICMI. 21 Maret 2019. Jimly Kritik Peran DPD, Keberadaannya Kurang Dirasakan
Daerah. https://icmi.or.id/media/siaran-pers/jimly-kritik-peran-dpd-keberadaannya-
kurang-dirasakan-daerah. Diakses 20 September 2020.
Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2014 tentang Rekomendasi Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Masa Jabatan 2009-2014.
Manan, Bagir. 2003. DPD, DPR dan MPR dalam UUD 1945 Baru. Yogyakarta: FH UII
Press.
Marzuki, Masnur. 2008. Analisis Kontestasi Kelembagaan DPD dan Upaya
Mengefektifkan Keberadaannya. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum (UII). Volume 15
Nomor 1, Januari 2008.
Mawardi, Arsyad. 2008. Pengawasan dan Keseimbangan Antara DPR dan Presiden Dalam
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum (UII).
Volume 15 Nomor 1, Januari 2008.
Pieris, John. Sistem Bikameral Efektif dan Berimbang (Solusi Penguatan Kewenangan
DPD RI). Jurnal Ketatanegaraan MPR. Volume 003. Juni 2017.
Rohmat, Mujib. 2016. Kedudukan dan Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dalam Era Reformasi. Jurnal Pembaharuan Hukum (Unissula). Volume 3 Nomor 2,
Mei - Agustus 2016.
Wierdarini, Putu Ayu Anastasia. 2018. Tinjauan Yuridis Terhadap Pengembalian
Kewenangan Istimewa MPR Melalui Perubahan UUD 1945. Jurnal Yuridis (UPN
Veteran Jakarta). Volume 5 Nomor 1. Juni 2018.

Biodata Singkat Penulis


Penulis merupakan lulusan MA Ruhul Islam Anak Bangsa Banda Aceh. Saat ini
sedang menempuh pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Penulis
pernah menjadi ketua OSIS ketika di MA dan aktif menulis
di beberapa media online lokal/nasional. Saat ini, penulis
telah menduduki Praja Tingkat Akhir IPDN. Di IPDN,
penulis juga aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaa
IPDN.
Penulis berdomisili di Kampus IPDN Jatinangor (Jln.
Raya Bandung-Sumedang KM.20, Cibeusi, Jatinangor,

Menata Masa Depan: Reposisi Peran DPD RI Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia | 5
Rifanda Ansari
Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat), dan dapat dihubungi melalui email
rifandaanshari99@gmail.com atau nomor kotak +6281312412026.

LAMPIRAN (KARTU TANDA MAHASISWA)

Tampak Depan Tampak Belakang

Menata Masa Depan: Reposisi Peran DPD RI Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia | 6
Rifanda Ansari

Anda mungkin juga menyukai