Anda di halaman 1dari 7

MENILAI PERAN DAN KINERJA DPD

Program Studi Ilmu Pemerintahan

OLEH:
Fredrik Nofly Rondonuwu
NIM. 031421476

UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,RISET DAN TEKNOLOGI
TAHUN 2022
Abstrak

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dibentuk bertujuan untuk mewakili suara dan aspirasi dari
daerah. Dengan adanya DPD diharapkan suara dan aspirasi daerah bisa didengarkan oleh pihak
pusat. Sejauh ini peran dan kinerja DPD belum bisa dirasakan maksimal oleh beberapa
kalangan, karena terbatasnya kewenangan yang dimiliki. Banyak saran dan usul agar lembaga
ini diperkuat, tapi sayangnya sampai saat ini masih belum terealisasi. Melihat sejarah
terbentuknya hingga saat ini sudah sepantasnya DPD bertransformasi untuk mengikuti
perkembangan zaman. DPD harus diberi kewenangan yang lebih luas lagi agar mampu bekerja
sebaik mungkin untuk mewakili aspirasi daerah. Bila aspirasi daerah didengar diharapkan
hubungan pusat dan daerah menjadi harmonis dan sinergitas di antara keduanya memberikan
dampak dalam pembangunan di semua bidang kehidupan.

Pendahuluan

Proses lahirnya Dewan Perwakilan Daerah melalui proses yang tidak mudah. Namun, dalam
perkembangan sejarah ketatanegaraan kita, lembaga yang khusus membicarakan wakil daerah
sebenarnya sudah di akomodasi dalam utusan daerah ini memiliki kontribusi terhadap kinerja
MPR secara keseluruhan. Hal yang terjadi kemudian adalah agar utusan daerah tersebut tidak
lagi mencerminkan sekedar yang diangkat, namun wakil daerah yang dipilih langsung oleh
rakyat dalam pemilu. Untuk itulah, kehadiran sebuah lembaga perwakilan baru yang
mencerminkan suara daerah menjadi penting bagi politik Indonesia.

Keterwakilan daerah menjadi penting dikarenakan beberapa alasan. Pertama, agar adanya
ikatan serta keterkaitan antara penduduk di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai proses-
proses politik, termasuk di dalamnya proses keterwakilan di dalam pembuatan kebijakan.
Kedua, dalam rangka mewujudkan mekanisme checks and balances guna menghindari adanya
kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan kekuasaan antarlembaga. Ketiga, menghindari
adanya monopoli proses pembuatan undang-undang dari sebuah lembaga legislatif. Sistem
bikameral yang menempatkan DPD sebagai lembaga yang mampu mencerminkan checks and
balances dalam proses pembuatan undang-undang. (Satya Arinanto: 2006).
Kelahiran lembaga DPD tidaklah bisa dilepaskan dari arus dalam melakukan perubahan atau
amandemen konstitusi yang dilakukan antara rentang tahun 1999-2000. Empat kali perubahan
tersebut bertujuan dalam merespons berbagai dinamika perubahan yang terjadi di Indonesia
setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Kelahiran DPD tidak mungkin dipisahkan dari
konstruksi kelembagaan DPR dan keberadaannya dalam struktur MPR. Keberadaan DPD
secara konstitusi dimulai pada Sidang Tahunan 2001 di mana sebelumnya pun sudah dibahas
oleh para anggota Tim Ahli Badan Pekerja MPR yang ditugaskan secara intensif dalam
amandemen UUD 1945.

Setelah reformasi, tuntutan akan perlunya daerah diberi kesempatan berkembang dan kebijakan
yang lebih terdesentralisasi menjadikan isu keterwakilan daerah semakin memuncak. Apalagi
pada saat yang bersamaan, di dalam lembaga MPR, utusan daerah tidaklah mencerminkan
kekuatan politik yang jelas karena harus bergabung dengan kekuatan partai politik asalnya
sehingga yang menonjol adalah kepentingan partai, bukanlah kepentingan daerah. Atas dasar
pentingnya otonomi daerah, desentralisasi kebijakan serta memberi kesempatan kepada daerah
untuk lebih berkembang, gagasan perlunya sebuah lembaga perwakilan daerah tersendiri
menjadi bagian dalam pembahasan Amandemen UUD 1945. Berbagai pro dan kontra
menyelimuti pembahasan tersebut yang diakhiri adanya kesepakatan perlunya lembaga Dewan
Perwakilan Daerah yang fungsinya memberi masukan terhadap fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan pengawasan.

Pembahasan

A. Sejarah DPD
Dewan Perwakilan Daerah merupakan bentuk perwujudan lembaga perwakilan daerah
di Indonesia. Lembaga perwakilan daerah, atau biasa disebut mejelis tinggi (upper
house) secara internasional, telah ada sejak lama di Indonesia. Sebelum DPD dibentuk,
telah terdapat lembaga Senat RIS, yang mewakili 16 negara bagian RIS. Pada saat
bersamaan, di Negara Indonesia Timur, terdapat pula Senat sementara NIT yang
mewakili 13 provinsi dalam NIT. Setelah RIS dan NIT dibubarkan, Senat pun
ditiadakan, sehingga tidak ada lagi majelis tinggi/lembaga yang mempresentasikan
kepentingan daerah di Indonesia. Kemudian, pada tahun 1959, setelah diberlakukannya
dekrit presiden dan kembalinya Indonesia pada UUD 1945, Presiden Soekarno
membentuk lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang didalamnya
terdapat kelompok Utusan Daerah. Kelompok ini terdiri dari wakil-wakil provinsi yang
dipilih oleh DPRD Provinsi. Kelompok Utusan Daerah tetap bertahan hingga tahun
2004, hingga digantikan oleh DPD.

Setelah reformasi bergulir, perubahan-perubahan dasar ketatanegaraan pun


dilangsungkan. Dalam kurun waktu 1999 hingga 2002, telah terjadi empat kali
amandemen terhadap UUD 1945. Salah satu bagian yang diamandemen adalah
mengenai susunan lembaga legislatif di Indonesia. MPR yang sebelumnya bersifat
unikameral, berubah menjadi bikameral dengan keberadaan DPD. Tidak seperti Fraksi
Utusan Daerah (F-UD), DPD dipilih langsung oleh masyarakat sehingga DPD bersifat
lebih demokratis dalam mewakili aspirasi daerah dibandingkan dengan F-UD. Selain
itu, posisi ex officio di dalam DPD pun dihapuskan, sehingga anggota DPD dipilih oleh
rakyat secara keseluruhan. Yang terakhir, anggota DPD diharuskan untuk bersikap
independen dalam mewakili aspirasi daerahnya, tidak seperti F-UD yang lebih
cenderung berpihak ke suatu partai politik.

Pembahasan mengenai pembentukan DPD dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR


2001 dan pada Rapat Paripurna ke-5, hari Minggu, 4 November 2001. Pada rapat ini,
hampir seluruh fraksi dalam MPR menyetujui pembentukan DPD, terkecuali Fraksi
Persatuan Daulat Ummah (F-PDU) yang tidak memberikan tanggapan apapun
mengenai pembentukan DPD. Pembentukan DPD akhirnya disahkan pada tanggal 9
November 2001 dan menjadi bagian dari amandemen ketiga UUD 1945. Meskipun
begitu, F-UD tidak serta merta hilang F-UD tetap bertahan hingga akhir periode 1999-
2004. MPR, DPR, dan DPD dengan susunan yang baru terbentuk pada tanggal 1
Oktober 2004. Ginanjar Kartasasmita sebagai Ketua DPD yang pertama, serta Irman
Gusman dan La Ode Ida sebagai wakil ketua.

B. Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD


Fungsi DPD
Mengacu pada ketentuan Pasal 22D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD RI bahwa sebagai
lembaga legislatif DPD RI mempunyai fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran
yang dijalankan dalam kerangka fungsi representasi.
Tugas dan Wewenang
1. Pengajuan Usul Rancangan Undang-Undang, mengajukan kepada DPR
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
penggelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. Pembahasan Rancangan Undang-Undang, ikut membahas rancangan undang-


undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah.

3. Pertimbangan Atas Rancangan Undang-Undang dan Pemilihan Anggota BPK,


pertimbangan atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja
negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan
dan agama. Serta memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan
anggota BPK.

4. Pengawasan Atas Pelaksanaan Undang-Undang, pengawasan atas pelaksanaan


undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil
pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti.

5. Penyusunan Prolegnas, menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)


yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
6. Pemantauan dan Evaluasi Ranperda dan Perda, melakukan pemantauan dan
evaluasi atas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah
(Perda).

C. Peran dan Kinerja


Tak bisa dipungkiri peran dan kinerja DPD sampai saat ini belum bisa dirasakan
maksimal oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi karena terbatasnya kewenangan yang
dimiliki oleh lembaga tersebut. Dengan terbatasnya kewenangan menjadi terbatas pula
kinerjanya. Padahal dalam anggaran, DPD menghabiskan anggaran yang tidak sedikit.
Pada tahun 2018 DPD mendapatkan anggaran sebesar Rp 1 triliun lebih. Dengan
anggaran sebesar itu seharusnya kinerja DPD bisa lebih baik.

Tidak maksimalnya kinerja DPD bukan karena para anggotanya tidak memiliki
kapasitas dan kapabilitas, tapi lebih ke aturan yang tidak memberikan mereka
kewenangan yang lebih luas lagi. Dengan kewenangan yang lebih luas diharapkan
posisi DPD setara dengan DPR dalam mengusulkan, merancang, dan mensahkan
undang-undang. Banyak suara di luar sana yang ingin melihat DPD seperti itu, tapi
sayangnya beberapa usulan hanya sekedar menjadi wacana belaka. Ada juga suara yang
menyatakan lebih baik DPD dibubarkan saja karena tidak memberikan kontribusi yang
lebih pada sistem parlemen kita. Pendapat seperti itu sah-sah saja, karena jika melihat
anggaran untuk DPD dan kinerjanya tidak sebanding lurus. Bila DPD dibubarkan
anggaran itu bisa dialihkan ke hal-hal yang lebih penting dan prioritas lagi. Misal,
dialihkan ke sektor pendidikan, untuk membangun gedung sekolah yang baru,
tunjangan untuk guru honorer, bantuan buku dan komputer, dan lain-lain.

Melihat realitas di atas hanya ada dua pilihan untuk DPD, diperkuat atau dibubarkan.
Bila diperkuat DPD harus diberikan kewenangan yang luas lagi. Kewenangan yang luas
ini bisa seperti masalah yang menyangkut di bidang otonomi daerah dan hubungan
pusat daerah diberikan kepada DPD dalam membuat undang-undang tanpa melibatkan
DPR. Sedangkan DPR membahas masalah di bidang-bidang lain, sehingga tidak ada
penumpukan tugas dan pembagian tugas menjadi lebih jelas. Dengan begitu sinergi di
parlemen kita yang menganut sistem bikameral akan terlihat lebih terstruktur dan
diharapkan kinerja parlemen kita menjadi lebih baik lagi. Sehingga dibentuknya DPD
pada era reformasi tidak sia-sia, DPD bisa ikut serta membangun negara dengan
mewakili suara-suara dari daerah. Pihak daerah akan merasa suara dan aspirasinya
benar-benar didengar oleh pusat yang diimplementasikan dalam bentuk undang-
undang. Dengan begitu anggaran yang tidak sedikit untuk DPD manfaatnya bisa
dirasakan oleh rakyat.

Kesimpulan dan Saran

Dibentuknya DPD dengan kewenangan terbatas seharusnya menjadi perhatian kita semua. Bila
kita ingin melihat DPD berkontribusi lebih, kita harus merubah undang-undang yang ada agar
kewenangan DPD diperluas lagi agar kinerjanya maksimal. Undang-undang yang mengatur
tentang otonomi daerah serta hubungan pusat dan daerah bisa diberikan kepada DPD dalam
perumusan dan pengesahannya tanpa melibatkan DPR yang bertujuan untuk memberikan
kejelasan tugas, fungsi, dan wewenang antara DPD dan DPR. Opsi untuk membubarkan DPD
harus dibuang jauh-jauh, karena DPD masih sangat diperlukan untuk mewakili suara dan
aspirasi dari daerah.

Daftar Pustaka

Romli, Lili., Suryarama. 2014. Legislatif Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis


Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.

Bangsa, Ryan Puspa., Anthony Djafar. (2019, 12 Juni), Anggaran DPD Turun, Reses
Disimulasikan Hanya Terlaksana Dua Kali. Diakses pada 30 November 2020, dari
https://www.gatra.com/detail/news/421381/politic/anggaran-dpd-turun-reses-disimulasikan-
hanya-terlaksana-dua-kali

Anda mungkin juga menyukai