DPD
BIS
A
1
APA
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan ……………………………..
BAB II DPD Dalam Struktur Parlemen Indonesia …
2
B. Wacana Penguatan Versus Pembubaran… ..
D. Recall…………………………………………………………
Data Pribadi
3
BAB
4
I
Pendahuluan
HIDUP LEMAS, MATI CEMAS. Mungkin ini dapat
mengilustrasikan situasi dan deretan panjang
perdebatan soal eksistensi Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) dalam struktur
parlemen dan system ketatanegaraan Indonesia,
dengan pro kontra yang terus berulang menyertai.
5
parlemen bikameral juga memiliki pembenaran.
Kalaupun dikaitkan dengan variabel bentuk negara
terdapat keberatan, parlemen bikameral di negara
kesatuan Indonesia, tetapi juga banyak negara yang
berbentuk negara kesatuan menganut sistem
perwakilan bikameral.
Penelitian yang dilakukan oleh IDEA hasilnya
menunjukkan bahwa dari 54 negara demokratis
yang diteliti terdapat 22 negara yang menganut
sistem perwakilan unikameral, sedangkan sebanyak
32 negara memilih sistem bikameral. Banyak juga
negara dengan bentuk negara kesatuan memilih
sistem bikameral di samping juga ada yang memilih
unikameral. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa semua negara demokratis yang memiliki
wilayah luas memiliki dua majelis (bikameral)
kecuali Muzambique.
Pelemahan wewenang melalui Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
6
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan terkesan dilakukan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR) dan Lembaga Kepresidenan, dalam kadar
tertentu sering muncul di ruang-ruang diskusi yang
bertema politik.
Berdasarkan 10 karakteristik model
demokrasi baik executives-party dimension dan
federal-unitary dimension yang dikemukakan oleh
Lijphart demokrasi di Indonesia adalah consensus
model. Oleh karena itu secara teoritis selayaknya
Indonesia menganut sistem parlemen bikameral,
bahkan strong bicameralism jika Indonesia adalah
negara pure consensus model democracy.
9
dan belanja negara, pajak, pendidikan,
dan agama.
2. Fungsi Pengawasan
Pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan
agama, berdasarkan laporan yang diterima
dari BPK, aspirasi dan pengaduan
masyarakat, keterangan tertulis pemerintah,
dan temuan monitoring di lapangan. Hasil
pengawasan tersebut disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti
3. Fungsi Nominasi
Memberikan pertimbangan kepada DPR
10
dalam pemilihan anggota BPK yang
dilakukan oleh DPR.
12
produk legislasi, bahkan gagasan pembubaran
versus penguatan DPD dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia.
13
BAB DPD Dalam Struktur
II Parlemen Indonesia
15
representasi kepentingan rakyat di daerah, DPD
dapat dikatakan sebagai upaya institusionalisasi
representasi teritorial keterwakilan wilayah.
17
suatu penyelenggaraan negara di Indonesia diatur
melalui Pasal 1 ayat (3) UUD NKRI 1945 menentukan
bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum.
Dengan kata lain negara Indonesia pada dasarnya
berdiri atas prinsip kedaulatan rakyat (demokrasi)
dan prinsip negara hukum (nomokrasi). Demokrasi
dan nomokrasi seyogianya berjalan bersama dalam
penyelenggaraan Negara. Hal inilah yang kemudian
dikenal dengan istilah demokrasi konstitusional.
Demokrasi menyatakan secara tak langsung,
pemerintah yang memerintah dinyatakan melalui
mayoritas (Majority Rule). Sedangkan paham
Konstitusi menyatakan pembatasan kekuasaan dapat
menjadi kacau balau dan merusak minoritas dan
suatu Negara konstitusi tanpa demokrasi dapat
menjadi tidak bertanggung jawab atau cenderung
korup. Dengan demikian penyatuan prinsip dasar
terbesar demokrasi yang membentuk aturan
mayoritas dan konstitusi yang membatasi idealnya
berpotensi mencegah pelanggaran terhadap
minoritas.
C. Realitas Politik DPD
Proporsi untuk keanggotaan DPD tiap provinsi
18
jumlahnya sama yaitu empat orang tiap, tanpa
mempertimbangkan jumlah penduduk dan luas
wilayah. Jumlah seluruh anggota DPD adalah 128
anggota.
Dalam ranah konstitusional, posisi DPD tidak
sebanding dengan besarnya kewenangan politik
yang dimiliki DPR. Hal ini semakin menguatkan
posisi DPD justru sebagai sebagai lembaga kuasi
perwakilan politik yang hanya berperan sebagai
dewan konsultatif dalam setiap proses legislasi.
Karena itu, DPD kalah pamor dibandingkan dengan
DPR yang memiliki kewenangan lebih luas, jelas dan
powerfull. Walaupun sama-sama dipilih melalui
mekanisme demokrasi yaitu pemilu, kehadiran DPD
dalam pentas politik nasional seakan hanya sebagai
pembantu rumah tangga mengingat sentrum tarik-
menarik dalam peta politik nasional.
Posisi DPD terkesan marginal, mengingat pasal-
pasal yang melegitimasikan tugas dan kewenangan
DPD hanya sebatas memberi usul, saran dan
masukan kepada DPR baik menyangkut fungsi
legislasi, pengawasan dan anggaran. Dengan
19
demikian, adanya sistem dua kamar dalam lembaga
perwakilan politik kita, DPR dan DPD (merupakan
anggota MPR) merupakan realitas politik dalam
sistem perwakilan kepentingan kita yang plural
namun dalam aspek legalitas berbeda peran dan
fungsi.
21
seluruh ketentuan terkait undang-undang akan
berhubungan dengan DPR, baik itu proses
pembentukan undang-undang yang dibuat secara
normal, maupun memberikan persetujuan atas
Perppu yang dibentuk oleh presiden dalam keadaan
yang tidak lazim (kegentingan yang memaksa).
Makna memegang kekuasaan membentuk undang-
undang juga berimplikasi pada pemberian hak
kepada anggotanya (anggota DPR) untuk
mengajukan usul Rancangan Undang-Undang.
Hal terpenting dalam pembentukan undang-
undang adalah persetujuan. Oleh karena yang
memegang kekuasaan pembentukan undang-undang
adalah DPR maka keputusan persetujuan pun ada
pada DPR. Hanya untuk mewujudkan prinsip checks
and balances antar-kekuasaan negara dalam rangka
menghindari kesewenang-wenangan, maka Presiden
diberikan kewenangan juga untuk melakukan
persetujuan bersama-sama dengan DPR. Landasan
konstitusional tersebut menentukan bahwa setiap
rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.
22
Kemudian yang menjadi pertanyaan dimanakah
letak kewenangan DPD, jika landasan konstitusional
menentukan bahwa yang memiliki wewenang untuk
membuat persetujuan RUU menjadi undang-undang
hanyalah DPR dan Presiden? Terkait dengan proses
pembentukan undang-undang, DPD dapat
mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Menurut
Mahkamah :
kata “dapat” dalam Pasal 22D ayat (1) UUD 1945
tersebut merupakan pilihan subjektif DPD “untuk
mengajukan” atau “tidak mengajukan” RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan
23
keuangan pusat dan daerah sesuai dengan pilihan
dan kepentingan DPD.
Kata “dapat” tersebut bisa dimaknai juga sebagai
sebuah hak dan/atau kewenangan, sehingga
analog atau sama dengan hak dan/atau
kewenangan konstitusional Presiden dalam Pasal
5 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, “Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Dengan
demikian, DPD mempunyai posisi dan kedudukan
yang sama dengan DPR dan Presiden dalam hal
mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
Kemudian dalam proses pembentukan undang-
undang, DPD juga diberikan kewenangan
membahas undang-undang tertentu dan
memberikan pertimbangan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan
agama. Jadi, terkait persetujuan RUU menjadi
24
undang-undang, DPD tidak memiliki kewenangan
tersebut. Ada beberapa pro-kontra terkait frasa
“membahas” dalam kewenangan DPD. Beberapa
kalangan berpendapat bahwa DPD memiliki
kewenangan untuk memberikan persetujuan karena
akhir dari pembahasan adalah memberikan
persetujuan atas RUU, atau dengan kata lain
persetujuan masih masuk dalam substansi materi
pembahasan. Sebagaimana dikemukakan Yuliandri
bahwa:
Oleh sebab itu, hak DPD untuk membahas
Rancangan Undang-Undang tidak dapat dibatasi
hanya untuk tahapan tertentu saja. Seperti
hanya terlibat dalam pembahasan tingkat I saja.
Melainkan semua tahapan pembahasan sampai
proses persetujuan (pengambilan keputusan),
DPD mesti terlibat. Sebab, persetujuan atas
sebuah Rancangan Undang-Undang merupakan
bagian tidak terpisah dari tahap pembahasan.
Persetujuan merupakan akhir dari sebuah
proses pembahasan.
25
DPD berakhir sebelum diambil persetujuan
bersama antara DPR dan Presiden. Pembahasan
rancangan undang-undang yang diajukan DPD
kiranya juga menjadi bahan pertimbangan dalam
penentuan pengambilan persetujuan
bersama.
26
hanya DPR dan Presidenlah yang memiliki hak
memberi persetujuan atas semua RUU.
Kewenangan DPD yang demikian, sejalan dengan
kehendak awal (original intent) pada saat
pembahasan pembentukan DPD pada Perubahan
Ketiga UUD 1945 yang berlangsung sejak tahun
2000 sampai tahun 2001. Semula, terdapat usulan
bahwa kewenangan DPD termasuk memberi
persetujuan terhadap RUU untuk menjadi Undang-
Undang, tetapi usulan tersebut ditolak.
Pemahaman yang demikian sejalan dengan
penafsiran sistematis atas Pasal 22D ayat (2) UUD
1945 dikaitkan dengan Pasal 20 ayat (2) UUD
1945.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kewenangan
DPD terkait proses pembentukan undang-undang
berdasarkan Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD
1945 dan tafsiram Putusan MK melalui Putusan MK
No. 92/PUU-X/2012 dan Putusan MK Nomor
79/PUU-XII/2014 adalah:
1. Mengajukan kepada DPR Rancangan Undang
Undang (bukan usul RUU) yang berkaitan
dengan:
a. Otonomi daerah
b. Hubungan pusat dan daerah
27
c. Pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah
d. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya
e. Serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah
2. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan:
a. Otonomi daerah
b. Hubungan pusat dan daerah
c. Pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah
d. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya
e. Perimbangan keuangan pusat dan daerah
3. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas
RUU terkait
a. Pajak
b. Pendidikan
c. Agama
28
di dunia, yaitu:
1. Representasi politik (political representation)
2. Representasi territorial (territorial
representation)
3. Representasi fungsional (functional
representation)
Perwakilan politik dianggap tidak sempurna
jika tidak dilengkapi dengan sistem “double-check”
sehingga aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat
benar-benar dapat disalurkan dengan baik. Karena
itu diciptakan pula adanya mekanisme perwakilan
daerah (regional representation) atau Representasi
territorial (territorial representation).
30
batas dapat menjadi kesewenang-wenangan.
Kehadiran DPD sebagai lembaga legislatif
bukanlah proses politik hukum yang mudah.
Mengubah paradigma utusan daerah tanpa melalui
pemilihan umum kemudian berubah menjadi
Dewan Perwakilan Daerah yang anggotanya dipilih
melalui pemilihan umum menjadi jawaban sehingga
DPD memiliki kedudukan yang seimbang dengan
DPR. Gagasan pembentukan DPD adalah untuk
merekonstruksi kembali struktur
parlemen menjadi bicameral.
Dengan kondisi struktur parlemen yang soft
bicameralism, maka marwah DPD akan selalu
dipandang sebagai auxiliary terhadap DPR, hal ini
berarti bahwa DPD pun tidak sejalan dengan
gagasan awal pembentukannya.
B. Wacana Penguatan Versus Pembubaran
31
of law dan legal-cultur. Struktur, berkaitan dengan
legalitas organ DPD dibanding MPR dan DPR.
Substansi, berhubungan dengan tugas dan fungsi
yang diemban. Kultur, sejauh mana representasi dan
akseptabilitas publik terhadap DPD.
34
Jika hadirnya DPD dengan kewenangan
terbatasnya, negara masih belum dapat
memaksimalkan potensi daerah, baik terkait
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran dan belanja
negara, pajak, pendidikan, dan agama apalagi jika
DPD dihilangkan dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Bahkan menurut Siti Zuhro,
pembangkangan Pemerintah Daerah terhadap
Pemerintah nasional tidak perlu terjadi bila
Indonesia mampu memaksimalkan institusi
demokrasi seperti DPD, baik dalam posisinya
sebagai bridging maupun dalam sebagai perwakilan
daerah. Masalahnya pola hubungan antara
pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sejauh ini
belum terformat. Adalah jelas bahwa negara
kesatuan dan prinsip otonomi daerah tak perlu
dibenturkan. Jadi dapat dikatakan bahwa kebutuhan
akan DPD sangatlah diperlukan dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang begitu kompleks.
C. Sinergitas DPD dalam Sistem Ketatanegaraan
35
Indonesia
Sejatinya, tujuan politik dan hukum adalah
sama, yakni “mewujudkan kedamaian dalam hidup
bersama”. Perbedaan dasar antara politik dan
hukum adalah sifat dari keduanya, politik
merupakan proses mencapai tujuan, sementara
hukum merupakan produk akhir dari proses
tersebut. Dengan kata lain, semua urusan politik
terarah untuk menghasilkan hukum positif. UUD
1945 merupakan hasil dari proses politik hukum,
yang mana dalam praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara harus dijadikan pedoman dari segala
bentuk peraturan perundang-undangan.
36
Jika keputusan DPD menjadi jawaban untuk
menyempurnakan struktur parlemen dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, maka wewenang
Parlemen harus ditingkatkan kualitasnya. Benar
bahwa dalam perkembangannya, konsep bikameral
banyak diterapkan di negara-negara federal, namun
begitu besar dan kompleksnya kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan kedaulatan rakyat
sebagai landasan konstitusionalnya, maka
kebutuhan akan kamar kedua menjadi fundamental
untuk mewujudkan prinsip “semua harus terwakili”.
BAB 38
IV
Format Baru DPD
A. Kilas Balik
40
representasi socio-cultural sekaligus heritage
bangsa yang patut diakomodir.
B. Demokrasi Deliberatif
Demokrasi kontemporer di Indonesia sedang
terjun bebas ke titik terendah, semakin
terperangkap dalam konflik kepentingan (conflict of
interest) yang bersifat pribadi, perilaku politik yang
lebih mengutamakan pencitraan daripada substansi,
debat kusir di ruang publik dan pertarungan
kekuasaan demi ambisi dan keuntungan pribadi dan
kelompok.
Realitas politik kita hari ini penuh dengan
kepura-puraan. Implementasi demokrasi dimaknai
hanya dalam bentuk kebebasan mendirikan partai
politik, hanya urusan pilih-memilih dalam Pemilu
lima tahunan.
43
Akibatnya, jika yang terpilih mengecewakan,
pemilih tidak memiliki ruang untuk melakukan
recall. Padahal suara rakyat terbukti diabaikan
bahkan dikhianati. Padahal demokrasi dalam
berbagai kajian teoritis, berdasarkan pada sejarah
kemunculannya, didefinisikan sebagai pemerintahan
yang mengutamakan rakyat. Jadi, sebenarnya dalam
demokrasi terlihat jelas bagaimana keterlibatan
masyarakat secara total. Hanya saja realitas politik
yang muncul ke permukaan justru sebaliknya,
sehingga timbul pertanyaan apakah demokrasi yang
diagung-agungkan selama ini, bahkan cenderung
menjadi “agama” baru adalah demokrasi semu
(pseudo democracy) karena pada hakikatnya yang
menentukan kebijakan cuma para elit? Dimana
peran rakyat?
Di tengah situasi seperti itu, menyeruak teori
demokrasi deliberatif sebagai salah satu cara untuk
melengkapi, atau bahkan menyempurnakan praktek
44
demokrasi liberal (demokrasi representatif) di
Indonesia pasca reformasi. Dengan menggunakan
perspektif demokrasi deliberatif yang dipopulerkan
Jurgen Habermas seorang ilmuwan sosial kritis
madzab Frankfurt, setidaknya teori demokrasi
deliberatif mampu memberikan kontribusi terhadap
ide dan praktek demokrasi liberal yang sedang
dijalankan di Indonesia, khususnya pasca Reformasi
1998.
Dalam demokrasi deliberatif, kebijakan-kebijakan
penting (perundang-undangan) dipengaruhi oleh
diskursus-diskursus “liar” yang terjadi dalam
masyarakat Di samping kekuasaan administratif
(negara) dan kekuasaan ekonomis (kapital)
terbentuk suatu kekuasaan komunikatif melalui
jejaring komunikasi publik masyarakat sipil agar
partisipasi masyarakat dalam membentuk aspirasi
dapat dihargai secara setara.
Model demokrasi deliberatif memberikan arti
45
penting pada proses atau prosedur pengambilan
keputusan yang menekankan musyawarah dan
penggalian masalah melalui dialog ataupun sharing
ide di antara para pihak dan warga negara.
Keterlibatan warga merupakan inti dari demokrasi
deliberatif, berbeda dengan ide dasar paham
demokrasi perwakilan yang lebih menekankan
keterwakilan.
47
representasi kemajemukan vertikal dan horisontal.
Mereka dipilih di tingkat lokal guna
mengartikulasikan kepentingan daerah yang tak
tersentuh oleh perwakilan rakyat (partai politik). Jadi,
DPD secara faktual bukan saja mewakili ruang, juga
minoritas kultural dalam masyarakat.
Jika merujuk pada praktek di Amerika dan Inggris,
kongres (MPR) terdiri dari senat yang mewakili
negara bagian dan majelis rendah (house of
representative) yang mewakili rakyat pada umumnya.
Bila disepadankan, senat diasumsikan DPD, majelis
rendah DPR. Keduanya dipilih lewat parlemen tingkat
lokal.
48
mutu keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga ini
akan semakin berkualitas.
50
anggota DPD tidak dibangun dalam institusi partai
yang memiliki jaringan, identitas politik, ideologi dan
pengakaran yang mendalam dalam masyarakat.
51
1. Kapabilitas
2. Integritas
52
dengan baik. Artinya, jika tidak berintegritas
tinggi, sangat terbuka kesempatan untuk makan
“gaji buta” absensi kehadiran cukup diwakili staf.
3. Peduli
54
Harus ditata ulang secara komprehensi aturan
dan mekanisme untuk menduduki jabatan publik,
termasuk lembaga DPD. Sebelum memberikan
penguatan terhadap fungsi dan kewenangan DPD,
“aturan main” seputar mekanisme pemilihan atau
pemberhentian anggota DPD adalah sesuatu yang
mendesak. Karena pada akhirnya yang menentukan
baik tidaknya sebuah kewenangan akan sangat
ditentukan oleh siapa pemegang kewenangan
tersebut.
55
1. Tidak diperbolehkan anggota partai menjadi
calon DPD, seorang anggota partai seharusnya
mencalonkan diri ke DPR-RI.
2. Syarat untuk menjadi anggota DPD, tidak hanya
bersifat administratif tetapi harus terdapat
syarat substantif seperti, pengetahuan dan
pengalaman empirik. Seorang calon mempublis
pengetahuannya soal tugas, fungsi dan
kewenangan DPD, serta program kerjanya.
3. Harus ada mekanisme recall. Selama ini hanya
anggota DPR yang bisa direcall sementara
anggota DPD tidak. Jika yang berhak merecall
anggota DPR adalah parpol karena ia dicalonkan
melalui parpol, maka ke depan perlu
dikembangkan mekanisme recall anggota DPD
oleh masyarakat dimana ia berasal (dapil).
Harapannya, adanya recall ini akan menjadi
system control dari masyarakat agar seluruh
anggota DPD tetap berada dalam garis
konstitusional. Juga diharapkan muncul
hubungan emosional-ideologis.
56
Membangun sebuah sistem guna menutup
potensi munculnya hal-hal yang dapat merusak
marwah lembaga ini sangat penting dilakukan.
Rakyat sebagai pemilih juga harus disiapkan ruang
dan mekanisme untuk melakukan kontrol kinerja
pemimpin. sesuai dengan aturan dan tata tertib
yang berlaku, baik itu para proses
pengangkatannya atau pada proses turunnya dari
masa jabatan tersebut. Sekalipun, dalam proses
turunnya dari
masa jabatan dilakukan dengan pencopotan, karena
dinilai kurang amanah dalam memimpin, tetap
harus melalui aturan dan tata tertib yang berlaku.
Dalam konteks demikian, Imaroh
mengusulkan adanya sekelompok orang atau
lembaga yang terdiri dari orang-orang yang
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk menilai
hal-hal tersebut serta memberikan teguran,
peringatan dan nasehat kepada kepala negara. Tugas
dari lembaga ini adalah menilai
57
BAB
V DPD Bisa Apa
61
d. Pemerintah daerah kabupaten/kota.
e. Pemerintah Provinsi.
f. Organisasi kemasyarakatan.
g. Organisasi keagamaan.
62
Berdasarkan kondisi tersebut, yang diperlukan
anggota DPD bukan sekadar domisili di provinsi
terkait, tetapi harus punya organ dan perangkat
yang dapat menggerakan proses penyerapan
aspirasi. Singkatnya, anggota DPD bukan sekadar
memiliki kantor yang beroperasi di daerah,
melainkan menyesuaikan diri dengan
perkembangan digital yang memberi ruang dengan
berbagai macam model platform media sosial untuk
menyerap aspirasi dengan cepat dan murah.
Selanjutnya mengolah, mengkomunikasikan, dan
mensistemasisasi, serta menyiapkannya sebagai
bahan dan rumusan kebijakan yang akan disalurkan
dan diperjuangkan oleh anggota DPD di pusat.
Hanya dengan perangkat tersebut anggota DPD
dapat menjalankan fungsi menyalurkan aspirasi
daerah secara maksimal tanpa meninggalkan tugas
menyerap aspirasi daerah itu sendiri.
B. Metode Kampanye
63
Kalau mau jujur dan harus percaya pada
demokrasi, sebenarnya saya lebih setuju dengan
demokrasi seperti yang dirumuskan sebelum
kemerdekaan oleh orang-orang cerdas para
pendiri republik ini : tokoh sekelas :
Cokroaminoto, Soekarno, Syahrir, Hatta, Supomo,
Tan Malaka dll, Dalam negara yang rakyatnya tidak
terdidik merata, kenapa status suaranya harus
sama ? Akibatnya, pemilu harus melibatkan semua
warga negara.
66
Memang, inisiatif itu harus datang dari peserta
(kandidat) karena gagasan harus dimiliki oleh
seseorang yang percaya diri menawarkan diri
untuk menjadi perwakilan.
C. Pakta Integritas
68
Ruang publik yang dapat menunjukkan diskursus
antara konstituen dan wakilnya yang berujung
pada kebijakan publik yang benar-benar berpihak
pada kepentingan publik. Ruang public untuk
memanggilnya pulang Ketika mengecewakan
pemilih, dan saya mau memulainya dengan
membuat dan mempublis Pakta Integritas yang
dapat dijadikan alat tagih di platform sosial media,
dan saya masih memiliki sisa-sisa rasa malu dan
rasa takut untuk dipermalukan.
PAKTA INTEGRITAS
71
Nama : Muhaimin Faisal
Umur : 47 Tahun
Jabatan : Calon AnggotaDPD-RI Periode
2024-2029
MUHAIMIN FAISAL
DATA PRIBADI
72
Nama : Muhaimin Faisal
Tpt, Tgl Lahir : Majene, 17 Februari 1976
Alamat : Jalan Andi DAI No.55 Mamuju
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Orang Tua : Faisal Gani (alm) & Nahariah (Almh)
Isteri : Erna Zaenab
Anak : Zabran Paingarang
PENDIDIKAN
74
Sinopsis
75