ABSTRAK
Dewan Pewakilan Daerah (DPD) adalah salah satu lembaga perwakilan di Indonesia. Untuk
menjadi anggota DPD di pilih melalui pemilihan umum sesuai ketentuan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Proses pemilihan anggota DPD yang sudah
memiliki regulasi yang kuat berbanding terbalik dengan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai lembaga perwakilan pada kekuasaan legislatif di Indonesia. Dewasa ini, untuk
mengoptimalkan tugas dan fungsi DPD diperlukan kajian tentang fungsi pertimbangan dan
fungsi pengawasan DPD yang diatur oleh UUD NRI Tahun 1945, Sudut pandang penelitian
ini akan berbeda dengan penelitan lain yang telah mengkaji tentang DPD mengenai fungsi
legislasi, karena pada prinsipnya kedua fungsi DPD tentang pertimbangan dan pengawasan
yang saat ini perlu optimalisasi, agar kewenangan DPD dapat dimaksimalkan secara
komprehensif kembali. Penelitian yang akan dilaksanakan melalui pendekatan normatif
pembentukan lembaga DPD akan diperkuat dengan pendapat para ahli melalui wawancara,
sehingga ketika dipadu padankan hasil yang di dapat akan memberikan gambaran lembaga
DPD secara utuh. Penulis berharap hasil penelitian mengenai optimalisasi fungsi
pertimbangan dan pengawasan DPD ini akan menjadi hasil yang bermanfaat untuk
memperkaya literatur tentang DPD. Dikarenakan prinsipnya hasil dari penelitian ini akan
di publikasikan kepada Jurnal ilmiah baik yang belum terakreditasi maupun yang sudah
terakreditasi di tingkat nasional.
PENDAHULUAN
Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya ditulis UUD NRI 1945) mempunyai tujuan yang mendasar, bahwa perubahan
kesepakatan hukum negara (konstitusi) dirubah untuk mewujudkan negara yang lebih
demokratis. Motivasi perubahan yang dilaksanakan pasca reformasi tersebut menegaskan
bahwa hukum berdiri diatas segalanyanya, tingkah laku dan tindak tanduk masyarakat
maupun pemerintah berdasarkan hukum adalah perihal yang paling utama (Supremasi
Hukum).
Aspek hukum dalam supremasi hukum memiliki arti yang sangat luas, anatomi
supremasi hukum mempunyai cita-cita jauh dari kekuasaan yang otoriter, intisasri
40
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
1 Dahnial Khumarga, “Menuju Cita Supremasi Hukum,” Law Review 2, no. 3 (2003).
2 Ginandjar Kartasasmita, “Dewan Perwakilan Daerah Dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia,”
Jurnal Majelis 1, no. 1 (2009): 67–84.
3 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem
Rakyat (DPR) dan DPD. DPD yang dimana anggotanya berasal dari berbagai daerah atau
provinsi tercipta sebagai lembaga perwakilan memiliki kedudukan yang sama dengan
lembaga seniornya yang terlebih dahulu tercipta sebagai lembaga perwakilan dan di usung
dari partai politik yaitu DPR.4
Secara tekstual fungsi DPD sebagai lembaga perwakilan berdiri diatas dua buah
fungsi operasional. Fungsi pertama mengenai kewenangan membentuk perundang-
undangan (Legislation Function), artinya DPD dapat mengajukan dan membahas serta
mengikuti pembahasan rangkaian pembentukan rancangan undang-undang mengenai
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Dalam konteks lain fungsi kedua DPD dapat melaksanakan fungsi pengawasanya atas
semua perihal undang-undang yang berkaitan mengenai otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah serta APBN, pajak, pendidikan dan agama. Atas dasar kedua
fungsi yang dijalankan tersebut DPD dapat memberikan atau menyampaikan
pertimbangannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti, apakah setiap pengajuan dan
pembahasan undang-undanag serta setelah melaksanakan pengawasan oleh DPD yang
menjadi wilayah kewenagannya dapat menjadi suatu kebijakan yang dapat di putuskan oleh
kekuasaan di bidang legislatif.
Aspek utama yang dapat dicitrakan bahwa DPD saat ini sebagai lembaga perwakilan
adalah berfungsi secara konkrit mengenai tugas pengawasan DPD tentang pelaksanaan
undang-undang yang menjadi Pertimbangan DPD yang dapat diterima oleh DPR. Tujuan
pembentukan DPD secara fiosofis lebih di dorong oleh kepentingan mewarnai kebijakan
pemerintah nasional dengan memberikan ruang baru bagi kepentingan masyarakat daerah,
kenyataan kebutuhan didaerah sangat majemuk jika dilihat dari konteks beragamnya
budaya yang ada di daerah. Fungsi DPD mengajukan RUU tentang otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah
4 Ibid.
42
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
PERMASALAHAN
Atas dasar urgensi fungsi DPD yang sangat besar bagi sistem ketatanegaraan di
Indonesia maka kiranya perlu bagaimana mengoptimalisasikan dalam melaksanakan fungsi
DPD sebagai lembaga perwakilan yang mana posisi atau kedudukan hierarki lembaga
bahwa DPD berada pada jajaran pemerintahan pusat, dan fungsi tersebut jika adanya
perubahan atau inovasi baru terhadap pembaharuan lembaga DPD, namun tetap tidak
kelular dari koridor konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
METODE PENELITIAN
Penelitian dan tulisan ini dibuat dan disusun dengan menggunakan metode
penelitian normatif yuridis yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan.5 Tipologi penelitian ini bersifat deskriptif-naratif,6
dengan menekankan pada penggunaan data sekunder7 yang diperoleh melalui studi
pustaka. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kualitatif. 8 Selain itu,
penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang yang dilakukan dengan menelaah
beberapa peraturan perundang-undangan dan regulasi lainnya yang bersangkutan dengan
tema penelitian.
5Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Cet. 1, (Jakarta: Badan Penebit FHUI,
deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya.
7Mamudji, op.cit., hlm. 28: Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan.
8Mamudji, op.cit., hlm. 32: dengan menggunakan metode kualitatif seorang peneliti bertujuan untuk
PEMBAHASAN
Perpektif Politik, Hukum serta Kewenangan dan Peranan DPD
Kewenangan dan perana DPD ditunjukkan dalam eksekusi fungsi dan tugas, yaitu:
legislasi, pengawasan dan fungsi nominasi. Tugas dan fungsi itu mengaitkan langsung dan
tidak langsung dengan tata pemerintahan. Seperti dikatakan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan dan negara di negara hukum terutama dalam sistem kontinental harus
berdasarkan prinsip azas legalitas. Artinya setiap keputusan tndakan negara harus
mendapat persetujuan parlemen. Kedudukan dan fungsi DPD harus memenuhi azass
legalitas. Namun bagaimana pemenuhan azas legitimitas fungsi dan peranan DPD, artinya
sedalam apa kehadiran DPD berikut tugas dan fungsinya dimengerti dan hasil
pelaksanaannya dirasakan manfaatnya oleh rakyat dan masyarakat daerah di Indonesia.
Menurut Prajudi Atmosudirjo, kewenagan menjalankan pemerintahan dalam
konteks berbangsa dan bernegara yang bertumpu pada keadilan harus memenuhi syarat,
Efektif, legitimate, yuridis, legal, menghormati dan menjunjung tinggi nilai moral dan etik
dalam menjalankan tugas dan fungsi, mendasarkan teknik dan teknologi untuk
mengembangkan dan menjaga mutu
Wewenang untuk menjalankan pemerintahan memiliki dimensi politik dan hukum.
Wewenang bukan hanya berdimensi politik yang menunjukkan hak unutk berbuat atau
tidak berbuat, tapi wewenang harus berdimensi hukum yang menunjukkan hak untuk
memenuhi tugas dan kewajiban. Wewenang yang dijalankan pemerintah adalah proses dan
bentuk memperjuangkan hak dan kewajiban bagi pemberi layanan (pemerintah) dan untuk
yang dilayani yaitu rakyat dan masyarakat.
Kedua hal itu harus dalam kondisi dan dijalankan secara seimbang, proporsional
agar kewenangan dapat dijalankan berkelanjutan dan menghasilkan produk yang optimal
kewenangan lembaga original legislator seperti Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR)
Dewan Perwakilan rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan lembaga
delegated legislator seperti eksekutif yakni Presiden berserta Jajaran kabinetnya serta
lembaga lembaga yang berada di bawahnya, artinya dalam melaksanakan fungsi
kelembagaan harus dijamin memiliki komunikasi social politik dan berlangsung efektif.
Dengan begitu kewenangan dapat dijalankan secara efektif dan menghasilkan
produk yang optimal. DPD dalam hal ini juga harus menjalankan kewenagan seiring tugas
dan fungsinya secara proporsional dan menguatkan fungsi check and abalances hubungan
interaksi kelembagaan tersebut. Keadaan yang tidak cukup baik dalam wilayah politik dan
44
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
hukum menyangkut kewenangan DPD menurut tugas dan fungsinya; legilasi, pengawasan
nominasi, dan isu serta permasalahan yang timbul, misalnya pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah dalam berbagai aspek telah menggambarkan kondisi dimana DPD belum
berfungsi optimal, baik dan benar.
Solusi yang baik dan benar sampai saat ini belum dapat dilakukan efektif menjangkau
kepentingan rakyat dan masyarakat. Berbagai problem pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah mendorong lebih aktif dan pro aktif melakukan dan mewujudkan
kewenangan dan peranannya fenomena politik dan hukum menganai pemilihan umum
kepala daerah juga memiliki kondisi pro dan kontra, bahwa hubungan pemerintah dan
pusat artinya belum sepenuhnya efektif, komunikasi social politik masih mengalami
distorsi, sehingga pesan kebijakan pusat kerap tidak direspon baik oleh pemerintah daerah;
dan aspirasi daerah dalam berbagai bidang pembangunan belum diakomodasi secara
proporsional dan efektif oleh pemerintah pusat.
Keadaan ini menyebabkan pelaksanaan pembangunan di daerah dan hasil
pelaksanaannya tidak terdistribusi dengan abik, sehingga kesenjangan sosial ekonomi
daerah antar daerah masih terasa. Maka desentralisasi dan otonomi daerah yang
diharapkan mendekatkan dan melancarkan pelayanan publik dan mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat daerah tidak tercapai secara optimal. Dewan
Perwakilan Daerah mesti meresponnya dengan langkah yang berencana mendasarkan
kebijakan dan program yang pro rakyat dan masyarakat untuk menemukan solusi.
Penyerapan anggaran untuk pelaksanaan pembangunan di daerah sangat lambat,
karena pejabatnya khawatir dan takut menyalahi ketentuan peraturan perundang-
undangan dan berujung terkena sanksi hukum. Hal ini sebagai perbuatan untuk
menjalankan tugas dan fungsi yang mengabbaikan kewenangan untuk pelayanan rakyat.
Fenomena ini berlangsung sampai saat ini, DPD sepertinya belum cukup merespon keadaan
yang sudah seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawabnya fungsi pengawasan
khususnya pengawasan terhadap pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah belum
nampak dijalankan, dikalangan masyarakat umum terlihat DPD sangat kurang netral dalam
politik.
Dewan Perwakilan Daerah yang berhaluan politik kebangsaan dalam praktek
cenderung bias kepentingan kepada politik kekuasaan, misalnya; terbelahnya DPD dalam
dua kubu sikap dan tindakan DPD terbaca memihak pada satu kubu. Sehingga peranan DPD
bias akan kepentingan yang mengarah pada keuntungan bagi lembaga DPD sendiri. Hal ini
45
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
menjadi salah satu faktior yang kurang positif bagi aktualisasi peran DPD. Misalnya,
dukungan terhadap usulan dana aspirasi DPR pada pemerintah.
Kewenangan DPD dalam pelaksanaannya tugas dan fungsi tereduksi oleh
keberpihakan perlu ditinjau kembali, karena dapatmenguatkan dugaan tentang adanya
sebuah kekurangan atau adanya kelemahana pada aspek legitimasi DPD dan azas yuridis
lembaga negara berdasarkan persyaratan standart kewenagan DPD yang memperjuangkan
terwujudnya keadilan sosial.
46
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
dengan hal-hal kedaerahan, sedangkan DPR melaksanakan fungsi legislasi dengan materi
dalam skop nasional. Fungsi pengawasan DPD harus diberikan secara sempurna yakni tidak
bersifat persuasif melainkan imperatif. Demikian juga hasil pengawasan tidak perlu
dilaporkan kepada DPR melainkan harus ditindaklanjuti sendiri. DPD juga berwenang ikut
dalam membahas RAPBN dalam rangka memperjuangkan kepentingan daerah.
Untuk dapat melaksanakan fungsi pengawasan, maka DPD sebagai badan
perwakilan diberikan hak-hak tertentu, seperti hak-hak yang diberikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Hak-hak DPD dalam rangka pengawasan mengikuti hak-hak badan
perwakilan pada umumnya, yakni :
1. Hak mengajukan pertanyaan, yaitu hak badan perwakilan rakyat untuk mengajukan
pertanyaan kepada pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan. Pertanyaan dapat dilakukan secara lisan dan juga bisa
dilakukan secara tertulis.
2. Hak meminta keterangan, hak ini disebut juga hak interpelasi, sebagai bentuk
pengendalian terhadap jalannya pemerintahan, hak interpelasi mempunyai bobot
pengaruh yang lebih efektif daripada pertanyaan biasa. Dalam tanya jawab interpelasi
terdapat perdebatan yang bersifat kritis dan terbuka.
3. Hak angket, adalah hak penyelidikan yang dilakukan oleh badan perwakilan rakyat untuk
memperoleh pandangan mengenai suatu hal untuk memperoleh keterangan tentang
suatu penyelewengan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk penyimpangan
dalam bidang keuangan.
4. Hak mengajukan pernyataan pendapat, merupakan resultante dari pelaksanaan hak
bertanya, hak interpelasi, dan hak angket. Biasanya badan perwakilan dalam melakukan
fungsi pengawasan menemukan adanya penyimpangan, maka yang pertama dilakukan
adalah mengajukan pertanyaan kepada pemerintah. Apabila jawaban atas pertanyaan
tersebut tidak/kurang memuaskan dari pemerintah, maka dilanjutkan dengan hak untuk
meminta keterangan dari pemerintah. Jika, dari pelaksanaan hak meminta keterangan
ini menimbulkan kecurigaan, maka badan perwakilan dapat menggunakan haknya untuk
mengadakan penyelidikan secara tuntas terhadap hal-hal yang masih dinilai tidak beres
dan yang menimbulkan kecurigaan itu. Hasil dari penyelidikan ini, kemudian melahirkan
hak badan perwakilan mengajukan pernyataan pendapat kepada pemerintah.
47
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
Berkaitan dengan itu, pengaturan dalam Pasal 22 D ayat (3) Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang MD3 perlu dilakukan
perubahan seperti berikut ini
“Dewan Perwakilan Daerah melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama
serta menindaklanjuti sendiri hasil pengawasannya”.
Selanjutnya, perlu ditambahkan satu ayat baru mengenai hak-hak DPD dalam
rangka pengawasan, yang rumusannya sebagai berikut:
“Dalam melaksanakan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Daerah
mempunyai hak mengajukan pertanyaan, hak meminta keterangan, hak
angket, dan hak mengajukan pernyataan pendapat”.
Pengaturan seperti tersebut, akan memperkuat kedudukan DPD dalam rangka
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian, harapan akan adanya
checks and balances di antara lembaga perwakilan dapat terwujud.
48
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
49
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
50
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
51
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
aktif memperhatikan kepentingan dan aspirasi rakyat dan masyarakat demi terwujudnya
kehidupan, kesejahteraan sosial yang makin baik dan berkualitas.
Semua aktivitas DPD dalam melaksanakan kewenangan dan peranan adalah
gambaran realitas hukum atau realitas peraturan di Indonesia yang tidak mesti sesuai
dengan harapan. Di masyarakat, peraturan perundang undangan (rule of law) memiliki
sifat yang relative, karena kondisi normatifnya sangat dipengaruhi oleh pengetahuan,
kesadaran, sikap dan respon masyarakat itu terhadap program kegiatan yang dibalut, dan
dipedomani dengan ketentuan aturan hukum. Kewenangan DPD secara yuridis dan politik
idealnya berlangsung sinergis, kedudukan dan peranan DPD adalah legalistik konstitutional
dalam UUD 1945, dan secara politis memiliki kekuasaan untuk dijalankan menurut tugas,
peranan dan fungsi yang diemban untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara kongkrit dinyatakan bahwa kewenangan DPD diwujudkan menurut peranan
langsung dan proporsional sesuai ketentuan fungsi legal, misalnya desentralisasi dan
otonomi daerah dan sebagainya. Oleh karena itu semua yang sesuai dengan kapasitas fungsi
politik dengan menjalankan peranan secara baik dan benar, sehingga pencapaian tujuannya
efektif. Namun jika hasil pelaksanaan fungsi dan peranan DPD itu harus bermuara ke DPR,
dan fungsi itu tidak didukung secara proporsional dengan fasilitas yang dibutuhkan, maka
DPD tida dapat menjalankan fungsinya secara menyeluruh.
Sosok anggota DPD dipilih dalam pemilu, bersamaan dengan pemilihan anggota
legislatif. Setiap provinsi dipilih satu orang dari calon yang maju oleh para pemilih di
provinsi yang bersangkutan. Dari pelaksanaan yang telah berjalan tercatat bahwa calon
anggota DPD cenderung tidak begitu diketahui atau dikenal oleh masyarakat umum sebagai
konstituen atau pemilih di daerahnya masing-masing. Sedang calon anggota dari daerah
pemilihan sendiri adalah sosok elite sosial politik yang juga kurang dikenal rekam jejak dan
karakteristik sosial dari sosok perorangannya.
Calon yang terpilih adalah sosok anggota DPD yang mewakili daerahnya, sosok
anggota DPD tidak mesti dapat mewakili kepentingan dan aspirasi masyarakat setempat.
Meraka warga masyarakat daerah yang dinilai masyarakat sebagai perwakilan yang mampu
mengartikulasikan kepentingan dan aspirasi, dan mampu mengakomodasi masyarakat yang
tidak muncul dalam bursa pemilihan.
Proses pemilihan itu belum menjamin terakomodasi dan terealisasinya aspirasi
kepentingan masyarakat. Kedudukan DPD berada di pusat pemerintahan tidak mempunyai
organ struktural di daerah, sementara kepentingan dan aspirasi masyarakatnya yang harus
52
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
diakomodasi kepentingan dan aspirasinya tinggal dan hidup di daerah maka dimungkinkan
terjadi kondisi diproporsional akomodasi dan pelayanan terhadap kepentingan dan aspirasi
masyarakat di daerah.
Dewan Perwakilan Daerah memiliki prinsip cita cita yang dapat berkomunikasi
dengan sosial politik di daerahnya dapat berjalan dengan lebih baik ketimbang DPR, namu
realitasnya hari ini kondisi secara formal terjadi komunikasi yang kurang maksimal,
disebabkan karena eksistensinya yang tidak terlalu cenderung terdengar oleh masyarakat
dan juga kondisi informal yang terjadi secara efisiensi dan efektifitas pemahaman yang
diterima oleh masyarkat tidak terwujud akan adanya lembaga DPD yang menjadi
representatif daerah di tingkat pemerintahan pusat.
Harapan masyarakat akan kewenangan dan peranan DPD tersebut bisa berdampak
buruk terhadap citranya di masyarakat. Perjalanan mengaktualisasikan kewenangan dan
peran DPD selama hampir satu dekade dirasakan kurang berjalan dengan lancer, bahkan
beberapa kali kesempatan lembaga DPD tersandung akan tindakan kriminal yang
memerlukan beberapa anggotanya perlu di lanjutkan sanksi-sanksi pidana yang seharusnya
tidak perlu terjadi. Proses formal yang dilaksanakan DPD sebagai bagian dari pemerintahan
pusat dibidang legislatif lebih dipandang sebagai lembaga ‘asesori’ saja, Fenomena social
politik yang di lalui DPD mengindikasikan betapa besar tantangan mewujudkan
kewenangan dan peran DPD
Makna utama dari pembentukan DPD adalah sebagai instrument perubahan sosial,
dan juga sebagai sarana dan prasarana bagi pembangunan nasional dibidang sosial, politik,
ekonomi dan sebagainya. Misal saja dilihat dari aspek politik DPD di gadang-gadang akan
menjadi poros penting untuk perubahan dan mendorong laju pembaharuan pembangunan
nasional.
Selain itu di dalam bidang hukum DPD memiliki fungsi dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan yang menjadi salah satu unsur perubahan sosial, sehingga
berangkat dari beberapa aspek penting DPD sejatinya meiliki peranan yang sangat penting,
oleh karena itu sebagai lembaga tinggi negara dalam pemerintahan pusat DPD perlu
penguatan dan optimalisasi fungsi agar dapat bersinergi dengan lembaga lainnya, Roscou
Pound mengungkapkan teorinya bahwa hukum adalah sarana bagi keberhasilan perubahan
sosial.
Sejatinya teori pound tersebut dapat di aplikasikan di Indonesia dan khususnya
kepada lembaga DPD, namun dengan syarat kehidupan demokrasi dapat berjalan dengan
53
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
lebih baik dahulu serta berkembang dengan natural, sehingga dapat dihayati dalm interaksi
social pada masyarakat dan sudang barang tentu dalam komunikasi politik pada jajaran
lembaga lembaga negara yang lainnya.
Sistem hukum di setiap negara memiliki kekuasaan paksa terhadap kepputusan yang
ditunjukkan pada struktur hubungan sosial di masyarakat, namun seringkali pada
kenyatannya hubungan social itu tidak terjadi sesuai yang diharapkan seperti pada
kenyatannya, hal ini disebabkan karena adanya faktor sistem eksternal yang berpengaruh
sangat kuat yang tidak mampu dijangkau pengawasannya.
Berdasarkan pemikiran yang telah digambarkan sebelumnya diuraikan dalam
penulisan ini, muncul sebuah pemikiran akan adanya responsifitas pembaharuan
alternative untuk menghadapi tantangan bagi lembaga DPD, terkait mewujudkan fungsi
optimalisasi dibidang pengawasan dan pertimbangan yang menjadi tugas utama lembaga
DPD sendiri.
Untuk mewujudkan upaya peranan kewenangan yang lebih optimal sehingga dapat
menyerap kepentingan dari aspirasi masyarakat yang berkembangsecara dinamis, guru
besar hukum universitas airlangga pernah menyatakan bahwa, setiap stakeholders dalam
melaksanakan roda pemerintahan bernegara dan berbangsa maka DPD harus lebih peka
dan kritis dalam melakukan tindakan, dalam berfikir serta dalam melakukan kebijakan yang
dimiliki dari kekuasaan sebagai lembaga di tingkat pusat. Dalam melaksanakan peranan
dan kewenangan muaranya adalah meng akoomodasi kepentingan dan aspirasi masyarakat
demi terwujudnya kesejahteraan hidup rakyat yang berkeadilan sosial.
DPD sejatinya memerlukan adanya mekanisme dalam sistem hubungan, interaksi
dan komunikasi sosial politik yang kondusif bagi terwujudnya sinergi dan kemitraan
peranan antara lembaga-lembaga tinggi negara seperti kepada lembaga kekuasaan legislatif
agar dapat bersinergi terlebih dahulu secara maksimal sesuai dasar negara Pancasila dan
amanat UUD NRI Tahun 1945 untuk menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara dan
bermasyarakat. DPD diharapkan lebih peka dan kritis secara bertanggung jawab dari DPD
dalam menjalankan kewenangan dan peranan karena pada akhirnya akan bermuara yang
mengartikulasikan kepentingan masyarakat daerah, bukan hanya golongan maupun
kelompok tertentu di daerahnya.
Pada aspek lain sebagai lembaga tinggi menjadi bagian dari lembaga Majelis
Permusyawaratan rakyat, perlu peninjauan kembali mekanisme interaksinya dan
komunikasi social politiknya agar setiap kewenangan yang dimiliki dari peran DPD dan DPR
54
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
55
VOLUME 5 Nomor 1 Tahun 2021
PENUTUP
Pemikiran tentang optimalisasi fungsi kewengan Dewan Perwakilan Daerah pada
aspek pengawasan kiranya perlu perbaikan dalam peraturan perundang-udangan yang
utama yakni adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang ke Lima, artinya perubahan yang membutuhkan proses tidak mudah ini seperti
dorongan social dan politik memang perlu dilakukan agar pengawasan yang dijalankan DPD
betul betul optimal dan berdasarkan dasar hukum yang kuat. Tidak hanya fungsi
pengawasan yang menjadi tugas dan tanggung jawab DPD terhadap keuangan negara yang
disalurkan kepada daerah, dan juga pengawasan akan berjalannya peraturan perundang
udangan yang terkait akan kepentingan daerah, fungsi dan tanggung jawab DPD yang
menjadi lembaga pertimbangan, apabila ingin berjalan dengan optimal maka sekiranya
DPD harus menjalin komunikasi social dan politik yang efektif dan baik kepada lembaga
legislatif ‘teman sejawatnya’ yakni Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila seluruh kebijakan
atau keputusan yang menjadi bargaining pertimbangan DPD bahwa berujung pada
lembaga DPR sudah sepantasnya untuk DPD dapat melaksanakn politik hukum yang
konsisten untuk berhubungan dan bersinergi dengan baik oleh DPR.
DAFTAR PUSTAKA
Firmansyah Arifin, DKK, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara, Konsorsium reformasi Hukum Nasional (KRHN), bekerja sama dengan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), (Jakarta, Sekretariat Jendral
MKRI, 2005
Indra J Piliang dan Bivitri Susanti, Untuk apa DPD RI, Kelompok DPD di MPR RI, Jakarta,
2007
James A. Gardner, The Sociological Jurisprudence of Roscoe Pound, 1996
Kartasasmita, Ginandjar. “Dewan Perwakilan Daerah Dalam Perspektif Ketatanegaraan
Indonesia.” Jurnal Majelis 1, no. 1 (2009): 67–84.
Khumarga, Dahnial. “Menuju Cita Supremasi Hukum.” Law Review 2, no. 3 (2003).
Muhammad Ali safaat, DPD Sebagai Lembaga Perwakilan Daerahdan Proses Penyerapan
Aspirasi,2010
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam
sistem Presidensial Indonesia, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010
Perubahan Keempat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
56