Anda di halaman 1dari 5

KINERJA BADAN PERWAKILAN LOKAL PADA ERA

REFORMASI
(LEMBAGA YUDIKATIF)

PAPER

Oleh :
NAMA KAMU NIM.KAMU

LOGO

PROGRAM STUDI KAMU APA


NAMA KAMPUS
PENDAHULUAN
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan badan yang mewakili
masyarakat di tingkat daerah dan memiliki tiga fungsi utama: fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi UU berkaitan dengan pengembangan kebijakan
daerah yang dikenal dengan Peraturan Daerah (Perda) . Dalam menjalankan fungsi legislasi
ini, DNRD harus memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Fungsi Anggaran atau
Fiskal mengacu pada Kewenangan DPRD untuk merundingkan dan menyetujui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Penyusunan APBD juga harus melibatkan
masyarakat, transparan dan akuntabel. Hal ini karena APBD terutama berasal dari 4.444
jiwa dan masyarakat perlu mengetahui persebaran penggunaan. Karena fungsi pengawasan
menyimpang dari gagasan bahwa DNRD adalah pemilik kekuasaan rakyat , DNRD
berkewajiban untuk memantau pelaksanaan keputusannya. Sebagai lembaga pengawas,
DPRD membutuhkan data dan informasi yang memadai. Agar dapat menjalankan fungsi
pengawasannya, DPRD diberikan berbagai hak, antara lain hak angket, pertanyaan, dan
pendapat.
Peran DPRD sebagai wakil rakyat masih dipertanyakan. Peran lembaga perwakilan
rakyat sangat penting untuk memastikan pemilih mengetahui apakah wakil rakyat yang
mewakilinya menjalankan tugasnya sesuai dengan harapan masyarakat. 2004 UU No. Pasal
45(g) 32 mengatur bahwa anggota DPRD bertanggung jawab atas tugas dan perilakunya
sebagai anggota DPRD sebagai bentuk tanggung jawab moral dan politik kepada pemilihnya.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Apa bentuk kinerja badan yudikatif (DPRD) ?
2. Bagaimana peran DPRD pada kinerjanya?.

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk kinerja badan yudikatif (DPRD)
2. Untuk mengetahui peran DPRD pada kinerjanya

1
PEMBAHASAN
Dalam negara demokrasi bahwa partai politik berperan sentral dalam satu pemilihan
umum (Pemilu) dan menempatkan wakilwakil rakyat ke dalam lembaga perwakilan rakyat.
Sistem UUD 1945 sebelum amandemen begitu `sarat eksekutif,` namun era Reformasi hasil
amandemen UUD 1945, bandul kekuasaan `sarat legislatif,` malah di antara ketiga lembaga
perwakilan yakni MPR, DPR, dan DPD, kekuasaan DPR begitu besar sehingga `sarat DPR.'
Anggota dewan berperan dalam bidang legislasi, penganggaran dan pengawasan. Di samping
ketiga fungsi di atas, DPR juga menjadi institusi yang paling menentukan dalam proses
pengisian lembaga nonnegara lainnya (auxiliary bodies). Peranan DPR dalam proses
pengangkatan pejabat publik dapat dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok
pejabat publik yang dalam pengangkatannya diusulkan DPR, dengan persetujuan DPR, dan
dipilih oleh DPR. Dalam proses pencalonan, kelompok pengurus ini harus mendapatkan
4.444 persetujuan dari paripurna DPR sebelum diajukan kepada Presiden untuk diproses
lebih lanjut. Kedua, golongan pejabat DPR harus mempertimbangkan untuk diangkat atau
dikonsultasikan dengan DPR. Untuk kelompok ini, proses pencalonan tidak memerlukan
persetujuan paripurna DPR. hasil dari perangkat yang ditunjuk DPR dikirim langsung ke
tempat untuk diproses lebih lanjut.
Tugas dan kewenangan DPRD diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004, yakni membentuk Perda yang dibahas bersama Kepala Daerah untuk
mendapatkan persetujuan bersama, membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang
APBD bersama dengan Kepala Daerah, dan melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
Perda dan peraturan perundangundangan lainnya, peraturan Kepala Daerah, APBD,
Kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan
kerjasama internasional daerah. Sementara itu hak dan kewajiban DPRD diatur dalam Pasal
4345 Undangundang Nomor 32 Tahun 2004. Hak yang dimiliki DPRD adalah hak
interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Kewajiban anggota DPRD diantaranya adalah
memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai
wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya. Dibandingkan
dengan tugas, wewenang, hak, dan kewajiban DPRD pada periode sebelumnya, kewenangan
DPRD pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan kewenangan DPRD pada masa pengesahan. UU No. Tahun 1999 22.
Dari tahun 1999 sampai dengan 2004, ruang lingkup kewenangan DNRD tercermin dalam

2
hubungan antara DPRD dan Kepala Daerah. Dalam hal ini, DPRD memainkan peran penting
dalam menentukan cabang lokal (KDH) dan memberikan penilaian akuntabilitas tahunan
untuk KDH. Model hubungan DPRD dengan KDH diwarnai dengan kebijakan moneter.
alasan kebijakan moneter DPRD adalah: Pertama, kelompok kepentingan mengakui bahwa
posisi kuat DPRD.
Fungsi lembaga ini sebagai himpunan wakil rakyat, yang membuatnya dikenal
sebagai badan perwakilan (representative), tampaknya berkembang lebih lamban dari
fungsinya yang terdahulu. Sampai pertengahan abad ke17 berbagai cara untuk memperoleh
status selaku wakil rakyat atau memperoleh hak untuk bertindak selaku wakil rakyat
bergantung kepada kekuasaan raja atau pimpinan negara yang tertinggi. Pada saat itu, para
raja atau pimpinan negara berusaha memperoleh legitimasi kekuasaannya dengan cara
menyatakan dirinya sebagai wakil rakyat. Baru pada pertengahan abad ke17, di Inggris
berkembang lembaga perwakilan modern, yang anggotanya mulai berasal dari berbagai unsur
yang ada di masyarakat. Parlemen dalam bentuknya sekarang, bermula di Inggris di
penghujung abad ke12 di mana Magnum Councilium sebagai dewan kaum feodal
dinamakan Parlemen, sebagai wadah para baron

PENUTUP
Efektivitas DPRD diukur dengan menganalisis kinerja fungsi-fungsi yang dilakukan
oleh DPRD dan model hubungan antara DPRD dengan kepala daerah (pemimpin). Secara
teoritis, DPRD merupakan lembaga perwakilan yang mewakili rakyat dalam pengambilan
keputusan. DPRD juga menjadi mitra eksekusi. Oleh karena itu, hubungan DPRD dengan
masyarakat, dan hubungan DPRD dengan pemerintah menjadi fokus utama analisis kegiatan
DPRD. Untuk seluruh produk yang diproduksi, DPRD fokus pada administrasi. Dalam kasus
lain, bagaimanapun, arah DNRD menunjukkan jenis wali, utusan, dan politisi. Meskipun
klasifikasi jenis orientasi representatif umumnya kurang dapat diterapkan untuk menentukan
orientasi perwakilan, klasifikasi masih cocok untuk menganalisis berdasarkan kasus per
kasus. Sementara itu, teori yang dikemukakan oleh Mutalib dan Khan tentang hubungan
DPRD dan KDH untuk menganalisis kerja DPRD mungkin lebih menjelaskan bagaimana
kinerja DPRD, namun masih jauh dari harapan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis data dan informasi yang terkumpul maka dapat
disimpulkan bahwa pada era reformasi, penyebab produk-produk yang dihasilkan DPRD
lebih berorientasi pada kepentingan eksekutif adalah karena DPRD merupakan lembaga yang

3
tidak memiliki peran pada otoritas birokrasi, karena otoritas birokrasi sepenuhnya berada di
tangan Kepala Daerah (KDH). Pelaksanaan Pilkada semakin memperkuat posisi KDH. Oleh
karena itu, sebagai lembaga yang mewakili rakyat di tingkat lokal, peran dan fungsi DPRD
perlu ditingkatkan, di samping juga perlunya peningkatan kualitas anggota DPRD, sehingga
diharapkan lembaga tersebut mampu menunjukkan taringnya ketika kebijakan yang
dikeluarkan oleh eksekutif tidak lagi berpihak kepada rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. (2004). Kinerja badan perwakilan lokal pada era reformasi. Organisasi Dan
Manajemen, 5(2), 63–72.
Asisten, D., & Induk. (2021). OPTIMALISASI KEBIJAKAN DISEMINASI INFORMASI
KINERJA LEMBAGA LEGISLATIF DAERAH DALAM PENINGKATAN KUALITAS
DEMOKRASI (Issue 105).
DIYANI, N. R. (n.d.). KEDUDUKAN DAN PERAN LEMBAGA LEGISLATIF DI
INDONESIA DITINJAU DARI SIYASAH DUSTURIYAH.
Efriza, E. (2018). Refleksi Kinerja Politisi DPR Era Reformasi. Communitarian, 1945(Uud
1945), 35–49.
Mumpuni, N. W. R. (2019). Sistem Kinerja Lembaga Legislatif Dalam Proses Policy-
Making. Literasi Hukum, 3(2), 18–37.

Anda mungkin juga menyukai