CYBERBULLYING
Oleh:
KELAS E
2020
LATAR BELAKANG MASALAH
Demokrasi merupakan suatu bentuk atau mekanisme dari sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan dari rakyat untuk dijalankan pemerintahan
negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah adanya prinsip trias politika yang membagi
ke dalam tiga kekuasaan politik negara (eksekutif, legislatif, yudikatif) yang diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga yang saling lepas (independen) dan sejajar. Kesejajaran dan
independensi ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip chek and balance .
Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisional asas Trias Politika, hanya
melaksanakann kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta
menyelenggarakan undangg-undang yang dibuat oleh badan legislatif.2 Akan tetapi seiring
perkembangan demokrasi dewasa ini ada pergseran fungsi legislatif lebih banyak menerima
Undang-undang dan harus dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup
kekuasaan eksekutif. Menurut teori yang berlaku tugas utama legislatif terletak pada bidang
perundang – undangan, sekali pun ia tidak mempunyai monopoli di bidang itu. Untuk
membahas rancangan undang-undang sering dibentuk panitia – panitia yang berwenang untuk
memanggil pejabat terkait untuk keterangan seperlunya. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi
gejala umum bahwa titik berat di bidang legislatif telah banyak bergeser ke badan eksekutif.
Fenomena ini merupakan sebuah kemunduran dari fungsi lembaga tersebut karena tidak dapat
melaksanakan sesuai dengan fungsi utama yang seharusnya, namun meskipun berkurangnya
fungsi legislatif dibidang pembuatan peraturan maka fungsi pengawasan dan kontrol dapat
bertambah menonjol melalui sidang panitia – panitia legislatif dan melalui hak – hak kontrol
yang khusus. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004 dengan tegas dinyatakan bahwa
“DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah”. Ini artinya bahwa “Leading
Sector” pembentukan Perda seharusnya ada ditangan DPRD. Belum lagi yang berkaitan
dengan “bargaining position” dalam pembahasan APBD, DPRD masih dalam posisi yang
lemah. Bagaimana tidak, draft Perda APBD tersebut biasanya masuk ke Dewan dalam jangka
waktu yang sangat pendek, sehingga sangat sulit bagi Dewan untuk secara teliti mengkaji
substansi dari draft tersebut.
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/19355/130906057.pdf?
sequence=1&isAllowed=y