Anda di halaman 1dari 9

Politik Lokal

A. Pengertian Politik Lokal

Politik lokal disebutkan Halim dalam bukunya berakar dari terminologi politik yang
dimaknai sebagai seni mengatur kolektivitas, yang terdiri atas beragam individu berbeda
melalui serangkaian undang-undang yang disepakati bersama. Terminologi ini kemudian
berkembang dan bertolak atas aspek realitas bahwa politik berisi orang-orang yang
mempunyai latar belakang berbeda. Namun, kondisi di dalam individu mempunyai tujuan-
tujuan yang sama, seperti ingin hidup aman, makmur, dan sejahtera. Aturan-aturan yang
diciptakan merupakan wujud ikatan politik yang menyatukan berbagai individu dalam
mencapai tujuan yang sama.Tentulah, tidak mudah mengatur dan mengidentifikasi setiap
aspirasi masyarakat yang berada sangat jauh dengan pemerintahan di Ibu Kota, belum lagi
keberagaman dan pola nalar psikologisnya yang unpredictable (tidak dapat diprediksi).
Sehingga pemerintahan sentralistik tidak mampu menghadirkan narasi yang tidak terlihat
tersebut. Politik lokal di sini kemudian menjadi formula yang tepat untuk mengatur rakyat
pada aspek pemerintahan Daerah. Barulah politik lokal terwujud sebagaimana halnya
demokrasi yang bisa memahami latar belakang historis dan psikologis pada setiap rakyat
suatu Negara.

Jadi Yang dimaksud dengan politik lokal adalah kegiatan yang diprakarsai oleh
warga daerah (lokal), dibahas dan diputuskan oleh warga daerah, dan dilaksanakan serta
dinikmati hasilnya oleh warga daerah. Politik Lokal akan muncul bila warga daerah diberi
kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan sendiri dalam bidang urusan
pemerintahan yang didelegaskan kepada daerah otonom. Singkat kata, politik lokal akan
muncul, dinamis dan berkembang bila kebijakan desentralisasi dilaksanakan. Tanpa
otonomi daerah tidak ada politik lokal. Pada masa pemerintahan Orde Baru hampir tidak
ada politik lokal karena pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
hanya melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Isi Perda dan APBD
hampir sama di seluruh daerah Indonesia. Yang berbeda hanya nama provinsi atau nama
kabupaten/kota. Pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah juga sudah diatur sehingga
hasilnya sudah diketahui sebelum pemilihan dilaksanakan oleh DPRD.

Politik Lokal di Indonesia mulai tumbuh dan berkembang sejak Undang-Undang


Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah berlaku, dan setelah mekanisme
pemilihan kepala daerah diubah dari “dipilih oleh anggota DPRD” menjadi “dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Sebagaimana dijelaskan di atas, kebijakan
desentralisasi berdasarkan UU 22/1999 kemudian diganti dengan UU 32/2004, dan
kemudian diubah lagi dengan UU 23/2014. Sepuluh tahun kemudian UU 32/2004 diubah
melalui dua undang-undang, yaitu UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
(desentralisasi), dan UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Politik Lokal di Indonesia seharusnya menyangkut tiga bidang permasalahan, yaitu rencana
pembentukan daerah otonom baru (pemekaran), rencana pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan daerah

Politik lokal yang paling menonjol selama ini terbatas hanya berkaitan dengan pemilihan
gubernur, bupati dan walikota. Politik Lokal yang berkaitan dengan Pilkada juga hanya
terbatas pada partai politik, atau tepatnya para elit partai politik tingkat lokal dan Pusat.
Politik Lokal yang berkaitan dengan rencana pembentukan daerah otonom baru atau yang
berkaitan dengan rencana pembuatan Perda APBD dan Perda NonAPBD juga terbatas pada
elit partai politik di DPRD.

.
B. Perspektif yang digunakan dalam Studi Politik Lokal

Pemerintahan daerah merupakan pelaksana fungsi pemerintahan di daerah yang


dilakukan oleh dua lembaga pemerintahan daerah yaitu, pemerintah daerah dan DPRD.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang
kedudukan setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara
lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak
saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah bahwa pemerintah
daerah dan DPRD adalah mitra kerja untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan
fungsi masing-masing. Sehingga antara kedua lembaga itu membangun kerja sama yang
sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain.

Proses peralihan dari sistem dekonsetrasi ke sistem desentralisasi disebut


pemerintah daerah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintahan
kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi
pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan
kepada masyarakat. Desentralisasi yang tujuannya untuk pengembangan daerah secara
mandiri justru lebih didominasi oleh pertarungan elite politik maupun elite birokrasi.
Monopoli kekuasaan di daerah-daerah tertentu juga menambah catatan hitam desentralisasi
di Indonesia. Akibatnya desentralisasi justru menjadi identik dengan oligarki pada tatanan
lokal. Selain itu, adanya desentralisasi oleh para elite politik justru menjadi Otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang
bersifat operasional. Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi dan efektivitas dalam
pelayanan kepada masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini
adalah antara lain: menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan meningkatkan daya
saing daerah dalam proses pertumbuhan.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan
kebijakan kepada orang-orang pada level bawah pada suatu organisasi. Pada sistem
pemerintahan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pemerintahan sentralisasi,
melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada
pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan. Daerah diarahkan untuk membangun
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejatheraan
rakyat. Banyak daerah yang memiliki sumber daya alam yang cukup potensial sehingga
konsekuensi logisnya ialah memberikan kewenangan kepada daerah dalam pengelolaan,
sesuai dengan maksud dan tujuan otonomi daerah tersebut.

C. Asas Sentralisasi, Dekonsentrasi, Desentralisasi dan Tugas Pembantu

Negara kita adalah negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan negara
adalah tunggal. Artinya, tidak ada kesatuan-kesatuan pemerintahan di dalamnya yang
mempunyai kedaulatan. Dalam istilah Penjelasan UUD 1945 Indonesia tidak akan
mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat Staat, Negara. Dalam negara
kesatuan kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia
tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan. Hal inilah yang membedakan
negara kesatuan dengan negara federal. Negara federal adalah negara majemuk sehingga
masing- masing negara bagian mempunyai kekuasaan membentuk UUD/UU. Sedangkan
negara kesatuan adalah negara tunggal

Meskipun demikian, penyelenggaraan pemerintahannya dilakukan dengan membentuk


organisasi-organisasi pemerintah di daerah atau pemerintah daerah. Pemerintah Daerah
bukan negara bagian seperti dalam negara federal. Kedudukan pemerintah daerah dalam
sistem negara kesatuan adalah subdivisi pemerintahan nasional. Pemerintah Daerah tidak
memiliki kedaulatan sendiri sebagaimana negara bagian dalam sistem federal. Hubungan
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent dan sub-ordinat, sedangkan
hubungan negara bagian dengan negara federal/pusat dalam negara federal adalah
independent dan koordinatif.
Berdasarkan konsepsi demikian maka pada dasarnya kewenangan pemerintahan baik
politik maupun administrasi dimiliki secara tunggal oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah
Daerah hakikatnya tidak mempunyai kewenangan pemerintahan. Pemerintah Daerah baru
mempunyai kewenangan setelah memperoleh penyerahan dari Pemerintah Pusat
(desentralisasi/ devolusi).

Nah, hubungan kewenangan antara Pusat dan Daerah dalam sistem negara kesatuan ini
melahirkan konsep sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi adalah pemusatan semua
kewenangan pemerintahan (politik dan administrasi) pada Pemerintah Pusat. Pemerintah
Pusat adalah Presiden dan para Menteri. Jika suatu negara memusatkan semua kewenangan
pemerintahannya pada tangan Presiden dan para Menteri, tidak dibagi-bagi kepada
pejabatnya di daerah atau pada daerah otonom maka disebut sentralisasi.

Kewenangan yang dipusatkan di tangan Presiden dan para Menteri (Pemerintah Pusat) tadi
adalah kewenangan pemerintahan, bukan kewenangan lain (legislatif dan judikatif).
Kewenangan pemerintahan itu ada 2 jenis, yaitu kewenangan politik dan kewenangan
administrasi. Kewenangan politik adalah kewenangan membuat kebijakan, sedangkan
kewenangan administrasi adalah kewenangan melaksanakan kebijakan. Misal Presiden
Megawati menetapkan Program Kabinet Gotong Royong adalah contoh kewenangan
politik, sedangkan kebijakan yang ditetapkan para Menteri untuk melaksanakan Program
Kabinet Gotong Royong tersebut adalah contoh kebijakan administrasi.

Dalam sentralisasi semua kewenangan tersebut baik politik maupun administrasi berada di
tangan Presiden dan para Menteri (Pemerintah Pusat). Dengan kata lain, berada pada
puncak jenjang organisasi. Sebagai konsekuensinya dalam melaksanakan kewenangan ini
anggarannya dibebankan pada APBN.

Dekonsentrasi sebenarnya sentralisasi juga, tetapi lebih halus daripada sentralisasi.


Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari Pemerintah Pusat kepada
pejabatnya yang berada pada wilayah negara di luar kantor pusatnya. Dalam konteks ini
yang dilimpahkan adalah wewenang administrasi bukan wewenang politik. Wewenang
politiknya tetap dipegang oleh Pemerintah Pusat.
Di samping asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah di Indonesia juga dikenal medebewind, tugas pembantuan. Di Belanda medebewind
diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan kepentingan-kepentingan dari pusat atau
daerah-daerah yang tingkatannya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah.
Menurut Bagir Manan (1994: 85) tugas pembantuan diberikan oleh Pemerintah Pusat atau
pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan undang-
undang. Oleh karena itu, medebewind sering disebut serta tantra/tugas pembantuan.

Koesoemahatmadja (1979: 21-22) mengartikan medebewind atau zelfbestuur sebagai


pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat/ pemerintah daerah yang lebih atas untuk
meminta bantuan kepada pemerintah daerah/pemerintah daerah yang tingkatannya lebih
rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang
tingkatannya lebih atas tersebut. Daerah-daerah tersebut diberi tugas pembantuan oleh
pemerintah pusat yang disebut medebewind atau zelfbestuur (menjalankan peraturan-
peraturan yang dibuat oleh dewan yang lebih tinggi). Dalam menjalankan medebewind
tersebut urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah daerah masih tetap merupakan
urusan pusat/daerah yang lebih atas, tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah
yang diminta bantuan. Hanya saja cara daerah otonom menyelenggarakan bantuan tersebut
diserahkan sepenuhnya pada daerah itu sendiri. Daerah otonom ini tidak berada di bawah
perintah, juga tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pemerintah pusat/daerah yang
lebih tinggi yang memberi tugas.

Oleh karena hakikatnya urusan yang ditugas bantukan pada daerah otonom tersebut adalah
urusan Pusat atau pemerintah atasan yang menugaskan, maka dalam sistem medebewind
anggarannya berasal dari APBN atau dari APBD pemerintah atasan yang memberi tugas.
Anggaran pusat ini lalu ditransfer langsung ke kas Daerah. Anggaran ini masuk ke rekening
khusus yang pertanggungjawabannya terpisah dari APBD.
Adapaun Kelebihan dan Kekurangan dari Asas Sentralisasi dan Desentralisasi

Kelebihan Asas Senralisasi

1. Hemat biaya
2. Pemerintah pusat secara langsung dapat mengurusi semua urusan sampai ke daerah
3. Peraturan diseluruh negara sama
4. Adanya kesederhanaan hukum
5. Memberikan keseragaman dalam manajemen, sejak dalam aspek perencanaan,
pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
6. Pengembangan organisasi atau negara lebih terorganisas

Kelemahan asas Sentralisasi

1. Keterlambatan mengambil keputusan. Kebijakan dan keputusan pemerintah daerah


dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat
2. Melahirkan suatu pemerintah yang otoriter sehingga tidak mengakui akan hak-hak
daerah
3. Kualiatas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas
4. Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan
segelintir elite politik
5. Mematikan kemampuan berinovasi
6. Mengurangi lingkup untuk spesialis
Kelebihan Asas Desentralisasi

1. Struktur organisasi merupakan pendelegasian wewenang dan memperingan


manajemen pemerintah pusat.
2. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
3. Dalam menghadapi permasalahan yang mendesak, pemerintah daerah tidak perlu
menunggu instruksi dari pusat.
4. Hubungan yang harmonis dan gairah kerja antara pemerintah pusat dan daerah
dapat ditingkatkan.
5. Peningkatan efisiensi dalam segala hal, khususnya penyelenggara pemerintahan
baik pusat maupun daerah.
6. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena keputusan dapat segera
dilaksanakan.

Kelemahan Asas Desentralisasi

1. Keseimbangan dan keserasian tujuan dapat mudah terganggu.


2. Desentralisasi dapat memunculkan sifat kedaerahan.
3. Memerlukan banyak waktu untuk melakukan perundingan atau musyawarah.
4. Memerlukan biaya besar.
5. Besarnya organ pemerintahan, sehingga membuat struktur pemerintahan jadi
kompleks dan dikhawatirkan koordinasi tidak lancar
DAFTAR PUSTAKA

Damanik, K. I. (2010). Otonomi Daerah, Etnonasionalisme, dan Masa Depan Indonesia.


Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Rosidin. (2010). Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia, h. 2.

1995). Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia: Akan
Berputarkah Roda Desentralisasi dari Efisiensi ke Demokrasi? Pidato Pengukuhan Upacara
Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Administrasi Negara FISIP-UI. Jakarta:
November 1995.

______. (1995). Sentralisasi dan Desentralisasi: Masalah dan Prospek, dalam Menelaah
Format Politik Orde Baru. Jakarta: PPW-LIPI – Yayasan Insan Politika – Gramedia.

______. (2000). Hubungan Penyelenggaraan Pemerintahan Pusat dengan Pemerintahan


Daerah. Dalam Jurnal Bisnis dan Birokrasi, No. 1/I/ Juli 2000.

http://blog.ub.ac.id/isazakaria/2013/06/06/pengertian-politik-lokal/

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/19/140000969/desentralisasi--arti-kelebihan-
dan-kelemahannya?page=all#page2

https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2020/03/24/180000469/
sentralisasi-arti-kelebihan-dan-kelemahannya

Anda mungkin juga menyukai