Anda di halaman 1dari 5

nama : ANDI SAPUTRA

Nim :141128573
ANDI SAPUTRA 141128573 T3 ISIP4213

BAB I PENDAHULUAN

Politik lokal secara harfiah adalah bagian dari suatu sistem politik yang dijalankan oleh
suatu Negara. Konteks lokal dalam hal ini menyiratkan pada pemaknaan
heterogenitas masyarakat lokal (daerah) yang memiliki kesejarahan, situasi batin dan
psikologis yang berbeda. Kondisi tersebut tentu memberikan kontribusi pada praktek politik
di daerah sebagai cara memanifestasikan atau praktek dari paradigma yang terbangun.

Politik lokal secara sederhana adalah praktek politik di tingkat lokal. Praktek politik secara
faktual terkait dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan dan
dinamika peran masyarakat secara keseluruhan dalam mewujudkan pencapaian cita-cita.
Secara umum politik lokal tidak dapat dilepaskan dari konteks politik nasional
atau sistem politik yang dianut oleh suatu negara. Menurut CSIS (2001) politik lokal adalah
dinamika institusi-institusi politik di daerah dalam mengaktualisasikan interaksi dalam
penyelenggaran pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat dan memfungsikan peran-peran
yang di laksanakan oleh asing-masing institusi tersebut.

Dalam konteks ini maka institusi-institusi politik lokal adalah dapat dikategorikan menjadi


supra struktur politik dan infra struktur politik. Supra struktur politik yang dimaksud
adalah pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD). Infra struktur politik
dalam hal ini meliputi partai politik, kelompok kepentingan dan media massa. Dalam konteks
pengertian ini maka potikal adalah berkerjanya pemerintah daerah, DPRD, partai politik,
kelompok kepentingan, dan media massa dalam melaksanakan pembangunan melalui
interaksi dan dinamika peran. Dalam proses penyelenggaraan pembangunan maka
keseluruhan institusi politik atau komponen politik tersebut akan
mempengaruhi mutu pembangunan.

BAB II ISI

Menurut H. Jufri, M.Si 2019 Indonesia saat ini dihadapkan oleh berbagai tantangan. Upaya
untuk mewujudkan system pemerintahan yang demokratis dan tidak nsentralistik serta

1
otoritarian telah diterapkan dengan konsep otonomi daerah yanhg diterapkan sejak tahun
1999. Dari sisi manajemen pemerintahan, penerapan desentralisasi dan otonomi daerah
merupakan instrument utama untuk mencapai suatu Negara yang mampu menghadapi kondisi
sentralisme dan tidak efektifnya pemerintahan.

Di samping itu, penerapan desentralisasi kewenangan dan otonomi daerah juga merupakan
prasyarat dalam rangka mewujudkan demokrasi dan pemerintahan yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat. Namun dalam pelaksanaannya selama ini, kebijakan otonomi daerah
masih menghadapi beberapa kelemahan seperti : otonomi daerah hanya dipahami sebagai
kebijakan yang bersifat institusional belaka, perhatian dalam otonomi daerah hanya pada
masalah pengalihan kewenangan dari pusat ke daerah, tetapi mengabaikan esensi dan tujuan
kebijakan tersebut, otonomi daerah tidak dibarengi dengan peningkatan kemandirian dan
prakarsa masyarakat di daerah sesuai tuntutan alam demokrasi.

Sementara itu, berkembangnya system kepartaian dalam pemilihan umu baik di tingkat pusat
maupun daerah telah mengubah karakteristik dan kondisi demokratisasi di Indonesia selama
ini. Pemilihan umum yang langsung dilakukan oleh rakyat, sebenarnya merupakan upaya
pemerintah untuk mewujudkan system politik yang demokratis, tetapi pada kenyataannya,
rakyat hanya menjadi bagian pasif dari pesta demokrasi tadi. Di daerah apalagi, harapan
bahwa pemilu dan pemilihan pemimpin daerah adalah orang-orang yang dekat dengan rakyat,
pada praktisnya rakyat tidak kenal dan tidak tahu calon pemimpon dan bahkan pemimpin
daerah mereka sendiri. Elit-elit politik yang telah berkuasa melebar sayapnya dengan
merekrut keluarga dan sanak saudaranya menjadi pemimpin daerah dan “membiayai” partai-
partai politik pendukungnya. Mereka adalah pemain-pemain lama di daerah,  atau orang-
orang yang selama ini berada di Jakarta dan yang selama ini tidak turut memebesarkan
daerah, tiba-tiba atas nama “ putra daerah “, mereka pulang dan menjajal kekuatannya untuk
menjadi pemimpin daerah.Akibatnya, para putra daerah yang berfrofesi sebagai pemain
sinetron dan telah lama menetap di Jakarta pun menjadi bupati atau gubernur daerah yang
sama sekali tidak dikuasainya. Kondisinya memang tragis. Jika pola ini berlangsung terus dan
undang-undang otonomi dan pemerintahan daerah tidak dirubah, maka tidak akan lama lagi,
Negara ini akan habis sumber dayanya untuk memperkaya golongan dan individual tertentu.

Dalam konteks turut memberikan masukan bagi kondisi demokrasi dalam politik local di era
desentralisasi inilah makalah ini akan membahas berbagai permasalahan dan kondisi yang
ada. Selain itu, dalam konteks itu juga memberikan beberapa pemikiran atas permasalahan

2
dan analisis krisis terhadap aspek-aspek demokrasi dan politik local di Indonesia setelah
sepuluh tahun lebih reformasi terjadi.

Demokratisasi di Daerah dan Perubahan Sistem Politik Lokal

Pemberian otonomi yang luas kepada daerah-daerah di Indonesia seperti yang tercantum
dalam UU nomor 22 dan 25 tahun 1999, yang diperbaharui dalam UU nomor 32 tahun 2004
tentang Otonomi Daerah merupaka bagian rekayasa kelembagaan untuk mempercepat proses
demokratisasi di Indonesia dan di daerah (Marijan, 2010). Undang-undang tersebut tidak
hanya mengatur tentang system administrasi daerah pelimpahan kewenangan dari pusat
kepada daerah untuk mengatur dirinya sendiri.

Kacung Marijann (2010)  dalam bukunya Sistem Politik Indonesia juga menjelaskan bahwa
ototnomi daerah sekaligus merupakan upaya pelaksanaan system desentralisasi politik,
dimana telah terjadi perubahan relasi antara pemerintahan pusat dan daerah. JIka sebelumnya,
kewenangan terpusat di pusat datau desenttralisasi kekuasaan dan kewenangan, dalam system
otonomi daerah kemudian, urusan pemerintah di transfer ke daerah. Tambahan lagi, relasi
antar lembaga eksekutif dan legislative di daerah pun berubah. Saat ini lembaga DPRD dan
bupati atau gubernur dalam posisi yang sejajar. Kedua lembaga ini, saat ini dijuluki sebagai
“unsure pimpinan daerah”. Hak dan kewenangan DPRD dalam otonomi daerah menjadi
diperbesar. Dalam konteks inilah DPRD tidak lagi menjadi subordinasi dari eksekutif atau
sebaliknya didaerah-daerah.

Reformasi terhadap hak dan kewajiban dua lembaga dalam system pemerintahan daerah ini
menjadi semacam harapan baik bagi bangunan system politik yang demokratis. Lebih dari
itu, system politik local di daerah pun akan mengalami perubahan dan perbaikan kea rah yang
lebih baik. Tetapi dengan banyaknya peristiwa dan kondisi pelaksanaan system politik local
yang dilakukan selama ini, muncul pertanyaan, apakah dengan menguatkan system
pemerintahan daerah melalui pemberdayaan yang lebih luas pada lembaga eksekutif dan
legislative daerah cukup menjamin terlaksanannya system politik local yang demokratis? Hal
inilah yang akan dicari pemecahannya.

Dalam banyak literature tentang otonomi daerah, demokrasi, dan pemguatan politik local
banyak diuraikan tentang perlunya memberikan kewenangan yang lebih besar kepada
lembaga-lembaga politik daerah, terutama eksekutif dan legislative. Penguatan kelembagaan

3
local menjadi penting untuk menjamin terwujudnya demokratisasi di daerah. Di Indonesia,
sejak pemberlakuan UU otonomi daerah dan pergeseran paradigm kewenangan pusat kepada
daerah telah direspons oleh setiap daerah dengan cara yang berbeda. Dengan demikian,
muncullah kekhasan system politik dan pemerintahan daerah/local yang disesuaikan dengan
karakter dan budaya local masyarakat yang ada.

Dengan otonomi pula daerah-daerah di Indonesia mulai berbenah diri. Mereka memilih
sendiri pemimpinan daerah mereka, yang jika dalam rezim orde baru hal ini tidak mungkin
dilakukan, karena pemimpin daerah merupakan drop-dropan dari pusat terutama para anggota
militer yang dekat dengan kalangan istana atau Suharto. Daerah ingin putra daerah
memimpin. Karena asumsinya putra daerahlah yang mengetahui kondisi dari persoalan di
daerahnya dibandingkan dengan orang-orang dari Jakarta yang selama ini tidak pernah
tinggal di daerah setempat.

Jika melihat hasil pemilukada beberapa daerah dalam sepuluh tahun belakangan ini terlihat
bahwa para putra daerah hamper telah memenuhi jabatan-jabatan orang nomor satu di daerah
asal masing-masing. Meskipun masih ditemui beberapa daerah yang kepala daerahnya adalah
orang asli daerah tetapi lama tinggal di Jakarta. Apapun hasilnya, masyarakat daerah tetap
memercayai kepemimpinan mereka.

Ketika system kepartaian diberlakukan dengan intensif di tanah air semenjak pasca orde baru,
maka partai-partai politik mulai mesang  kader-kader terbaiknya untuk maju dalam
pemilukada diberbagai daerah. Politik uang dan segala cara dilakukan oleh para individu
mulai dari kader-kader terbaik partai, incumbent, mantan menteri dan elit-elit di Jakarta, serta
artis-artis ibukota mendekat kepada partai politik untuk diusung menjadi pamimpin daerah.
Oleh karena itu, parpolpun menggunakan mereka untuk kepentingan parpol juga. Lembaga
legislatif diatur sedemikian rupa hingga mampu menguasai suara mayoritas. Dengan suara
mayoritas, maka legitimasi pemimpin atau eksekutif daerah akan lebih mudah dan langgeng
harapannya.

BAB III PENUTUP

Ketika system kepartaian diberlakukan dengan intensif di tanah air semenjak pasca orde baru,
maka partai-partai politik mulai mesang  kader-kader terbaiknya untuk maju dalam
pemilukada diberbagai daerah. Politik uang dan segala cara dilakukan oleh para individu

4
mulai dari kader-kader terbaik partai, incumbent, mantan menteri dan elit-elit di Jakarta, serta
artis-artis ibukota mendekat kepada partai politik untuk diusung menjadi pamimpin daerah.
Oleh karena itu, parpolpun menggunakan mereka untuk kepentingan parpol juga. Lembaga
legislatif diatur sedemikian rupa hingga mampu menguasai suara mayoritas. Dengan suara
mayoritas, maka legitimasi pemimpin atau eksekutif daerah akan lebih mudah dan langgeng
harapannya.

DAFTAR PUSTAKA

https://bengkulu.kemenag.go.id/opini/315-demokratisasi-politik-lokal-dalam-perspektif-
otonomi-daerah Diakses 25 Mei 2021 Jaam 13.20

http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Kajian%20Ditpolkom/3)%20Kajian%20Tahun
%202014/Politik%20Lokal/Politik%20Lokal%20Terhadap%20Efektifitas%20Pemerintahan
%20Daerah.pdf DIAKSES 25 MEI 2021 JAAM 13.26

https://media.neliti.com/media/publications/51147-EN-politik-lokal-di-era-desentralisasi-
menuju-otonomi-rakyat.pdf DIAKSES 25 MEI 2021 JAAM 13.26

https://simposiumjai.ui.ac.id/wp-content/uploads/20/2020/03/2.24.pdf DIAKSES 25 MEI


2021 JAAM 13.24

Anda mungkin juga menyukai