Anda di halaman 1dari 11

Muhammad Hendri Nuryadi -- Model Pengembangan Peran Serta Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam

Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah Kota Surakarta

JURNAL KETAHANAN NASIONAL

NOMOR XIX (1) April 2013 Halaman 1-11

MODEL PENGEMBANGAN PERAN SERTA MASYARAKAT


BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM OTONOMI DAERAH DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP KETAHANAN WILAYAH
KOTA SURAKARTA

Muhammad Hendri Nuryadi


Universitas Negeri Surakarta
Email:pusdemtanas@yahoo.com

ABSTRACT
This paper explained the effective and appropriate community participation model for the local characteristic
which was expected to affected the embodiment of Surakarta city regional resilience as a city with short wheelbase
and its plurality existence. Regional Autonomy implementation started in 1999 until 2012 as yet marginalized
community’s rights as the implementer of the government’s policy. The qualitative data, regional autonomy concept,
and regional autonomy showed community had an important role on autonomy implementation due to the people’s
authority over state sovereignty.

Keywords: Community’s Role, Local Wisdom, Regional Autonomy, and Regional Resilience.

ABSTRAK
Tulisan ini menjelaskan model peran serta masyarakat yang efektif dan sesuai dengan karakteristik lokal
diharapkan dapat berdampak pada terciptanya ketahanan wilayah di Kota Surakarta yang dikenal sebagai kota yang
bersumbu pendek dengan berbagai pluralitas yang ada. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang mulai berjalan tahun 1999
sampai dengan tahun 2012 ini masih memarginalkan hak-hak masyarakat sebagai pelaksana dari kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah. Dengan menggunakan data kualitatif, konsep otononomi daerah, dan ketahanan wilayah,
ditemukan bahwa masyarakat memiliki peran penting terhadap pelaksanaan otonomi daerah karena kedaulatan
negara berada di tangan rakyat.

Kata Kunci: Peran Masyarakat, Kearifan Lokal, Otonomi Daerah, dan Ketahanan Wilayah

PENGANTAR memasuki tataran yang kontroversial. Ini terjadi


Sejak dirumuskan melalui Undang-Undang karena perubahan yang dibawakan undang-
No. 22 Tahun 1999 dan sekarang diganti dengan undang ini begitu besar. Misi yang sangat kental
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang dari otonomi daerah yang dicanangkan melalui
Pemerintahan Daerah, maka kebijaksanaan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah
otonomi daerah telah mengundang berbagai penguatan masyarakat lokal dalam rangka
macam perdebatan. Perdebatan mengenai peningkatan kapasitas demokrasi baik di tingkat
kebijakan ini begitu intensif dan bahkan lokal maupun nasional, pengembangan martabat

1
Jurnal Ketahanan Nasional, XIX (1), April 2013: 1-11

dan harga diri masyarakat daerah yang sudah dikaitkan dengan berapa besarnya uang yang
sekian lama dimarginalkan, bahkan dinafikan dimobilisasi oleh daerah. Uang memang
oleh pemerintah di Jakarta. Akibatnya kekuasaan sangat diperlukan dalam penyelenggaraan
dengan segala atributnya harus dibagi dengan suatu urusan, tetapi bukan itu yang menjadi
masyarakat di daerah. Tentu saja tidak mudah tujuan utama. Kata kunci dari otonomi daerah
bagi pemerintah di Jakarta untuk merelakan adalah kewenangan, seberapa besarkah
kekuasaan tersebut untuk dibagi-bagikan, kewenangan yang dimiliki oleh daerah di
sementara itu kata kunci dari desentralisasi dan dalam menginisiatifkan kebijaksanaan,
otonomi daerah adalah devolusi kekuasaan mengimplementasikannya, dan memobilisasi
kepada daerah. Sebagimana diketahui bersama sumber daya guna mendukung kelancaran
Pasal 18 UUD 1945 yang merupakan dasar implementasi.
hukum pembentukan pemerintahan daerah,
menghendaki pembagian wilayah Indonesia PEMBAHASAN
atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan Peran Serta Masyarakat
susunannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Dari sudut terminologi peran serta
Pembentukan daerah besar dan kecil tersebut masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara
harus tetap memperhatikan hak-hak asal-usul melakukan interaksi antara dua kelompok.
dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan
Salah satu penekanan pelaksanaan dalam proses pengambilan keputusan (non-
otonomi daerah yang dianut Undang-Undang elite) dan kelompok yang selama ini melakukan
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan pengambilan keputusan (elite). Artinya, peran
Daerah adalah peran serta masyarakat, maka serta masyarakat sesungguhnya merupakan
ini merupakan prasyarat mutlak yang harus suatu cara untuk membahas insentif material
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan yang mereka butuhkan (Goulet, 1989 dalam
Daerah Kota sebagai titik berat pelaksanaan (Arimbi, 2001; 1). Dengan perkataan lain, peran
otonomi daerah di Indonesia dalam serta masyarakat merupakan insentif moral
menciptakan kehidupan yang demokratis sebagai paspor mereka untuk mempengaruhi
di tingkat kabupaten dan kota. Akan tetapi, lingkup makro yang lebih tinggi, tempat
pada kenyataannya banyak sekali dijumpai dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang
bahwa selama pelaksanaan otonomi daerah sangat menetukan kesejahteraan mereka.
ini para elite di daerah kurang memperhatikan Cormick (1979) membedakan peran
peran serta masyarakat dalam pelaksanaan serta masyarakat dalam proses pengambilan
pemerintahan di daerah kabupaten atau keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang
kota. Padahal prinsip-prinsip demokrasi bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan.
menekankan pada dua hal yang sangat Peran serta masyarakat dengan pola hubungan
pokok, yaitu peran serta masyarakat dan konsultatif antara pihak pejabat pengambil
pengakuan akan jaminan harkat dan matabat keputusan dengan kelompok masyarakat yang
manusia, dan yang menyedihkan di dalam berkepentingan, anggota-anggota masyarakat
memaknai pemerintahan daerah, otonomi, mempunyai hak untuk didengar pendapatnya
dan desentralisasi sekarang ini adalah selalu dan untuk diberi tahu. Keputusan terakhir tetap

2
Muhammad Hendri Nuryadi -- Model Pengembangan Peran Serta Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam
Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah Kota Surakarta

berada di tangan pejabat pembuat keputusan mementingkan diri sendiri, pemburu kepuasan
tersebut. Sedang dalam konteks peran serta diri pribadi dan menjadi tidak rasional terutama
masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat Jika mereka dalam kelompok. Oleh karena
pembuat keputusan dan anggota-anggota itu, terjadnya konflik kepentingan antara
masyarakat merupakan mitra yang relatif kelompok-kelompok dalam masyarakat,
sejajar kedudukannya. Mereka bersama- maka pembuatan keputusan sepenuhnya
sama membahas masalah, mencari alternatif merupakan kewenangan dari kelompok elite
pemecahan masalah dan membahas keputusan yang menjalankan pemerintahan. Kalaupun
(Arimbi, 2001: 1). peran serta masyarakat itu ada, pelaksanaannya
Dari uraian di atas, dapat diketahui hanya terjadi pada saat pemilihan mereka
bahwa masih banyak yang memandang yang duduk dalam pemerintahan. Paham
peran serta masyarakat semata-mata sebagai Participatory Democracy sebaliknya
penyampaian informasi (public information). berpendapat bahwa manusia pada hakikatnya
Penyuluhan, bahkan sekedar alat public mampu menyelaraskan kepentingan pribadi
relation agar proyek tersebut dapat berjalan dengan kepentingan sosial. Penyelarasan
tanpa hambatan. Oleh karena itu, peran serta kedua macam kepentingan tersebut dapat
masyarakat tidak saja digunakan sebagai terwujud jika proses pengambilan keputusan
sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga menyediakan kesempatan seluasnya kepada
digunakan sebagai tujuan itu sendiri. Menurut mereka untuk mengungkapkan kepentingan
David Easton dalam buku: dan pandangan mereka. Proses pengambilan
keputusan, yang menyediakan kelompok
The Political System: “... we are said to kepentingan untuk berperan serta di dalamnya
be participating in political life when our
agar dapat mengantarkan kelompok-kelompok
activity relates in some way to the making
and execution of policy for a society” yang berbeda kepentingan mereka satu sama
lain. Dengan demikian, perbedaan kepentingan
(kita berpartisipasi dalam kehidupan politik dapat dijembatani (Arimbi, 2001: 2-3).
jika aktivitas kita ada hubungannya dengan Partisipasi masyarakat dapat digambarkan
pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan sebagai tahapan-tahapan partipasi yang
untuk suatu masyarakat (Budiardjo M,
merupakan suatu siklus. Tahapan partisipasi
2002: 13)
tersebut di arahkan kepada empat sasaran,
yaitu partisipasi dalam: (1) Pembuatan
Gibson (1981 dalam Arimbi, 2001:
Keputusan; (2) Penerapan kepuTusan, (3)
2-3) mengemukakan bahwa peran serta
Menikmati hasil; dan (4) Evaluasi hasil
masyarakat dari sudut teori politik ada
itu”. Umumnya yang dimaksud partisipasi
dua teori yang melandasinya yaitu teori
oleh ilmuwan politik adalah partisipasi
“Elite Democracy” dan teori “Participatory
dalam pembuatan keputusan, sedangkan
Democracy”. Pembahasannya Gibson
menurut ilmuwan ekonomi, partisipasi itu
mengemukakan bahwa pada dasarnya Teori
adalah dalam menikmati hasil pembangunan.
Participatory Democracy menggugat paham
Akan tetapi, pada pemerintahan Orde Baru
Elite Democracy. Paham Elite Democracy
yang dijumpai adalah kecenderungan untuk
melihat hakikat manusia sebagai mahluk yang

3
Jurnal Ketahanan Nasional, XIX (1), April 2013: 1-11

a. Pembuatan
Keputusan

b. Penerapan
Keputusan

c. Hasil

d. Evaluasi

(2) Penerapan

Gambar 1. Siklus Partisipasi

mengartikan partisipasi sebagai partisipasi oleh Sidney Verba dan (Voting). (2) Kontak-
dalam penerapan keputusan, bukan dalam kontak berdasarkan inisiatif warga negara. (3)
pembuatan maupun evaluasinya. Adapun Aktivitas kampanye. (4) Partisipasi kooperatif.
siklus partisipasi sebagaimana penjelasan di Adapun bentuk-bentuk peran serta masyarakat
atas dapat digambarkan sebagai berikut: yang lain seperti yang dikemukakan oleh
Kelihatannya mudah untuk dikatakan, Michael Rush dan Philip Althoff dalam Rafael
tetapi proses pembuatan kebijakan publik Raga Maran (2001:148) mengidentifikasi
membutuhkan waktu yang sangat lama karena bentuk-bentuk peran serta atau partisipasi
melibatkan sejumlah orang dan kelompok politik masyarakat yang mungkin sebagai
yang mempunyai kepentingan yang berbeda, berikut: (1) Menduduki jabatan politik atau
bahkan dapat bertentangan antara satu dengan administratif; (2) Mencari jabatan politik
yang lain. Pemerintah daerah sebagai perumus atau administratif; (3) Menjadi anggota
kebijaksanaan harus mampu membaca aspirasi aktif dalam suatu organisasi politik; (4)
yang berkembang, kemudian meresponnya Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi
dan menjadikan agenda pemerintahannya, politik; (5) Menjadi anggota aktif dalam
serta mengusulkanya ke dalam berbagai suatu organisasi semi politik; (6) Menjadi
bentuk kebijakan dan program. anggota pasif dalam suatua organisasi semi
Kemudian akan diuraikan mengenai politik; (7) Partisipasi dalam rapat umum
bentuk-bentuk peran serta atau partisipasi demonstrasi dan sebagainya; (8) Partisipasi
masyarakat dalam sebuah negara. Pertama kali dalam diskusi politik informa; (9) Partisipasi
bentuk-bentuk peran serta masyarakat yang dalam pemungutan suara (Voting).
diuraikan oleh (Maran, 2001: 119-120) yang Lewat tipologinya yang terkenal dengan
menyimpulkan bentuk-bentuk peran serta Delapan Tangga Peran Serta Masyarakat (Eight
masyarakat dari suatu studi yang dilakukan Rungs on the Ladder of Citizen Participation),

4
Muhammad Hendri Nuryadi -- Model Pengembangan Peran Serta Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam
Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah Kota Surakarta

Gambar 2. Delapan Tangga Peran Serta Masyarakat

(Anonim, 2004:3) menjelaskan peran serta dan Kota Semarang. Penentuan daerah yang
masyarakat yang didasarkan kepada kekuatan dijadikan sebagai studi kasus di dasarkan atas
masyarakat untuk menentukan suatu produk beberapa pertimbangan,yaitu
akhir: Pertama, faktor kultural/budaya yang
Berdasarkan penjelasan di atas, dalam banyak hal memiliki pengaruh yang
delapan tangga peran serta masyarakat dapat cukup signifikan dalam proses pengambilan
digambarkan sebagai berikut : Penjelasan dari keputusan politik.
setiap tingkatan peran serta tersebut dapat Kedua, karakteristik desa-kota. Daerah-
diringkas sebagai berikut: Manipulation bisa daerah perkotaan menunjukkan karakter
\diartikan (relative) tidak ada komunikasi masyarakat urban dengan tingkat pendidikan
apalagi dialog; Therapy berarti telah ada dan kesejahteraan yang relatif lebih tinggi.
komunikasi namun masih bersifat terbatas, Kondisi masyarakat tersebut secara teoritik
inisiatif datang dari pemerintah dan hanya memberikan konsekuensi adanya tingkat
satu arah; Information menyiratkan bahwa partisipasi dan kritisme yang lebih tinggi dari
komunikasi sudah mulai banyak terjadi, tetapi masyarakat pedesaan.
masih kewenangan kepada masyarakat untuk Ketiga, sejarah kota/kabupaten. Pada
mengurus sendiri beberapa keperluannya; dan masalah sejarah, terdapat kecenderungan bahwa
Citizen Control bermakna bahwa masyarakat semakin lama sebuah kota atau kabupaten
menguasai kebijakan publik mulai dari terbentuk akan semakin terinstitusionalisasi
perumusan, implementasi hingga evaluasi pemerintahan di kota atau kabupaten tersebut.
dan kontrol. Sementara daerah-daerah yang baru terbentuk,
Bila lebih lanjut berdasarkan hasil pemerintahannya pun belum memiliki waktu
penelitian yang dilakukan oleh lembaga dan tentu saja pengalaman yang cukup untuk
penelitian forum inovasi tentang partisipasi membentuk pola hubungan yang baku antara
masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi pemerintah dengan masyarakatnya. Pada
daerah di Indonesia dengan sampel daerah hasil penelitian di atas dapat dikemukakan:
meliputi: Kabupaten Sawah Lunto/Sijunjung. Kota Sawah Lunto: Delegated Power.
Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Kota Semarang: Partnership. Kota Metro:
Semarang, Kota Sawah Lunto, Kota Metro Placation. Kabupaten Lampung Tengah:

5
Jurnal Ketahanan Nasional, XIX (1), April 2013: 1-11

Consultation. Kabupaten Sawahlunto/ Kebebasan yang terbatas itu atau kemandirian


Sijunjung: Information. Kabupaten Semarang: itu adalah wujud pemberian yang harus
Information. dipertanggungjawabkan. Sedangkan YW
Sunindhia mengemukakan bahwa kebebasan
Otonomi Daerah bergerak yang diberikan kepada daerah
( Ananda, 2001; 1) menyatakan bahwa otonom berarti memberikan kesempatan
secara etimologi perkataan otonomi berasal kepadanya untuk mempergunakan prakarsanya
dari bahasa Yunani, autos yang berarti sendiri sendiri dari segala macam keputusannya buat
dan nomos yang berarti aturan. Dari arti yang mengurus kepentingan-kepentingan umum
demikian ini, beberapa penulis memberikan (penduduk) pemerintah yang demikian itu
pengertian otonomi sebagai Zelfwetgeving dinamakan otonom (Handoyo, HC ,1998:
atau pengundangan sendiri, mengatur atau 27-28).
memerintah sendiri atau pemerintahan sendiri. Uraian tentang otonomi daerah di atas
Menurut (Ananda, 2001: 1), otonomi dalam maka ada intinya otonomi daerah menyiratkan
arti kata yang sempit dapat diartikan sebagai makna kemandirian suatu daerah dalam segala
mandiri atau dalam arti kata yang lebih luas hal. Akan tetapi, di sini dalam kerangka
dapat diartikan sebagai ‘berdaya’, sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia maka
otonomi daerah dapat diartikan sebagai dapat disimpulkan bahwa pengertian otonomi
kemandirian daerah terutama mengenai daerah sependapat dengan pengertian otonomi
pembuatan dan pengambilan keputusan daerah yang terdapat dalam Undang-Undang
mengenai kepentingan daerahnya sendiri. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi Daerah yaitu kewenangan daerah otonom
tersebut, maka daerah dapat dikatakan sudah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
berdaya untuk melakukan apa saja sendiri tanpa masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
tekanan dari luar (external intervention). berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 22 tahun peraturan perundang-undangan.
1999 tentang Pemerintah Daerah Bab I Tidak ada definisi tunggal dan universal
tentang Ketentuan Umum Pasal 1 huruf h mengenai arti kata desentralisasi. Dari akar
menyatakan bahwa “otonomi daerah adalah kata bahasa latinnya. Desentralisasi berarti jauh
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dari pusat (Away from center). Lebih lanjut,
dan mengurus kepentingan masyarakat sebagai suatu kebenaran praktis, desentralisasi
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan selalu digunakan secara bersama-sama dengan
aspirasi masyarakatsesuai dengan peraturan sentralisasi. Tuner dan Hulme menyatakan:
perundang-undangan”.
Sehubungan dengan hal tersebut di All systems of government involve a
combination of centralized and decentralized
atas, Ateng Sjaffrudin dalam Handoyo,
authority, however, finding a combination of
H C (1998;27) mengatakan bahwa istilah central control and local autonomy that
otonomi mempunyai makna kebebasan satisfies regimeneeds and popular demands
atas kemandirian (Zelfastandigheid), tetapi is apersistent dilemma for government.
bukan kemerdekaan (onafhonkelijkheid). Centralization and decentralization are
not attributes that can be dischotomized:

6
Muhammad Hendri Nuryadi -- Model Pengembangan Peran Serta Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam
Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah Kota Surakarta

rather they represent hypothetical poles struktur birokrasi pemerintah dan dikontrol
on a continuum that can be calibrated by tidak secara langsung oleh pemerintah
many different indicates (Turner dan Hulme,
pusat; (3) Devolusi, pembentukan dan
1997:152 dalam, Syaukani dkk, 2003: 296-
297). pemberdayaan unit-unit pemerintah di
tingkat lokal oleh pemerintah pusat dengan
Salah satu implikasi bahwa sentralisasi kontrol pusat seminimal mungkin dan
dan desentralisasi tidak dapat dipisahkan adalah terbatas pada bidang-bidang tertentu saja;
bahwa desentralisasi tidak mengharuskan (4) Privatisasi/debirokratisasi, pelepasan
semua kekuasaan didelegasikan oleh pusat ke semua tanggungjawab fungsi-fungsi kepada
daerah, seperti yang diungkapkan oleh Turner organisasi organisasi pemerintahan atau
dan Hulme (1997: 152) sebagai berikut: perusahaan-perusahaan swasta.
Berangkat dari pengertian desentralisasi
The central government must retain a yang luas, (devolution) sebagai desentralisasi
core functions over essential matters and politik (political decentralization). Ini karena
ultimately has the authority to redesign wewenang yang diserahkan oleh pemerintah
the system of government and to discipline
pusat kepada daerah adalah wewenang untuk
or suspend decentarized units that are not
performing effectively (Syaukani dkk, 2003: mengambil keputusan-keputusan politik.
296-297). Menurutnya, devolusi sering pula disebut
sebagai democratic decentralization karena
Ditinjau dari segi politik, desentralisasi terjadinya penyerahan wewenang/kekuasaan
seringkali diartikan sebagai transference kepada lembaga perwakilan rakyat daerah
of authority, legislative, judicial, or yang dipilih atas dasar pemilihan.
Administrative, from a higher level of Desentralisasi diperlukan pada umumnya
government to a lower level. Seperti diketahui, karena faktor-faktor berikut (Smith, 1986; 18-
berdasarkan pendapat klasik G. Shabir 30 dalam Ratnawati, 2003;78-79): (1) Untuk
Cheema dan Dennis A. Rondinelli, ada empat pendidikan politik desentralisasi memberikan
yaitu dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan pemahaman kepada masyarakat tentang peran
privatisasi atau debirokratisasi, pengertian debat politik, penyeleksian para wakil rakyat
konsep-konsep tersebut secara garis besarnya dan pentingnya kebijakan, perencanaan, dan
adalah sebagai berikut (Cheema dan Rondinelli anggaran dalam suatu sistem demokrasi;
(eds.) 1983; 18 dalam Ratnawati,2003;76- (2) Untuk latihan kepemimpinan politik.
77): (1) Dekonsentrasi, pengalihan beberapa Desentralisasi menciptakan sebuah landasan
kewenangan atau tanggung jawab administrasi bagi pemimpin politik prospektif di tingkat
di dalam (internal) suatu kementerian atau lokal untuk mengembangkan kecakapan
jawatan. Di sini tidak ada transfer kewenangan dalam pembuatan kebijakan, menjalankan
yang nyata. Bawahan menjalankan kewenangan partai politik, serta menyusun anggaran. Dari
atas nama atasannya dan bertanggung jawab para pemimpin di tingkat lokal ini diharapkan
kepada atasannya; (2) Delegasi, transfer mampu melahirkan politisi-politisi nasional
(pelimpahan) tanggung jawab fungsi-fungsi yang handal; (3) Untuk memelihara stabilitas
tertentu kepada organisasi-organisasi di luar politik. Partisipasi masyarakat dalam politik

7
Jurnal Ketahanan Nasional, XIX (1), April 2013: 1-11

formal melalui voting dan praktek-praktek (Accountability). (9) Visi Strategis (Strategic
lain (misalnya dukungan aktif terhadap Vision).
partai-partai politik) dapat meningkatkan Pada dasarnya konsep good & clean
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. governance memberikan rekomendasi pada
Dengan cara ini dapat diharapkan tercapainya sistem pemerintahan yang menekankan
harmoni sosial, semangat kekeluargaan, kesetaraan antara swasta, dan masyarakat
dan stabilitas politik; (4) Untuk mencegah madani (civil society), good & clean
konsentrasi kekuasaan di pusat. Kesetaraan governance berdasar pandangan ini berarti
politik dan partisispasi politik akan mengurangi suatu kesepakatan menyangkut pengaturan
kemungkinan konsentrasi kekuasaan. negara yang diciptakan bersama oleh
Kekuasaan politik akan terdistribusi secara pemerintah, masyarakat madani (civil society)
luas sehingga desentralisasi merupakan sebuah dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut
mekanisme yang dapat mencakup kelompok mencakup keseluruhan bentuk mekanisme,
miskin atau kelompok marjinal; (5) Untuk proses dan lembaga-lembaga di mana warga
memperkuat akuntabilitas publik. Akuntabilitas dan kelompok masyarakat mengutarakan
diperkuat karena perwakilan setempat lebih kepentingannya, menggunakan hak hukum,
accessible terhadap penduduk setempat memenuhi kewajiban dan menjembatani
dan oleh karenanya akan lebih bertanggung perbedaan di antara mereka. Selanjutnya,
jawab terhadap kebijakan dan hasil-hasilnya, governance sebagaimana didefinisikan UNDP
dibanding pemimpin politik nasional atau adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan
pegawai pemerintah; (6) Untuk meningkatkan administrasi dalam mengelola masalah-
kepekaan elit terhadap kebutuhan masyarakat. masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan
Sensitivitas pemerintah meningkat karena tersebut bisa dikatakan baik (good atau
perwakilan lokal ditempatkan secara tepat sound) jika dilakukan dengan efektif dan
untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat,
lokal dan agar bagaimana kebutuhan tersebut dalam suasana demokratis, akuntabel serta
terpenuhi dengan cara-cara yang efektif. transparan.
Dengan diberlakukannya otonomi Sesuai dengan pengertian di atas,
daerah dengan sistem desentralisasi ini maka pemerintahan yang baik itu adalah
maka diharapkan akan mewujudkan good pemerintahan yang baik dalam ukuran proses
and clean governance yang ditandai dengan maupun hasil-hasilnya. Semua unsur dalam
sembilan aspek fundamental menurut Lembaga pemerintahan bisa bergerak secara sinergis,
Administrasi Negara dalam perwujudan, tidak saling berbenturan, memperoleh
yaitu (1) Partisipasi (Participation). (2) dukungan dari rakyat dan lepas dari gerakan-
Penegakkan Hukum (Rule of Law). (3) gerakan anarkis yang bisa menghambat proses
Transparansi (Transparency). (4) Responsif dan lajunya pembangunan. Pemerintahan juga
(Responsiveness). (5). Orientasi Kesepakatan bisa dikatakan baik jika pembangunan itu dapat
(Consensus Orientation). (6) Keadilan dilakukan dengan biaya yang sangat minimal
(Equity). (7) Efektivitas (Effectiveness) dan menuju cita kesejahteraan dan kemakmuran
Efesiensi (Efficiency). (8) Akuntabilitas sebagai basis model dari pemerintahan.

8
Muhammad Hendri Nuryadi -- Model Pengembangan Peran Serta Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam
Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah Kota Surakarta

Pemerintahan itu dapat dikatakan baik, sosial di daerah yang dinamis pada semua
jika produktif dan memperlihatkan hasil aspek kehidupan. Sedangkan keberhasilan
dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat mewujudkan stabilitas sosial yang dinamis
meningkat baik dalam aspek produktivitas ditentukan oleh keberhasilan pembentukan
maupun dalam daya belinya, kesejahteraan watak dan kepribadian bangsa Indonesia di
spiritualitasnya terus meningkat dengan daerah yang bersangkutan sehingga dapat
indikator rasa aman, tenang dan bahagia serta memperkokoh nasionalisme. Sebagai kondisi
sense of nationality yang baik. Semua indikator ketahanan nasional mengandung anasir-anasir
itu diukur dengan paradigma pemerataan, dasar ketangguhan dan keuletan bangsa yang
sehingga kesenjangan itu secara dini terus mampu mengembangkan kekuatan nasional
diperkecil. Proses pelaksanaan pembangun di dalam menghadapi segala ancaman,
an sebagai wujud pelaksanaan amanah tantangan, hambatan dan gangguan baik
pemerintahannya juga harus dilakukan dengan yang datang dari dalam maupun yang datang
penuh transparansi serta didukung dengan dari luarnegeri, yang langsung maupun tidak
manajemen yang akuntabel. Good & clean langsung membahayakan integritas, identitas
governance sebagai sebuah paradigma dapat kelangsungan hidup bangsa dan negara
terwujud bila ketiga pilar pendukungnya dapat berdasarkan pancasila dan UUD Tahun1945,
berfungsi secara baik yaitu negara, sektor serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan
swasta, dan masyarakat madani (civil society). nasional (Sunardi, 1997).
Negara dengan birokrasi pemerintahannya Tentunya keberhasilan ketahanan
dituntut untuk merubah pola pelayanan dari nasional secara merata, dilatarbelakangi oleh
birokrasi elitis menjadi birokrasi populis. kesuksesan dalam segala aspek di daerah,
Sektor swasta sebagai pengelola sumber daya sedangkan ketahanan wilayah merupakan
di luar negara dan birokrasi pemerintahan wujud dari kedua pengertian tersebut yang
pun harus memberikan kontribusi dalam dalam pengertiannya adalah ketahanan
usaha pengelolaan sumber daya tersebut. wilayah itu merupakan terwujudnya kondisi
Penerapan cita good & clean governance dinamis di wilayah dalam segala aspek yang
pada akhirnya mensyaratkan keterlibatan berisi segala kemampuan memberdayakan
organisasi kemasyarakatan sebagai kekuatan segenap potensi wilayah baik potensi dari
penyeimbang negara. unsur alamiah maupun unsur-unsur sosial
termasuk pertahanan dan keamanan untuk
Ketahanan Wilayah mengantisipasi setiap potensi ancaman yang
Ketahanan wilayah adalah wujud langsung atau tidak langsung mengancam
dari ketahanan nasional di daerah, yang stabilitas wilayah.
ditentukan oleh kualitas sumber daya insani Melihat pengertian tersebut di atas,
yang patriotik-religius, yang mencakup tentunya tanpa ketahanan wilayah di daerah
kualitas intelektual, moral dan etika, kualitas tidak akan terwujud ketahanan nasional dan
kepemimpinan serta kualitas pengabdian. ketahanan di daerah, situasi dan kondisi di
Adapun tingkat ketahanan wilayah dapat segala aspek tidak berjalan dengan baik yang
dikenali dan tercermin pada tingkat stabilitas bermuara pada terganggunya stabilitas sosial

9
Jurnal Ketahanan Nasional, XIX (1), April 2013: 1-11

Gambar 3. Draff Model Peran Seri “Manunggaling Kawulo Gusti”

yang dinamis di daerah dan stabilitas nasional Model Pengembangan


pada akhirnya, sehingga begitu pentingnya dan Terkait dengan identifikasi masalah
sangat dibutuhkannya kestabilan dari bawah dan isu yang terkait dengan otonomi daerah
terjaga dengan baik karena kestabilan dari dan desentralisasi, evaluasi kebijakan publik
bawah merupakan akar dari kokohnya dan meliputi ( 1) Pemahaman terhadap konsep
terwujudnya stabilitas nasional sesungguhnya, desentralisasi dan otonomi daerah yang
dan pada akhirnya akan memperkuat dan belum mantap (Masalah Kewenangan). (2)
membentuk ketahanan nasional suatu bangsa Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi
lebih punya daya tahan. Melalui analisis mikro di daerah yang belum memadai dan penyesuaian
mungkinkan untuk mengadakan kajian tentang peraturan perundangan-undangan yang ada
ketahanan pribadi, ketahanan wilayah, ketahanan masih sangat terbatas (Kelembagaan). (3)
sektor tertentu. Dengan demikian kontribusi atau Sosialisasi UU Otonomi Daerah dan pedoman
peranan tiap unit dalam negara diungkapkan yang tersedia belum mendalam dan meluas.
serta kemudian dapat ditempuh langkah-langkah (4) Manajemen penyelenggaraan otonomi
penyempurnaannya bila ternyata kondisi kurang daerah masih sangat lemah (Keuangan). (5)
memuaskan (Sunardi, 1997: 20). Pengaruh perkembangan dinamika politik dan
Untuk menunjang penelitian ini maka aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi
studi pendahuluan yang sudah dilaksanakan yang tidak mudah dikelola (Perwakilan). (6)
meliputi studi tentang peran serta masyarakat Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang
dalam otonomi daerah, studi tentang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan
implementasi nilai-nilai PKn dan implikasinya otonomi daerah (Manajemen Pelayanan
terhadap ketahanan sosial Kota Surakarta. Publik). (7) Belum jelas dalam kebijakan
Persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap pelaksanaan perwujudan konsep otonomi
kebijakan anggaran pendidikan di kota. yang proporsional ke dalam pengaturan
Persepsi mahasiswa terhadap wawasan konsep otonomi yang proporsional ke dalam
nusantara dan sikap terhadap territorial pengaturan pembagian dan pemanfaatan
negara, demokrasi deliberative dalam konteks sumber daya nasional, serta perimbangan
pendidikan kewarganegaraan keuangan pusat dan daerah sesuai prinsip-

10
Muhammad Hendri Nuryadi -- Model Pengembangan Peran Serta Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam
Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah Kota Surakarta

prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, DAFTAR PUSTAKA


pemerataan dan keadilan, serta potensi dan Ananda, Candra Fajri, Peran Partisipasi
keanekaragaman daerah dalam kerangka Masyarakat Pada Otonomi Daerah. http://
NKRI (Pengawasan). www.otoda.or.id/Artikel/ Candra%20
Fajri.htm (dk.10 Jan 01).
SIMPULAN Anonim ,2004. Partisipasi Masyarakat Dalam
Menemukan model pengembangan peran Penyelenggaraan Otonomi Daerah ( Studi
serta masyarakat yang berbasis karakteristik Kasus ). http/www.Forum-inovasi.or.id.
lokal dan implikasinya terhadap ketahanan Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu
wilayah. Berdasarkan pengumpulan data politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
di lapangan yang dilakukan dengan teknik: Utama.
observasi, FGD, wawancara, dan studi Handoyo,H.C. 1998. Otonomi Daerah Titik
dokumen, ditemukan model pengembangan Berat Otonomi dan Urusan Rumah Tangga
peran serta masyarakat yang berbasis Daerah. Yogyakarta: Universitas Atma
karakteristik lokal yang sesuai dengan kondisi Jaya Press.
Kota Surakarta adalah model peran serta Horoepoetri, Arimbi. Peran Serta Masyarakat
masyarakat yang berbasis “manunggaling Dalam Pengelolaan Lingkungan http://
kawulo gusti” atau bersatu padunya antara www.otoda.or.id/Artikel/Arimbi%20
penguasa serta rakyatnya. Dengan kesatuan, Horoepoetri.html (dk 10 Jan 01)
kepaduan, serta kebersamaan dalam roh Maran, R, R . 2001. Pengantar Sosiologi Politik
Tri Dharma: rumongso melu handarbeni .Jakarta:PT. Rineka Cipta.
(merasa ikut memiliki), wajib hengrungkebi Ratnawati,Tri. 2003. Kompleksitas Persoalan
(wajib ikut membela dengan ikhlas), mulat Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta:
sariro hangroso weni (mawas diri, untuk Pustaka Pelajar.
kemudian berani bersikap), segala macam Sumardi, RM. 1997. Teori Ketahanan Nasional.
bentuk keangkara-murkaan dan kedurjanaan Jakarta: Hastanas.
dapat sehingga berimplikasi pada ketahanan Syaukani, dkk. 2003. Otonomi Daerah dalam
wilayah yang baik. Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

11

Anda mungkin juga menyukai