PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan
pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara bangsa ini terbentuk, struktur sejenis
desa, masyarakat adat dan sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai
posisi yang sangat penting. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat
istiadat dan hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Hal ini antara lain ditunjukan dengan
Sejalan dengan perkembangan zaman telah memberikan nuansa baru dalam sistem
berkurang kondisi ini sangat kuat terlihat dalam pemerintahan Orde Baru yang
UndangUndang ini melakukan penyeragaman secara nasional, hal ini kemudian tercermin
dalam hampir semua kebijakan pemerintah pusat yang terkait dengan desa.
Proses reformasi politik dan penggantian pemerintahan yang terjadi pada tahun
1998, telah diikuti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Nomor 22 Tahun 1999 dalam Bab XI pasal 93-111 tentang penyelenggaraan pemerintah
XI pasal 200-216 dan PP Nomor 76 Tahun 2001 tentang pedoman umum pengaturan
pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah.
Dalam Pasal 94 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bentuk pemerintahan desa terdiri
atas Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dimana pemerintahan desa terdiri atas
Kepala Desa dan perangkat desa (Sekdes, Kepala urusan, Kepala Dusun), sedangkan
Badan Perwakilan Desa sesuai dengan pasal 104 adalah wakil penduduk desa yang dipilih
dari dan oleh penduduk desa yang mempunyai fungsi mengayomi adat istiadat, membuat
Desa dan melaporkan kepada Bupati. Dengan demikian mekanisme yang diterapkan telah
demikian.
menyebutkan bahwa yang namanya Desa atau yang disebut dengan nama lain yang
selanjutnya disebut dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan
nasional dan berada di daerah kabupaten. Berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas, maka
mengenai kemajuan desa tersebut, karena desa sebagai daerah otonom yang memiliki
daerahnya.
penyelenggaraan pemerintah daerah maka hal itu tidak bisa lepas dari konsep dasar
tersebut adalah:1
pengendalian.
Oleh karena hal tersebut di atas, tulisan ini mengangkat masalah pemberdayaan
B. Permasalahan
1 Kaloh, DRJ. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 57.
Serdang
2. Manfaat Penulisan
a. Secara Teoritis
b. Secara Praktis
“Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati dalam Perspektif Hukum Pidana Islam”
belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari
skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran
ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab
sepenuhnya.
dalam tata pemerintahan desa, realitasnya demokrasi desa dalam era transisi pertama
pelaksanaan demokrasi desa. Istilah, struktur, fungsi dan mekanisme dalam menjalankan
otoritarian tidak memberikan peluang yang cukup bagi munculnya perbedaan dalam
corak dan tata cara pengaturan dalam pemerintahan desa. Dalam era transisi kedua terjadi
monolitik di tangan kepala desa menjadi Badan Perwakilan Desa (BPD-1) yang jauh
lebih demokratis sehingga dapat menghasilkan relasi kuasa yang lebih berimbang.
lewat pembentukan lembaga baru Badan Permusyawaratan Desa (BPD-2) yang fungsinya
2. Konsepsi
Pemberdayaan berasal dari kata ‘daya’. Arti daya adalah kekuatan atau tenaga,
misalnya: daya pikir, daya batin, daya gaib, daya gerak, daya usaha, daya hidup, daya
Pertama, pemberdayaan adalah proses, yaitu perubahan dari status yang rendah ke
status yang lebih tinggi. Kedua, pemberdayaan adalah metode, yaitu sebagai suatu
adalah program, yaitu sebagai tahapan-tahapan yang hasilnya terukur menuju kehidupan
rakyat yang mandiri dan sejahtera. Keempat, pemberdayaan adalah gerakan, yaitu
2http://ilmupemerintahan.wordpress.com/2009/04/05/transformasi-tata-pemerintahan-desa/.
Diakses pada tanggal 20 Mei 2010.
3 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1985.
4 http://sobirin-xyz.blogspot.com/2008/07/hakekat-pemberdayaan.html. diakses pada tanggal 20
Mei 2010.
negara dengan cara dan sistem tertentu sesuai dengan tujuan didirikannya negara
tersebut.5
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
Kabupaten.6
a. Otonomi daerah
a. Dalam pembagian daerah, belum atau tidak cukup jelas mengatur pembagian
daerah. Apa ukuran atau kriteria suatu daerah provinsi dapat dikatakan otonom.
kabupaten/kota.
jumlah penduduk, luas daerah dan lain-lain. Kriteria seperti ini dapat
tercermin pula kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Kondisi seperti ini akan
tetap menempatkan pusat sebagai pihak yang lebih tinggi dari provinsi, kemudian
provinsi sebagai pihak yang lebih tinggi dari kabupaten/kota, dan seterusnya.
masalah-masalah daerah.
perangkat derah, akan tetapi tidak ada kejelasan kewenangan daerah merekrut
g. Dalam hubungan pusat dan daerah. Harus ada batasan yang jelas hubungan antara
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara
Undang-undang ini.
c. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud
nasional.
8 Ibid
dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk
f. Otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah
wilayah negara dan tetap tegaknya NKRI dalam rangka mewujudkan tujuan
negara.
c. asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan dari daerah provinsi, daerah
9 Setyawan Salam, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai Dan sumber daya,
Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 94.
otonom, yaitu:10
b. variabel penunjang, yang terdiri dari faktor geografi dan faktor sosial budaya; dan
c. variabel khusus yang terdiri dari sosial politik, pertahanan dan keamanan serta
penghayatan agama.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak
pemantauan dan evaluasi. Di samping itu, juga memberikan bantuan dan dorongan
kepada daerah agar otonomi dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Otonomi berasal dari kata Yunani outos dan nomos, outos berarti “sendiri” dan
nomos berarti “perintah”. Sehingga otonomi bermakna “memerintah sendiri”, yang dalam
wacana administrasi publik otonomi sering disebut sebagai local self government.11
11
3. Pemerintahan Desa
10 HAW Widjaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001,
hal. 39.
11http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tentang-kuliah-tentang-otonomi-daerah. html.
Diakses tanggal 20 Mei 2010.
“Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai satu kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat
istimewa sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945.
Landasan pemikiran dalam pengaturan Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat”.13
tersebut dapat dilihat dari kewenangan yang diberikan yang tertuang dalam pasal 206,
yang menyebutkan bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
Perwakilan Desa (BPD) sebagai bentuk miniatur DPRD di tingkat Kota maupun
desa yang selama ini tidak memiliki “lawan” atau yang mengontrol jalannya Pemerintah
Desa. Selain itu keberadaan lembaga ini akan membawa perubahan suasana dalam proses
Pemerintahan di desa.
Desa, begitu pula kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintahan Desa dalam hal ini
kepala Desa juga akan berbeda dari sebelumnya. Namun yang tidak kalah pentingnya
adalah masalah keuangan Desa (pasal 212) yang mengatur tentang sumber pendapatan
desa, yaitu berdasarkan pendapatan asli desa (hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil
12 Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 22.
13 Undang-undang Otonomi Daerah, 1999, hal 47.
sah), kemudian bantuan dari Pemerintah Kabupaten berupa bagian yang diperoleh dari
pajak dan retribusi serta bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh Pemerintah Kabupaten, selain itu bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah
Beberapa hal yang dimuat dalam keuangan desa ini merupakan hal yang baru bagi
Pemerintah Desa karena selama ini mereka belum terbiasa untuk berkreasi mencari
Pemerintahan Desa yang terbaik dan sesuai untuk masyarakat desa di Indonesia maka
perlu mempelajari perkembangan pemerintaan Desa sejak awal. Di bawah ini merupakan
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diambil.1415
gambaran mengenai kinerja BPD dengan didukung data-data tertulis maupun data-data
hasil wawancara.
lokasi dalam penelitian akan dapat lebih mudah untuk mengetahui tempat dimana suatu
penelitian dilakukan. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Desa
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. 16
masalah yang akan dibahas dalam hal ini adalah dari Badan Permusyawaratan
Daerah (BPD), pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa dan perangkat
dan observasi.
Penelitian di samping perlu menggunakan metode yang tepat, juga perlu memilih
alat dan teknik pengumpulan data yang relevan. Teknik pengumpulan data dalam
16 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta,
2002, hal. 107.
b. Pengamatan (observasi)
adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu yang
akan diselidiki.18
c. Dokumentasi
seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil
penelitian.19
5. Analisa Data
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan
dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini,
sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan.
G. Sistematika Pembahasan
BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain
Penulisan.
BAB II : Bab ini akan membahas tentang tinjauan umum tentang tindak Sejarah
pemerintahan desa
BAB IV: Bab ini akan dibahas tentang pemberdayaan pemerintahan desa dalam
BAB IV: Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi