Anda di halaman 1dari 6

Nama : Agung Jayansyah

Stambuk : B 401 18 067


Mata Kuliah : Pemerintahan Desa
Dosen Pengampuh : Dr.M.Nur Alamsyah.S.IP,M.Si

REVIEW MODEL TATA KELOLA PEMERINTAH DESA YANG DEMOKRATIS

 Perkembangan tata kelola pemerintah desa


a. Jenis dan tipologi desa di Indonesia,Istilah yang merujuk pada desa sebenarnya
tidaklah seragam. Di beberapa tempat,istilah itu didefinisika denagn berbagai arti
tergantung pada istilah yang dikenal oleh masyarakatnya. Secara umum desa
diartikan sebagai suatu pemukiman manusia yang tersususn oleh dua faktor
yaituketurunan dan territorial yang terletak diluar kota dan penduduknya mengelol
bidang pertanian. Secara khusus,desa dipahami secara administratif yaitu sebagai
suatu kesatuan hokum dari suatu masyarakat yang berhak untuk melaksanakan
pemerintahan sendiri. Disamping desa pertanian,beberapa jenis desa lainnya juga
dijumopai seperti desa pantai atau pesisir dengan pola perikanan atau komunitas
usaha jasanya,desa pariwisata dengan pola usaha jasa pariwisata dan komunitas jasa
usahanya,atau desa perkebunan dengan pla perkebunan dan komuntas perkebunannya
seperti terdapat pada daerah perkebunan the di daerah jawa barat,kelapa sawit
didaerah sumatera,dan perkebunan cokelat di daerah Sulawesi. Dengan demikian,desa
di Indonesia tidak hanya terdapat satu tipe saja mengenai apa yang di sebut desa.
b. Praktik demikeasi desa atau yang biasa disebut demokrasi asli tercermin pada lima
aspek seperi rapat,mufakat,gotong royong,hak mengadakan protes bersama,dan hak
menyingkir dari dari kekuasaan raja. Kelima nilai demikrasi asli ini merupaka sesuatu
yang khas,baik dijawa maupun diluar jawa dengan sebutan dan mekanisme yang
berlainan. Praktik demokrasi asli itupun menjadi unik pada masing-masing desa
secara individual. Artinya,desa-desa di Indonesia sudah menumbuh kembangkan
nilai-nilai demokrasinya sendiri,dengan variasi-variasi yang justru saling melengkapi
satu dengan yang lainnya. Satu nilai yang utama dalam praktik demikrasi adalah
musyawarah sebagaiman diwujudka dalam rapat desa atau rembug desa sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi di desa.
c. Kelemaha dan kekuatan praktik demokrasi desa,dari ketiga tipologi desa yang
didasarkan pada perkembangan tata kelola pemerintahaan diatas dan prakti-praktik
demokrasi yang pernah ada,terdapat persamaan yang hampir dapat ditemukan dri
ketiga jenis tipologi desa yang dimaksud. Persamaan itu ialah kuatnya pengaruh
implementasi kuatnya peraturan perundng undangan yang tekah disebutkan
1. Alternatif 1 : model tata kelola pemerintahan desa rasional dan demokratis
a. Prinsip pembagian kekuasaan,secara ilmiah dalam setiap masyarakat memang terbagi
atas dua jenis kelompok yaitu yang memerintah dan diperintah. Ada dua jenis
kekuasaan yang diterapkan ditingkat desa yaitu kekuasaan menjalankan fungsi-fungsi
pemerintaha dan kekuasaan untuk menjalankan fungsi pengawasan. Pembagian
kekuasaan ditingkat desa semacam ini bukan trias politica,tetapi lebih pada dual
politica sebagaimana pernah dianut dalam UU No 22/1999 tentang pemerintahan
daerah menyebabkan dua mainstream kekuatan yang dalam praktiknya
memperlihatkan dua pola atau kecenderungan.
b. Kelembagaan,peran dan fngsi,dari sisi kelembagaan,peran dan fungsi unsur
demokrasi terletak pada beberapa hal yaitu yang pertama adalah proses pemilihan
pemimpin,yang kedua yaitu pelibatan warga dalam pengamblan keputusan di tingkat
desa yang ketiga adanya keterlibatan warga dalam penyusunan struktur kelembagaan
di tingkat desa dan yang ke empat adanya relasi-relasi yang transparan atau satu
lembaga dengan lembaga lainnya.
c. Rekruitmen,cara memilih kepala desa,lembaga perwakilan,dan lembaga mediator
politik didasarkan pada dua cara. Untuk kepal desa,model demokrasi langsung yang
diterapkan melalui cara warga memilih secara langsung dan dapat diterapkan.
Sementara untuk lembaga perwakilan desa,pemilihan langsung oleh warga dilakukan
secara terbata,atas dasar dusun-dusun sebagai basis daerah pemilihan,dan lembaga
mediator politik unsur-unsur dri desa proses pemilihannya ditentukan melalui
musyawarah warga ditingkat desa.
d. Proses pembuatan keputusan desa dan mekanisme pertanggung jawaban,proses
pembuatan keputusan,partisipasi warga dan tanggugat ini adalah suatu proses yang
prinsip-prisipnya di dasarka pada beberapa hal berikut:
 Pembuatan keputusan tidak ditentukan semata-mata oleh kepala desa dan palemen
desa tetapi melibatkan warga desa.
 Komunitas memiliki hak veto atas keputusan desa yang merugikan kepentingan
bersama
 Pelibatan warga amat penting dalam setiap pembuatan keputusan ditingkat desa
 Aspek akuntabilitas dan pertanggung jawaban.
e. Anggaran dan akuntabilitas,sebagai konsekuensi dari upaya untuk mendorong
perubahan desa rasional agar lebih demokratis dan memiliki kemampuan minimal
dalam tata kelola pemerintaha yang modern maka tidak semestinya anggaran untuk
penguatan tersebut diserahkan sepenuhnya pada desa untuk memenuhinya.
f. Partisipasi dan kontrol warga,pentingnya keterlibatan warga dalam setiap proses
pembuatan keputusan dan implementasi program-program ditingkat desa berkaitan
dengan empath al,yang pertama yaitu agar kepentingan warga tidak dirugikan oleh
kebijakan ditingkat desa,kedua yaitu agar pemerintah desa memiliki tangguggugat
terhadap warga dan mendorong pemerintahan desa untuk transparan,ketiga adalah
agar ada pengawasan warga sejak awal atas perencanaan hingga implementasi,dan
keempat yaitu agar tidak ada niat ddari para penguasa di tingkat desa untuk melakuka
prakto-praktik pemerintaha yang korup dan tidak bersih dan berwibawa.
2. Alternatif 2 : model tata kelola pemerintahan desa genealogis yang demokratis
Desa geologis yakni desa yang secara alamiah terbentuk atas dasar ikatan
darah(keturunan),yaitu masyarakat hokum yang terjadi dari orang-orang yang berasal
dari turuna hasil perkawinan yang merujuk pada orang sebangsa,sesuku,family,sanak-
saudara,dan keluarga. Di dalam model ini ciri-ciri model desa genealogis mengacu
pada ciri dan karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam konteks itu,desa
Geanalogis lebih mendasarkan pengaturan tata kelola pemerintaha pada nilai-nilai
adat-istiadat yang berlakulama sebagai suatu nilai yang memang sejak awal diakui
dalam seiap peraturan perundang undangan sebagai suatu bentuk pengaturan
kehidupan bersama atas dasar adat-istiadat yang berlaku bagi masyarakat desa.
Dengan demikian desa-desa adat yang tidak menggunakan nilai-nilai adatnya untuk
mengatur birokrasi dan pelayanan pablik bagi masyarakatnya,dan menjadi prinsip
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa tidak termasuk dalam kategori ini.
Sebagai contoh desa adat yang dikenal dibali,yang hanya mengurus urusan
keagamaan dan budaya tidak termasuk dalam cakupan desa genealogis ini.
3. Alternatif 3 : model tata kelola pemrintahan desa hybrid atau campuran yang
demokratis
Desa eklektik atau campuran (hybrid) adalah sebuah desa yang dalam perkembangan
pengelolaan tata pemerintahan desanya mengadopsi nilai-nilai adat-istiadat yang
dahulu digunakan untuk mengatir kehidupan bersama dalam pengertian mengelola
pemerintahan di tingkat desa. Contoh-contoh pengaturan demikian dapat dilihat dari
beberapa praktik pemerintahan desa yang umumnya ada diluar jawa yang sampai hari
ini masih dipetahankan,seperti di Sumatera barat,Aceh,Kalimantan,dan Maliku dan
sebagainya. Masyarakat sebelumnya telah mengenal tata kelola pemerintahan yang
didasarkan pada adat-isdiatat yang berlaku,yang khas dikenal diwilayah tersebut.
Setelah orde aru melakukan penyeragaman dengan berlakunya UU No.
5/1979,praksis tata pemerintahan di tingkat desa yang khas tersebut,tercabut dan
hilang digantikan oleh model pemerintahan yang diseragamkan yang condong
diadopsi dari model desa jawa. Kini setelah reformasi bergulir ada semangat untuk
merevitalisasi tatanan yang khas tersebut sebagai basis pengaturan pemerintahan
ditingkat desa dengan sejumlah modifikasi,baik dari segi prinsip maupun bentuknya.
Dalam praktiknya,setelah terjdi perubahan dari UU No 5/1979 ke UU No 22/1999
dan kemudian ke UU No 32/2004 tentang pemrintah daerah,semangat untuk
menghidupkan pemerintahan desa yang berbasis pada cara-cara lama disebuah
temopat tampak kuat sekali. Sayang,tidak terlalu tampak perbedaan dengan struktur
pemerintahan yang sifatnya umum. Padahal dilihat dari semangatnya,tata kelola
untuk desa jenis ini adalah sedapat mungkin mengadopsi tata cara asli yang dikenal
oleh masyarakatnya dalam struktur pemerintahan ditingkat desa. Meski disadari
disejumlah tempat seperti di Sumatera Barat,Maluku,Kalimantan referensi
masyarakat masih cukup kuat untuk dapat kembali membangun praktik-praktik
pemerintahan desa yang dulu pernah diterakan. Upaya pembentukan kembali
kesatuan masyarakat hokum dimana desa diatas berbasis pada adat menjadi struktur
tunggal di tingkat local merupakan suatu kemajuan. Model ini memberi peluang atas
pembentukan model pemerintaha desa yang sesuai dengan sejarah adat dan regulasi
negara. Model ini juga memiliki basis kultural yang kuat dimana terdapat upaya
pemulihan identitas local dan modal sosial dalam mengatur hidup secara bersama.
Dalam kasus pembentukan kembali Nagari di Sumatera barat,misalnya dapat pula
menjadi instrument untuk menyudahi benturan antara agama,adat dan hokum negara.
Model demokrasi desa elektik ini dicoba untuk disusun berdasarkan asumsi bahwa
daerah-daerah tersebut tidak sepenuhnya dapat menerapkan tata kelola pemerintahan
berdasarkan adat murni.tetapi dikombinsikan dengan prinsip tata kelola birokrasi
yang modern,dengan sejumlaj prinsip yang ada pada desa rasional disatu sisi dan
disisi lain dengan prinsip-psrinsip yang berlaku didesa genealogis di sisi lain. Peluang
bagi kombinasi-kombinasi tersebut sangat terbuka setelah adanya perubahan
peraturan perundang-undangan,dimana desa semacam ini merupakan jenis desa
transisional dan dimana prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan aturan
perundangan dikombinasikan dengan nilai-nlai tradisional(adat).
Tata kelola pemerintahan desa yang mengadopsi nilai-nlai adat disatu sisi dengan
tetap mengikuti logika model pemerintahan modern di sisi lain sudah barang tentu
layak dijadikan sebagai bahan pertimbangan kebujakan. Hal ini setidaknya didasarkan
atas dua asumsi dasar. Pertama, terdapat semangat yang cukup kuat di masyarakat
untuk kembali mempraktikkan pemerintahan desa berdasarkan nilai adat yang pernah
di praktikkan pada masa lalu. Kedua, terdapat tuntutan yang juga semakin meluas di
kalangan masyarakat dewasa ini agar tata kelola pemerintahan desa juga
mempertimbangkan asas-asas pemerintahan modern dan demokratis yang
menjunjung tinggi akuntabilitas dan transparan. Dengan demikian antara keinginan
untuk merevitalisasi adat dari sebagian tata kelola pemerintahan desa disatu sisi
dengan keinginan untuk menumbuhkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
modern dan demokratis di sisi lain tidak perlu dipandang sebagai keinginan (aspirasi)
yang saling bertentangan atau bertolak belakang, melainkan sebagai dua sisi yang
justru saling melengkapi (sinergis). Yang pertama mengandaikan adanya basis
legitimasi kultural, sementara yang disebut terakhir mengandaikan adanya
pertanggungjawaban publik.

Anda mungkin juga menyukai