Anda di halaman 1dari 7

INSURGENT PLANNING: SITUATING RADICAL PLANNING

IN THE GLOBAL SOUTH


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Perencanaan
(TKP 509)

Disusun oleh :

AULIA FINTI ALDA


VICKY RASYIID MAULANA

21040111130030
21040111130046

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
A. RINGKASAN ARTIKEL

Penjelasan

mengenai

perencanaan

radikal

didasarkan

pada

partisipasi masyarakat, yang dijelaskan melalui gagasan gagasan dengan


menolak

praktek

perencanaan

kapitalisme

neoliberal.

Hal

tersebut

bertujuan untuk menstabilkan suatu negara dengan melibatkan masyarakat


dalam sistem pemerintahannya. Dalam artikel ini terdiri dari 5 bagian yang
memahami tentang gagasan pemberontakan praktek perencanaan, yaitu
sebagai berikut:
1. Pemikiran Kembali Tentang Partisipasi
Penindaklanjutan peran partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
neoliberal yang mengacu pada kebebasan, didasarkan pada kebijakan,
ideologi,

nilai

pemerintahan.

nilai,

dan

Partispasi

rasionalitas

masyarakat

dalam

dalam

meningkatkan

pembangunan

sistem

partispatif

tersebut dapat meningkatkan jumlah kemitraan atau organisasi masyarakat.


Sistem yang dijalankan ini diharapkan mampu memfasilitasi terbangunnya
institusi rakyat, seperti asosiasi yang berbasis tempat tinggal dan tempat
kerja, sehingga memungkinkan berlangsungnya solidaritas antar individu.
Pada awalnya sistem partisipatif didorong oleh ketidakpuasan atas hasil
demokrasi perwakilan, sehingga dapat dikatakan bahwa sistem yang
dilaksanakant sejalan dengan lembaga legilatif dalam sistem demokrasi.
2. Kasus Kampanye Pemberontakan Di Afrika Selatan Bagian
Semenanjung Barat
Sistem politik di Afrika Selatan tahun 1996 menggunakan kebijakan
makro ekonomi pada peningkatan lapangan kerja dan retribusi. Saat itu
warga

Afrika

pemerintahan

Selatan
dan

sendiri

swasta.

dibagi
Proses

menjadi
tersebut

dua

golongan

menunjukan

yaitu

simbolis

pemerintahan dalam mengambil keputusan. Pergusuran terjadi dalam


pemerintahan konstitusi, yang mana di wilayah Afrika Selatan masih
bertahan pada rumah mereka masing masing, sedangkan di kota bagian
semenanjung

telah

ketidakmampuan

digusur.

masyarakat

Pergusuran
dalam

tersebut

membayar

didasarkan
sistem

pada

pelayanan

pemerintahan dan biaya sewa perumahan. Pemindahan paksa tersebut


mendapat perhatian dari

pihak media, sebab kegiatan relokasi informal

yang dilaksanakan dapat memberikan pengaruh terhadap citra kota.


Berhubung pelaksanaan piala dunia pada tahun 2010 diadakan di Afrika
Selatan, maka dapat mengganggu kegiatan internasinal di bandara. Pada

tahun 2001 dibentuk suatu organisasi resmi yang berfungsi sebagai untuk
melindungi masyarakat miskin yang terdapat di pinggiran kota kota
semenanjung. Penolakan tersebut dilakukan dalam pembelaan hak rakyat
dengan menuntut sistem demokrasi yang terorganisis.
Salah satu perjuangan yang dilakukan oleh kota kota di semenanjung
barat dalam melawan pergusuran tersebut yaitu dengan membentuk
kerjasama dengan Menteri Perumahan Nasional, pemerintahan provinsi dan
kota. Kegiatan yang dilakukan yaitu dengan membangun perumahan bagi
masyarakat dan menambah/ memperbaiki sistem sarana dan prasarana. Hal
ini juga sejalan dengan kegiatan piala dunia dalam pengembangan wilayah
kota. Setelah melakukan demonstrasi atau penolakan tersebut, pengadilan
tinggi di Afrika Selatan mendukung kegiatan pemindahan warga ke
perumahan yang telah disediakan. Berdasarkan hal di atas, praktek
perencanaan yang bergerilya tersebut menciptakan partisipasi dalam
masyarakat, karena melibatkan sektor formal dan informal politik.
3. Inklusi dan Kewarganegaraan
Di era kolonial Inggris, pendekatan yang mendalam pada tingkatan
masyarakat bertujuan untuk menstabilkan kesenjangan dalam masyarakat.
Pendekatan

ini

untuk

memulihkan

permasalahan

dalam

sistem

kewarganegaraan. Sistem kolonial Inggris yang dilaksanakan tersebut


berbeda dengan pimpinan kolonial Prancis, yang mana hanya dengan
menunjukan kemampuan dalam diri mereka sendiri. Untuk menstabilkan
sistem pemerintahan yang baru dideklarasikan, negara tersebut mencoba
untuk

membangun

kewarganegaraan

modern

melalui

kegiatan

pembangunan. Model tersebut mengungkapkan konflik internal antara


bentuk pemerintahan dan substansi yang ada. Berdasarkan hal tersebut,
sistem kewarganegaraan di era neoliberal kontemporel menggunakan
sistem inklusi selektif. Masyarakat dapat memperoleh banyak akses ke
lembaga negara melalui pemerintahan daerah sehingga terjadilah proses
partisipasi dalam kewarganegaraan modern dapat terlihat pada wilayah
selatan dunia.
4. Implikasi dalam Perencanaan yang Bergerilya
Sistem perencanaan gerilya merupakan praktek perencanaan yang
menentang

sistem

pemerintahan

yang

dilaksanakan

dengan

pemberontakan. Perencanaan tersebut bersifat anti kolonial dengan tidak

membatasi praktek perencanaan dalam proses pembangunan. Dalam hal ini


praktek perencanaan yang seperti ini dapat mengganggu upaya pemerintah
dalam mengatasi ketimpangan di masyarakat, baik sistem kelembagaan
dengan kelompok masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan membentuk
suatu gerakan berupa partisipasi dari masyarakat dalam mementingkan
kehidupan

masyarakat

itu

sendiri.

Gerakan

ini

tidak

hanya

untuk

keunggulan organisasi saja, tetapi dapat mengembangkan peran bagi


perencana baru dalam mengembangkan organisasi untuk kedepannya.
Dalam konteks keseluruhan, perencanaan hanya membahas tentang
perbedaan dalam praktek perencanaan. Gerakan gerilya dan praktek oposisi
yang dijalankan tersebut, menjelaskan bahwa sistem politik yang dijalankan
menolak

kesetaraan

sistem

kolonial

dan

apartheid.

Untuk

sistem

perencanaan yang dijalankan tersebut melibatkan berbagai partisipasi


dalam praktek perencanaan, seperti masyarakat, perencana, anggota
dewan, dll. Semua yang dilakukan tersebut bertujuan untuk menghilangkan
penindasan dikalangan masyarakat untuk masa yang akan datang.
5. Tinjauan

Pelaksanaan

Pemberontakan

di

Dunia

Bagian

Selatan.
Kota-kota di Selatan memang mempertahankan praktek praktek
perencanaan yang bergerilya berdasarkan berbagai sejarah perjuangan anti
kolonial dan gerakan sosial perkotaan yang memperjuangkan hak berwarga,
serta destabiliasi konsep konsep kewargaan yang dominan. Berikut prinsip
prinsip praktek perencanaan yang bergerilya:
-

Melampaui batas tindakan politik yang bersifat formal dan informal.


Bersifat kontra pada penindasan yang dilakukan terhadap masyarakat.
Perencanaan tersebut bersifat imajinatif, sebab dapat memberikan
harapan untuk masa yang akan datang

B. AGREMENT
SITUATING

TENTANG
RADICAL

INSURGENT

PLANNING

IN

PLANNING:
THE

GLOBAL

SOUTH
Berdasarkan artikel di atas, teori radical planning yang dijalankan di
kota kota belahan bumi bagaian selatan sudah sesuai dengan permasalahan
yang

terjadi.

Sebab

artikel

ini

telah

menjelaskan

tentang

gagasan

perencanaan mendasar dari sudut pandang kota kota di selatan. Dalam


kasus tersebut, perencanaannya lebih difokuskan pada pelawanan terhadap

proses situasi perencanaan, yang lebih ditekankan pada lembaga atau


organisasi lokal berdasarkan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dalam hal
ini

konsep

pemikiran

radikal

yang

bertentangan

dengan

pemikiran

konvensional dianggap dapat membatasi kebebasan untuk pengembangan


pemikiran secara konstektual. Karena konsep perencanaan radikal yang
diterapkan lebih terfokus pada akar permasalahan, sehingga dalam kajian
permasalahan lebih mengedepankan pemikiran pemikiran.

C. RELEVANSI ARTIKEL TERHADAP KONTEKS INDONESIA


SAAT INI
Menurut faranak miraftab yang membahas mengenai perencanaan
yang

lebih

difokuskan

pada

perlawanan

terhadap

proses

situasi

perencanaan yang menekankan pada lembaga atau organisasi lokal


berdasarkan kebutuhan masyarakat.

Dalam sistem perencanaan yang

dijalankan melibatkan berbagai partisipasi dalam praktek perencanaan,


seperti masyarakat, perencana, anggota dewan, dll. Bertujuan untuk
menghilangkan

penindasan

dikalangan

masyarakat

untuk

dimasa

mendatang.
Struktur politik dan adminitratif perkotaan di Indonesia menciptakan
seperangkat unik yang menghubungkan organisasi dan ruang yang dapat
menentukan bagaimana penduduk lokal terlibat dalam perencanaan dan
tindakan kolektif di masyarakat. Beberapa pengetahuan mengenai struktur
ini untuk memahami kemungkinan kelembagaan dan kendala yang dihadapi
organisasi berbasis masyarakat. Tujuan dari administratif yaitu kota dibagi
menjadi kabupaten dan kecamatan yang lebih kecil, dimana walikota
biasanya menunjuk pempinan kabupaten dan kecamatan. Setiap kecamatan
dibagi lagi menjadi dua kelompok kecil rumah tangga. Semakin besar dari
dua unit yang disebut sebagai Rukun Warga (RW) dan unit yang lebih kecil
desebut sebagai Rukun Tetangga (RT) dan warga setempat mengatur kedua
unit tersebut.

RW dan RT selalu mengadakan pertemuan warga yang terbagi atas


pria dan wanita yang dimana mereka memilih pemimpin mereka untuk
melakukan dialog rutin dan mengidentifikasi masalah tingkat masyarakat
serta strategi untuk tindakan di desa mereka. Meskipun memiliki potensi
yang transformastif dengan organisasi lokal yang searah, aliran informasi
dari atas ke bawah secara efektif menghalangi ruang dialog pada
masyarakat sekitar. Pada masa Orde Baru struktur administrasi vertikal
disajikan sejumlah fungsi penting, khususnya untuk myenyusun tenaga
sukarelawan dalam melaksanakan program-program pembangunan Negara,
memberikan pengawasan kegiatan di tingkat masyarakat, dan mencegah
masyarakat secara geografis berdekatan dari dukungan mobilisasi dari
pemerintah.
Apabila dilihat dari sistem perencanaan di Indonesia, bahwa teori
yang dikemukakan oleh Faranak Miraftab ada relevannya dengan kondisi
yang ada di Indonesia meskipun dalam pelaksanaan masih kurang.
Paradikma yang terjadi menyatakan bahwa perencanaan amar erat
kaitannya dengan kepentingan, pemangku dan proses politik yang terjadi
didalam lembaga publik. Pendekaatan yang konvensional terhadap proses
perencanaan yang mengutamakan proses penyusunan dokumen semata
akan memberikan keleluasaan kepada para politisi. Demokratisasi yang
terjadi di Indonesia membawa sebuah perubahan besar dalam paradigm
perencanaan di Indonesia. Perencanaan yang pada awalnya sebauh proses
teknis ekonomis yang berasal dari rezim penguasa bergaser menjadi sebuah
proses partisipasi yang menuntut perlibatan serta akses yang sama dalam
melakukan intervensi untuk memutuskan kebijakan yang terkait dengan
kepentingan publik.
Menurut Faranak

Miraftab

peran

partisipasi

masyarakat

dalam

pemerintahan neoliberal mengacu pada kebebasan bersuara. Pemahaman


neoliberal berdasarkan kebijakan, ideologi, nilai nilai, dan rasionalitas dalam
meningkatkan sistem pemerintahan. Pembangunan partispasi masyarakat
dapat meningkatkan jumlah kemitraan atau organisasi masyarakat. Sistem
yang dijalankan ini diharapkan mampu memfasilitasi terbangunnya institusi
rakyat, seperti asosiasi yang berbasis tempat tinggal dan tempat kerja,
sehingga memungkinkan berlangsungnya solidaritas antar individu.

Berdasarkan pembahasan di atas, ciri khas radical planning lebih


mengedepankan pada sifat gagasan atau eksekusi aksi dengan cara yang
berbeda dengan konsep pemikiran konservatif atau hal yang sudah ada.

Anda mungkin juga menyukai