“Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Isu dan Kebijakan Otonomi Daerah”
”Dosen Pengampu: Dr. Febri Yuliani, S. Sos, M. Si
Oleh: Nama : Dian Rahma Dani Nim : 2001112202
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS RIAU 2023 A. Latar Belakang Terjadinya peristiwa krisis moneter di Indonesia menyebabkan timbulnya berbagai masalah termasuk masalah dalam sistem ketatanegaraan. Dengan segala kekacauan yang ada, pemerintah daerah melihat bahwa pemerintah pusat tidak bisa menyelesaikan masalah yang ada dengan baik dan menyeluruh sehingga memunculkan tuntutan untuk dilakukannya perubahan dalam sistem birokrasi yakni pemerintah daerah dapat memimpin sendiri daerahnya dengan tidak adanya intervensi. Terkait dengan ini, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan terkait adanya otonomi daerah sebagai respon atas tuntutan yang diberikan pemerintah daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah dimana selanjutkan dilakukan pembaharuan dengan UU No. 32 Tahun 2004. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah pusat memberi kekuasaan kepada daerah untuk manangani sendiri urusan daerahnya berlandaskan peraturan perundang-undangan. Kemudian diterbitkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Lalu pada masa reformasi pemerintah menjalankan sistem pemerintahan baru sebagai bagian dari otonomi yakni otonomi khusus. Otonomi khusus termasuk dalam penyelenggaraan birokrasi Indonesia melalui amandemen kedua UUD 1945. Berbeda dengan otonomi daerah, otonomi khusus tidak diberlakukan di seluruh daerah di Indonesia, tetapi hanya diberlakukan pada daerah tertentu. Dimana daerah yang mendapat otonomi khusus adalah daerah yang mendapat kewenangan khusus untuk mengurus sendiri kepentingan masyarakatnya berdasarkan prakarsanya sendiri, dimana prakarsa ini muncul dari aspirasi maupun hak-hak masyarakat asli. Kekhususan dalam otonomi khusus dilakukan berdasarkan perhargaan pada moral, HAM, demokrasi, hak dasar penduduk lokal, pluralisme ataupun kesetaraan serta persamaan kedudukan. Daerah di Indonesia yang mendapat status otonomi khusus salah satunya adalah Provinsi Papua dan Papua Barat. Pemberian hak otonomi khusus pada Provinsi Papua dan Papua Barat diatur pada UU Nomor 21 Tahun 2001. Dimana hal ini dilatarbelakangi dari adanya tuntutan kemerdekaan dari Papua kepada Pemerintah Pusat. Hal ini dikarenakan pemerintah tidak dapat mengatasi segala permasalahan yang terjadi di Papua baik di sektor ekonomi, politik, sosial, budaya ataupun masalah pemerintahan. Pemerintah tidak dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam penyelesaian berbagai permasalahan tersebut. Masyarakat Papua merasa kurang mendapatkan keadilan, penegakan hukum dan HAM, ataupun kesejahteraan dari pemerintah. Padahal dalam kenyataanya kekayaan alam mereka banyak dikelola dan dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk kesejahteraan negara tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat asli Papua. Dimana hal ini menimbulkan adanya kesenjangan yang terlihat jelas antara masyarakat daerah lain dengan masyarakat Papua. Adanya kebijakan yang sentralistik menimbulkan adanya ketidakmerataan yang dinilai mengabaikan kondisi khusus Papua. B. Teori Otonomi Daerah Pada dasarnya otonomi daerah merupakan upaya perwujudan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan pembangunan yang merata yang menjadi salah satu tujuan negara Indonesia. Hadirnya otonomi daerah pemerintah mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan guna meningkatkan peran serta masyarakat dengan tujuan adanya peningkatan kesejahteraan. Otonomi daerah adalah hak, kekuasaan dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat daerah dalam sistem Indonesia. Otonomi daerah terbagi menjadi beberapa jenis diantaranya yakni : - Otonomi Organik - Otonomi Formal - Otonomi Materiil - Otonomi Riil - Otonomi Nyata Otonomi daerah dalam pelaksanaannya memiliki beberapa prinsip sebagai pedoman diantaranya yakni : a. Otonomi daerah dalam penyelenggaraannya dilaksanakan dengan otonomi nyata, bertanggung jawab dan luas. b. Otonomi daerah pelaksanaannya memperhatikan berbagai aspek yakni pemerataan, keadilan, demokrasi serta keanekaragaman dan potensi daerah. c. Otonomi daerah dilaksanakan sebagaimana peraturan perundang-undangan guna tercapainya keselarasan antara daerah dan pusat, ataupun tiap daerah. d. Otonomi daerah dalam pelaksanaannya dilakukan secara luas dan menyeluruh di daerah Kabupaten/Kota dan secara terbatas pada daerah Provinsi. e. Otonomi daerah pelaksanaannya dilakukan sebagai peningkatan kemandirian daerah otonom. Otonomi daerah dalam pelaksanaannya bertujuan untuk : a. Persamaan Politik (Political Equality), bertujuan untuk peningkatan demokratisasi melalui peningkatan partisipasi politik. b. Akuntabilitas Lokal (Local Accountability), bertujuan mewujudkan hak dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam rangka perwujudan hak dan aspirasi masyarakat daerah melalui peningkatan skills. c. Respon Lokal (Local Responsiveness), bertujuan mewujudkan peningkatan respon pemerintah terkait berbagai masalah sosial yang ada guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Otonomi Khusus Otonomi khusus adalah pengakuan dan pemberian kewenangan khusus kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut kehendaknya sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, masyarakat diberikan wewenang dan kekuasaan yang lebih dalam mengatur ketertiban masyarakat serta penegakan hukum, melakukan pengelolaan terhadap sumber daya alam guna memenuhi kebutuhan mereka berdasarkan tanggung jawab terhadap kepentingan bersama. Dalam hal ini termasuk pelaksanaan pembangunan baik infrastruktur, budaya, sosial, politik, ekonomi dan hukum berdasarkan ciri khas tiap daerah dan masyarakatnya yang saling berkaitan. Kenyataannya, meskipun UUD 1945 memberikan pengakuan terdapatnya daerah yang memiliki sifat khusus dan istimewa, tetapi kebijakan yang ada belum sepenuhnya mengacu pada tercapainya kesejahteraan rakyat, keadilan, penegakan HAM ataupun mendukung penegakan hukum. Daerah-daerah di Indonesia yang mendapat otonomi khusus, diantaranya adalah : 1. Provinsi DKI Jakarta 2. Provinsi Daerah Istimewa Yogayakarta 3. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 4. Provinsi Papua dan Papua Barat Kekhususan Daerah Papua Provinsi Papua adalah provinsi Irian Jaya yang diberikan otonomi khusus. Pemerintahan Daerah Khusus Papua dan Papua Barat diatur dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Provinsi Papua. Irian Jaya bergabung dan menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia, tetapi sebenarnya mengatur pemerintahan tanpa sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan, mendukung hak asasi manusia rakyat Papua, dan penegakan hukum. Hal ini menimbulkan adanya ketimpangan antara masyarakat Papua dan Non-Papua di banyak bidang baik bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya ataupun politik. Adanya masalah pengabaian hak-hak dasar masyarakat Papua dan pelanggaran HAM menjadi masalah utama yang harus diselesaikan. Dimana penyelesaian yang ada dianggap kurang memperhatikan pendapat masyarakat lokal dan akar dari permasalahan yang ada sehingga bukan menyelesaikan masalah tetapi menimbulkan kekecewaan akibat ketidakpuasan masyarakat akan kebijakan yang dibuat dalam penyelesaian masalah. Pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua bertujuan sebagai perwujudan penegakan supremasi hukum, keadilan, penegakan HAM, peningkatan kesejahteraan serta percepatan pembangunan ekonomi demi tercapainya keseimbangan dan kesetaraan kemajuan layaknya daerah yang lain. Kekhususan yang diberikan pada Provinsi Papua sebagai daerah dengan Otonomi Khusus, diantaranya : 1. Papua bisa memilih lagu dan bendera daerah sebagai simbol daerah 2. Papua mempunyai Majelis Rakyat Papua sebagai perwakilan budaya 3. Pemimpin di Papua harusla orang asli Papua 4. Papua memiliki dana perimbangan yang lebih besar 5. Anak orang asli Papua diberi jalur khusus dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) C. Pembahasan Sebelum bernama Papua, Papua memiliki nama Provinsi Irian Jaya. Keputusan politik pada tahun 1963 untuk menggabungkan Papua menjadi bagian dari Indonesia nyatanya belum memberikan kemakmuran, kesejahteraan ataupun perwujudan diakuinya hak dasar masyarakat Papua. Keadaan rakyat Papua di berbagai bidang baik ekonomi, sosial, budaya, pendidikan ataupun politik masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Hal mendasar dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) belum dilaksanakan dengan baik karena masih banyaknya terjadi pelanggaran yang merupakan bentuk pengingkaran bagi kesejahteraan dan kemartabatan rakyat Papua. Hal ini tentunya bertentangan dengan nilai Pancasila ataupun tujuan negara yang sebagaimana di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV. Dimana hal ini menimbulkan kekecewaan bagi rakyat Papua. Dalam hal ini pemberian otonomi khusus bagi Papua menjadi hal yang dianggap dapat membuka jalan dalam menangani seluruh masalah yang kompleks yang ada di Papua. Masyarakat Papua merasa hidup dengan adanya tekanan dari pemerintah pusat padahal kenyataannya sumber daya alam daerah mereka terus dikeruk oleh pemerintah pusat tanpa memperhatikan kesejahteraan mereka. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah pusat sering ditunjukkan dalam bentuk pemberontakan yang mendorong mereka untuk melakukan tindak kekerasan. Seperti yang kita ketahui, di Papua sering terjadi kekerasan yang sudah dianggap sebagai hal yang lumrah di Papua. Masyarakat Papua sering melakukan perang baik antar suku maupun kepada para pendatang serta pemerintah. Keberagaman suku yang ada di papua mengakibatkan sulitnya penyatuan antar tiap suku yang ada pada msyarakat Papua. Tiap suku yang ada di Papua memiliki ciri khas yang unik dan mandiri sehingga mereka sulit tunduk pada kelompok lain. Kurang terjalinnya interaksi antar tiap suku menyebabkan kurangnya kesadaran akan toleransi terhadap sesama. Hal ini menyebabkan etnosentrisme menjadi permasalahan yang mendasar dalam konsolidasi pada masyarakat Papua. Adanya sifat ini mengakibatkan kesulitan pada rakyat Papua dalam mengakui seorang pemimpin akibat sifat arogan yang menganggap diri mereka sebagai suku terbaik. Dalam hal ini pada ini pada dasarnya masyarakat Papua sulit untuk dipersatukan dalam kesatuan. Di Papua juga terdapat Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menjadi gerakan yang mengkhawatirkan bagi pemerintah. Pelaksanaan otonomi khusus di Papua pada dasarnya bertujuan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Papua dan menciptakan kesetaraan di berbagai bidang baik pendidikan, pembangunan, politik ataupun ekonomi antara daerah Papua dan Non- Papua. Otonomi khusus yang pada awalnya dilakukan sebagai solusi dari berbagai penyelesaian masalah yang ada di Papua, namun pada keyataannya hal tersebut tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya. Hal tersebut diakibatkan adanya tindakan penyelewengan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dalam penyelenggaraan otonomi khusus di Papua. Misalnya dalam hal penggunaan dana otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat. Pada tahun 2022 terjadi penyelewengan terhadap dana otonomi khusus oleh Gubernur Papua yakni Enembe senilai 560M yakni 1/3 dari dana otonomi khusus yang diberikan. Dana tersebut digunakan untuk melakukan pencucian uang dan perjudian di negara tetangga yaitu Singapur. Selain itu juga terdapat adanya dugaan penyelewengan dana otonomi khusus senilai 1000,7 Triliun selama berjalannya otonomi khusus di Papua. Hal ini tentunya menimbulkan dampak terhadap pelaksanaan birokrasi dan pembangunan di Papua yang pada dasarnya akan digunakan untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan. Hal ini menjadi salah satu penyebab Papua sebagai daerah dengan otonomi khusus ditambah dengan kekayaan alam yang melimpah tetapi masih menjadi daerah dengan label daerah termiskin di Indonesia, dengan kemiskinan 26,80% atau 936.000 penduduk. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya pengawasan preventif dari pemerintah terhadap pengelolaan dana otonomi khusus yang telah disalurkan oleh pemerintah. Tidak adanya pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan pelaporan dana sebagaimana mestinya mengakibatkan terbukanya jalan untuk terjadinya penyelewengan. Secara logika, dana otonomi khusus yang telah diberikan selama ini yang bernilai sangat besar dibanding daerah lain tetapi tidak menunjukkan adanya kemajuan dalam kesejahteraan, ekonomi ataupun pembangunan di Papua. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat Papua begitu juga masyarakat Indonesia. Terlebih masyarakat Papua yang merupakan masyarakat lokal sangat mengherankan hal tersebut. Akibatnya mereka merasa kecewa dan diabaikan dengan keadaan daerah mereka sehingga memunculkan adanya tindakan-tindakan pemberontakan. Tidak heran sampai saat ini kita masih sering mendengar adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat Papua baik antar sesama mereka, pendatang ataupun pemerintah. Ditambah dengan adanya Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang terkadang masih aktif dalam melakukan gerakan mereka demi mewujudkan kemerdekaan dan melepaskan Papua dari Indonesia. Padahal dalam kenyataannya, dana yang ada digelapkan oleh pemimpin daerah mereka sendiri yang merupakan masyarakat asli daerah Papua. Dimana berdasarkan kebijakan yang ada, pemimpin yang dipilih sebagai pemimpin Papua merupakan orang asli Papua yang pastinya memiliki pemahaman dan perasaan senasib sepenanggungan terhadap situasi dan kondisi Papua. Pemimpin mereka seharusnya memiliki kewajiban untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya yang pada kenyataannya hal tersebut tidak diindahkan. D. Kesimpulan Implementasi kebijakan otonomi khusus bagi Papua belum terlaksana dengan baik. Kebijakan yang pada dasarnya dibuat untuk menciptakan dan mewujudkan kesejahteraan dan kesetaraan bagi masyarakat Papua ini berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Dimana hal tersebut diakibatkan oleh adanya tindakan penyelewengan terhadap dana otonomi khusus yang diberikan yang dilakukan oleh pemimpin ataupun pejabat pemerintahan Papua. Penyelewengan yang ada didukung dengan tidak adanya fungsi pengawasan yang baik dalam pengelolaan dana otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat. Tidak adanya badan ataupun satgas yang dibentuk dalam melakukan fungsi pengawasan ini mengakibatkan terjadinya tindakan korupsi terhadap dana otonomi khusus yang diberikan. Hal ini menyebabkan tujuan dari pembentukan kebijakan ini yakni mewujudkan kesejahteraan dan menciptakan kesetaraan bagi masyarakat Papua di segala bidang baik pendidikan, pembangunan, ekonomi dan lainnya dengan daerah lain tidak tercapai. Papua sampai saat ini yakni memasuki 23 tahun berjalannya otonomi khusus masih menjadi derah termiskin di Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah. E. Saran Pemerintah sebaiknya melakukan evaluasi secara menyeluruh mengenai isi dan pengimplementasian kebijakan otonomi khusus di Papua. Pemerintah juga sebaiknya membentuk satgas khusus dari pihak KPK untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan dana otonomi khusus. Daftar Pustaka Jacob, Jonathan. (2021). Problematika Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Kepada Daerah Papua Dan Papua Barat Dengan Perspektif Kebijakan Publik. Jurnal Administrasi Negara. 9(2). 168-178. Ediyanto. (2021). Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan (JISIP). 5(4). 1445-1451. Marthen, Roy. (2017). Hakikat Otonomi Daerah Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia. Jurnal Fakultas Hukum. 19(2). 26-37. Fauzi, Achmad. (2019). Otonomi Daerah Dalam Kerangka Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Yang Baik. Jurnal Spektrum Hukum. 16(1). 119-136.