PUSAT TERHADAP OTONOMI KHUSUS PROVINSI yang bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
PAPUA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 undang”.
TAHUN 2021 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 Indonesia menetapkan perlunya pemberian
TENTANG OTONOMI KHUSUS Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya melalui
BAGI PROVINSI PAPUA1 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang
Oleh: Ofelia Maria Paendong 2 GBHN, yakni: “kebijakan dalam penyelenggaraan
Flora Pricilla Kalalo 3 otonomi daerah,yang antara lain menekankan
Michael G. Nainggolan 4 pentingnya segera merealisasikan Otonomi Khusus
bagi Irian Jaya dengan memperhatikan aspirasi
ABSTRAK
masyarakat.”5
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk Hal tersebut dipicu oleh momentum reformasi
mengetahui bagaimana kedudukan pemerintah Indonesia tahun 1998 yang hak dasar masyarakat
pusat terhadap otonomi khusus provinsi papua telah dirampas dan semangat itu memicu
menurut undang-undang nomor 2 tahun 2021 dan perlawanan di berbagai daerah di Indonesia
bagaimana kewenangan pemerintah pusat dalam termasuk Papua dalam berbagai bentuk
pelaksanaan otonomi khusus provinsi papua demonstrasi dan tindakan kekerasan menuntut
menurut undang-undang nomor 2 tahun 2021, yang penyelesaian berbagai masalah di Papua. 6
dengan jenis penelitian normatif empiris Sebagai perwujudan merealisasikan amanat TAP
disimpulkan: 1. Kedudukan Pemerintah Pusat
MPR RI tersebut Pemerintah Pusat dan Pemerintah
adalah aktor kebijakan dalam otonomi khusus. Provinsi Papua melakukan langkah strategis dan
Unsur pemerintah pusat merupakan faktor penting konkret untuk melakukan pertemuan antara tokoh
dalam pelaksanaan otonomi khusus. Oleh karena agama dan tokoh Papua beserta akademisi, pejabat
itu, ketika otonomi khusus dianggap gagal atau birokrasi untuk menyiapkan konsep otonomi khusus
sebaliknya berhasil, maka hal demikian tidak lepas sehingga pada tahun 2001 lahirlah Undang-Undang
dari peranan pemerintah pusat. 2. Kewenangan Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
pemerintah pusat pada otonomi khusus lebih Bagi Provinsi Papua. Undang-Undang Otonomi
menekankan pada penetapan kebijakan yang Khusus Papua telah memuat harapan dan cita-cita
bersifat norma, standar, kriteria dan prosedur. bersama untuk memajukan dan menyejahterakan
Sedangkan kewenangan pelaksanaan hanya
masyarakat Papua.7
terbatas pada kewenangan bertujuan Capaian setiap daerah otonom dalam mengatasi
mempertahankan dan memelihara identitas dan berbagai pemasalahan yang dihadapi tentu saja
integritas bangsa dan negara, menjamin kualitas tidak merata, sebab potensi dan kesiapan masing-
pelayanan umum yang setara bagi warga negara, masing daerah yang juga tidak seragam.8 Diperlukan
menjamin efisiensi pelayanan umum karena jenis pengembangan sumber daya manusia yang
pelayanan umum tersebut berskala nasional dan mumpuni dalam mewujudkan cita-cita dan harapan
menjamin keselamatan fisik dan non fisik yang dari otonomi khusus tersebut apalagi dengan
setara bagi semua warga negara. adanya perpanjangan otonomi khusus di Provinsi
Kata Kunci: Pemerintah Pusat; Otonomi Khusus. Papua yang penuh dengan pro dan kontra terdapat
PENDAHULUAN segelinitir masyarakat Papua yang menolak
A. Latar Belakang Masalah perpanjangan pelaksanaan otonomi khusus di
Negara Indonesia memiliki banyak Papua dan ada juga masyarakat Papua yang ingin
keanekaragaman agama, suku, budaya dan adat. otonomi khusus Papua diperpanjang. Namun,
Maka tak heran bahwa setiap daerah di Indonesia terlepas dari semua itu akhirnya undang-undang
memiliki kekhasan daerah masing-masing begitu otonomi khusus terbaru yang diatur dalam Undang-
halnya dengan Provinsi Papua. Hal tersebut sesuai Undang Nomor 2 Tahun 2021. Apalagi pelaksanaan
dengan Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar otonomi khusus Provinsi Papua telah berjalan
Republik Indonesia 1945 “ negara mengakui dan
5 Frans Pekey, Otonomi Khusus Papua Dinamika Formulasi
Kebijakan Yang Semu, Jakarta, Kompas, 2018, hlm. 5
1 Artikel Skripsi 6 Ibid, hlm. 4
2Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM 18071101017 7 Ibid, hlm.5
3 Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum 8 Dadang Solihin, Radjab Semendawai, Optimalisasi Otonomi
4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Daerah Kebijakan Strategi dan Upaya, Jakarta, hlm. 42
selama 20 tahun bukan suatu kebijakan yang baru besar dalam pelaksanaan otonomi khusus. Menurut
bagi Provinsi Papua. Tujuan pemberian otonomi Anderson, Ripley dan Peter dalam Kusumanegara,
khusus Papua dalam rangka percepatan dalam studi proses kebijakan, aktor-aktor kebijakan
pembangunan kesejahteraan dan peningkatan meliputi : legislator, eksekutif, lembaga peradilan,
kualitas pelayanan publik di Papua. Pemerintah kelompok penekan, partai politik, birokrasi, media
Pusat yang juga mengambil peran penting dan massa, organisasi komunitas, kelompok swasta,
menaruh perhatian khusus dalam hal ini sebagai kelompok think thank, dan kabinet bayangan.
aktor kebijakan yang memiliki kewenangan dalam Anderson, Lindblom, maupun Lester dan Stewart Jr.
otonomi khusus. dalam Winarno membagi aktor-aktor atau pemeran
serta dalam proses perumusan kebijakan menjadi
B. Perumusan Masalah dua kelompok, yaitu para pemeran serta resmi atau
1. Bagaimana Kedudukan Pemerintah Pusat
aktor resmi dan para pemeran serta atau aktor tidak
Terhadap Otonomi Khusus Provinsi Papua resmi.
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 ? Para pemeran serta resmi adalah agen-agen
2. Bagaimana Kewenangan Pemerintah Pusat pemerintah (birokrasi), Presiden (eksekutif),
dalam Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi legislatif dan yudikatif. Sedangkan, para pemeran
Papua Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun serta tidak resmi meliputi kelompok-kelompok
2021 ? kepentingan, partai politik dan warga negara atau
C. Metode Penelitian individu. Selanjutnya, Lindblom dalam Winarno
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian menegaskan perlunya memahami aktor-aktor yang
ini berkaitan dengan judul, menggunakan jenis terlibat baik yang aktor resmi maupun aktor yang
penelitian normatif empiris. tidak resmi disebut aktor informal yang terdiri dari
para tokoh Papua, seperti kepala adat, kepala suku,
PEMBAHASAN intelektual, tokoh Organisai Papua Merdeka, tokoh
A. Kedudukan Pemerintah Pusat Terhadap perempuan, tokoh pemuda dan mahasiswa.
Otonomi Khusus Provinsi Papua Menurut Sekaligus sifat-sifat semua aktor yang memiliki
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 kewenangan serta bagaimana mereka saling
Dalam konteks otonomi khusus Papua yang berhubungan dan saling mengawasi untuk
merupakan pengembangan lebih lanjut dari memahami siapa sebenarnya yang merumuskan
penerapan otonomi luas yang diberikan kepada kebijakan. Oleh karena itu, dalam formulasi
pemerintahan daerah di Indonesia tidak boleh lepas kebijakan, peran aktor yang terlibat sangatlah
dari konsep dan konstruksi dasarnya bahwa semua menentukan bagaimana kebijakan publik
itu berdiri dan dibangun di atas sistem negara dirumuskan dan seperti apa kebijakan publik
kesatuan yang dianut Indonesia. Segala tindakan tersebut akan dirumuskan dan ditetapkan.10 Aktor
atau apapun upaya yang dimaksudkan untuk formal pusat, meliputi: 1) Eksekutif / Pemerintah:
merubah atau menyempurnakan kebijakan otonomi Presiden, Menteri Koordinator Bidang Politik Sosial
khusus sepenuhnya berada di tangan pemerintah dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan pejabat
pusat sebagai pemilik kewenangan pemerintahan pemerintah terkait lainnya; 2) Legislatif / DPR RI:
yang kemudian didistribusikan ke pemerintahan Komisi II DPR RI, Panitia Kerja Otonomi Khusus DPR
daerah. Nampak sekali bahwa unsur pemerintah RI, Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Papua.11
pusat merupakan unsur atau faktor penting dalam Menurut Nakamura aktor dalam implementasi
pelaksanaan otonomi khusus. Oleh karena itu, kebijakan memegang peranan penting. Nakamura
ketika otonomi khusus dianggap gagal atau menyebutkan ada beberapa aktor yang terlibat
sebaliknya berhasil, maka hal demikian tidak lepas dalam implementasi kebijakan yaitu pembuat
dari peranan pemerintah pusat.9 kebijakan itu sendiri yakni Presiden dan DPR RI;
Kedudukan Pemerintah Pusat adalah aktor pelaksana formal yaitu Pemerintah Provinsi Papua
kebijakan dalam otonomi khusus yang telah diatur dan Pemerintah Provinsi Papua Barat; intermediari
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 (penghubung) yaitu Pemerintah Kabupaten/Kota di
dimana pemeintah pusat sebagai pemberi Provinsi Papua dan Papua Barat; pelobi yaitu pihak-
kewenangan kepada pemerintah daerah. Dengan pihak yang melakukan lobi aktif terhadap pelaksana
kata lain pemerintah pusat memiliki andil yang kebijakan; individu berpengaruh; penerima manfaat
9 Stephanus Malak, Otonomi Khusus Papua, Jakarta: Ar Raafi, 10 Pekey, Op.Cit, hlm. 38
(2012) hlm. 197 11 Pekey, Op. Cit, hlm. 40
yaitu Orang Asli Papua dan penduduk Papua pada efektivitas, imbalan, sanksi, serta hak-hak
umumnya; media massa di kedua Provinsi; dan istimewa mereka kepada aparat yang ada di
kelompok kepentingan lainnya, dalam hal ini bawahnya. Nilai-nilai lainnya adalah
evaluator dan pihak pro-merdeka.12 mempertahankan organisasinya agar tetap
Beberapa nilai yang memengaruhi aktor formal hidup dan selalu berkembang. Nilai-nilai
dan informal dalam proses formulasi kebijakan organisasi yang terlihat memengaruhi para aktor
otonomi khusus Papua dibahas sebagai berikut: formal pemerintah dan aktor informal Papua.
1. Nilai-nilai Politik Pemerintah memiliki kekuasaan untuk menekan
Nilai-nilai politik menunjuk pada kepentingan- rakyat Papua melalui berbagai cara dan upaya,
kepentingan kelompok politik tertentu. Dalam sehingga keberlangsungan penyelenggaraan
hal ini, para aktor yang berasal dari partai politik pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
maupun kelompok politik tertentu diarahkan pembinaan masyarakat tetap dan terus berjalan
untuk memberikan keuntungan tertentu bagi sebagaimana mestinya, meskipun situasi politik
kelompok masing-masing. Aktor formal dan keamanan serta ketertiban masyarakat itu
berkepentingan mempertahankan keutuhan sangat tidak kondusif. Semua kelompok atau
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan organisasi, meskipun tanpa koordinasi dan
pemberian status otonomi khusus. Sementara komando yang jelas, secara bersamaan dengan
itu, aktor informal bersama rakyat Papua komunikasi yang terbatas dapat
memperjuangkan Papua keluar dari NKRI. memperjuangkan keinginan dan aspirasi dengan
Dengan demikian, di satu sisi aktor formal tetap nilai yang dianutnya.
mempertahankan nilai politiknya sebagai bagian 4. Nilai-nilai Pribadi
integral dari NKRI atau “NKRI harga mati”, dan Menurut Anderson dalam Winarno, nilai-nilai
pada sisi lain aktor informal dan rakyat Papua pribadi merupakan usaha untuk melindungi dan
menuntut pengakuan kedaulatan politik Bangsa mengembangkan kepentingan ekonomi, reputasi
Papua Barat atau “Merdeka harga mati” atau kedudukan sejarah seseorang mungkin pula
2. Nilai-nilai Kebijakan merupakan kriteria keputusan. Bahkan, ketika
Lester dan Stewart menyatakan, kebijakan publik para aktor formal tersebut mampu menangani
bertujuan untuk menyelesaikan persoalan- permasalahan yang terjadi saat itu, rakyat
persoalan publik. Para aktor mungkin akan maupun atasan mereka dapat menilai dan
mendasarkan aktivitasnya pada nilai-nilai yang memberi apresiasi yang positif dan sekaligus
menurut pendapatnya dapat menyelesaikan menjadi prestasi bagi para elite formal ini.
persoalan publik di Papua. Nilai-nilai kebijakan Sementara itu, para aktor informal yang terus
yang memengaruhi para aktor formal maupun memperjuangkan aspirasinya untuk merdeka
aktor informal adalah kedua belah pihak ingin karena merasa prihatin, kecewa, atas kondisi
memperjuangkan persoalan publik yang yang dirasakan selama berintegrasi dengan
menurut pandangan masing-masing pantas dan Indonesia14 seperti ketidakadilan, kemiskinan,
harus diperjuangkanya. Pihak aktor formal kebodohan, keterbelakangan, pemerasan,
memperjuangkan kepentingan kesejahteraaan penganiyaan,stigmatisasi separatis, tindakan
dan kepentingan rakyat Papua di dalam bangsa kekerasan dan pelanggaran HAM.
dan negara Indonesia, dan itu menjadi prioritas 5. Nilai-nilai Ideologi
yang harus dipertahankan dan diperjuangkan Seiring memasuki masa reformasi, seakan-akan
serta dirumuskan sebagai alternatif kebijakan ideologi Pancasila ini mengalami degradasi,
otonomi khusus Papua.13 bahkan tidak lagi diajarkan melalui pendidikan
3. Nilai-nilai Organisasi formal maupun non formal. Kondisi yang
Nilai-nilai organisasi sering memengaruhi demikian dimanfaatkan oleh para elite Papua
birokrasi ketika terlibat dalam proses keebijakan. pejuang kebebasan dan kemerdekaan untuk
Sesuai dengan hierarki yang ada dalam birokrasi, kembali menumbuhkan dan menanamkan nilai-
para aktor di posisi lebih tinggi biasanya nilai ideologi kepapuaan untuk memisahkan diri
menekankan nilai-nilai seperti efisiensi, dari negara Indonesia. Masa reformasi tahun
1998 membawa angin segar bagi tumbuhnya
nilai-nilai ideologi kepapuaan sebagai suatu
12 Riris Katharina, Menakar Capaian Otonomi Khusus Papua,
bangsa yang berbeda dengan bangsa Indonesia,
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2019, hlm. 146
13 Pekey, Op. Cit, hlm. 61
14 Pekey, Op. Cit, hlm. 63
baik aspek fisik, ras, budaya, maupun perjalanan faktor di dalam pemerintah atau internal seperti
sejarah bangsa. Smith dalam Metery karakteristik struktur birokrasi dan parlemen,
mengemukakan bahwa nation adalah suatu karakteristik personal pembuat kebijakan dan
komunitas yang secara historis menempati suatu karakteristik pembutan kebijakan itu sendiri.
wilayah bersama,memiliki pengalaman yang Selanjutnya, Anderson menjelaskan, pada saat yang
sama dalam budaya dan sejarah, satu kesatuan sama lingkungan juga menempatkan batas-batas
sistem ekonomi, hak-hak yang sama dan tugas dan hambatan-hambatan pada apa yang dilakukan
yang sama bagi semua anggota masyarakat. Atas oleh para pembuat kebijakan. Ada banyak hal yang
kondisi itulah, orang Papua dan para elitenya termasuk lingkungan eksternal meliputi, lingkungan
menemukan kembali jati diri mereka. Perjuangan politik, seperti karakteristik suatu wilayah,
tersebut kemudian melahirkan dan demografi, budaya politik, struktur sosial dan sistem
menumbuhkan rasa nasionalisme Papua yang ekonomi, juga lingkungan internal dari sistem
akhirnya menjadi idelogi kepapuaan yang politik, seperti nlai-nilai yang memengaruhi para
dimotori oleh kelompok elite dan intelektual pembuat kebijakan.16
yang berada di perkotaan maupun di seluruh Respons aktor kebijakan terhadap lingkungan
tanah Papua.15 kebijakan otonomi khusus di Provinsi Papua
Tuntutan-tuntutan menyangkut tindakan- difokuskan pada permasalahan yang berkaitan
tindakan kebijakan timbul dari dalam lingkungan dengan sejauh mana aktor yang terlibat dalam
dan ditransmisikan ke dalam sistem politik. Teori proses perumusan kebijakan otonomi khusus
sistem menjelaskan bahwa suatu kebijakan politik memberikan respons terhadap tuntutan dan
merupakan hasil interaksi dari berbagai subsistem dukungan lingkungan alamiah, lingkungan politik
yang berada dalam sistem politik. Sejalan dengan dan ideologi, lingkungan pertahanan keamanan,
itu, Easton dalam Winarno menyatakan, kebijakan lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial budaya.
publik dipandang sebagai tanggapan dari suatu Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh berbagai
sistem politik terhadap tuntutan-tuntutan yang pakar bahwa lingkungan kebijakan turut
timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau memengaruhi dan dipengaruhi para aktor dalam
keadaan yang berada diluar batas-batas sistem sistem kebijakan. Lingkungan kebijakan terdiri
politik. Kekuatan-kekuatan yang timbul dari dalam lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan
lingkungan dan memengaruhi sistem politik seperti kebijakan meliputi lingkungan politik dan ideologi,
tuntutan, kebutuhan dan sumber daya dipandang pertahanan dan keamanan, ekonomi, serta sosial.
sebagi masukan-masukan (input) bagi sistem politik, Lingkungan kebijakan tersebut terafektasi dalam
sedangkan hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem bentuk tuntutan dan dukungan yang memengaruhi
politik yang merupakan tanggapan terhadap sistem politik dalam merumuskan suatu kebijakan
tuntutan-tuntutan, kebutuhan dan pemanfaatan publik di Papua, terutama dalam kerangka
sumber daya tadi dianggap sebagai keluaran perumusan kebijakan otonomi khusus bagi Papua.
(output) dari sistem politik. Dalam waktu yang Aktor pemerintah pusat dan pemerintah daerah
bersamaan, ada keterbatasan dan konstrain dari memberikan kontribusi bagi terganggunya
lingkungan yang akan memengaruhi policy makers. implementasi kebijakan otonomi khusus Papua.
Faktor lingkungan tersebut, antara lain: pertama, Pemerintah pusat selama ini melakukan pembiaran
karakter geografi sumber daya iklim dan topografi; terhadap praktik yang dilakukan oleh para
kedua, variabel demografi seperti banyaknya pelaksana di daerah (para elite pemerintah Provinsi
penduduk, distribusi umum penduduk, lokasi maupun Kabupaten/Kota). Terbukti, selama ini tidak
spasial; ketiga, kebudayaan politik; keempat, ada temuan yang memperlihatkan temuan
struktur sosial; kelima, sistem ekonomi. Menurut penyimpangan yang dilaporkan BPKP kepada
Anderson dalam kasus tertentu lingkungan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
internasional dan kebijakan internasional penting Keamanan. DPR RI sendiri sejak tahun 2010 telah
untuk dipertimbangkan. membentuk Tim Pemantau Implementasi Undang-
Menurut Ripley, faktor-faktor utama dalam Undang Nomor 21 Tahun 2001. Namun, hingga saat
proses pembuatan kebijakan meliputi faktor ini peran Tim ini kurang dirasakan oleh rakyat
lingkungan di luar pemerintah atau eksternal seperti Papua. Kegiatan tim ini lebih kepada kegiatan
sosial, ekonomi, politik, nilai, kepercayaan, faktor seremonial berupa pertemuan dengan para elite di
kerusakan dan faktor perusakan manusia, juga pemerintahan tanpa kontribusi apapun. Sekalipun
dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi Hukum SETDA Papua melalui telepon seluler
Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang- pemberian otonomi khusus juga bukan untuk
Undang ini adalah: Pertama, pengaturan menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut.
kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Dengan sendirinya, persoalan aspirasi pemisahan
Provinsi Papua serta penerapan kewenangan diri yang bersumber pada perbedaan persepsi
tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan legalitas Penentuan Pendapat Rakyat tidak dapat
kekhususan; Kedua, pengakuan dan penghormatan diselesaikan melalui pemberian otonomi khusus.32
hak-hak dasar Orang Asli Papua serta
pemberdayaan secara strategis dan mendasar; PENUTUP
Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan A. Kesimpulan
pemerintahan yang baik dan berciri: 1) partisipasi 1. Kedudukan Pemerintah Pusat adalah aktor
rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, kebijakan dalam otonomi khusus. Unsur
pemerintah pusat merupakan faktor penting
pelaksanaan dan pengawasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan dalam pelaksanaan otonomi khusus. Oleh karena
pembangunan melalui keikutsertaan para wakil itu, ketika otonomi khusus dianggap gagal atau
adat, agama dan kaum perempuan . 2) pelaksanaan sebaliknya berhasil, maka hal demikian tidak
pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya lepas dari peranan pemerintah pusat.
untuk memenuhi kebutuhan dasar Orang Asli Papua 2. Kewenangan pemerintah pusat pada otonomi
pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada khusus lebih menekankan pada penetapan
umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip- kebijakan yang bersifat norma, standar, kriteria
prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan dan prosedur. Sedangkan kewenangan
pelaksanaan hanya terbatas pada kewenangan
berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat
langsung bagi masyarakat; dan Keempat, bertujuan mempertahankan dan memelihara
pembagian wewenang, tugas dan tanggungjawab identitas dan integritas bangsa dan negara,
yang tegas dan jelas antara badan legislatif, menjamin kualitas pelayanan umum yang setara
eksekutif dan yudikatif serta Majelis Rakyat Papua bagi warga negara, menjamin efisiensi pelayanan
sebagai representasi kultural Orang Asli Papua yang umum karena jenis pelayanan umum tersebut
diberikan kewenangan tertentu.31 berskala nasional dan menjamin keselamatan
Pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua fisik dan non fisik yang setara bagi semua warga
dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, negara.
penegakan supremasi hukum, penghormatan B. Saran
terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, 1. Karena pemerintah pusat sebagai aktor kebijakan
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan maka sebaiknya pemerintah pusat mengadakan
masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama
keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. pemerintah daerah Papua dan masyarakat
Dapat diketahui bahwa tujuan pemberian otonomi Papua. Sehingga, segala aspirasi masyarakat
khusus adalah untuk menyelesaikan akar masalah Papua terlebih Orang Asli Papua dapat
Papua sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua. tersalurkan dan tidak ada lagi persoalan
Namun demikian, substansi Undang-Undang “kepercayaan” antara pemerintah pusat dan
otonomi khusus Papua tidak mencakup upaya pemerintah daerah.
upaya penyelesaian seluruh akar persoalan di 2. Perlu dibangun komunikasi yang intensif antara
Papua. Undang-Undang otonomi khusus Papua pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
hanya dapat digunakan sebagai instrumen normatif penyusunan pembagian kewenangan agar tidak
untuk menyelesaikan akar persoalan berupa terjadi disharmonisasi dalam pelaksanaan
”kesenjangan, persamaan kesempatan, serta penyelenggaraan urusan pemerintahan.
perlindungan hak-hak dasar HAM”. Untuk persoalan
yang berakar pada konflik dan perbedaan pendapat DAFTAR PUSTAKA
mengenai proses dan legalitas penyatuan Papua Buku
sebagai bagian dari Indonesia sama sekali tidak Dadang Solihin dan Radjab Semendawai. (2013).
disinggung walaupun dalam realitas masih Optimalisasi Otonomi Daerah Kebijakan,
menunjukkan kuatnya pengaruh akar persoalan ini Strategi dan Upaya, Jakarta: Yayasan Empat
dalam konflik di Papua. Konsekuensinya, tujuan Sembilan