Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Otonomi Daerah

DOSEN PENGAMPU :

Suyono, S.Sos., M.Pd.

DISUSUN OLEH :

1. Intan Nur Fitriana (225700018)


2. Hidayatul Ula Qonitatu Lillah (225700007)
3. Shelvy Eliza (225700016)
4. Febronia Asriana Semba (225000056)
5. Moh Zusfi Wahyu Finansah (221600090)

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA


TAHUN 2023
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mampu memahami dan mendeskripsikan mengenai otonomi daerah
2. Dapat memahami prinsip otonomi daerah
3. Dapat membedakan antara daerah otonom dan otonomi daerah
4. Memahami dan menguraikan asas-asas otonomi daerah
5. Mampu memahami dan menguraikan tujuan penyelenggaraan otonomi daerah
6. Dapat berperan dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah
7. Memahami latar belakang dan sejarah otonomi daerah
8. Memahami konsep pelaksanaan otonomi daerah
9. Dapat memahami permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah
10. Mampu menjadi individu yang dapat membantu meminimalisir dampak negatif dalam
pelaksanaan otonomi daerah
B. URAIAN MATERI

1. Pengertian Otonomi Daerah


Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos artinya sendiri dan namos yang
artinya aturan. Otonomi daerah secara bahasa otonomi adalah kewenangan. Dan
daerah adalah suatu wilayah.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut undang-undang pasal 1 nomor 32 tahun 2004 otonomi daerah adalah hak
wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah dan masyarakat sekitar.

Dikutip dari buku Desentralisasi dan Otonomi Daerah (2007) oleh Syamsuddin Haris,
berikut pengertian otonomi daerah menurut para ahli :

1. Menurut F. Sugeng Istianto


Otonomi Daerah adalah suatu hak dan wewenang guna untuk mengatur serta
mengurus sebuah rumah tangga daerah.
2. Menurut Widjaja
Otonomi Daerah merupakan salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan
yang dasarnya ditujukan guna untuk memenuhi suatu kepentingan bangsa.
3. Menurut Mahwood
Otonomi Daerah adalah hak dari masyarakat sipil guna mendapatkan sebuah
kesempatan serta perlakuan yang sama, baik dalam mengekspresikan serta
memperjuangkan suatu kepentingan dan ikut mengontrol sebuah kinerja
pemerintah daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga harus
diberdayakan dengan baik, yaitu dengan cara memberikan daerah kewenangan yang
lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur dan
memanfaatkan sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2014, otonomi daerah berarti daerah harus
mampu :
(1) Berinisiatif sendiri, yaitu harus mampu merumuskan dan melaksanakan
kebijakan sendiri.
(2) Membuat peraturan sendiri atau peraturan daerah dan peraturan
pelaksanaannya.
(3) Menggali sumber keuangan mereka sendiri.
(4) Memiliki alat pelaksana baik personal maupun sarana dan prasarana.

2. Konsep Dasar Otonomi Daerah


(1) Pendelegasian kewenangan pemerintahan yang sebesar-besarnya dalam urusan
rumah tangga kepala daerah.
(2) Penguatan peran DPRD sebagai wakil rakyat setempat dalam pemilihan dan
pengangkatan kepala daerah.
(3) Pengembangan tradisi politik yang lebih sejalan dengan budaya berkualitas tinggi
dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi.
(4) Peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif.
(5) Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah.
(6) Pengaturan pembagian sumber pendapatan daerah.
(7) Pemberian diskresi kepala daerah dan optimalisasi upaya pemberdayaan
masyarakat.

3. Perbedaan Otonomi Daerah dan Daerah Otonom

● Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan.

● Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Asas – Asas Otonomi Daerah


(1) Asas Desentralisasi
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Asas desentralisasi adalah
pelimpahan wewenang dari pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Asas Dekonsentrasi
Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur dan/atau
instansi vertikal di daerah tertentu.
(3) Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa,
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten atau kota dan atau Desa serta dari
pemerintah kabupaten kota pada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

5. Tujuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah


Pemerintah Daerah sebagai salah satu subsistem dari sistem Pemerintah Indonesia
adalah unsur utama dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah. Oleh karena itu,
tujuannya sama dengan Pemerintah Pusat, yaitu mewujudkan cita-cita nasional
sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Dibalik pertimbangan
tentang perlu adanya pelimpahan wewenang kepada Pemerintah Daerah sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya, memuat maksud dan tujuan sebagai berikut:

1. Secara politis untuk menjaga Negara Kesatuan tetap tegak dan utuh Negara
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dibangun dalam
sistem Pemerintahan Pusat dan Daerah memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dalam mekanisme pemerintahan.
2. Secara formal dan konstitusional untuk melaksanakan ketentuan dan amanat
UUD 1945.
3. Secara operasional, untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintahan,
peningkatan pelayanan publik dan mempercepat pembangunan.
4. Secara administrasi pemerintah untuk lebih memperlancar dan agar
terselenggaranya pemerintahan yang lebih baik di kerangka tata kelola yang
baik atau good governance.
5. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka dilakukan kegiatan Pemerintah
daerah harus diarahkan pada pertumbuhan yang terjamin pembangunan daerah,
pelaksanaan pembinaan stabilitas politik dan persatuan nasional dan menjamin
hubungan yang seri antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan
Negara Kesatuan.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tujuan pemberian otonomi kepada
daerah yaitu:

a) Meningkatkan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


b) Pembangunan kehidupan demokrasi yang berkeadilan dan berkeadilan.
c) Terpeliharanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah
dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d) Mendorong pemberdayaan masyarakat.
e) Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dan mengembangkan peran dan fungsi DPRD.

6. Latar Belakang Otonomi Daerah


Dalam buku Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan (2002) karya Syaukani dkk,
Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan peraturan tentang otonomi daerah.,
yaitu Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie (Peraturan
tentang administrasi Negara Hindia Belanda). Kemudian pada 1903, belanda
mengeluarkan Desentralisatiewet yang memberikan peluang untuk membentuk unit
pemerintahan yang memiliki keuangan sendiri.

Penyelenggaraan pemerintahan diserahkan pada dewan di masing-masing daerah.


Namun, dalam praktiknya, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang sangat
kecil. Bahkan hanya setengah anggota dewan daerah yang diangkat dari daerah dan
sebagian lainnya pejabat pemerintah. Dewan daerah hanya berhak membentuk
peraturan setempat yang belum tercakup oleh peraturan colonial.

Tujuan pemberian otonomi kepada Daerah adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, khususnya dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan pembinaan
stabilitas politik dan persatuan bangsa. Dengan demikian, sesungguhnya latar
belakang pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah ketidakpuasan masyarakat
yang berada di daerah yang kaya akan sumber daya alam namun kehidupan
masyarakatnya tetap berada di bawah garis kemiskinan.

Ada beberapa alasan mengapa perlunya otonomi daerah di Indonesia dirasakan


mendesak, yaitu:
(1) Kehidupan berbangsa dan bernegara sangat terpusat di Jakarta (Jakarta Pusat).
Sehingga pembangunan di beberapa daerah lain terabaikan
(2) Distribusi kekayaan dianggap tidak adil dan tidak setara. Daerah yang memiliki
sumber daya alam melimpah tidak mendapatkan dana yang memadai dari
pemerintah pusat, dibandingkan dengan daerah yang relatif memiliki
keterbatasan sumber daya alam
(3) Kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.
Kesenjangan sosial ini meliputi pembangunan, pencapaian pendidikan dan
kesehatan keluarga.

Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 mengamanatkan pelaksanaan otonomi. Sesuai dengan asas otonomi dan tugas
pembantuan, pemerintah daerah diberi wewenang untuk menguasai dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan. Pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah
kewenangan (urusan) dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang
bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini
memerlukan banyak factor pendukung. Salah satu factor pendukung yang secara
signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan
daerah untuk membiayai pelaksanaan kekuasaan/kewenangan.

Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas


penyelenggaraan otonomi daerah perlu memperhatikan hubungan antar susunan
pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi, dan keanekaragaman daerah.
Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara
adil dan selaras. Disamping itu perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam
persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan
kewenangan yang seluas luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan system penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu
terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan
pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan
hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan dimaksud meliputi
politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatic dan menunjuk warga
negara untuk duduk dalam jabatan Lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar
negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan perdagangan luar
negeri.

Mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan Lembaga permasyarakatan, menetapkan


kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi,
membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang,
Peraturan Pemerintah dan peraturan lain yang berskala nasional.

7. Perkembangan UU Otonomi Daerah

(1)Masa Penjajahan Belanda


Sistem desentralisasi terbentuk karena Indonesia belum merdeka dan karenanya
tergolong warisan kolonial. Bahkan setelah kemerdekaan, jalan menuju desentralisasi
merupakan jalan terjal menuju hak otonomi daerah. Udang- undang mengenai
otonomi daerah di Indonesia pada masa penjajahan belanda yaitu ketentuan tentang
desentralisasi yang dikenal Decentralisatiewet S 1903/329 yang ditindaklanjuti
dengan keputusan gubernur jenderal yaitu Decentralisatienesluit S 1905/137
mengenai desentralisasi dan undang-undang tentang dewan lokal yaitu Locale
Radenordonantie S 1905/181. Wilayah Hindia Belanda dibentuk daerah-daerah
otonom setingkat Karesidenan dan kota di Jawa serta Madura. Contohnya adalah
pembentukan Gemeente Batavia (S 1905/204).

Selanjutnya ada Bestuurshervormingwet S 1922/216 yaitu ketentuan mengenai


penyusunan kembali pemerintahan. Kemudian ditindaklanjuti dengan
Provincieordpnantie S 1924/78, Regentscharpordonantie S 1924/79 dan
Stadsgemeenteordonatie S 1924/365 digunakan untuk membentuk pemerintahan yang
setingkat dengan provinsi,kabupaten dan kotapraja di Jawa dan Madura. Contohnya
pembentukan provinsi Jawa barat pada tahun 1925 dengan S 1925/378. Pada masa ini
kewenangan yang diserahkan kepada daerah baru mengenai pengelolaan keuangan
dan peluang pengangkatan pejabat pemerintah daerah dari kalangan pribumi.
(2)Masa Penjajahan Jepang
Otonomi daerah di Indonesia pada masa pendidikan Jepang yaitu Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1942 yang berisi penyelenggaraan pemerintahan tentara. Di bekas
jajahan Belanda ini terbagi menjadi tiga wilayah yaitu, wilayah pemerintahan militer
Jawa Madura yang dijalankan oleh angkatan darat dan berkedudukan di Jakarta,
Wilayah administrasi militer Sumatera dijalankan oleh angkatan darat dan
berkedudukan di Bukittinggi, terakhir Wilayah administrasi militer Sulawesi,
Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Barat dijalankan oleh angkatan laut
dan berpusat di Makassar.

Kemudian pada masa penjajahan Jepang penguasa militer Jepang di Jawa


mengeluarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 1942, yang mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam beberapa bagian. Wilayah itu dipecah Syuu (tiga wilayah
kekuasaan Jepang) yang kemudian dibagi dalam Ken (Kabupaten), dan Si (Kota).

Kemudian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1942 tentang Pembentukan Beberapa


Karesidenan dan Kotamadya Luar Biasa Jakarta merupakan kelanjutan dari Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 1942. Daerah Jakarta dijadikan Kotamadya Luar Biasa
yang setingkat Karesidenan atau Tokubetu Si di kasus ini dipimpin langsung oleh
pejabat pemerintahan tentara Jepang yang dikenal dengan nama Gunseikan. Gunseikai
juga megeluarkan peraturan no 12 tahun 1943 tentang pembentukan beberapa Ken
(kabupaten) dan Si (kotamadya).

Sistem warisan pemerintahan belanda dihapus karena Jepang tidak mengenal istilah
provinsi dan sistem raad (dewan). Struktur administrasi yang dibuat Jepang yaitu
Panglima Balatentara Jepang - Pejabat Militer Jepang - Residen - Bupati - Wedana -
Asisten Wedana - Lurah/Kepala Desa - Kepala Dusun - RT/RW - Kepala Rumah
Tangga. Sistem inilah yang diwariskan kepada pemerintah Indonesia pasca
proklamasi kemerdekaan.

(3)Pada Masa Kemerdekaan


Di Indonesia pengaturan mengenai otonomi daerah sudah dilakukan sejak tahun 1945.
Bermula dengan penetapan undang-undang nomor 1 tahun 1945 tentang kedudukan
komite nasional daerah. Pada undang-undang no 1 tahun 1945 mengatur mengenai
pembentukan daerah otonom karesidenan kota dan kabupaten. Kebijakan otonomi
daerah dan pengimplementasiannya bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Kemudian disusul dengan undang-undang nomor 22 tahun 1948 tentang pemerintahan
daerah. Menurut undang-undang ini, ada tiga tingkatan wilayah, yaitu provinsi,
kabupaten atau kota besar dan desa atau kota kecil. Ada juga daerah khusus yang
setingkat dengan provinsi dan kabupaten. Wewenang yang diserahkan kepada
provinsi meliputi 15 urusan yaitu 1) umum, 2) pemerintahan umum, 3) agrarian, 4)
pekerjaan umum (pengairan, jalan, gedung), 5) pertanian perikanan dan koperasi 6)
Kehewanan, 7) Kerajinan perdagangan dalam negeri dan perindustrian, 8)
Perburuhan, 9) Sosial, 10) Distribusi, 11) Penerangan, 12) Pendidikan pengajaran dan
kebudayaan, 13)Kesehatan, 14) Perusahaan, 15) urusan lalu lintas dan angkutan
bermotor. Sedangkan kewenangan yang diberikan kepada kabupaten meliputi 14
unsur yang sama dengan yang diberikan kepada provinsi tanpa mengurusi lalu lintas
dan angkutan bermotor.

Pada masa orde lama Undang-undang nomor 22 tahun 1948 diubah menjadi Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, pengertian
desentralisasi diterapkan dengan “sistem sisa”, yaitu kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan daerah adalah sisa kewenangan yang tidak dimiliki oleh pemerintahan
pusat. Daerah dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu daerah swatantra tingkat I setingkat
dengan provinsi yang membidangi semua daerah swatantra tingkat II setara dengan
kabupaten dan kota praja (kota besar/kecil). Daerah otonom tingkat II kabupaten
membawahi daerah tingkat III bila diperlukan. Sementara itu, kota praja daerah
tingkat II tidak membawahi daerah tingkat III. Khusus untuk Kota praja Jakarta Raya
posisinya berada di tingkat provinsi (daerah tingkat I). Sistem yang dianut dalam
otonomi daerah adalah sistem otonomi riil. Di mana urusan pusat dan urusan daerah
ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan riil pusat/daerah berdasarkan
kondisi dan faktor nyata.

Selanjutnya penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, tentang Pemerintahan Daerah.


Pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
yang dalam menjalankan tugasnya kepala daerah dibantu oleh suatu badan
pemerintahan sehari-hari. Pengurus harian terdiri dari minimal 3 orang dan sebanyak-
banyaknya 5 orang anggota. Dalam otonomi daerah ini juga mengatur pengangkatan
pejabat untuk mewakili kepala daerah dalam hal kepala daerah berhalangan.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, tentang Pokok-Pokok Pemenantaan Daerah.
Undang-undang ini merupakan tindak lanjut dari denkrit presiden tahun 1959. Dalam
undang-undang ini seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
menjadi daerah-daerah otonom yang disusun dalam tiga tingkatan, yaitu provinsi
sebagai DT I, kabupaten sebagai DT II dan kecamatan sebagai DT III. Sistem yang
digunakan adalah sistem otonomi nyata, sama dengan UU No. 1 Tahun 1957. Dengan
tambahan kesempatan untuk menyerahkan sebagian urusan pusat yang diatur dalam
peraturan pemerintah.

Kemudian undang-undang nomor 18 tahun 1965 diganti dengan undang-undang


nomor 5 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok dalam pemerintahan daerah.
Masyarakat pada masa pemerintahan Orde Baru, UU No. 5 Tahun 1974, tidak ada
desentralisasi dan otonomi daerah. Baru pada tahun 1995 keluar Keputusan
Pemerintah No. 8 Tahun 1995, dimana pemerintah pusat melimpahkan urusan
administrasi tertentu kepada 26 Daerah Percontohan Tingkat II. Kebijakan ini
dijadikan tonggak dalam mewujudkan otonomi daerah. Maka pada tanggal 7 Februari
1996, Presiden Soeharto menerbitkan Keppres No. 11 Tahun 1996, dimana tanggal 25
April adalah Hari Otonomi Daerah.

Selama ini secara tegas ditetapkan bahwa ada dua tingkat daerah otonom, yaitu
Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Selama reorganisasi, negara memperketat
pengawasan kotamadya sebagai tanda pelaksanaan tugas negara.

Berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998 menjanjikan harapan akan
perbaikan pemerintahan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Provinsi, yang mengatur kembali hubungan pusat dan daerah. Daerah
memiliki kewenangan dalam semua bidang pemerintahan kecuali urusan luar negeri,
pertahanan dan keamanan, peradilan, uang dan pajak, agama, dan bidang lainnya.

Setelah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung pada tahun 2004, UU
No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Salah satu kunci perubahan legislatif adalah pembentukan pemilihan kepala
daerah langsung (pilkada). Pilkada terkait langsung dengan pemekaran daerah.

UU No. 32 Tahun 2004 kemudian diganti dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini menegaskan bahwa pemerintah pusat
memegang tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemerintahan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat akan selalu
melakukan supervisi, monitoring, kontrol, dan pemberdayaan agar daerah dapat
menjalankan otonominya secara optimal.

8. Implementasi Otonomi Daerah


Pelaksanaan otonomi daerah dapat dikelompokkan menjadi lima bidang, yaitu:

▪ Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Pembinaan Wilayah


(1) Pelaksanaan otonomi daerah tidak serta merta menghilangkannya tugas, peran
dan tanggung jawab pemerintah pusat, karena otonomi yang dicapai bukanlah
otonomi tanpa batas
(2) Model pembangunan daerah dicapai dengan mendelegasikan tugas-tugas
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan dipertanggungjawabkan oleh
pemerintah daerah.
(3) Tugas dan fungsi pembangunan daerah meliputi asas-asas yang mengatur
administrasi umum, yaitu penyelenggaraan pemerintahan pusat di daerah,
memfasilitasi dan mengakomodasi kebijakan daerah, memelihara
keharmonisan antara pemerintah pusat dan daerah, menciptakan perdamaian
dan ketertiban umum, menjaga ketertiban hubungan lintas batas dan kepastian
batas wilayah, meksanakan kewenangan daerah dan menjalankan kekuasaan
lain.
(4) Aparatur pengawas daerah dilakukan oleh kepala daerah dengan
menyelenggarakan dua jenis urusan pemerintahan, yaitu urusan daerah dan
urusan pemerintahan umum.
▪ Pelaksanaan otonomi daerah dalam pembangunan sumber daya manusia, antara
lain:
(1)Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan pembinaan sumber daya
manusia daerah. Untuk pengembangan sumber daya manusia, pemerintah
daerah diharapkan mampu:
a) Membuat struktur organisasi secara terbuka
b) Menyediakan media bagi PNS untuk berkreasi dan membuat inovasi baru
c) Mendorong PNS untuk berani mengambil risiko
d) Memberikan penghargaan kepada mereka yang berhasil
e) Menyusun model komunikasi yang efektif antar PNS
f) Membangun lingkungan kerja yang inovatif
g) Mengurangi hambatan birokrasi
h) Mencegah tindakan intervensi yang mengganggu proses kerja professional
(2)Mendelegasi tanggungjawab dengan baik
(3)Di era otonomi, daerah harus menyiapkan sumber daya manusia untuk
memenuhi kebutuhan dengan prinsip keterbukaan dan tanggung jawab
(4)Untuk mendukung kinerja daerah dalam rangka kerjasama antar daerah dan
pusat, pemerintah daerah memerlukan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan mengembangkan jaringan dan kerjasama tim, serta berkualitas
kerja tinggi.
(5) Meningkatkan fungsi birokrasi dengan cara memberi contoh atau teladan,
membuat rencana, melakukan pekerjaan dengan pengawasan yang memadai,
menetapkan prioritas, memecahkan masalah dengan inovatif, melakukan
komunikasi lisan dan tertulis, melakukan hubungan interpersonal dan
memperhatikan waktu kehadiran dan kreativitas
(6) Mengurangi penyimpangan pelayanan birokrasi
▪ Pelaksanaan otonomi daerah dalam penanggulangan kemiskinan, yaitu:
(1) Penanggulangan kemiskinan merupakan tugas penting dalam undang-undang
nomor 25 Tahun 1999, dimana pemerintah daerah memiliki kewenangan yang
luas, dan didukung dana yang cukup dari APBD
(2) Program penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan secara terpadu
sesuai dengan karakter penduduk dan wilayahnya, dengan melakukan
koordinasi antar instansi terkait
(3) Pembangunan dalam rangka pengentasan kemiskinan harus mengutamakan
peran masyarakat dan sector swasta, dengan melakukan investasi yang mampu
menyerap tenaga kerja dan pangsa pasar warga miskin
(4) Membangun paradigma baru tentang peran pemerintah daerah yaitu dari
pelaksana menjadi fasilitator, memberikan instruksi untuk melayani, mengatur
untuk memberdayakan orang, memenuhi aturan kerja untuk mencapai misi
pembangunan
(5) Dalam pemberdayaan masyarakat, peran pemerintah daerah sangatlah besar
dengan memberikan legitimasi kepada LSM dan masyarakat penerima manfaat
untuk membantu, untuk menengahi jika terjadi konflik, untuk mendorong
meningkatkan kapasitas negara-negara miskin, juga mrngontrol pembangunan
fisik dan sosialisasi gerakan terpadu pengurangan kemiskinan
▪ Pelaksanaan otonomi daerah dalam hubungan fungsional eksekutif dan legislative,
antara lain:
(1) Perbedaan pendapat antara pemerintah daerah dan DPRD harus diselesaikan
dengan semangat otonomi, yaitu dengan memberikan kewenangan kepada
daerah untuk mengelola daerahnya untuk menangani masalah-masalah rakyat,
yang meliputi administrasi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan public
(2) Asas dalam otonomi menurut UU No. 22 Tahun 1999 adalah:
a) Pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,
kecuali dalam bidang hukum, luar negeri, peradilan, ibadah, moneter, dan
fiscal
b) Pendelegasian otoritas pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat di daerah
c) Pembantuan, yaitu alokasi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan pendanaan, sarana
dan prasarana, serta sumber daya manusia, dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaan dan pertanggungjawabannya kepada pemerintah pusat
(3) Daerah berwenang mengarahkan penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh DPRD, bertanggung jawab
kepada DPRD dan menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada presiden melalui menteri Dalam Negeri sekurang-kurangnya
sekali dalam setahun melalui gubernur
(4) DPRD dalam era otonomi mempunyai kekuasaan dan tugas untuk memilih
gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota,
menetapkan peraturan daerah, menetapkan anggaran pendapatan belanja
daerah, melakukan pengawasan, memberikan saran dan pertimbangan
terhadap perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah, serta
menyesuaikan dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
(5) Kepala Daerah dan DPRD dalam menjalankan fungsinya dapat melakukan
komunikasi yang intensif, baik untuk bertukar informasi, menyusun peraturan
maupun mengklarifikasi suatu masalah
(6) Prinsip kerja dalam hubungan DPRD dan Kepala Daerah adalah proses
pembuatan kebijakan yang transparan, pelaksanaan pekerjaan melalui
mekanisme akuntabilitas, bekerja atas dasar sikap, yang meliputi kebijakan,
prosedur dan prosedur kerja, menerapkan asas kompromi, dan menghormati
etika.
▪ Pelaksanaan otonomi daerah dalam membangun kerja sama tim, antara lain:
(1) Dalam otonomi, dimana pemerintah daerah mempunyai kekuasaan untuk
mengatur bidang lain selain enam bidang yang diatur oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah dapat mengatur koordinasi sektor riil seperti transportasi,
peralatan/infrastruktur, pertanian dan usaha kecil, serta sebagai kekuasaan lain
yang ditentukan oleh undang-undang
(2) Meningkatkan koordinasi, maka pemerintah daerah harus menciptakan kerja
sama tim dengan cara menyamakan visi antar instansi, merencankan
pembangunan jangka panjang dengan orientasi politik yang strategis, memiliki
kemauan untuk bekerja sama, tidak menggunakan gaya kepemimpinan dimana
salah satu selalu memegang komando, meningkatkan keterampilan, integritas
dan percaya diri

9. Permasalahan Otonomi Daerah


Dilansir dari situs resmi Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, otonomi
daerah menjadi permasalahan yang hidup dan berkembang sepanjang masa. Sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakatnya.

Setiap sistem mempunyai kekurangan setiap kebijakan mempunyai dampak negatif


meskipun hal tersebut dapat diminimalisir oleh sumber daya manusia yang ada. Sejak
diberlakunya undang-undang tentang otonomi daerah, banyak orang sering berbicara
tentang aspek positifnya. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak permasalahan
yang menyertai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Masalah-masalah ini
meliputi:

1. Daerah miskin lambat berkembang


Daerah miskin atau daerah yang kurang dalam potensi dan sumber daya akan
lambat berkembang karena setiap daerah berlomba mengembangkan wilayahnya
sendiri tanpa memperdulikan wilayah lain. Pemecahan masalahnya dapat
dilakukan melalui pemerintah pusat dan pemerintah daerahnya dengan berusaha
menggali kreativitas dari sumber daya manusia daerah tersebut.

2. Menyulut konflik antar daerah

Pengembangan wilayah yang terjadi di masing-masing daerah dapat


menimbulkan konflik antar daerah terutama jika daerah yang saling berbatasan
dan memiliki sumber daya alam yang berada di perbatasan. Untuk menghindari
hal-hal tersebut upaya menjaga keutuhan NKRI harus sering ditanamkan melalui
pendidikan Pancasila maupun kewarganegaraan. Selain itu diperlukan kearifan
kepala daerah untuk membuat kebijakan dan kesepakatan bersama

3. Tidak ada koordinasi antar daerah

Karena setiap daerah memiliki wewenang yang masing-masing tentunya tidak


ada koordinasi antar daerah kerjasama atau koordinasi hanya dilakukan sesuai
kebijakan dan kesepakatan kepala daerah atau pemerintah daerah

4. Kesenjangan sosial

Jangan sosial dapat terjadi terutama di wilayah yang berdekatan namun memiliki
perbedaan pemerintahan. Jika hal ini dibiarkan maka akan mengakibatkan
konflik sosial

5. Pengawasan berkurang

Di dalam otonomi daerah pemerintah menyerahkan semua kebijakan kepada


daerah sehingga hal tersebut membuat pengawasan berkurang dampak positif
bagi pemerintah daerah yang baik yaitu mereka akan berkembang dengan positif
dengan meningkatkan kreativitas sedangkan bagi pemerintahan daerah yang
buruk pengawasan yang sedikit dapat menyebabkan banyak praktik yang dapat
menyimpang.

6. Pejabat daerah sewenang-wenang

Sikap pengawasan terhadap daerah kurang maka akan terjadi pejabat daerah yang
sewenang-wenang dan melupakan aspirasi rakyat. Hal ini mungkin saja dapat
diminimalisir oleh masyarakat karena mereka sudah cukup cerdas dan mulai
teknologi namun segala sesuatu yang salah dapat dishare dan dengan cepat
diketahui pemerintah pusat

7. Sibuk dengan wilayahnya sendiri

Kecenderungan setiap pemerintah daerah dengan wilayahnya sendiri akan


memungkinkan sikap kurang empati terhadap wilayah lain padahal seharusnya
negara adalah suatu kesatuan di mana semua kejadian di wilayah manapun
menjadi tanggung jawab bersama untuk diatasi
C. KESIMPULAN
Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan masyarakat sekitar.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum dan harus
diberdayakan dengan baik, yaitu dengan cara memberikan daerah kewenangan yang
lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur dan
memanfaatkan sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing. Sehingga
tujuan akan penyelenggaraan otonomi daerah dapat tercapai.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia ada karena ketidakpuasan masyarakat
yang berada di daerah kaya akan sumber daya alam namun kehidupan masyarakatnya
tetap berada di bawah garis kemiskinan. Karena itu diharapkan dengan adanya
otonomi daerah mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat serta meningkatkan pembinaan stabilitas politik dan persatuan
bangsa.
Sejak diberlakunya undang-undang tentang otonomi daerah, banyak orang sering
berbicara tentang aspek positifnya. Dalam pelaksanaan otonomi daerah masih banyak
permasalahan yang ada di Indonesia. Permasalahan-permasalahan ini dapat
diminimalisir oleh sumber daya manusia yang ada. Kita sebagai individu sebagai
sumber daya manusia yang ikut terlibat, harus menjadi manusia yang berkualitas.
Manusia yang mampu membawa bangsa kita pada hal-hal yang positif.
D. LATIHAN SOAL
1. Bagaimana menurutmu jika dalam tatanan pemerintahan tidak ada otonomi daerah?
2. Mengapa otonomi daerah dianggap bertentangan dengan paradigma politik?
3. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga harus
diberdayakan dengan baik. Menurut pendapat anda, cara pemberdayaan Otonomi
Daerah yang baik itu seperti apa?
4. Untuk meminimalisir risiko negatif dari otonomi daerah, kita sebagai individu sebagai
sumber daya manusia yang ikut terlibat, harus menjadi manusia yang berkualitas.
Manusia yang mampu membawa bangsa kita pada hal-hal yang positif. Cara apa yang
dapat anda lakukan sebagai mahasiswa untuk hal itu?
5. Menurut pendapat anda, apa yang terjadi jika masyarakat tidak ikut serta dalam
pelaksanaan otonomi daerah?
JAWABAN
1. Jika dalam tatanan pemerintahan tidak ada otonomi daerah maka peningkatan daya
guna dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah akan kurang, demikian
juga dengan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga
stabilitas politik dan persatuan bangsa akan menurun.
2. Pemerintah daerah (kabupaten, kota) berada di bawah pemerintah pusat, dan secara
teoritis subordinasi dan otonomi saling bertentangan. Oleh karena itu, menurut
paradigma politik, otonomi tidak dapat berjalan selama kedudukan suatu lembaga
berada di bawah lembaga yang lebih tinggi.
3. Selain berdasarkan acuan hukum, pelaksanaan otonomi daerah juga harus
diberdayakan dengan baik, yaitu dengan memberikan kewenangan yang lebih luas,
nyata dan bertanggung jawab kepada daerah, terutama dalam mengelola dan
memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di daerahnya masing-masing.
4. Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh kita sebagai mahasiswa diantaranya adalah
sebagai berikut:
• Sebagai social control yaitu memberikan saran, kritik, dan solusi terhadap
permasalahan sosial di masyarakat dan bangsa.
• Sebagai agent of change yaitu dengan menjadi agen perubahan yang
mentransformasi msyarakat menjadi lebih baik dengan memanfaatkan ilmu,
gagasan dan pengetahuan yang dimiliki.
• Belajar dengan sungguh-sungguh, sehingga di masa depan ketika negara dipimpin
oleh kita maka kita mampu menjadi pemimpin yang baik dan mampu menangani
masalah internal dan eksternal yang ada pada daerah atau negara. Walaupun tidak
menjadi pemimpin, kita tetap dapat menjadi orang yang bermanfaat.
• Memaksimalkan peran mahasiswa dan program yang dibuat oleh pemerintah
seperti program pengabdian masyarakat dsb
5. Sumber daya manusia dalam pelaksanaan otonomi daerah menjadi salah satu
penunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Jika masyarakat tidak ikut serta
dalam pelaksanaan otonomi daerah maka daerah otonom tidak akan mampu
menjalankan otonomi derah secara maksimal, selain itu akan membuat masyarakat
tidak memahami kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dan jalannya
pemerintahan tidak akan memenuhi hak masyarakat.
E. DAFTAR PUSTAKA
Argama, R. (2005). PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH DAN FENOMENA

PEMEKARAN WILAYAH DI INDONESIA.

Batubara, A. H. (2006). KONSEP GOOD GOVERNANCE. 3.

Christia, A. M., & Ispriyarso, B. (2019). DESENTRALISASI FISKAL DAN

OTONOMI DAERAH Di INDONESIA. LAW REFORM, 15(1), 149.

https://doi.org/10.14710/lr.v15i1.23360

Kholik, S. (2020). PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ERA

OTONOMI DAERAH. Jurnal Hukum Mimbar Justitia, 6(1), 56.

https://doi.org/10.35194/jhmj.v6i1.1023

Makhfudz, M. (2019). KONTROVERSI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.

ADIL: Jurnal Hukum, 3(2), 380. https://doi.org/10.33476/ajl.v3i2.816

Muntoha. (n.d.). Otonomi Daerah dan Perkembangan Peraturan Daerah Bernuansa

Syariah, Dr. Drs. Muntoha, SH., M.Ag. In Otonomi daerah dan perkembangan

peraturan daerah bernuansa Syariah.

Muqoyyidin, A. W. (2016). Pemekaran Wilayah dan Otonomi Daerah Pasca

Reformasi di Indonesia: Konsep, Fakta Empiris dan Rekomendasi ke Depan.

Jurnal Konstitusi, 10(2), 287. https://doi.org/10.31078/jk1025

Safitri, S. (n.d.). SEJARAH PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH DI

INDONESIA.

Sufianto, D. (2020). PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DI INDONESIA.

Jurnal Academia Praja, 3(2), 271–288. https://doi.org/10.36859/jap.v3i2.185

Suharjono, M. (n.d.). PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG RESPONSIF

DALAM MENDUKUNG OTONOMI DAERAH.


F. LAMPIRAN PERTANYAAN PRESENTASI
• Nama Penanya : Virli Delia Monika
• NIM : 223900003
• Pertanyaan : Kewenangan apa saja yang dimiliki oleh pemerintah daerah
dalam sistem otonomi daerah di Indonesia
• Jawaban : Kewenangan untuk mengatur wilayahnya sendiri, baik sumber
daya alam ataupun sumber daya manusianya supaya dapat dimaksimalkan untuk
daerah itu sendiri

Anda mungkin juga menyukai