Otonomi Daerah
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut undang-undang pasal 1 nomor 32 tahun 2004 otonomi daerah adalah hak
wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah dan masyarakat sekitar.
Dikutip dari buku Desentralisasi dan Otonomi Daerah (2007) oleh Syamsuddin Haris,
berikut pengertian otonomi daerah menurut para ahli :
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga harus
diberdayakan dengan baik, yaitu dengan cara memberikan daerah kewenangan yang
lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur dan
memanfaatkan sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2014, otonomi daerah berarti daerah harus
mampu :
(1) Berinisiatif sendiri, yaitu harus mampu merumuskan dan melaksanakan
kebijakan sendiri.
(2) Membuat peraturan sendiri atau peraturan daerah dan peraturan
pelaksanaannya.
(3) Menggali sumber keuangan mereka sendiri.
(4) Memiliki alat pelaksana baik personal maupun sarana dan prasarana.
● Otonomi daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan.
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1. Secara politis untuk menjaga Negara Kesatuan tetap tegak dan utuh Negara
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dibangun dalam
sistem Pemerintahan Pusat dan Daerah memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dalam mekanisme pemerintahan.
2. Secara formal dan konstitusional untuk melaksanakan ketentuan dan amanat
UUD 1945.
3. Secara operasional, untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintahan,
peningkatan pelayanan publik dan mempercepat pembangunan.
4. Secara administrasi pemerintah untuk lebih memperlancar dan agar
terselenggaranya pemerintahan yang lebih baik di kerangka tata kelola yang
baik atau good governance.
5. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka dilakukan kegiatan Pemerintah
daerah harus diarahkan pada pertumbuhan yang terjamin pembangunan daerah,
pelaksanaan pembinaan stabilitas politik dan persatuan nasional dan menjamin
hubungan yang seri antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan
Negara Kesatuan.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tujuan pemberian otonomi kepada
daerah yaitu:
Tujuan pemberian otonomi kepada Daerah adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, khususnya dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan pembinaan
stabilitas politik dan persatuan bangsa. Dengan demikian, sesungguhnya latar
belakang pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah ketidakpuasan masyarakat
yang berada di daerah yang kaya akan sumber daya alam namun kehidupan
masyarakatnya tetap berada di bawah garis kemiskinan.
Sistem warisan pemerintahan belanda dihapus karena Jepang tidak mengenal istilah
provinsi dan sistem raad (dewan). Struktur administrasi yang dibuat Jepang yaitu
Panglima Balatentara Jepang - Pejabat Militer Jepang - Residen - Bupati - Wedana -
Asisten Wedana - Lurah/Kepala Desa - Kepala Dusun - RT/RW - Kepala Rumah
Tangga. Sistem inilah yang diwariskan kepada pemerintah Indonesia pasca
proklamasi kemerdekaan.
Pada masa orde lama Undang-undang nomor 22 tahun 1948 diubah menjadi Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, pengertian
desentralisasi diterapkan dengan “sistem sisa”, yaitu kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan daerah adalah sisa kewenangan yang tidak dimiliki oleh pemerintahan
pusat. Daerah dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu daerah swatantra tingkat I setingkat
dengan provinsi yang membidangi semua daerah swatantra tingkat II setara dengan
kabupaten dan kota praja (kota besar/kecil). Daerah otonom tingkat II kabupaten
membawahi daerah tingkat III bila diperlukan. Sementara itu, kota praja daerah
tingkat II tidak membawahi daerah tingkat III. Khusus untuk Kota praja Jakarta Raya
posisinya berada di tingkat provinsi (daerah tingkat I). Sistem yang dianut dalam
otonomi daerah adalah sistem otonomi riil. Di mana urusan pusat dan urusan daerah
ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan riil pusat/daerah berdasarkan
kondisi dan faktor nyata.
Selama ini secara tegas ditetapkan bahwa ada dua tingkat daerah otonom, yaitu
Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Selama reorganisasi, negara memperketat
pengawasan kotamadya sebagai tanda pelaksanaan tugas negara.
Berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998 menjanjikan harapan akan
perbaikan pemerintahan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Provinsi, yang mengatur kembali hubungan pusat dan daerah. Daerah
memiliki kewenangan dalam semua bidang pemerintahan kecuali urusan luar negeri,
pertahanan dan keamanan, peradilan, uang dan pajak, agama, dan bidang lainnya.
Setelah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung pada tahun 2004, UU
No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Salah satu kunci perubahan legislatif adalah pembentukan pemilihan kepala
daerah langsung (pilkada). Pilkada terkait langsung dengan pemekaran daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 kemudian diganti dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini menegaskan bahwa pemerintah pusat
memegang tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemerintahan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat akan selalu
melakukan supervisi, monitoring, kontrol, dan pemberdayaan agar daerah dapat
menjalankan otonominya secara optimal.
4. Kesenjangan sosial
Jangan sosial dapat terjadi terutama di wilayah yang berdekatan namun memiliki
perbedaan pemerintahan. Jika hal ini dibiarkan maka akan mengakibatkan
konflik sosial
5. Pengawasan berkurang
Sikap pengawasan terhadap daerah kurang maka akan terjadi pejabat daerah yang
sewenang-wenang dan melupakan aspirasi rakyat. Hal ini mungkin saja dapat
diminimalisir oleh masyarakat karena mereka sudah cukup cerdas dan mulai
teknologi namun segala sesuatu yang salah dapat dishare dan dengan cepat
diketahui pemerintah pusat
https://doi.org/10.14710/lr.v15i1.23360
https://doi.org/10.35194/jhmj.v6i1.1023
Syariah, Dr. Drs. Muntoha, SH., M.Ag. In Otonomi daerah dan perkembangan
INDONESIA.