Anda di halaman 1dari 227

OTONOMI DAERAH

Secara umum, pengertian otonomi daerah yang biasa digunakan yaitu pengertian otonomi daerah
menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU tersebut berbunyi
otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom guna mengurus
dan mengatur sendiri urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Kamus Hukum dan Glosarium, otonomi daerah merupakan kewenangan untuk
mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dari masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Encyclopedia of Social Scince, otonomi daerah merupakan hak sebuah organisasi
sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya.

Baca Juga : 12 Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para Ahli (Lengkap)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian Otonomi Daerah Menurut Para


Ahli
1. Menurut F. Sugeng Istianto: Otonomi Daerah adalah sebuah hak dan wewenang untuk
mengatur serta mengurus rumah tangga daerah.
2. Menurut Syarif Saleh: Otonomi Daerah merupakan hak yang mengatur serta memerintah
daerahnya sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah
pusat.
3. Menurut Kansil: Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, serta kewajiban daerah untuk
mengatur serta mengurus daerahnya sendiri sesuai perundang-undangan yang masih
berlaku.
4. Menurut Widjaja: Otonomi Daerah merupakan salah satu bentuk desentralisasi
pemerintahan yang pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa dan
negara secara menyeluruh dengan upaya yang lebih baik dalam mendekatkan berbagai
tujuan penyelenggaraan pemerintahan agar terwujudnya cita-cita masyarakat yang adil
dan makmur.
5. Menurut Philip Mahwood: Otonomi Daerah merupakan hak dari masyarakat sipil untuk
mendapatkan kesempatan serta perlakuan yang sama, baik dalam hal mengekspresikan,
berusaha mempertahankan kepentingan mereka masing-masing dan ikut serta dalam
mengendalikan penyelenggaraan kinerja pemerintahan daerah.
6. Menurut Benyamin Hoesein: Otonomi Daerah merupakan pemerintahan oleh dan untuk
rakyat di bagian wilayah nasional Negara secara informal berada diluar pemerintah pusat.
7. Menurut Mariun: Otonomi Daerah merupakan kewenangan atau kebebasan yang
dimiliki pemerintah daerah agar memungkinkan mereka dalam membuat inisiatif sendiri
untuk mengatur dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki daerahnya.
8. Menurut Vincent Lemius: Otonomi Daerah adalah kebebasan/ kewenangan dalam
membuat keputusan politik serta administrasi yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah


1. Undang Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen ke-2 yang terdiri dari: Pasal 18 Ayat 1 -
7, Pasal 18A ayat 1 dan 2 dan Pasal 18B ayat 1 dan 2.
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 mengenai Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
4. Undang Undang No. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.
5. Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Daerah dan Pusat.

Penerapan Otonomi Daerah


Penerapan (Pelaksanaan) otonomi daerah di Indonesia menjadi titik fokus penting dalam
memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah bisa disesuaikan oleh
pemerintah daerah dengan potensi dan ciri khas daerah masing-masing. Otonomi daerah mulai
diberlakukan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah dianggap
tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, serta tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah. Oleh karena itu maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 digantikan
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sampai sekarang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengalami banyak
perubahan. Salah satunya yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pelaksanaan Otonomi Daerah

Hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan
bahwa kemampuannya dalam mengatur serta melaksanakan kewenangan yang menjadi hak
daerah masing-masing. Berkembang atau tidaknya suatu daerah tergantung dari kemampuan dan
kemauan untuk dapat melaksanakannya. Pemerintah daerah bisa bebas berekspresi dan berkreasi
dalam rangka membangun daerahnya sendiri, tentu saja harus sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan Otonomi Daerah
1. Untuk meningkatkan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
2. Keadilan Nasional.
3. Pemerataan wilayah daerah.
4. Mendorong pemberdayaan masyarakat.
5. Menjaga hubungan baik antara pusat dengan daerah, antar pusat, serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
6. Untuk mengembangkan kehidupan yang demokrasi.
7. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas.
8. Untuk mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Secara konseptual, tujuan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama
yaitu tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.

1. Tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu upaya untuk mewujudkan
demokratisasi politik melalui partai politik dan DPRD.
2. Tujuan administratif dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu adanya pembagian
urusan pemerintahan antara pusat dengan daerah, termasuk pembaharuan manajemen
birokrasi pemerintahan di daerah, serta sumber keuangan.
3. Tujuan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu terwujudnya peningkatan
indeks pembangunan manusia sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.

Adapun tujuan otonomi daerah menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yaitu:

1. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah kekuasaannya.


2. Untuk meningkatkan Pelayanan umum di daerah kekuasaaannya.
3. Untuk meningkatkan daya saing daerah.

Manfaat Otonomi Daerah


Otonomi daerah memberikan manfaat yang cukup efektif bagi pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Otonomi daerah memberikan hak dan wewenang kepada suatu daerah dalam mengatur
urusannya sendiri. Sehingga dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat maupun
pemerintah itu sendiri. Selain itu, pemerintah juga bisa melaksanakan tugasnya dengan lebih
leluasa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap
Prinsip Otonomi Daerah
1. Prinsip otonomi seluas-luasnya merupakan prinsip otonomi daerah dimana daerah
diberikan kewenangan dalam mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang
meliputi kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan terhadap bidang
politik luar negeri, moneter, keamanan, agama, peradilan, keamanan, serta fiskal
nasional.
2. Prinsip otonomi nyata merupakan prinsip otonomi daerah dimana daerah diberikan
kewenangan dalam menangani urusan pemerintahan yang berdasarkan tugas, wewenang,
dan kewajiban yang secara nyata sudah ada dan dapat berpotensi untuk tumbuh, hidup
dan berkembang sesuai dengan potensi dan ciri khas daerah.
3. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab merupakan prinsip otonomi yang dalam
sistem penyelenggaraannya harus sesuai dengan tujuan dan maksud dari pemberian
otonomi, yang bertujuan untuk memberdayakan daerahnya masing-masing dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Asas Otonomi Daerah


Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang
meliputi:

1. Asas kepastian hukum yaitu asas yang mementingkan landasan peraturan perundang-
undangan dan keadilan dalam penyelenggaraan suatu negara.
2. Asas tertip penyelenggara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian
serta keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
3. Asas kepentingan umum yaitu asas yang mengutamakan kesejahteraan umum dengan
cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4. Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, serta tidak diskriminatif mengenai penyelenggara negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.
5. Asas proporsinalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
6. Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keadilan yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat
atau masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi suatu negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Asas efisiensi dan efektifitas yaitu asas yang menjamin terselenggaranya kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan
bertanggung jawab.
Adapun tiga asas otonomi daerah yang meliputi:

1. Asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah kepada


daerah otonom berdasarkan struktur NKRI.
2. Asas dekosentrasi yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat daerah.
3. Asas tugas pembantuan yaitu penugasan oleh pemerintah kepada daerah dan oleh
daerah kepada desa dalam melaksanakan tugas tertentu dengan disertai pembiayaan,
sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang berwenang.

Demikian uraian artikel tentang Otonomi Daerah Lengkap dengan Pengertian, Dasar
Hukum, Pelaksanaan, Tujuan dan Manfaat nya, semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi
anda maupun untuk sekedar menambah wawasan dan pengetahuan anda mengenai Pengertian
Otonomi Daerah, Dasar Hukum Otonomi daerah, Pelaksanaan Otonomi Daerah, Tujuan
Otonomi daerah, Manfaat Otonomi daerah,Prinsip Otonomi daerah dan Asas Otonomi daerah.
Terimakasih atas kunjungannya.

KERAJAAN NUSANTARA.

1. MATARAM KUNO

Awal berdirinya kerajaan


Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja
pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram
Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak
menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang
memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi
kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara
perempuan Sanna.

Sanna, juga dikenal dengan nama "Sena" atau "Bratasenawa", merupakan raja Kerajaan Galuh
yang ketiga (709 - 716 M). Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari tahta Galuh oleh
Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam tahun 716 M. Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan,
meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan raja pertama Kerajaan
Sunda (setelah Tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh) adalah
sahabat baik Sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya
menjadi menantunya. Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna, berniat menuntut balas
terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg
merupakan sahabat Sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang
memerintah atas nama istrinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan
Galuh dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M Sanjaya
mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa
Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi Guru
Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan
dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja.

Dari prasasti Canggal, bisa diperoleh informasi jika Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan
berkembang sekitar abad ke-7 M dengan raja yang pertama adalah Sanjaya yang memiliki gelar
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Dinasti yang berkuasa


Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan
Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa Tengah, serta Wangsa
Isyana pada periode Jawa Timur.

Mata uang kerajaan Medang (Emas atau keping tahil Jawa)

Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Raja Sanjaya. Dinasti ini
menganut agama Hindu aliran Siwa. Berdasarkan pendapat van Naerssen, pada zaman
pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Raja Sanjaya pada tahun 770an), kekuasaan atas
Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana.
Sejak saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di tanah Jawa, bahkan berhasil pula menguasai
Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang keturunan
Sanjaya bernama Rakai Pikatan menikahi Pramodawardhani yang merupakan putri mahkota
Wangsa Sailendra. Berkat pernikahan itu ia bisa menjadi raja di Medang, dan memindahkan
istana kerajaan Medang ke Mamrati. Hal tersebut dianggap sebagai awal Bangkitan kembali
Wangsa Sanjaya.

Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap sebagai
anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara itu Slamet Muljana berpendapat bahwa
daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa di Medang, dan bukan daftar silsilah
keturunan Sanjaya.

Contoh yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan putra
Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran sebagai
permata wangsa Sailendra (Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian pendapat ini menolak
teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.

Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai dari Rakai
Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan
kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai
Garung.

Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang bermakna
penguasa di. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan Penguasa di Panangkaran.
Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana.

Slamet M kemudian mengidentifikasi nama Rakai Panunggalan sampai dengan Rakai Garung
dengan nama raja-raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindra atau
Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan bagian dari daftar para raja versi
Prasasti Mantyasih.

Sementara itu pada dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru
muncul pada periode Jawa Timur. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun
istana baru di Tamwlang tahun 929an. Dalam prasastinya, Mpu Sindok menyebutkan bahwa
kerajaannya merupakan kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.

Raja-raja yang memimpin Kerajaan Medang


Daftar raja-raja Medang menutur teori Slamet Muljana adalah sebagai berikut:

Sanjaya, (merupakan pendiri Kerajaan Medang)


Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)
Rakai Panunggalan alias Dharanindra
Rakai Warak alias Samaragrawira
Rakai Garung alias Samaratungga
Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa Sanjaya)
Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
Rakai Watuhumalang
Rakai Watukura Dyah Balitung
Mpu Daksa
Rakai Layang Dyah Tulodong
Rakai Sumba Dyah Wawa
Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)
Makuthawangsawardhana
Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)

Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja sesudahnya
memakai gelar Sri Maharaja.
Candi Prambanan - Peninggalan Kerajaan Medang

Struktur pemerintahan
Raja merupakan pemimpin tertinggi Kerajaan Medang. Sanjaya sebagai raja pertama memakai
gelar Ratu. Pada zaman itu istilah Ratu belum identik dengan kaum perempuan. Gelar ini setara
dengan Datu yang berarti "pemimpin". Keduanya merupakan gelar asli Indonesia. Ketika Rakai
Panangkaran dari Wangsa Sailendra berkuasa, gelar Ratu dihapusnya dan diganti dengan gelar
Sri Maharaja. Kasus yang sama terjadi pada Kerajaan Sriwijaya di mana raja-rajanya semula
bergelar Dapunta Hyang, dan setelah dikuasai Wangsa Sailendra juga berubah menjadi Sri
Maharaja.

Pemakaian gelar Sri Maharaja di Kerajaan Medang tetap dilestarikan oleh Rakai Pikatan
meskipun Wangsa Sanjaya berkuasa kembali. Hal ini dapat dilihat dalam daftar raja-raja versi
Prasasti Mantyasih yang menyebutkan hanya Sanjaya yang bergelar Sang Ratu. Jabatan tertinggi
sesudah raja ialah Rakryan Mahamantri i Hino atau kadang ditulis Rakryan Mapatih Hino.
Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang memiliki peluang untuk naik takhta
selanjutnya. Misalnya, Mpu Sindok merupakan Mapatih Hino pada masa pemerintahan Dyah
Wawa.

Jabatan Rakryan Mapatih Hino pada zaman ini berbeda dengan Rakryan Mapatih pada zaman
Majapahit. Patih zaman Majapahit setara dengan perdana menteri namun tidak berhak untuk naik
takhta. Jabatan sesudah Mahamantri i Hino secara berturut-turut adalah Mahamantri i Halu dan
Mahamantri i Sirikan. Pada zaman Majapahit jabatan-jabatan ini masih ada namun hanya
sekadar gelar kehormatan saja. Pada zaman Wangsa Isana berkuasa masih ditambah lagi dengan
jabatan Mahamantri Wka dan Mahamantri Bawang.

Jabatan tertinggi di Medang selanjutnya ialah Rakryan Kanuruhan sebagai pelaksana perintah
raja. Mungkin semacam perdana menteri pada zaman sekarang atau setara dengan Rakryan
Mapatih pada zaman Majapahit. Jabatan Rakryan Kanuruhan pada zaman Majapahit memang
masih ada, namun kiranya setara dengan menteri dalam negeri pada zaman sekarang.
Perkembangan Pemerintahan
Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di Jawa sudah berkuasa seorang raja bernama
Sanna. Menurut prasasti Canggal yang berangka tahun 732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna
telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Sanjaya adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.

Dalam Prasasti Sojomerto yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, disebut nama
Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa (Hindu). Diperkirakan Dapunta Syailendra berasal
dari Sriwijaya dan menurunkan Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa bagian tengah. Dalam
hal ini Dapunta Syailendra diperkirakan yang menurunkan Sanna, sebagai raja di Jawa.

Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717 - 780 M. Ia melanjutkan
kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melakukan penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas
bawahan Sanna yang melepaskan diri. Setelah itu, pada tahun 732 M Raja Sanjaya mendirikan
bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas Gunung
Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya dalam
menaklukkan raja-raja lain.

Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan memiliki pengetahuan luas. Para
pujangga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh karena itu, di bawah pemerintahan Raja
Sanjaya, kerajaan menjadi aman dan tenteram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting
adalah pertanian dengan hasil utama padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham akan isi
kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung
Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya raja-raja kecil di sekitarnya yang dulu mengakui
kemaharajaan Sanna.

Setelah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh putranya bernama Rakai Panangkaran.
Panangkaran mendukung adanya perkembangan agama Buddha. Dalam Prasasti Kalasan yang
berangka tahun 778, Raja Panangkaran telah memberikan hadiah tanah dan memerintahkan
membangun sebuah candi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha.
Tanah dan bangunan tersebut terletak di Kalasan. Prasasti Kalasan juga menerangkan bahwa
Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai
Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke arah timur.

Raja Panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi musuh-musuh kerajaan.
Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai permata dari Dinasti Syailendra. Agama
Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikannya bangunan-
bangunan suci. Misalnya, Candi Kalasan dan arca Manjusri.

Setelah kekuasaan Penangkaran berakhir, timbul persoalan dalam keluarga Syailendra, karena
adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama Buddha dengan
keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa).Hal ini menimbulkan perpecahan di dalam
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno. Satu pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat
istana yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah Jawa bagian utara. Kemudian keluarga
yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama Buddha berkuasa di daerah Jawa bagian selatan.
Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunanbangunan candi di Jawa
bagian utara. Misalnya, candi-candi kompleks Pegunungan Dieng (Candi Dieng) dan kompleks
Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng memakai namanama tokoh wayang seperti Candi
Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.

Sementara yang beragama Buddha meninggalkan candi-candi seperti Candi Ngawen, Mendut,
Pawon dan Borobudur. Candi Borobudur diperkirakan mulai dibangun oleh Samaratungga pada
tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman Pramudawardani dan Pikatan.

Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga itu akhirnya bersatu
kembali. Hal ini ditandai dengan perkawinan Rakai Pikatan dan keluarga yang beragama Hindu
dengan Pramudawardani, putri dari Samaratungga. Perkawinan itu terjadi pada tahun 832 M.
Setelah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.

Setelah Samaratungga wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang bernama Balaputradewa
menunjukkan sikap menentang terhadap Pikatan. Kemudian terjadi perang perebutan kekuasaan
antara Pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang ini Balaputradewa membuat benteng
pertahanan di perbukitan di sebelah selatan Prambanan. Benteng ini sekarang kira kenal dengan
Candi Boko. Dalam pertempuran, Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra.
Balaputradewa kemudian menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Mataram Kuno daerahnya bertambah luas. Kehidupan agama berkembang pesat tahun
856 Rakai Pikatan turun takhta dan digantikan oleh Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Kayuwangi
kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan raja yang terbesar. Ia
memerintah pada tahun 898 - 911 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Wafukura Dyah Balitung
Sri Dharmadya Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidangbidang politik, pemerintahan,
ekonomi, agama, dan kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah membangun Candi Prambanan
sebagai candi yang anggun dan megah. Relief-reliefnya sangat indah.

Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, Kerajaan Mataram mulai mengalami kemunduran.


Raja yang berkuasa setelah Balitung adalah Daksa, Tulodong, dan Wawa. Beberapa faktor yang
menyebabkan kemunduran Mataram Kuno antara lain adanya bencana alam dan ancaman dari
musuh yaitu Kerajaan Sriwijaya.

Konflik takhta periode Jawa Tengah


Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi putra Rakai Pikatan (sekitar 856 880an),
ditemukan beberapa prasasti atas nama raja-raja lain, yaitu Maharaja Rakai Gurunwangi dan
Maharaja Rakai Limus Dyah Dewendra. Hal ini menunjukkan kalau pada saat itu Rakai
Kayuwangi bukanlah satu-satunya maharaja di Pulau Jawa. Sedangkan menurut prasasti
Mantyasih, raja sesudah Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang.

Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu Rakai Watuhumalang berhasil mempersatukan
kembali kekuasaan seluruh Jawa, bahkan sampai Bali. Pemerintahan Balitung berakhir karena
terjadi kudeta yang dilancarkan oleh Mpu Daksa yang mengaku sebagai keturunan asli dari
Sanjaya. Ia sendiri kemudian digantikan oleh menantunya, bernama Dyah Tulodhong. Tidak
diketahui secara pasti alur terjadinya proses suksesi ini berjalan. Tulodhong akhirnya tersingkir
oleh pemberontakan Dyah Wawa yang sebelumnya memiliki jabatan sebagai pegawai
pengadilan.

Permusuhan dengan Sriwijaya


Selain menguasai Medang, Wangsa Sailendra juga menguasai Kerajaan Sriwijaya di pulau
Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya Prasasti Ligor tahun 775 yang menyebut nama
Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya. Hubungan senasib antara
Jawa dan Sumatra berubah menjadi permusuhan ketika Wangsa Sanjaya bangkit kembali
memerintah Medang. Menurut teori de Casparis, sekitar tahun 850, Rakai Pikatan dapat
menyingkirkan anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa.

Balaputradewa kemudian menjadi raja Sriwijaya di mana ia tetap menyimpan dendam terhadap
Rakai Pikatan yang telah menyingkirkannya. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang
menjadi permusuhan secara turun-temurun pada generasi berikutnya. Selain itu, Medang dan
Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara. Rasa
permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana
berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang
menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur)
yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.

Peristiwa Mahapralaya
Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur berdasarkan berita dalam
prasasti Pucangan. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat dibaca dengan jelas sehingga
muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan Medang runtuh pada tahun
1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016. Raja terakhir Medang adalah
Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik Cina dari Dinasti Song mencatat telah
beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia
naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat itu.

Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan
putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan
sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas. Tiga tahun
kemudian, seorang pangeran berdarah campuran JawaBali yang lolos dari Mahapralaya tampil
membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama
Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan
kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.

Peninggalan sejarah
Selain mempunyai peninggalan sejarah berupa prasasti yang tersebar di Jawa Tengah maupun
Jawa Timur, Kerajaan Medang (Mataran Kuno) juga membangun banyak candi, baik itu yang
bercorak Hindu atau Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas yang ditemukan tahun
1990 di Wonoboyo, Klaten, menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan
Medang.

Candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi
Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi
Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan Candi Borobudur.

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno dalam bentuk Prasasti:.

Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis
dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta.
Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf
Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja
Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya
Prasasti Canggal, prasasti ini di temukan di halaman Candi Guning Wukir di wilayah
desa Canggal mempunyai angka tahun 732 Masehi. ditulis dengan huruf pallawa dan
berbahasa Sansekerta. Prasati ini berisi tentang cerita pendirian Lingga (atau lambang
Syiwa) di wilayah desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya selain itu prasasti ini juga
menceritakan bahwa terdapat seorang raja yang memimpin pulau jawa sebelum dirinya
yang bernama Sanna yang kemudian digantikan oleh Sanjaya.
Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa tengah, berangka tahun 907 M
yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah
raja-raja Mataram yang mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai
Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai
Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu
ini juga disebut dengan prasasti Belitung.

2.KERAJAAN MATARAM ISLAM

Masa awal
Setelah Sutawijaya merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya ia kemudian naik tahta
dengan gelar Panembahan Senopati. Pada masa itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah,
mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram berada di daerah
Mentaok, wilayah nya terletak kira-kira di selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang (timur
Kota Yogyakarta). Lokasi keraton pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah
ke Kotagede. Sesudah ia meninggal kekuasaan diteruskan oleh putranya, yaitu Mas Jolang yang
setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.

Baca Juga: Kerajaan Mataram Kuno (Kerajaan Medang / Kerajaan Mataram Hindu)

Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena dia wafat karena kecelakaan
saat sedang berburu di hutan Krapyak. Setelah itu tahta pindah ke putra keempat Mas Jolang
yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro memiliki penyakit syaraf
sehingga tahta nya beralih dengan cepat ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas
Rangsang pada masa pemerintahan Mas Rangsang, Kerajaan Mataram mengalami masa
kejayaan.

Terpecahnya Mataram
Pada tahun 1647 Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Plered, tidak jauh dari Karta.
Pada saat itu, ia tidak lagi memakai gelar sultan, melainkan 'sunan' (berasal dari kata 'Susuhunan'
atau 'Yang Dipertuan'). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak yang tidak puas
dan pemberontakan. Pernah terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan
memaksa Amangkurat untuk berkomplot dengan VOC. Pada tahun 1677 Amangkurat I
meninggal di Tegalarum ketika mengungsi sehingga ia dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya,
Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat tunduk pada VOC sehingga kalangan istana banyak
yang tidak suka dan pemberontakan terus terjadi. Pada tahun 1680 kraton dipindahkan lagi ke
Kartasura. karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.

Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (tahun 1703-1708), Pakubuwana


I (tahun 1704-1719), Amangkurat IV (tahun 1719-1726), Pakubuwana II (tahun 1726-1749).
VOC tidak menyukai Amangkurat III karena ia tidak patuh(tunduk) kepada VOC sehingga VOC
menobatkan Pakubuwana I sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua orang raja dan hal
tersebut menyebabkan perpecahan internal di Kerajaan. Amangkurat III kemudian memberontak
dan menjadi ia sebagai "king in exile" hingga akhirnya tertangkap di Batavia dan dibuang ke
Ceylon.

Baca Juga: Kerajaan Sriwijaya

Kekacauan politik ini baru terselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah
Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta (Pada 13
Februari 1755). Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti. Berakhirlah era
Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat
Jawa beranggapan bahwa Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta merupakan 'ahli
waris' dari Mataram.

Peristiwa Penting
Tahun 1558: Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang
Adiwijaya atas jasanya yang telah mengalahkan Arya Penangsang.
Tahun 1577: Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
Tahun 1584: Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya,
putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru (raja) di Mataram, yang sebelumnya
sebagai putra angkat Sultan Pajang bergelar "Mas Ngabehi Loring Pasar". Ia mendapat
gelar "Senapati in Ngalaga" (karena masih dianggap sebagai Senapati Utama Pajang).
Tahun 1587: Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda
diterjang badai letusan Gunung Merapi. namun Sutawijaya dan pasukannya selamat.
Tahun 1588: Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar
'Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama' yang artinya Panglima Perang dan Ulama
Pengatur Kehidupan Beragama.
Tahun 1601: Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang
bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda
ing Krapyak" karena wafat saat berburu di hutan Krapyak.
Tahun 1613: Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo
Martoputro. Karena Pangeran Aryo sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya
Raden Mas Rangsang.
Tahun 1645: Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.
Tahun 1645 - 1677: Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram,
yang dimanfaatkan oleh VOC.
Tahun 1677: Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I
meninggal. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan.
Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah
dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
Tahun 1680: Susuhunan Amangkurat II memindahkan pusat pemerintahan (ibu kota) ke
Kartasura.
Tahun 1681: Pangeran Puger diturunkan dari tahta Plered.
Tahun 1703: Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi
Susuhunan Amangkurat III.
Tahun 1704: Atas pertolongan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku
Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III kemudian
membentuk pemerintahan pengasingan.
Tahun 1708: Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai
wafatnya pada 1734.
Tahun 1719: Susuhunan Paku Buwono I meninggal kemudian digantikan putra mahkota
dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta
Jawa Kedua (1719-1723).
Tahun 1726: Susuhunan Amangkurat IV meninggal kemudian digantikan Putra Mahkota
yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
Tahun 1742: Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II
berada dalam pengasingan.
Tahun 1743: Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan
pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian yang sangat berat
(menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama Mataran belum melunasi
hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai
imbalan atas pertolongan yang diberikan VOC.
Tahun 1745: Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian
Bengawan Beton.
Tahun 1746: Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang
dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi,
meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta Jawa Ketiga yang berlangsung lebih dari 10
tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu
kerajaan kecil.
Tahun 1749: 11 Desember Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan
Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru ditundukkan sepenuhnya
pada 1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai
Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. pada 15 Desember van Hohendorff
mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III.
Tahun 1752: Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di daerah Pesisiran
(daerah pantura) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-Raden
Mas Said.
Tahun 1754: Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. Pada
tanggal 23 September, Nota Kesepahaman Hartingh-Mangkubumi. 4 November, Paku
Buwana III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan
lain selain meratifikasi nota yang sama.
Tahun 1755: 13 Februari menjadi Puncak perpecahan, hal ini ditandai dengan Perjanjian
Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan
Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan
gelar 'Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga
Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah' atau dengan gelar Sri Sultan
Hamengku Buwono I.
Tahun 1757: Perpecahan kembali melanda Kerajaan Mataram. sehingga muncul
Perjanjian Salatiga, perjanjian yang lebih lanjut membagi wilayah Kesultanan Mataram
yang sudah terpecah, ditandatangani pada 17 Maret 1757 di Kota Salatiga antara Sultan
Hamengku Buwono I, Sunan Paku Buwono III, Raden Mas Said dan VOC. Raden Mas
Said kemudian diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja
Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta.
Tahun 1788: wafat nya Susuhunan Paku Buwono III.
Tahun 1792: wafat nya Sultan Hamengku Buwono I wafat.
Tahun 1795: wafat nya KGPAA Mangku Nagara I wafat.
Tahun 1799: dibubarkan nya VOC oleh benlanda
Tahun 1813: Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai
penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari
Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".
Tahun 1830: Akhir perang Diponegoro. Semua daerah kekuasaan Surakarta
dan Yogyakarta dirampas Belanda. Pada 27 September, Perjanjian Klaten menentukan
tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen
Kerajaan Mataram ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan
Danurejo, Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara resmi dikuasai Belanda.
Peta Mataram Baru yang telah dipecah menjadi empat kerajaan pada tahun 1830, setelah Perang
Diponegoro.

Peninggalan kerajaan mataram Islam:


Pasar Kotagede
Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton, alun-alun dan pasar dalam poros selatan
- utara. Kitab Nagarakertagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14)
menyebutkan bahwa pola ini sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah ada
sejak jaman Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam kalender Jawa,
penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di pasar ini.

Baca Juga: Kerajaan Majapahit

Masjid Agung Negara


Masjid ini dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.
Masjid Agung Negara

Kompleks Makam Pendiri Kerajaan di Imogiri


Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar Kotagede, kita dapat menemukan kompleks
makam para pendiri kerajaan Mataram Islam yang dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh.
Gapura ke kompleks makam ini memiliki ciri arsitektur Hindu. Setiap gapura memiliki pintu
kayu yang tebal dan dihiasi ukiran yang indah. Beberapa abdi dalem berbusana adat Jawa
menjaga kompleks ini 24 jam sehari.

Permakaman Imogiri pada tahun 1890

Sekian Artikel tentang Sejarah Kerajaan Mataram Islam (Kesultanan Mataram), semoga artikel
diatas dapat bermanfaat bagi sobat MARKIJAR, seandainya sobat ingin membaca lebih banyak
Artikel bertama sejarah, silakan klik Label Sejarah yang ada di widget sebelah kanan atas

3.KERAJAAN MAJAPAHIT

Bukti Adanya Kerajaan Majapahit


Tidak banyak bukti fisik dari Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang
digunakan oleh sejarawan merupakan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno dan Pararaton ('Kitab
Raja-raja') dalam bahasa Kawi. Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa
keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun
2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh
UNESCO. kemudian Pararaton berisi cerita, terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan
Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Selain dua
sumber diatas terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari
Tiongkok dan negara-negara lain.

Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan
kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan corak
bangunan, pengaruh kebudayaan, candi, seni dan patung. Bahkan ada perguruan silat bernama Kali
Majapahit yang berasal dari Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali Majapahit ini
mengklaim berakar dari Kerajaan Majapahit kuno yang disebut menguasai Singapura, Filipina, Selatan
Thailand dan Malaysia.

Surya Majapahit: Lambang Kerajaan Majapahit

Berdirinya Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi
perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi
ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak
untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong
telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Arca Harihara, Setengah Dewa Siwa dan Dewa Wisnu. Patung ini menggambarkan Raja Kertarajasa
(Raden Wijaya), raja pertama Majapahit

Ketika Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang, Raden Wijaya (menantu Kertanegara) lari ke Madura. Atas
bantuan Arya Wiraraja, ia diterima kembali dengan baik oleh Jayakatwang dan diberi sebidang tanah di
Tarik (Mojokerto).

Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran
Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara,
yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat
berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat
di atas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu
dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan
rasa "pahit" dari buah tersebut.

Ketika tentara Kublai Khan menyerbu Singasari, Raden Wijaya berpura-pura membantu menyerang
Jayakatwang. Namun, setelah Jayakatwang dibunuh, Raden Wijaya berbalik menyerang tentara Mongol
dan berhasil mengusirnya. pasukan mongol secara kalang-kabut kalah dan mundur karena mereka
berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin
muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.

Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit merupakan hari penobatan
Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan
tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini
menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra
Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa
mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja,
agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak
terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia
pada tahun 1309.

Putra dan penerus Wijaya merupakan Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
"penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta
Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara
dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan
tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak
perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336,
Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit
dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit
berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di
Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

Kejayaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada
masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di
bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra,
semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik
(Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak
kejayaan Kemaharajaan Majapahit.

Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya
tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh
perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan
Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke
Tiongkok.

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan
menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat
mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya. Pihak Sunda
menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta
keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan
Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda
takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di
lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga
kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan
Sunda dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan
hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah
Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di
Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah tersebut disinggung dalam Pararaton tetapi tidak
disebutkan dalam Nagarakretagama.

Kakawin Nagarakretagama yang disusun tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung,
anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual
keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang
membentang dari Sumatera ke Papua, yang mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di
berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit.
Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan
Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan
pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka.

Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut
untuk menumpas pemberontakan di Palembang. Meskipun penguasa Majapahit memperluas
kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama
Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di
kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki
kawasan ini.

Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah.
Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat
konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk merupakan putri mahkota Kusumawardhani, yang
menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra
dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara yang disebut Perang
Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana.
Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian
dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang.

Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin
oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun
waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim
China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan
Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.

Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang
memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia merupakan putri kedua Wikramawardhana dari seorang
selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh
Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre
Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun
1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra
Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian meninggal pada 1466 dan diganti oleh
Singhawikramawardhana. kemudian tahun 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap
Singhawikramawardhana dan ia mengangkat dirinya sendiri sebagai raja Majapahit.

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14,
pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan
perdagangan baru yang berdasarkan Islam muncul, yaitu Kesultanan Malaka. Di bagian kemaharajaan
yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada
pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera.
Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per
satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.

Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi,


Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan
terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun
1474. Tahun 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan cara memanfaatkan ketidakpuasan
umat Hindu maupun Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit
menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar
Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi
lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di
pantai utara Jawa.

Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka,
berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu
pemerintahan) hingga tahun 1518. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang
berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus
dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah sirna hilanglah
kemakmuran bumi. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah
gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden Patah yang saat
itu merupakan adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan mengirim bala bantuan
dipimpin oleh Sunan Ngudung, tapi mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan
Raden Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden
Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.

Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya
dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang
ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui
kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali
ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis. Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan
ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman,
pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar
untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung
Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam pada
awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden
(kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad
Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia merupakan putra raja
Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.

Catatan sejarah Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah
terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus,
penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M. Demak memastikan posisinya sebagai
kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah
keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan
Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat.
Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali.
Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger,
kawasan Bromo dan Semeru.

Perkembangan politik
Pemerintahan Kertarajasa

Untuk meredam kemungkinan terjadinya pemberontakan, Raden Wijaya (Kertarajasa) melakukan


langkah-langkah sebagai berikut.

Mengawini empat putri Kertanegara dengan tujuan mencegah terjadinya perebutan kekuasaan
antaranggota keluarga raja. Putri sulung Kertanegara, Dyah Sri Tribhuaneswari, dijadikan
permaisuri dan putra dari pernikahan tersebut Jayanegara, dijadikan putra mahkota. Putri
bungsu Kertanegara, Dyah Dewi Gayatri dijadikan Rajapatni. Dari putri ini, Kertarajasa memiliki
dua putri, Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani diangkat menjadi Bhre Kahuripan dan
Rajadewi Maharajasa diangkat menjadi Bhre Daha. Adapun kedua putri Kertanegara lainnya
yang dinikahi Kertarajasa adalah Dyah Dewi Narendraduhita dan Dyah Dewi Prajnaparamita.
Dari kedua putri ini, Kertarajasa tidak mempunyai putra.

Memberikan kedudukan dan hadiah yang pantas kepada para pendukungnya, misalnya, Lurah
Kudadu memperoleh tanah di Surabaya dan Arya Wiraraja diberi kekuasaan atas daerah
Lumajang sampai Blambangan. Kepemimpinan Kertarajasa yang cukup bijaksana menyebabkan
kerajaan menjadi aman dan tenteram. Ia wafat pada tahun 1309 dan dimakamkan di Sumping
(Blitar) sebagai Syiwa dan di Antahpura (dalam kota Majapahit) sebagai Buddha. Arca
perwujudannya adalah Harikaya, yaitu Wisnu dan Syiwa digambarkan dalam satu arca.
Penggantinya adalah Jayanegara.
Pemerintahan Jayanegara

Masa pemerintahan Jayanegara dipenuhi pemberontakan akibat kepemim- pinannya kurang berwibawa
dan kurang bijaksana. Pemberontakan-pemberontakan itu sebagai berikut.

Pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1231. Pemberontakan ini dapat dipadamkan pada
tahun 1309.
Pemberontakan Lembu Sora pada tahun 1311.
Pemberontakan Juru Demung (1313) disusul Pemberontakan Gajah Biru.
Pemberontakan Nambi pada tahun 1319. Nambi adalah Rakryan Patih Majapahit sendiri.
Pemberontakan Kuti pada tahun 1319. Pemberontakan ini adalah yang paling besar dan
berbahaya. Kuti berhasil menduduki ibu kota kerajaan sehingga Jayanegara terpaksa melarikan
diri ke daerah Bedander. Jayanegara kemudian dilindungi oleh pasukan Bhayangkari pimpinan
Gajah Mada. Berkat kepemimpinan Gajah Mada, Pemberontakan Kuti dapat dipadamkan.

Namun, meskipun berbagai pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan, Jayanegara justru meninggal
akibat dibunuh oleh salah seorang tabibnya yang bernama Tanca. Ia lalu dimakamkan di candi
Singgapura di Kapopongan.

Pemerintahan Tribhuwanatunggadewi

Oleh karena Jayanegara tidak berputra, sementara Gayatri sebagai Rajapatni telah menjadi biksuni,
takhta Kerajaan Majapahit kemudian diserahkan kepada Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhana
(1328 1350) yang menjalankan pemerintahan dibantu oleh suaminya (Kertawardhana). Masa
pemerintahan Tribhuwanatunggadewi diwarnai permasalahan dalam negeri, yakni meletusnya
Pemberontakan Sadeng. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada yang pada saat itu
baru saja diangkat menjadi Patih Daha.

Pemerintahan Hayam Wuruk

Tribhuwanatunggadewi terpaksa turun takhta pada tahun 1350 sebab Rajapatni Dyah Dewi Gayatri
wafat. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk yang lahir pada tahun 1334. Hayam
Wuruk naik takhta pada usia 16 tahun dengan gelar Rajasanegara. Dalam menjalankan pemerintahan, ia
didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.

Dalam kitab Negarakertagama disebutkan bahwa pada zaman Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit
mengalami masa kejayaan dan memiliki wilayah yang sangat luas. Luas kekuasaan Majapahit pada saat
itu hampir sama dengan luas negara Republik Indonesia sekarang. Namun, sepeninggal Gajah Mada
yang wafat pada tahun 1364, Hayam Wuruk tidak berhasil mendapatkan penggantinya yang setara.
Kerajaan Majapahit pun mulai mengalami kemunduran. Kondisi Majapahit berada di ambang
kehancuran ketika Hayam Wuruk juga wafat pada tahun 1389. Sepeninggalnya, Majapahit sering dilanda
perang saudara dan satu per satu daerah kekuasaan Majapahit pun melepaskan diri. Seiring dengan itu,
muncul kerajaan-kerajaan Islam di pesisir. Pada tahun 1526, Kerajaan Majapahit runtuh setelah diserbu
oleh pasukan Islam dari Demak di bawah pimpinan Raden Patah.

Kebudayaan
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan
sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata
negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua wilayah
taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit secara
sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah
di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja;
serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas. Ibu kota
Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang
diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh
penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat
beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.
Gapura Bajang Ratu, salah satu gerbang masuk di ibu kota Majapahit.

"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam lingkungan
dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan dalam lukisan...
Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di atas atap. Atap itu bagaikan rambut
gadis yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja yang memandangnya".

Gambaran ibu kota Majapahit kutipan dari Nagarakertagama.

"..Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak,
merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini memiliki istana yang luar biasa
mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam ruangannya berlapis emas dan perak,
bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang melawan raja
ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya."

Gambaran Majapahit menurut Mattiussi (Pendeta Odorico da Pordenone).


Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari catatan
perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico da
Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan Banjarmasin di
Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari
Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan
Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan
Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra
menuju Eropa pada 1330.

Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang ia
kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat
banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana raja Jawa
sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga menyebutkan raja Mongol
beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa
yang disebutkan di sini tak lain merupakan Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun
1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.

Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan
dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa
kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300,
pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi: keping
uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada
November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman
belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur
memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin
asing ini tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan
semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam
sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar
Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.
Celengan zaman Majapahit

Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari berbagai
data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik
perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa). Prasasti dari masa
Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas
dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara
pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari
pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit. Menurut
catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain,
dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang
keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan
tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi
Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan
permata.

Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor.

Faktor pertama; lembah sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas di dataran rendah Jawa
Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun
berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan pemerintah.
Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan
penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku.
Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber
pemasukan penting bagi Majapahit.

Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak


pedagang asing, di antaranya pedagang dari Khmer, China, Siam dan India. Pajak khusus dikenakan pada
orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain
perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India
dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di
Jawa.

Uang Gobog Majapahit

Struktur pemerintahan
Dalam struktur pemerintahan di Majapahit, raja dianggap sebagai penjelmaan dewa dan memegang
kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Roda pemerintahan dijalankan raja dibantu oleh putra raja,
kerabat raja, dan beberapa pejabat pemerintah. Sebelum menduduki jabatan raja, putra mahkota
biasanya diberi kekuasaan sebagai raja muda (Rajakumara atau Yuwaraja). Contohnya, sebelum
dinobatkan menjadi raja, Hayam Wuruk lebih dahulu diangkat sebagai Rajakumara yang berkedudukan
di Jimna. dalam struktur pemerintahannya Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan
birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.

Raja dibantu oleh dewan pertimbangan kerajaan atau Bhatara Saptaprabu. Tugas lembaga ini adalah
memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada raja. Anggota dewan ini merupakan para sanak
saudara raja. Untuk masalah-masalah keagamaan, raja dibantu oleh dewan yang disebut Dharmadyaksa.
Dharmadyaksa ri Kasainan bertugas menangani urusan agama Syiwa dan Dharmadyaksa ri Kasogatan
bertugas menangani urusan agama Buddha. Para pejabat keagamaan ini dibantu oleh tujuh Dharma
Upapati, yaitu Sang Panget i Tirwan, i Kandamulri, i Mangkuri, i Paratan, i Jambi, i Kandangan Rase, dan i
Kandangan Atuha. Selain sebagai pejabat keagamaan, mereka juga merupakan kelompok cendekiawan.
Tiga lembaga pemerintahan tingkat atas di Majapahit sebagai berikut.

Sapta Prabu, merupakan sebuah dewan kerajaan. Anggota dewan ini adalah keluarga raja yang
bertugas mengurusi soal keluarga raja, penggantian mahkota, dan urusan-urusan negara yang
berhubungan dengan kebijaksanaan negara.
Dewan Menteri Besar, menerima perintah raja. Anggotanya berjumlah lima orang dan dipimpin
oleh Mahapatih Gajah Mada. Dewan ini bertugas mengepalai urusan tata negara merangkap
urusan angkatan perang dan kebijaksanaan.
Dewan Menteri Kecil, melanjutkan perintah raja. Beranggotakan tiga orang dan bertugas
sebagai pelaksana kebijaksanaan raja.

Raja Majapahit juga dibantu oleh tiga mahamenteri, yakni i Hino, i Halu, dan i Sirikan. Biasanya yang
diangkat untuk menduduki jabatan ini adalah putra raja. Mahamenteri i Hino memiliki kedudukan paling
tinggi karena di samping memiliki hubungan erat dengan raja, ia juga dapat mengeluarkan prasasti-
prasasti. Para mahamenteri ini dibantu oleh para Rakryan Mantri atau sekelompok pejabat tinggi
kerajaan yang merupakan badan pelaksana pemerintahan. Badan ini terdiri atas lima orang, yaitu Patih
Amangkubumi, Rakyan Tumenggung, Rakryan Demung, Rakryan Rangga, dan Rakryan Kanuruhan.
Kelima pejabat ini disebut Sang Panca ri Wilwatikta atau Mantri Amancanegara.

Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra
dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-
pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:

Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja


Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih
atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama
raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan
pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.

Pembagian wilayah
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa
kawasan tertentu di bagian timur maupun bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang
biasah disebut Paduka Bhattara yang memiliki gelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar ini merupakan gelar
tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka
adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan
mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.

Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola
oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai
berikut:

Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja


Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau
bangsawan)
Watek: dikelola oleh wiyasa,
Kuwu: dikelola oleh lurah,
Wanua: dikelola oleh thani,
Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.

Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa
negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya,
konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:

Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama
masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota
kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini
meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre
(bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.

Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh
kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya
memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan
keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-
tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun
mereka menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di dalamnya
seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan
Palembang di Sumatra.

Nusantara, ialah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan
mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas dan kebebasan
internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya
di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu
akan menuai reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku,
Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Ketiga kategori itu masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga
mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri:

Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama". Hal itu
menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai
bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah
Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat),
Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja), dan
Yawana (Annam). Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar
negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan
hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.

Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian diidentifikasi oleh
sejarahwan modern sebagai "mandala", yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau inti
kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan tanpa
integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah bawahan yang termasuk dalam lingkup mandala
Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli penguasa
daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup luas. Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun
sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa
terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga
ditemukan dalam kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala
tetangga Majapahit yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.

Raja-raja Majapahit
Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit.

Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri
Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar penguasa
Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana
(penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan
keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.

Raden Wijaya (Gelar: Kertarajasa Jayawardhana) 1293 - 1309


Kalagamet (Sri Jayanagara) 1309 - 1328
Sri Gitarja (Tribhuwana Wijayatunggadewi) 1328 - 1350
Hayam Wuruk (Sri Rajasanagara) 1350 - 1389
Wikramawardhana 1389 - 1429
Suhita (Dyah Ayu Kencana Wungu) 1429 - 1447
Kertawijaya (Brawijaya I) 1447 - 1451
Rajasawardhana (Brawijaya II) 1451 - 1453
Purwawisesa atau Girishawardhana (Brawijaya III) 1456 - 1466
Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa (Brawijaya IV) 1466 - 1468
Bhre Kertabumi (Brawijaya V) 1468 - 1478
Girindrawardhana (Brawijaya VI) 1478 - 1498 Patih Udara 1498 - 1518
Peninggalan Kerajaan Majapahit

Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada


Bidadari Majapahit, arca emas apsara gaya Majapahit menggambarkan zaman kerajaan Majapahit.

Patung penjaga gerbang abad ke-14 dari kuil Majapahit.

Tampilan model kapal Majapahit


Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit akhir.

Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanottunggadewi, ratu Majapahit ibunda
Hayam Wuruk.
Candi Bajang Ratu

Candi Brahu
Candi Gentong

Candi Tikus
Candi Wringin Lawang

Situs Candi Kedaton

4.KERAJAAN SRIWIJAYA

Letak Kerajaan
Merupakan kerajaan yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7. Pendirinya adalah Dapunta Hyang,
Sriwijaya memiliki sebutan Kerajaan Nasional I sebab pengaruh kekuasaannya mencakup
hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di sekitarnya. Letaknya sangat strategis.
Wilayahnya meliputi tepian Sungai Musi di Sumatra Selatan sampai ke Selat Malaka
(merupakan jalur perdagangan India Cina pada saat itu), Selat Sunda, Selat Bangka, Jambi, dan
Semenanjung Malaka.

Candi Gumpung, candi Buddha di Muaro Jambi, Kerajaan Melayu yang ditaklukkan Sriwijaya.

Reruntuhan Wat (Candi) Kaew yang berasal dari zaman Sriwijaya di Chaiya, Thailand Selatan.

Catatan sejarah
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok,
I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.
Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu
prasasti Kedukan Bukit di Palembang.

Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya
yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang
mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cds
mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coeds
menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan
beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.

Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi Palembang sebuah
perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di Desa
Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Sayang,
kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru buat
jembatan. Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu yang
terdiri dari bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. Perahu ini dibuat
dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri dikenal
dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai perahu, ditemukan juga sejumlah
artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan alat
kayu.

Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar Nusantara selain
Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20, kedua kerajaan tersebut menjadi referensi oleh kaum
nasionalis untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelum
kolonialisme Belanda.

Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya Shih-li-fo-shih
atau San-fo-ts'i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Pali, kerajaan Sriwijaya
disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebutnya Zabaj dan Khmer menyebutnya
Malayu. Banyaknya nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan.
Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei yang
kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.

Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat
Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi
Sumatera Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman
Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Pendapat ini didasarkan dari foto udara tahun 1984 yang
menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal,
parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah buatan
manusia.

Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan
sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi
sekarang), Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti
Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).
1) Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina,
singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau tata
bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab
Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara
ini telah maju dalam bidang agama Buddha. Pelayarannya maju karena kapal-kapal India
singgah di sana dan ditutupnya Jalan Sutra oleh bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya
dipengaruhi Tantraisme, namun disiarkan pula aliran Buddha Mahayana. I-Tsing juga
menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah Kedah di pantai barat Melayu pada
tahun 682 685.

Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan
Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan
bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu
adalah Sriwijaya.

2) Berita dari Arab


Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa
Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg.
Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina
daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena
banyak menghasilkan emas.

3) Berita dari India


Prasasti Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola menyebutkan adanya
pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di Nagipatma. Biara tersebut dibuat oleh
Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga Syailendra yang berkuasa di Sriwijaya dan
Kataka.

Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah
membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai
para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Hal ini
merupakan wujud penghargaan sebab Raja Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, mendirikan vihara
di Nalanda. Selain itu, prasasti Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai
raja terakhir dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda untuk
mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.

4) Berita dari dalam negeri


Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti- prasasti berhuruf
Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno:

Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai
Tatang, dekat Palembang.
Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat
Pelembang.
Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka. Prasasti ini
menjadi bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang membawa keruntuhan
kerajaan tersebut, terlihat dari bunyi: "Menghukum bumi Jawa yang tidak tunduk kepada
Sriwijaya."
Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas
bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang
luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini juga memuat penaklukan Jambi.
Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini menyebutkan bahwa negara
Sriwijaya berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra raja: Yuwaraja
(putra mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota kedua), dan Rajakumara (tidak berhak
menjadi raja).
Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra.
Prasasti ini memuat kisah penaklukan Pulau Bangka dan Tanah Genting Kra (Melayu)
oleh Sriwijaya
Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun) ditemukan di Lampung berisi penaklukan
Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7.

Prasasti Telaga Batu

Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, pendiri
Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan.
Kedua, Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan
wilayah di sekitar Jambi. Ketiga, Sriwijaya semula tidak berada di sekitar Pelembang, melainkan
di Minangatwan, yaitu daerah pertemuan antara Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri.
Setelah berhasil menaklukkan Palembang, barulah pusat kerajaan dipindah dari Minangatwan ke
Palembang.

Pembentukan dan pertumbuhan


Belum banyak bukti fisik mengenai kerajaan Sriwijaya yang ditemukan. Kerajaan ini menjadi
pusat perdagangan serta merupakan negara bahari. Beberapa ahli memperdebatkan kawasan
yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya, selain itu kemungkinan besar Sriwijaya
biasah memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap
diperintah secara langsung oleh penguasa.

Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing, dari prasasti Kedukan
Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang.
Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu. Para
ahli berpendapat bahwa prasasti ini mengadaptasi ortografi India untuk menulis prasasti ini. Di
abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah
menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun
686 ditemukan di pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera,
pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa
telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada
Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing
(Kalingga) di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan
yang dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil
mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan,
Laut Jawa, dan Selat Karimata.

Ekspansi Sriwijaya ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan kerajaan ini mengendalikan
dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan
candi-candi Sriwijaya di Kamboja serta Thailand. Pada abad ke-7, pelabuhan Champa di sebelah
timur Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal
tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina.
Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri
kemaharajaan Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang sama. Di akhir
abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah
kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa
Tengah dan berkuasa di sana.

Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792
sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan
ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama
masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada
tahun 825.
Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana
dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan
kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671
dan 695, I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga
menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang dibawakan
oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada
Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.

Arca Buddha langgam Amarawati setinggi 2,77 meter, ditemukan di situs Bukit Seguntang,
Palembang, abad ke-7 sampai ke-8 M.

Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta mempraktikkan
Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari semua topik ajaran sebagaimana
yang ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada
di India]. Apabila seseorang pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk
mendengar dan mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya
dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan
tepat.

Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir
kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Mahayana juga turut
berkembang di Sriwijaya. Menjelang akhir abad ke-10, Atia, seorang sarjana Buddha asal
Benggala yang berperan dalam mengembangkan Buddha Vajrayana di Tibet menyebutkan ditulis
pada masa pemerintahan Sri Cudamani Warmadewa penguasa Sriwijaya nagara di Malayagiri di
Suvarnadvipa.

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India. Peranannya dalam agama Budha
dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand. Raja-raja
Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad
ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu
beserta kebudayaannya di Nusantara.

Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan di
Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang dan ulama muslim dari Timur Tengah,
sehingga beberapa kerajaan yang semula merupakan bagian dari Sriwijaya, kemudian tumbuh
menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh
Sriwijaya.

"... banyak raja dan pemimpin yang berada di pulau-pulau pada Lautan Selatan percaya dan
mengagumi Buddha, dihati mereka telah tertanam perbuatan baik. Di dalam benteng kota
Sriwijaya dipenuhi lebih dari 1000 biksu Budha, yang belajar dengan tekun dan
mengamalkannya dengan baik.... Jika seorang biarawan Cina ingin pergi ke India untuk belajar
Sabda, lebih baik ia tinggal dulu di sini selama satu atau dua tahun untuk mendalami ilmunya
sebelum dilanjutkan di India".
Gambaran Sriwijaya menurut I Tsing.

Budaya
Berdasarkan berbagai sumber sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang
sangat dipengaruhi alam pikiran Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya.
Beberapa prasasti Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuo menggambarkan ritual
Budha untuk memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah
Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. Prasasti Telaga Batu menggambarkan kerumitan dan
tingkatan jabatan pejabat kerajaan, sementara Prasasti Kota Kapur menyebutkan keperkasaan
balatentara Sriwijaya atas Jawa. Semua prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno, leluhur
bahasa Melayu dan bahasa Indonesia modern. Sejak abad ke-7, bahasa Melayu kuno telah
digunakan di Nusantara. Ditandai dengan ditemukannya berbagai prasasti Sriwijaya dan
beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno di tempat lain, seperti yang ditemukan di pulau Jawa.
Hubungan dagang yang dilakukan berbagai suku bangsa Nusantara menjadi wahana penyebaran
bahasa Melayu, karena bahasa ini menjadi alat komunikasi bagi kaum pedagang. Sejak saat itu,
bahasa Melayu menjadi lingua franca dan digunakan secara meluas oleh banyak penutur di
Kepulauan Nusantara.
Arca Maitreya dari Komering, Sumatera Selatan, seni Sriwijaya sekitar abad ke-9 M.

Meskipun disebut memiliki kekuatan ekonomi dan keperkasaan militer, Sriwijaya hanya
meninggalkan sedikit tinggalan purbakala di jantung negerinya di Sumatera. Sangat berbeda
dengan episode Sriwijaya di Jawa Tengah saat kepemimpinan wangsa Syailendra yang banyak
membangun monumen besar; seperti Candi Kalasan, Candi Sewu, dan Borobudur. Candi-candi
Budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro Jambi, Candi
Muara Takus, dan Biaro Bahal. Akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat
dari batu andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.

Beberapa arca bersifat Budhisme, seperti berbagai arca Budha yang ditemukan di Bukit
Seguntang, Palembang, dan arca-arca Bodhisatwa Awalokiteswara dari Jambi, Bidor, Perak dan
Chaiya, dan arca Maitreya dari Komering, Sumatera Selatan. Semua arca-arca ini menampilkan
keanggunan dan langgam yang sama yang disebut "Seni Sriwijaya" atau "Langgam/Gaya
Sriwijaya" yang memperlihatkan kemiripan mungkin diilhami oleh langgam Amarawati
India dan langgam Syailendra Jawa (sekitar abad ke-8 sampai ke-9).

Perdagangan
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan
Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat
bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala,
kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India.
Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-
vassal-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama
di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China
untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan
bahari dan menguasi urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.

Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu
mengawasi dan sering kali memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk
menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer
untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke
dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara
dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di
semenanjung Melaya adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam
lingkup pengaruh Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian
serbuan angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan
Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat
itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya
Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur
bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan sedari tahun
670 hingga 1025 M.

Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan Kapal Borobudur,
kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8
Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik
tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah
yang membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra
Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur bisa jadi merupakan jenis
kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya dalam melakukan pelayaran antar
pulaunya.

Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin
perdagangan dengan kawasan Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri Indrawarman yang
mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun 718,
kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam), dan
kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-'o-pa-mo
(Sri Indrawarman) pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts'engchi
(bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).

Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya dinasti Song,
perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan
Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan
dari perdagangan ini. Pada masa inilah diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah
semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai), yang masuk melalui perdagangan
mereka.
Hubungan dengan wangsa Sailendra
Munculnya keterkaitan antara Sriwijaya dengan dinasti Sailendra dimulai karena adanya nama
ailendravama pada beberapa prasasti di antaranya pada prasasti Kalasan di pulau Jawa,
prasasti Ligor di selatan Thailand, dan prasasti Nalanda di India. Sementara pada prasasti
Sojomerto dijumpai nama Dapunta Selendra. Karena prasasti Sojomerto ditulis dalam bahasa
Melayu dn bahasa Melayu umumnya digunakan pada prasasti-prasasti di Sumatera maka diduga
wangsa Sailendra berasal dari Sumatera, Walaupun asal usul bahasa melayu ini masih menunggu
penelitian sampai sekarang.

Candi Borobudur, pembangunannya diselesaikan pada masa Samaratungga

Majumdar berpendapat dinasti Sailendra ini terdapat di Sriwijaya (Suwarnadwipa) dan Medang
(Jawa), keduanya berasal dari Kalinga di selatan India. Kemudian Moens menambahkan
kedatangan Dapunta Hyang ke Palembang, menyebabkan salah satu keluarga dalam dinasti ini
pindah ke Jawa. Sementara Poerbatjaraka berpendapat bahwa dinasti ini berasal dari Nusantara,
didasarkan atas Carita Parahiyangan kemudian dikaitkan dengan beberapa prasasti lain di Jawa
yang berbahasa Melayu Kuna di antaranya prasasti Sojomerto.
Model kapal Sriwijaya tahun 800-an Masehi yang terdapat pada candi Borobudur.

Hubungan dengan kekuatan regional


Untuk memperkuat posisinya atas penguasaan kawasan Asia Tenggara, Sriwijaya menjalin
hubungan diplomasi dengan kekaisaran China, dan secara teratur mengantarkan utusan beserta
upeti. Sejarawan S.Q. Fatimi menyebutkan bahwa pada tahun 100 Hijriyah (718 M), seorang
maharaja Sriwijaya (diperkirakan adalah Sri Indrawarman) mengirimkan sepucuk surat kepada
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Umayyah, yang berisi permintaan kepada
khalifah untuk mengirimkan ulama yang dapat menjelaskan ajaran dan hukum Islam kepadanya.
Surat itu dikutip dalam Al-'Iqd Al-Farid karya Ibnu Abdu Rabbih (sastrawan Kordoba, Spanyol),
dan dengan redaksi sedikit berbeda dalam Al-Nujum Az-Zahirah fi Muluk Misr wa Al-Qahirah
karya Ibnu Tagribirdi (sastrawan Kairo, Mesir).

" Dari Raja sekalian para raja yang juga adalah keturunan ribuan raja, yang isterinya pun adalah
cucu dari ribuan raja, yang kebun binatangnya dipenuhi ribuan gajah, yang wilayah
kekuasaannya terdiri dari dua sungai yang mengairi tanaman lidah buaya, rempah wangi, pala,
dan jeruk nipis, yang aroma harumnya menyebar hingga 12 mil. Kepada Raja Arab yang tidak
menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah. Aku telah mengirimkan kepadamu bingkisan yang tak
seberapa sebagai tanda persahabatan. Kuharap engkau sudi mengutus seseorang untuk
menjelaskan ajaran Islam dan segala hukum-hukumnya kepadaku."
Surat Maharaja Sriwijaya kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Peristiwa ini membuktikan bahwa Sriwijaya telah menjalin hubungan diplomatik dengan dunia
Islam atau dunia Arab. Meskipun demikian surat ini bukanlah berarti bahwa raja Sriwijaya telah
memeluk agama Islam, melainkan hanya menunjukkan hasrat sang raja untuk mengenal dan
mempelajari berbagai hukum, budaya, dan adat-istiadat dari berbagai rekan perniagaan dan
peradaban yang dikenal Sriwijaya saat itu; yakni Tiongkok, India, dan Timur Tengah.
Pada masa awal, Kerajaan Khmer merupakan daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan
mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand Selatan, sebagai ibu kota kerajaan
tersebut. Pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya
Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang)
Chaiya, Thatong (Kanchanadit), dan Khirirat Nikhom.

Seperti disebutkan sebelumnya, Sriwijaya di Sumatra meluaskan wilayah degan perpindahan


Wangsa Sailendra ke Jawa. Pada kurun waktu tertentu wangsa Sailendra sebagai anggota
mandala Sriwijaya berkuasa atas Sriwijaya dan Jawa. Maka Wangsa Sailendra berkuasa
sekaligus atas Sriwijaya dan Kerajaan Medang, yaitu Sumatera dan Jawa. Akan tetapi akibat
pertikaian suksesi singgasana Sailendra di Jawa antara Balaputradewa melawan Rakai Pikatan
dan Pramodawardhani, hubungan antara Sriwijaya dan Medang memburuk. Balaputradewa
kembali ke Sriwijaya dan akhirnya berkuasa di Sriwijaya, dan permusuhan ini diwariskan hingga
beberapa generasi berikutnya. Dalam prasasti Nalanda yang bertarikh 860 Balaputra menegaskan
asal-usulnya sebagai keturunan raja Sailendra di Jawa sekaligus cucu Sri Dharmasetu raja
Sriwijaya. Dengan kata lain ia mengadukan kepada raja Dewapaladewa, raja Pala di India,
bahwa haknya menjadi raja Jawa dirampas Rakai Pikatan. Persaingan antara Sriwijaya di
Sumatera dan Medang di Jawa ini kian memanas ketika raja Dharmawangsa Teguh menyerang
Palembang pada tahun 990, tindakan yang kemudian dibalas dengan penghancuran Medang pada
tahun 1006 oleh Raja Wurawari ( sebagai sekutu Sriwijaya di Jawa) atas dorongan Sriwijaya.

Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, pada prasasti Nalanda
berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputradewa mendedikasikan sebuah biara kepada
Universitas Nalanda. Relasi dengan Dinasti Chola di selatan India juga cukup baik. Dari prasasti
Leiden disebutkan raja Sriwijaya di Kataha Sri Mara-Vijayottunggawarman telah membangun
sebuah vihara yang dinamakan dengan Vihara Culamanivarmma, namun menjadi buruk setelah
Rajendra Chola I naik tahta yang melakukan penyerangan pada abad ke-11. Kemudian hubungan
ini kembali membaik pada masa Kulothunga Chola I, di mana raja Sriwijaya di Kadaram
mengirimkan utusan yang meminta dikeluarkannya pengumuman pembebasan cukai pada
kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma tersebut. Namun pada masa ini Sriwijaya dianggap
telah menjadi bagian dari dinasti Chola. Kronik Tiongkok menyebutkan bahwa Kulothunga
Chola I (Ti-hua-ka-lo) sebagai raja San-fo-ts'i, membantu perbaikan candi dekat Kanton pada
tahun 1079. Pada masa dinasti Song candi ini disebut dengan nama Tien Ching Kuan, dan pada
masa dinasti Yuan disebut dengan nama Yuan Miau Kwan

Masa kejayaan
Kemaharajaan Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim. Mengandalkan hegemoni pada kekuatan
armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan, menguasai dan membangun
beberapa kawasan strategis sebagai pangkalan armadanya dalam mengawasi, melindungi kapal-
kapal dagang, memungut cukai, serta untuk menjaga wilayah kedaulatan dan kekuasaanya. Dari
catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di
hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung
Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat
Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan
lokal yang mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan
kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan
India.

Arca emas Avalokitevara bergaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Rantaukapastuo,


Muarabulian, Jambi, Indonesia.

Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama Sribuza. Pada
tahun 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana) sekaligus sejarawan Arab klasik menulis
catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan
besar yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang tercepat dalam
waktu dua tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi
Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan
beberapa hasil bumi lainya.

Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini disimpulkan dari
seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan yang mendapat keterangan dari
Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -
sebutan Sriwijaya oleh bangsa Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaaan
yang luas hingga ke seberang lautan. Sriwijaya menguasai jalur perdagangan maritim di Asia
Tenggara sepanjang abad ke-10, akan tetapi pada akhir abad ini Kerajaan Medang di Jawa Timur
tumbuh menjadi kekuatan bahari baru dan mulai menantang dominasi Sriwijaya. Berita
Tiongkok dari Dinasti Song menyebut Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dengan nama San-fo-tsi,
sedangkan Kerajaan Medang di Jawa dengan nama Cho-po. Dikisahkan bahwa, San-fo-tsi dan
Cho-po terlibat persaingan untuk menguasai Asia Tenggara. Kedua negeri itu saling mengirim
duta besar ke Tiongkok. Utusan San-fo-tsi yang berangkat tahun 988 tertahan di pelabuhan
Kanton ketika hendak pulang, karena negerinya diserang oleh balatentara Jawa. Serangan dari
Jawa ini diduga berlangsung sekitar tahun 990-an, yaitu antara tahun 988 dan 992 pada masa
pemerintahan Sri Cudamani Warmadewa.

Pada musim semi tahun 992 duta Sriwijaya tersebut mencoba pulang namun kembali tertahan di
Champa karena negerinya belum aman. Ia meminta kaisar Song agar Tiongkok memberi
perlindungan kepada San-fo-tsi. Utusan Jawa juga tiba di Tiongkok tahun 992. Ia dikirim oleh
rajanya yang naik takhta tahun 991. Raja baru Jawa tersebut adalah Dharmawangsa Teguh.

Kerajaan Medang berhasil merebut Palembang pada tahun 992 untuk sementara waktu, namun
kemudian pasukan Medang berhasil dipukul mundur oleh pasukan Sriwijaya. Prasasti Hujung
Langit tahun 997 kembali menyebutkan adanya serangan Jawa terhadap Sumatera. Rangkaian
serangan dari Jawa ini pada akhirnya gagal karena Jawa tidak berhasil membangun pijakan di
Sumatera. Menguasai ibu kota di Palembang tidak cukup karena pada hakikatnya kekuasaan dan
kekuatan mandala Sriwijaya tersebar di beberapa bandar pelabuhan di kawasan Selat Malaka.
Maharaja Sriwijaya, Sri Cudamani Warmadewa, berhasil lolos keluar dari ibu kota dan
berkeliling menghimpun kekuatan dan bala bantuan dari sekutu dan raja-raja bawahannya untuk
memukul mundur tentara Jawa.

Sri Cudamani Warmadewa kembali memperlihatkan kecakapan diplomasinya, memenangi


dukungan Tiongkok dengan cara merebut hati Kaisarnya. Pada tahun 1003, ia mengirimkan
utusan ke Tiongkok dan mengabarkan bahwa di negerinya telah selesai dibangun sebuah candi
Buddha yang didedikasikan untuk mendoakan agar Kaisar Tiongkok panjang usia. Kaisar
Tiongkok yang berbesar hati dengan persembahan itu menamai candi itu cheng tien wan shou
dan menganugerahkan genta yang akan dipasang di candi itu. (Candi Bungsu, Terletak di Muara
Takus).

Serangan dari Medang ini membuka mata Sriwijaya betapa berbahayanya ancaman Jawa, maka
Maharaja Sriwijaya pun menyusun siasat balasan dan berusaha menghancurkan Kerajaan
Medang. Sriwijaya disebut berperan dalam menghancurkan Kerajaan Medang di Jawa. Dalam
prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya, yaitu peristiwa hancurnya istana
Medang di Jawa Timur, di mana Haji Wurawari dari Lwaram yang merupakan raja bawahan
Sriwijaya, pada tahun 1006 atau 1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang
terakhir Dharmawangsa Teguh.

Masa Kemunduran
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, yang merupakan raja dari dinasti Chola di India selatan,
mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Tanjore
bertarikh 1030, Kerajaan Chola telah menaklukan daerah-daerah yang sebelumnya menjadi
koloni Sriwijaya, dan berhasil menawan raja Sriwijaya yang berkuasa waktu itu Sangrama-
Vijayottunggawarman. Selama beberapa dekade berikutnya, seluruh kekuasaan Sriwijaya berada
dalam pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola tetap memberikan peluang
kepada raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa dengan syarat tetap tunduk kepadanya.
Pengaruh invasi Rajendra Chola I, terhadap hegemoni Sriwijaya atas raja-raja bawahannya
melemah. Beberapa daerah taklukan melepaskan diri, sampai muncul Dharmasraya dan
Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya
mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat. Pada tahun 1079
dan 1088, catatan Cina menunjukkan bahwa Sriwijaya mengirimkan duta besar pada Cina.
Khususnya pada tahun 1079, masing-masing duta besar tersebut mengunjungi Cina. Ini
menunjukkan bahwa ibu kota Sriwijaya selalu bergeser dari satu kota maupun kota lainnya
selama periode tersebut. Ekspedisi Chola mengubah jalur perdagangan dan melemahkan
Palembang, yang memungkinkan Jambi untuk mengambil kepemimpinan Sriwijaya pada abad
ke-11.

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-
Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat
dan kaya, yakni San-fo-ts'i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya
memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts'i memeluk Budha. Namun, istilah
San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan telah identik
dengan Dharmasraya. Dari daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut, ternyata adalah wilayah
jajahan Kerajaan Dharmasraya. Walaupun sumber Tiongkok tetap menyebut San-fo-tsi sebagai
kerajaan yang berada di kawasan Laut Cina Selatan. Hal ini karena dalam Pararaton telah
disebutkan Malayu.

Secara garis besar Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10 disebabkan oleh faktor-faktor
berikut:

Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan
sejumlah anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang
sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.
Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi
kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu,
terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat
menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada
Palembang.
Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah
kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa
mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan
Sriwijaya di bagian barat.
Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh
Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan
yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala
atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun
1023 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika
Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya,
namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah
Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha
menciptakan kesatuan Nusantara (1377).
Struktur pemerintahan
Masyarakat Sriwjaya sangat majemuk, dan mengenal stratatifikasi sosial. Pembentukan satu
negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik Sriwijaya, dapat dilacak dari beberapa
prasasti yang mengandung informasi penting tentang kadtuan, vanua, samaryyda, mandala dan
bhmi.

Kadtuan dapat bermakna kawasan dtu, (tnah rumah) tempat tinggal bini hji, tempat disimpan
mas dan hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti dijaga. Kadtuan ini dikelilingi oleh
vanua, yang dapat dianggap sebagai kawasan kota dari Sriwijaya yang di dalamnya terdapat
vihara untuk tempat beribadah bagi masyarakatnya. Kadtuan dan vanua ini merupakan satu
kawasan inti bagi Sriwijaya itu sendiri. Menurut Casparis, samaryyda merupakan kawasan yang
berbatasan dengan vanua, yang terhubung dengan jalan khusus (samaryyda-patha) yang dapat
bermaksud kawasan pedalaman. Sedangkan mandala merupakan suatu kawasan otonom dari
bhmi yang berada dalam pengaruh kekuasaan kadtuan Sriwijaya.

Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja, dan dalam lingkaran raja
terdapat secara berurutan yuvarja (putra mahkota), pratiyuvarja (putra mahkota kedua) dan
rjakumra (pewaris berikutnya). Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan berbagai jabatan
dalam struktur pemerintahan kerajaan pada masa Sriwijaya. Menurut Prasasti Telaga Batu, selain
diceritakan kutukan raja Sriwijaya kepada siapa saja yang menentang raja, diceritakan pula
bermacam-macam jabatan dan pekerjaan yang ada pada zaman Sriwijaya. Adapun, jabatan dan
pekerjaan yang diceritakan tersebut adalah raja putra (putra raja yang keempat), bhupati (bupati),
senopati (komandan pasukan), dan dandanayaka (hakim). Kemudian terdapat juga Tuha an
watak wuruh (pengawas kelompok pekerja), Adyaksi nijawarna/wasikarana (pandai besi/
pembuat senjata pisau), kayastha (juru tulis), sthapaka (pemahat), puwaham (nakhoda kapal),
waniyaga (peniaga), pratisra (pemimpin kelompok kerja), marsi haji (tukang cuci), dan hulun
haji (budak raja).

Menurut kronik Cina Hsin Tang-shu, Sriwijaya yang begitu luas dibagi menjadi dua. Seperti
yang diterangkan diatas, Dapunta Hyang punya dua orang anak yang diberi gelar putra mahkota,
yakni yuvarja (putra mahkota), pratiyuvarja (putra mahkota kedua). Maka dari itu, Ahmad
Jelani Halimi (profesor di Universiti Sains Malaysia) mengatakan bahwa untuk mencegah
perpecahan di antara anak-anaknya itulah, maka kemungkinan Kerajaan Sriwijaya dibagi
menjadi dua.

Raja yang memerintah


Dari abad ke-7 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya pernah di pimpin oleh raja-raja di
bawah ini, yaitu:

Dapunta Hyang Sri Jayanasa (671)


Sri Indravarman Che-li-to-le-pa-mo (702)
Rudra Vikraman Lieou-teng-wei-kong (728)
Maharaja Wisnu Dharmmatunggadewa (760)
Dharanindra Sanggramadhananjaya (775)
Samaragrawira (782)
Samaratungga (792)
Balaputradewa (835)
Sri Udayadityavarman Se-li-hou-ta-hia-li-tan (960)
Hie-tche (Haji) (980)
Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa (988)
Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi (1008)
Sumatrabhumi (1017)
Sangramavijayottungga (1025)
Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo (1079)
Rajendra II (1100)
Rajendra III (1156)
Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa (1183-1286)
Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa (1286-1293)
Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa (1347)

Warisan sejarah
Penemuan kemaharajaan Sriwijaya ini ditemukan pertama kali oleh Coeds pada tahun 1920-an
yang telah membangkitkan kesadaran bahwa suatu bentuk kemaharajaan yang terdiri atas
persekutuan kerajaan-kerajaan bahari, pernah bangkit, tumbuh, dan berjaya pada masa lalu.

Pada abad ke-14 meskipun pengaruhnya telah memudar, wibawa dan gengsi Sriwijaya masih
digunakan sebagai sumber legitimasi politik. Sang Nila Utama yang mengaku sebagai keturunan
bangsawan Sriwijaya dari Bintan, bersama para pengikut dan tentaranya yang terdiri dari Orang
Laut, telah mendirikan Kerajaan Singapura di Tumasik. Menurut Sejarah Melayu dan catatan
sejarah China yang ditulis Wang Ta Yuan, disebutkan bahwa Kerajaan Siam sempat menyerang
kerajaan Singapura pada kurun tahun 1330 hingga 1340. Serangan Siam ini berhasil dipukul
mundur.

Warisan terpenting Sriwijaya mungkin adalah bahasanya. yang Selama berabad-abad, kekuatan
ekononomi dan keperkasaan militernya telah berperan besar atas tersebarluasnya penggunaan
Bahasa Melayu Kuno di Nusantara, setidaknya di kawasan pesisir. Bahasa ini menjadi bahasa
kerja atau bahasa yang berfungsi sebagai penghubung yang digunakan di berbagai bandar dan
pasar di kawasan Nusantara. Tersebar luasnya Bahasa Melayu Kuno ini mungkin yang telah
membuka dan memuluskan jalan bagi Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional Malaysia, dan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu Indonesia modern. Adapun Bahasa Melayu Kuno
masih tetap digunakan sampai pada abad ke-14 M.

Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya sebagai sumber
kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia. Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi
sumber kebanggaan nasional dan identitas daerah, khususnya bagi penduduk kota Palembang.
Keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya, seperti lagu dan tarian tradisional
Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga berlaku bagi masyarakat selatan Thailand yang
menciptakan kembali tarian Sevichai yang berdasarkan pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.
Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama nama dalam
berbagai hal misal nama jalan di berbagai kota, maupun nama universitas, nama perusahaan, dan
nama di kemiliteran

PENINGGALAN BERSEJARAH.

1. Tulisan
Peninggalan bersejarah di Indonesia berupa tulisan terbagi menjadi
dua, yaitu Prasasti dan naskah kuno:

Prasasti
Prasasti merupakan peninggalan sejarah yang berupa tulisan atau gambar pada batu. Sehingga
prasasti disebut juga sebagai batu tulis. Sebuah prasasti biasanya ditulis dengan huruf Pallawa
dan berbahasa Sansekerta.
Prasasti Yupa merupakan contoh Peninggalan Bersejarah di Indonesia

Pada umumnya Prasati berisi informasi/ catatan mengenai peristiwa penting yang dialami oleh
suatu kerajaan atau seorang raja. Beberapa prasasti yang ada di Indonesia yaitu, anatar lain :

Prasasti Yupa di Kalimantan Timur sekitar tahun 500 M peninggalan dari Kerajaan
Kutai.
Prasasti Telaga Batu di Palembang peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Sriwijaya di Sumatera peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Ciaruteun di Jawa Barat peninggalan kerajaan Taruma Negara.
Naskah Kuno
Naskah kuno yaitu dokumen-dokumen penting yang berisi informasi pada zaman dahulu. Naskah
kuno juga bisa berupa karya sastra seperti syair, hikayat, legenda dan kitab-kitab. Beberapa
naskah kuno yang ada di Indonesia yaitu, Antara lain :

Kitab Sutasoma Karya Mpu Tantular dari kerajaan Majapahit.


Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca dari kerajaan Majapahit.
Kakawi Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa pada zaman kerajaan Airlangga,
Kahuripan.
Kitab Smaradahana karya Mpu Darmaja pada zaman Raja Kameswara I, Kediri.
Kitab Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada jaman Raja Jaya Baya,
Kediri.

Perlu diketahui Kakawi merupakan syair dalam bahasa Jawa Kuna dengan metrum yang berasal
dari India.

2. Bangunan
Bangunan bersejarah di Indonesia memiliki aset yang tak ternilai harganya. Peninggalan
bersejarah di Indonesia berupa bangunan memiliki 6 bentuk bangunan, diantaranya adalah
sebagai berikut :

Candi
Candi merupakan bangunan kuno yang dibuat dari batu dan biasanya digunakan sebagai tempat
pemujaan/ beribadah bagi pemeluk agama Hindu dan Budha pada zaman dahulu. Candi
merupakan peninggalan kerajaan Hindu dan Budha. Fungsi bangunan candi yaitu untuk
memuliakan raja yang telah meninggal dunia. Beberapa candi yang ada di Indonesia yaitu, antara
lain:

Candi Borobudur : di Magelang, Jawa Tengah.


Candi Padas : di Tampak Siring, Bali.
Candi Kidal : di Malang, Jawa Timur.
Candi Sewu : di Magelang, Jawa Tengah.
Candi Prambanan : di Klaten, Jawa Tengah.
Candi Tikus : di Mojokerto, Jawa Timur.

Benteng
Banteng merupakan bangunan yang difungsikan guna mempertahankan diri (bertahan) dari
serangan lawan.

Benteng Duurstede merupakan contoh Peninggalan Bersejarah di Indonesia

Benteng-benteng yang ada di Indonesia sebagian besar berasal dari peninggalan Belanda,
Portugis dan Spanyol pada masa penjajahan. Beberapa benteng yang ada di Indonesia yaitu,
antara lain:

Benteng Inang Bale : di Aceh, Daerah Istimewa Aceh.


Benteng Bonjol : di Bonjol Sumatra Barat.
Benteng Duurstede : di Saparua, Maluku.
Benteng Surason : di Banten, JawaBarat.
Benteng Jagaraga : di Bali.

Masjid
Masjid adalah tempat ibadah bagi umat Islam. Dengan adanya peninggalan bersejarah berupa
masjid membuktikan bahwa pengaruh Islam di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu.
Beberapa masjid yang bersejarah di Indonesia antara lain Masjid Aceh, Masjid Agung Banten,
Masjid Makam Sedangduwur (Jawa Timur), Masjid Kudus, Masjid Demak, dan Masjid Jami
Pontianak.

Monumen atau tugu


Monumen atau tugu merupakan bangunan yang sengaja dibuat untuk memperingati suatu
peristiwa dan penghormatan terhadap jasa perjuangan para pahlawan zaman dahulu. Beberapa
monumen yang ada di Indonesia antara lain Monumen Nasional (Tugu Monas) di Jakarta,
Monumen Tugu Muda di Semarang, Monumen Proklamasi di Jakarta, Monumen Palagan
Ambarawa di Semarang, Monumen Pers Nasional di Solo, Jawa Tengah.

Baca Juga : Materi Lengkap Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS

Istana atau keraton


Istana atau keraton merupakan bangunan yang dijadikan sebagai tempat tinggal sang raja pada
zaman dahulu. Beberapa istana yang ada di Indonesia antara lain Keraton Mangkunegaran di
Surakarta, Keraton Paku Alam di Yogyakarta, Keraton Kasepuhan di Cirebon, Karaton Maimun
di Medan, Istana Raja Goa di Sulawesi Selatan, Istana Raja Khungkung di Bali.

Makam
Makam merupakan tempat untuk menguburkan orang-orang yang sudah meninggal terutama
para raja/ tokoh-tokoh penting dalam sejarah.
Makam Pangeran Diponegoro merupakan contoh Peninggalan Bersejarah di Indonesia

Biasanya makam banyak dijadikan sumber sejarah dan peninggalan sejarah. Beberapa makam
yang ada di Indonesia yaitu, antara lain:

Makam Raja-raja Surakarta dan Yogyakarta di Imogiri, Yogyakarta.


Makam Pangeran Diponegoro di Makassar, Sulawesi Selatan.
Makam RA. Kartini di Rembang, Jawa Tengah.
Makam Ir. Soekarno Presiden RI Pertama di Blitar, Jawa Timur.
Makam Sunan Kalijaga di Demak, Jawa Tengah.

3. Benda-benda Peninggalan bersejarah


Benda-benda Peninggalan bersejarah yang berupa benda atau barang antara lain adalah sebagai
berikut :

Fosil
Fosil adalah bagian atau sisa dari mahkluk hidup (manusia, hewan atau tumbuhan) yang sudah
membatu. Beberapa fosil yang ada di Indonesia antara lain di Desa Trinil, (Mojokerto Jawa
Timur), Sangiran (Sragen, Jawa Tengah), dan lain sebagainya.

Artefak
Artefak adalah perkakas atau peralatan yang digunakan oleh manusia pada zaman dahulu.
Artefak bisa berupa alat pertanian, peralatan makan, peralatan memasak, senjata, serta perhiasan.

Arca
Arca merupakan peninggalan sejarah yang bercorak agama Hindhu-Buddha. Arca biasa dikenal
oleh masyarakat luas dengan istilah patung. Arca atau Patung biasanya terbuat dari batu,
perunggu dan bahkan emas. Bentuk-bentuk Arca atau Patung bermacam-macam, ada patung
dewa, patung raja/ratu, patung binatang dan lain-lain. Beberapa Arca yang ada di Indonesia
Antara lain Arca Buddha Amarawati di Sulawesi Selatan, Arca Roro Jonggrang di Candi
Prambanan, Arca Airlangga di Belahan, Arca Tribhuwana di Candi Arimbi, dll.

4. Karya Seni
Karya Seni adalah peninggalan bersejarah yang berasal dari nenek moyang kita yang kemudian
menjadi tradisi di masyarakat. Pada zaman dahulu nenek moyang kita banyak memiliki karya
seni yang sampai sekarang masih ada, antara lain :

Tarian tradisional
Tarian tradisional adalah tarian peninggalan zaman dahulu yang hingga saat ini masih ada dan
sering ada dipertunjukan. Beberapa contoh dari tarian tradisional di Indonesia antara lain Tari
Gambyong dari Jawa Tengah dan Tari Seudati dari Aceh.

Dongeng atau cerita rakyat


Dongeng atau cerita rakyat adalah cerita yang disampaikan secara turun-temurun dan tidak
diketahui pengarangnya. Cerita rakyat ini biasanya mengandung hikmah atau pelajaran yang
dapat diambil oleh masyarakat. Beberapa contoh dari cerita rakyat di Indonesia antara lain
Malinkundang dari Sumatera Barat dan Tangkuban Perahu dari Jawa Barat.

Baca Juga : Uniknya Bandara Gibraltar, miliki Jalan Raya Ditengah Landasan Pacu

Lagu atau tembang daerah


Lagu atau tembang suatu daerah merupakan peninggalan sejarah yang masih dilestarikan.
Beberapa contoh dari lagu/ tembang di Indonesia antara lain Lagu Lir-ilir dari Jawa Tengah dan
Lagu Gending Sriwijaya dari Sumatera.

Seni pertunjukan
Dunia hiburan atau seni pertunjukan memang tidak akan pernah sirna di belahan bumi Indonesia.
Hal ini terbukti dari dahulu hingga sekarang masih banyak ditemui dunia hiburan atau
pertunjukan yang bersifat menghibur masyarakat. Perbedaan seni pertunjukan yang dahulu
dengan yang sekarang salah satunya dari media yang digunakan. Beberapa contoh dari seni
pertunjukan di Indonesia antara lain Wayang Kulit dari Jawa Tengah dan Yogyakarta, Ogoh-
ogoh dari Bali dan Wayang Golek dari Jawa Barat.

5. Adat istiadat
Adat istiadat merupakan tradisi kepercayaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara turun-
temurun.
Acara Adat Ngaben merupakan contoh Peninggalan Bersejarah di Indonesia

Contoh upacara adat istiadat Antara lain adalah : upacara adat pembakaran mayat (Ngaben) di
Bali, Sekaten di Solo dan Yogyakarta, upacara adat pernikahan dan sebagainya.

Sekian artikel tentang 5 Macam Peninggalan Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kita
Ketahui, semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi anda maupun untuk sekedar menambah
wawasan dan pengetahuan anda mengenai Macam Peninggalan Bersejarah di Indonesia.
Terimakasih atas kunjungannya.

TEMPAT TEMPAT BERSEJARAH.

1. Candi Borobudur (Magelang)


Borobudur merupakan sebuah candi Buddha yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Lokasi
candi kurang lebih 86 km di sebelah barat Surakarta, 100 km di sebelah barat daya Semarang dan
40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut
agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Borobudur juga merupakan candi atau kuil Buddha serta monumen Buddha
terbesar di dunia.

Candi Borobudur

Dalam pembangunannya belum ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang
membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan
berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga
dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. maka
Borobudur diperkirakan dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan
kurun antara 760 dan 830 M, yang merupakan masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa
Tengah, dimana masa itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur
diperkirakan menghabiskan waktu 75 samapai 100 tahun dan benar-benar dirampungkan pada
masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.

Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

Hal yang unik dari candi borobudur adalah balok yang digunakan sebagai bahan utama
konstruksi bangunan terbuat dari abu vulkanik Gunung Merapi yang dibekukan. Balok-balok ini
kemudian disusun membentuk lebih dari 500 buah arca tanpa menggunakan semen sama sekali.
Luar biasa bukan, Tak hanya itu, candi ini juga penuh dengan pahatan relief yang menceritakan
perjalanan hidup Sang Buddha.

2. Candi Prambanan (Yogyakarta)


Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga
dewa utama Hindu yaitu Wishnu, Siwa dan Brahma. Menurut prasasti Siwagrha nama asli
kompleks candi Prambanan adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna "Rumah Siwa"),
dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi
tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Candi Prambanan

Prambanan merupakan candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini diawali oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi
Buddha Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa
sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali
berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan
yang saling bersaing. yaitu wangsa Sailendra penganut Buddha dan wangsa Sanjaya penganut
Hindu. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Siwa kembali
mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih
mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus
dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.

Candi Prambanan sendiri pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai
Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja
Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, Dalam prasasti
Siwagrha tertulis bahwa saat pembangunan candi Siwagrha berlangsung, dilakukan juga
pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai
yang dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat
kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai bisa
mengancam konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru
yang memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar
kompleks candi.
Candi Prambanan juga memiliki cerita rakyat yang melekat erat dengannya yaitu cerita Roro
Jonggrang. Dikisahkan bahwa candi induk yang ada merupakan wujud Roro Jonggrang yang
dikutuk oleh Bandung Bondowoso karena berusaha menggagalkan upaya Bondowoso
membangun seribu candi untuknya.

3. Lawang Sewu (Semarang)


Lawang Sewu merupakan gedung gedung bersejarah di Indonesia yang berlokasi di Kota
Semarang, Jawa Tengah. Gedung ini, dahulu yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907.
Terletak di bundaran Tugu Muda.

Lawang Sewu

Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama Het hoofdkantor van de
Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (yang digunakan untuk Kantor Pusat NIS). pada
mulanya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang
NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang begitu pesat, mengakibatkan
bertambahnya kebutuhan personil teknis dan tenaga administrasi yang besar.

Baca Juga : 5 Macam Peninggalan Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kita Ketahui

Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi
dilakukan NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi
sementara. Apalagi letak stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi
dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: yaitu
membangun kantor administrasi di lokasi baru. kemudian dibangunlah Lawang Sewu di ujung
Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda).

4. Benteng Rotterdam (Makassar)


Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) atau Fort Rotterdam merupakan sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang
bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Pada mulanya
benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan
Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan
Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu
yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan
Gowa, bahwa penyu dapat hidup di laut maupun di darat. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa
yang berjaya di laut dan darat.

Benteng Rotterdam

Biasanya masyarakat Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua
yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. dalam sejarahnya Kerajaan Gowa-Tallo
menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya menuntut Kerajaan Gowa untuk
menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama
Benteng Ujung Pandang kamudian diganti menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja
memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini
kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia
bagian timur.

Saat ini, Benteng Rotterdam menjadi tempat wisata sejarah andalan kota Makassar. Di dalamnya
terdapat museum La Galigo yang berisi koleksi benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo.
Menariknya lagi, di sini terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat pengasingan
Pangeran Diponegoro di masa perjuangan dahulu.

5. Benteng Vredeburg (Yogyakarta)


Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta.
Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Pangeran
Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I kelak) dengan Susuhunan Pakubuwono III adalah
merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja
Jawa waktu itu.

Benteng Vredeburg
Melihat kemajuan yang sangat pesat terhadap kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku
Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada
sultan agar diizinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Belanda dalih agar mereka
dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut niatan
Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan
yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton
dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi
benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, penyerangan, intimidasi serta blokade
terhadap kraton. Dapat disimpulkan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk
berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memiliki keinginan untuk menentang Belanda.

Baca Juga : Sejarah Pembentukan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara

Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap
perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap
pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan
Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk membangun benteng
dikabulkan. Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta), ditempat tersebut sebenarnya Sultan HB I telah membangun sebuah
benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat
penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama
Jayapurusa (sudut timur laut), Jayawisesa (sudut barat laut), Jayaprayitna (sudut tenggara)
dan Jayaprakosaningprang (sudut barat daya).

6. Taman Sari (Yogyakarta)


Taman Sari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat,
Taman sari dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758-1765. Awalnya,
taman yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare
dengan sekitar 57 bangunan baik berupa kolam pemandian, gedung, jembatan gantung, danau
buatan, pulau buatan, kanal air serta lorong bawah air. Taman Sari yang digunakan secara efektif
antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai
tenggara kompleks Magangan. Namun sekarang sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat
dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
Taman Sari

Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan
oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan menuju Imogiri.
Sebagai pimpinan proyek pembangunan Taman Sari dipilih Tumenggung Mangundipuro.
Seluruh biaya pembangunan ditanggung oleh Tumenggung Prawirosentiko besrta seluruh
rakyatnya. Di tengah pembangunan pimpinan proyek diambil alih oleh Pangeran Notokusumo,
setelah Mangundipuro mengundurkan diri. Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan,
namun bebrapa bangunan yang ada mengindikasikan Taman Sari juga berperan sebagai benteng
pertahanan terakhir jika istana diserang oleh musuh.

7. Istana Maimun (Medan)


Istana Maimun bisa disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli.
Istana ini didominasi warna kuning yang merupakan warna kebesaran kerajaan Melayu, istana
Maimun merupakan salah satu ikon kota Medan, Sumatera Utara. Didesain oleh arsitek Italia dan
dibangun oleh Sultan Deli, Sultan Mahmud Al Rasyid. Pembangunan istana ini dimulai dari 26
Agustus 1888 dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2
dan 30 ruangan. Istana Maimun terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk,
bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke utara dan
pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Masjid Raya Medan.
Istana Maimun

Di istana ini juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan
menyebut meriam ini dengan sebutan Meriam Puntung. Kisah meriam puntung ini memiliki
kaitan dengan Putri Hijau. Diceritakan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang
cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna
hijau. sang putri mempunyai dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Khayali dan Mambang
Yasid. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak
oleh kedua saudaranya.

Baca Juga : 16 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil
mengalahkan Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau,
mendadak terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan
menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah
pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli
sementara Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat
Kabanjahe, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun.

Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain
interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam,
Spanyol, India dan Italia. Namun sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari kawasan Pedagang
kaki lima.

8. Asta Tinggi Sumenep (Madura)


Asta Tinggi adalah kawasan pemakaman khusus para Pembesar/Raja/Kerabat Raja yang
teletak di kawasan dataran tinggi bukit Kebon Agung Sumenep. Dalam Bahasa Madura,
Asta Tinggi disebut juga sebagai Asta Raja yang bermakna makam para Pangradja (pembesar
kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja, anak keturunan beserta kerabat-kerabatnya
yang dibangun sekitar tahun 1750M. Kawasan Pemakaman ini direncanakan awalnya oleh
Panembahan Somala dan dilanjutkan pelaksanaanya oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I
dan Panembahan Natakusuma II

Asta Tinggi Sumenep

Asta tinggi sendiri menurut arti Etimologi adalah makam yang tinggi. Itu berdasar dari letak
makam yang berada di puncak bukit dan penamaan Asta Tinggi sebenarnya hanya untuk
mempermudah penyebutan saja. Di Asta Tinggi sendiri bukan hanya terdapat makam dari raja
namun juga makam dari keluarga raja, sentana, dan punggawa sejak abad XVI. Dari banyak
sumber sejarah mengatakan bahwa Asta Tinggi memiliki nilai kekeramatan yang tinggi.
Meskipun dulu mempunyai mitos keangkeran dan daya mistis yang tinggi sekarang hal tersebut
seperti sudah lenyap karena sudah banyak orang yang berziarah. Orang banyak berziarah kesini
karena raja-raja sumenep juga dikenal karena kewaliannya karena perduli terhadap
perkembangan Islam di daerah Sumenep dan sekitarnya.

9. Masjid Agung Palembang


Sejarah Masjid Agung Palembang diawalawi Saat terjadi perang antara masyarakat Palembang
dengan Belanda di tahun 1659 M, kala itu sebuah masjid terbakar. Masjid tersebut merupakan
masjid yang dibangun oleh Sultan Palembang kala itu, Ki Gede Ing Suro, yang berlokasi di
Keraton Kuto Gawang. Beberapa tahun kemudian, tepatnya di tahun 1738 M, Sultan Mahmud
Badaruddin Jayo Wikramo membangun kembali masjid tepat di lokasi berdirinya masjid yang
terbakar. Pembangunan masjid yang baru memakan waktu cukup lama, hingga pada 26 Mei
1748 atau pada 28 Jumadil Awal 1151 tahun hijriah, masjid tersebut baru diresmikan berdiri. Di
awal pembangunannya, Masjid Agung Palembang disebut oleh masyarakat Palembang dengan
nama Masjid Sulton. Nama tersebut merujuk pada pembangunan masjid yang diketuai dan
dikelola secara langsung oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo.

Masjid Agung Palembang

Sekarang Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung
Palembang adalah sebuah masjid paling besar di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Masjid ini
dipengaruhi oleh 3 arsitektur yakni Indonesia, China dan Eropa. Bentuk arsitektur Eropa terlihat
dari pintu masuk di gedung baru masjid yang besar dan tinggi. Sedangkan arsitektur China
dilihat dari masjid utama yang atapnya seperti kelenteng. Masjid ini dulunya adalah masjid
terbesar di Indonesia selama beberapa tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah hasil
renovasi tahun 2000 dan selesai tahun 2003. Megawati Soekarnoputri adalah orang yang
meresmikan masjid raksasa Sumatera Selatan modern ini.

10. Masjid Agung Demak


Masjid Agung Demak merupakan salah satu mesjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini
terletak di Kampung Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid Agung Demak
dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya walisongo (para ulama yang menyebarkan
agama Islam di tanah Jawa). Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja
pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.

Masjid Agung Demak

Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi
gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating
Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1
(satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka
1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.

Atap Masjid Agung Demak ditahan empat tiang kayu raksasa yang khusus dibuat empat wali di
antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya
buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut
merupakan sumbangan Sunan Kalijaga.

11. Masjid Menara Kudus


Masjid Menara Kudus disebut juga dengan Masjid Al Manar ("Mesjid Menara") adalah masjid
kuna yang dibangun oleh Sunan Kudus sejak tahun 1549 Masehi (956 Hijriah). Lokasi saat ini
berada di Desa Kauman, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Ada keunikan dari masjid ini karena
memiliki menara yang serupa bangunan candi serta pola arsitektur yang memadukan konsep
budaya Islam dengan budaya Hindu-Buddhis sehingga menunjukkan terjadinya proses akulturasi
dalam pengislaman Jawa.
Masjid Menara Kudus

Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak terlepas dari peran Sunan Kudus sebagai
penggagas dan pendiri. Sebagaimana Walisongo yang lainnya, Sunan Kudus menggunakan
pendekatan kultural (budaya) dalam berdakwah. Ia mengadaptasi dan melakukan pribumisasi
ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dalam pengaruh agama
Hindu dan Buddha. Akulturasi budaya Hindu dan Budha dalam dakwah Islam yang dilakukan
Sunan Kudus terlihat jelas pada arsitektur dan konsep bangunan Masjid Menara Kudus.

Masjid ini mulai didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini didasarkan pada inskripsi
berbahasa Arab yang tertulis pada prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang
terletak pada mihrab masjid. Peletakan batu pertama menggunakan batu dari Baitul Maqdis di
Palestina, oleh karena itu masjid ini kemudian dinamakan Masjid Al Aqsha.

12. Masjid Raya Baiturrahman (Aceh)


Masjid Raya Baiturrahman merupakan sebuah masjid Kesultanan Aceh yang dibangun oleh
Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Pada masa Kesultanan Aceh
Darussalam, Selain Masjidil Haram di kota suci Makkah, Masjid Raya Baiturrahman ini juga
menjadi salah satu pusat pembelajaran agama Islam yang dikunjungi oleh orang-orang yang
ingin mempelajari Islam dari seluruh penjuru dunia.
Masjid Raya Baiturrahman

Pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda mendeklarasikan perang kepada Kesultanan
Aceh, mereka mulai melepaskan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van
Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan
Harmen Rudolf Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Kohler saat itu
membawa 3.198 pasukan. Namun peperangan pertama ini dimenangkan oleh pihak Kesultanan
Aceh, di mana dalam peristiwa tersebut Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler tewas akibat
ditembak dengan menggunakan senapan oleh pasukan perang Kesultanan Aceh yang kemudian
diabadikan tempat tertembaknya pada sebuah monumen kecil di bawah Pohon Kelumpang yang
berada di dekat pintu masuk sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman.

Saat Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada
Bulan Shafar 1290 Hijriah atau 10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar.
Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman
untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh
masih berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang
merupakan Sultan Aceh yang terakhir.
13. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai
sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari
Banten dan Jawa Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masjid ini dikenali dari
bentuk menaranya yang sangat mirip dengan bentuk sebuah bangunan mercusuar, Masjid ini
dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari
Kesultanan Banten. Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati.

Masjid Agung Banten

Salah satu keistimewaan Masjid Agung Banten adalah masjid ini dibangun oleh tiga orang
arsitektur yang berbeda sehingga mempunyai ciri khas tiap-tiap arsitektur yang membangunnya.
Yang pertama adalah Raden Sepat, arsitek Majapahit yang juga membangun beberapa masjid di
nusantara. Yang kedua adalah arsitektur dari Tiongkok yang bernama Cek Ban Su yang ikut
ambil bagian dan memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid yang bentuknya bersusun
5, mirip dengan pagoda Tiongkok pada umumnya.

Baca Juga :7 Penyebab Bau Mulut dan Cara Mengatasinya

Arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel yang merupakan arsitek dari Belanda yang kabur
dari Batavia. Ia ikut turut andil dalam membangun Tiyamah serta Menara Masjid di komplek
Masjid Agung Banten. Tiyamah adalah bangunan bertingkat bergaya Belanda kontemporer yang
pada dahulu digunakan untuk pertemuan penting, namun sekarang dialih fungsikan sebagai
tempat museum benda peninggalan.

14. Gereja Blenduk (Semarang)


Gereja Blenduk adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat
Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja
Blenduk sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32.
Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di
dalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1894 oleh W. Westmaas
dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama
Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang
masih dipergunakan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan
lain dari masa kolonial Belanda.

Gereja Blenduk

Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang.
Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak
menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah
dikenali.

15. Gereja Katedral (Jakarta)


Gereja Katedral merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang ada di Jakarta. Sebelum
diresmikan sebagai bangunan cagar budaya, Gereja Katedral mempunyai sejarah yang panjang
dalam pembangunannya. Pembangunan Gereja Katedral dimulai ketika Paus Pius VII
mengangkat pastor Nelissen sebagi prefek apostik Hindia Belanda pada 1807. Saat itulah
dimulai penyebaran misi dan pembangunan gereja katolik di kawasan nusantara, termasuk di
Jakarta.
Gereja Katedral

Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan
batu pertamanya dilakukan oleh Pro-vikaris, Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian
dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian
diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, S.J.,
Vikaris Apostolik Jakarta. Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung
gereja yang asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun
pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu
pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh.

15 Tempat bersejarah diatas tadi dapat dipilih sebagai tujuan wisata sobat, atau kalau sobat
sudah pernah kesana minimal artikel ini dapat menambah wawasan sobat mengenai sejarah dari
tempat tersebut. dengan berkunjung (berwisata) ke tempat bersejarah diatas sobat tak hanya
sekedar berwisata untuk mendapatkan kesenangan saja, tetapi juga bisa belajar sejarah dari
tempat yang dikunjungi.

Sekian uraian artikel tentang 15 Tempat Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kamu Ketahui,
semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat maupun untuk sekedar menambah wawasan
dan pengetahuan sobat mengenai Tempat Bersejarah di Indonesia, kumpulan lokasi bersejarah di
indonesia maupun sejarah tempat bersejarah di indonesia. Terimakasih atas kunjungannya.

SEJARAH PEJUANG BANGSA

Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


Sebelum Kemerdekaan
Masa Bangsa Portugis
Sebelum negara ini merdeka, Indonesia harus mencicipi kejambya penjajahan oleh beberapa
negara asing. Diawali dari Portugis yang pertama kali datang ke Malaka pada 1509. dipimpin
oleh Alfonso de Albuquerque Portugis dapat menguasai Malaka pada 10 Agustus 1511. Setelah
mendapatkan Malaka, portugis mulai bergerak dari Madura sampai ke Ternate.
Ilustrasi masukknya portugis di indonesia

Sejatinya Bangsa Indonesia meluncurkan berbagai perlawanan kepada Portugis. Salah satu
perlawan yang terkenal ialah perlawan Fatahillah yang berasal dari Demak di Sunda Kelapa
(Jakarta). kala itu Fatahillah dapat menyapu bangsa Portugis dan merebut kembali Sunda Kelapa.
Kemudian oleh Fatahillah nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta.

Masa Bangsa Spanyol


Keberhasilan Portugis mendorong bangsa Eropa yang lain untuk ikut mencari untung. Kalau
Portugis lebih memusatkan perhatian di Ternate, Spanyol lebih tertarik bersekutu dengan Tidore.
Terjadilah persaingan antara Portugis dan Spanyol di kawasan Maluku. Spanyol kemudian
membangun benteng di Tidore. Pembangunan benteng ini semakin memperuncing persaingan
persekutuan Portugis dan Ternate dengan Spanyol dan Tidore. Akhirnya pada tahun 1527
terjadilah pertempuran antara Ternate dengan bantuan Portugis melawan Tidore yang dibantu
oleh Spanyol. Benteng yang dibangun Spanyol di Tidore dapat direbut oleh persekutuan Ternate
dan Portugis.

Portugis dan Spanyol menyadari kerugian yang ditimbulkan akibat persaingan itu. Untuk
mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1534 keduanya menyepakati diadakanlah Perjanjian
Saragosa. Isi perjanjian itu antara lain:
1. Maluku menjadi daerah pengaruh dan kegiatan Portugis
2. Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan diri di Filipina

Perjanjian ini semakin mengokohkan kedudukan Portugis di Maluku. Dalam melaksanakan


monopoli perdagangan, Portugis juga memiliki ambisi untuk menanamkan kekuasaan di Maluku.
Itulah sebabnya, rakyat dan raja Ternate kemudian menentang Portugis.

Masa Pemerintahan penjajah Belanda


Masuknya belanda ke indonesia juga sebagai akhir dari masa penjajahan bangsa Portugis
(Penjajahan Portugis Berakhir pada 1602). Cornelius de Houtman memimpin Belanda masuk ke
Indonesia melalui Banten. Pada tahun 1602 Belanda mendirikan Verenigde Oostindische
Compagnie (VOC) di Banten karena ingin menguasai pasar rempah-rempah di Indonesia.
kemudian lantaran pasar di Banten mendapat saingan dari pedagang inggris dan tionghoa maka
kantor VOC pindah ke Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan, VOC mendapat perlawanan dari
Sultan Hasanuddin. Setelah berpindah-pindah tempat, akhirnya sampailah VOC di Yogyakarta.
Di Yogyakarta, VOC menyepakati perjanjian Giyanti yang isinya ialah Belanda mengakui
mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwono 1. Perjanjian Giyanti juga membagi kerajaan
Mataram menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunan Surakarta. kemudian pada tanggal 1
Januari 1800 VOC dibubarkan setelah Perancis mengalahkan Belanda.

Logo VOC

Penjajahan Belanda tidak berhenti Semenjak VOC dibubarkan. Belanda kemudian memilih
Daendels sebagai gubernur jenderal hindia belanda. Saat masa Deandels, rakyat Indonesia
dipaksa untuk membuat jalan raya dari Anyer hingga Panarukan. Namun masa pemerintahan
Daendels berlangsung singkat yang kemudian diganti Johannes van den Bosch. Johannes Van
den Bosch menerapkan cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Dalam sistem tanam paksa, tiap
desa wajib menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor seperti tebu, kopi,
nila dll. Hasil tanam paksa ini harus dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah
ditetapkan.

Baca Juga : 15 Tempat Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kamu Ketahui

Masa Pemerintahan penjajah Jepang


Setelah 3,5 abad Belanda menjajah Indonesia, kemudian Jepang menggantikan Penjajahan
Belanda di Indonesia. kala itu melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8 maret 1942 Belanda
menyerah tanpa syarat kepada jepang. Masa pendudukan Jepang dimulai pada tahun 1942 dan
berakhir pada 17 agustus 1945. Saat melakuakn penjajahan di NKRI Jepang membentuk
beberapa organisasi. Organisasi yang dibentuk Jepang antara lain ialah Putera, Heiho (pasukan
Indonesia buatan Jepang), PETA (Pembela Tanah Air), Jawa Hokokai (pengganti Putera).

Masa Pemerintahan penjajah Jepang

Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan ramah oleh bangsa Indonesia.
Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda.
Pembentukan BPUPKI
1 Maret 1945 Jepang meyakinkan Indonesia tentang kemerdekaan dengan membentuk Dokuritsu
Junbi Tyosakai atau BPUPKI (Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan Jepang Jawa
melantik anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung
Kemlu). saat itu Ketua BPUPKI yang ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat
dengan wakilnya Icibangase (Jepang) serta Sekretaris R.P. Soeroso. Jml anggota BPUPKI saat
itu adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh wilayah di Indonesia.

Baca Juga : 5 Macam Peninggalan Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kita Ketahui

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)


Tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang dan untuk menindaklanjuti BPUPKI,
Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi
Iinkai. PPKI beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia
dipimpin oleh Ir. Sukarno, dengan wakilnya Drs. Moh. Hatta serta penasihatnya Ahmad Subarjo.
kemudian Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah karena kalah setelah bom atom dijatuhkan
di Hirosima dan Nagasaki. Kala itu Kondisi di Indonesia tidak menentu namun membuka
peluang baik karena Jepang menyatakan kalah perang namun Sekutu tidak ada. Inilah waktu
yang tepat sebagai klimaks tonggak-tonggak perjuangan berabad-abad untuk memnjadi bangsa
yang berdaulat. kemudian 3 hari setelah Jepang tak berdaya, yaitu tanggal 17 Agustus 1945,
pukul 10.00 dinyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia keseluruh dunia.

Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia merupakan jembatan emas, sehingga


mempunyai makna yang sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia. Menurut
Surjumiharjo (1989), gerakan ini merupakan peristiwa yang serempak di berbagai belahan bumi,
khususnya di Asia dan Afrika.

Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


Setelah Kemerdekaan
Konflik Indonesia dan Belanda
Atas nama bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan oleh Bung Karno
didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Satu langkah maju sudah ada pada
genggaman bangsa Indonesia melalui Proklamasi kemerdekaan tersebut. Sebagai negara yang
baru memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia mendapat simpati dari bangsa-bangsa di dunia.
Hal ini tampak dari adanya pengakuan negara lain terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sebagai sebuah negara merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-
Undang Dasar (UUD 1945) dan pemilihan Presiden yaitu Bung Karno dan Bung Hatta sebagai
Wakil Presiden.
Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka
mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil
Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya,sikap
rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkanorang-
orang Belanda yang melarikan diri ke Australiasetelah Belanda menyerah pada Jepang.
Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia.

Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas Oleh
Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan
pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu. Tugas yang
diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies
(AFNEI) ternyata memiliki agenda yang terselubung. Kedatangan pasukan Sekutu justru
diboncengi oleh NICA yang tidak lain adalah orang-orang Belanda yang ketika Jepang dating
melarikan diri ke Australia dan membentuk kekuatan di sana. Mereka memiliki keinginan untuk
menghidupkan kembali Hindia Belanda. Dengan demikian sikap Indonesia yang semula
menerima kedatangan Sekutu menjadi penuh kecurigaan dan kemudian berkembang menjadi
permusuhan.

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya


Pertempuran Surabaya ialah peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Britania Raya dengan
tentara Indonesia. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya.
Pertempuran ini merupakan perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan salah satu pertempuran terberat dan terbesar dalam
sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia
kepada kolonialisme.
Tentara India Britania menembaki penembak runduk Indonesia di balik tank Indonesia yang
terguling dalam pertempuran di Surabaya, November 1945.

Pertempuran dasyat ini memakan waktu hampir satu bulan lamanya, sebelum seluruh kota jatuh
di tangan pihak Inggris. Peristiwa berdarah ini benar benar membuat inggris merasa berperang
dipasifik, medan perang Surabaya mendapat julukan neraka bagi mereka karena kerugian yg
disebabkan tidaklah sedikit, sekitar 1600 orang prajurit pengalaman mereka tewas di surabaya
serta puluhan alat perang rusak dan hancur diterjang badai semangat arek arek Surabaya.

Kejadian luar biasa heroik yg terjadi di kota Surabaya telah menggetarkan Bangsa Indonesia ,
semangat juang, pantang menyerah dan bertarung sampai titik darah penghabisan demi tegaknya
kedaulatan dan kehormatan bangsa telah mereka tunjukan dengan penuh kegigihan. Banyaknya
pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itu serta semangat membara yang
membuat Inggris serasa terpanggang di neraka telah membuat kota Surabaya kemudian dikenang
sebagai Kota Pahlawan dan tanggal 10 nopember diperingati setiap tahunnya sebagai hari
Pahlawan.
Pertempuran Ambarawa
Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang terjadi di
Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh
mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945.
Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di
penjara Ambarawa dan Magelang.

Baca Juga : 16 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai para
bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di
Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu.
Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang
pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan
memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan itu berisi antara
lain:

1. Pihak sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di Magelang untuk melindungi dan
mengurus evakuasi APWI (Allied Prisoners War And Interneers atau tawanan perang dan
interniran sekutu). Jumlah pasukan sekutu dibatasi sesuai dengan keperluan itu.
2. Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan
Sekutu.
3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di bawahnya.

Medan Area
Mr. Teuku M. Hassan yang telah diangkat menjadi gubernur mulai membenahi daerahnya. Tugas
pertama yang dilakukan Gubernur Sumatera ini adalah menegakkan kedaulatan dan membentuk
Komite Nasional Indonesia untuk wilayah Sumatera. Oleh karena itu, mulai dilakukan
pembersihan terhadap tentara Jepang dengan melucuti senjata dan menduduki gedung-gedung
pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di Medan mendarat pasukan Serikat yang diboncengi
oleh NICA. Para Pemuda Indonesia dan Barisan Pemuda segera membentuk TKR di Medan.
Pertempuran pertama pecah tanggal 13 Oktober 1945 ketika lencana merah putih diinjak-injak
oleh tamu di sebuah hotel. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut sehingga
mengakibatkan 96 korban luka-luka. Para korban ternyata sebagian orang-orang NICA.
Bentrokan antar Serikat dan rakyat menjalar ke seluruh kota Medan. Peristiwa kepahlawanan ini
kemudian dikenal sebagai pertempuran Medan Area.

Bandung Lautan Api


Istilah Bandung Lautan Api menunjukkan terbakarnya kota Bandung sebelah selatan akibat
politik bumi hangus yang diterapkan TKR. Peristiwa itu terjadi tanggal 23 Maret 1946 setelah
ada ultimatum perintah pengosongan Bandung oleh Sekutu. Seperti di kota-kota lainnya, di
Bandung juga terjadi pelucutan senjata terhadap Jepang. Di pihak lain, tentara Serikat
menghendaki agar persenjataan yang telah dikuasai rakyat Indonesia diserahkan kepada mereka.
Para pejuang akhirnya meninggalkan Bandung, tetapi terlebih dahulu membumihanguskan kota
Bandung. Peristiwa tragis ini kemudian dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.

Tragedi Nasional (Masa Orde Lama)


Tragedi nasional adalah suatu rangkaian peristiwa yang menimpa bangsa Indonesia. Tragedi ini
tentu membawa akibat yang sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Peristiwa-
demi peristiwa terjadi pada bangsa Indonesia sekaligus merupakan ancaman, tantangan dan
hambatan. Peristiwa-peristiwa tersebut sangat mengganggu upaya menata kembali bangsa
Indonesia setelah mencapai kemerdekaan.

Pemberontakan PKI Madiun 1948


Peristiwa Madiun tidak dapat dipisahkan dari pembentukn Fron Demokrasi Rakyat (FDR) pada
tanggal 28 Juni 1948. FDR adalah kumpulan beberapa partai seperti partai Sosialis, Pesindo,
partaiBuruh, PKI dan Sobsi. Peristiwa Madiun itu diawali dari kota Solo yang dilakukan oleh
para pengikut Muso dan Amir SyarifuddinPada tahun 1948 Muso kembali dari Rusia.
Sekembalinya itu Musobergabung dengan Partai Komunis Indonesia. Ajaranyang diberikan pada
para anggota PKI adalah mengadu domba kesatuan nasional denganmenyebarkan teror. . Pada
tanggal 18 September 1948 di Madiun tokoh-tokoh PKI memproklamirkan berdirinya Republik
Soviet Indonesia. Orang-orang yang dianggap musuh politiknya dibunuh oleh PKI.

Dengan terjadinya peristiwa Madiun tersebut, pemerintah dengan segera mengambil tindakan
tegas. Pemberontakan Madiun itu dapat diatasi setelah pemerintah mengangkat Gubernur Militer
Kolonel Subroto yang wilayahnya meliputi Semarang, Pati dan Madiun. Walaupun dalam
menghancurkan kekuatan PKI dalam peristiwa Madiun menelan banyak korban, namun tindakan
itu demi mempertahankan Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda melakukan agresi
terhadap Republik Indonesia, PKI justru menikam dari belakang dengan melaukan
pemberontakan yang sekaligus dapat merepotkan pemerintah Republik.

Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan)


Usai pendudukan oleh Kekaisaran Jepang pada 1945, para pemimpin khususnya yang
berdomisili di Pulau Jawa menyatakan kemerdekaan Indonesia. namun Tidak semua suku dan
wilayah di Indonesia langsung menerima dan bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia). Kala itu banyak terjadi pemberontakan dan Pemberontakan pribumi
pertama yang terorganisasi muncul di Maluku Selatan dengan bantuan Belanda, pemberontakan
tersebut biasa disebut Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan).

Gerakan 30 September 1965 (G.30 S / PKI)


Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan
September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi
selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di saat tujuh perwira tinggi
militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta.

Monumen Pancasila Sakti

Gerakan G 30 S PKI sendiri terjadi pada tanggal 30-September-1965 tepatnya saat malam hari.
Insiden G 30 S PKI sendiri masih menjadi perdebatan kalangan akademisi mengenai siapa
penggiatnya dan apa motif yang melatar belakanginya. Akan tetapi kelompok reliji terbesar saat
itu dan otoritas militer menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan ulah PKI yang
bertujuan untuk mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.

Sedangkan Menurut versi Orde Baru gerakan ini dilakukan oleh sekelompok pasukan yang
diketahui sebagai pasukan Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden yang melakukan aksi
pembunuhan dan penculikan kepada Enam (6) jenderal senior TNI AD (Angkatan Darat).

Sekian penjelasan artikel tentang Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lengkap Sebelum
dan Sesudah Merdeka), semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat maupun untuk
sekedar menambah wawasan dan pengetahuan sobat mengenai Sejarah Perjuangan Bangsa
Indonesia Sebelum Kemerdekaan dan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia Setelah
Kemerdekaan. Terimakasih atas kunjungannya.

SEJARAH MASA PENJAJAHAN

1. Masa Penjajahan Portugis


Sebelum negara ini merdeka, Indonesia harus mencicipi kejambya penjajahan oleh beberapa
negara asing. Diawali dari Portugis yang pertama kali datang ke Malaka pada 1509. dipimpin
oleh Alfonso de Albuquerque Portugis dapat menguasai Malaka pada 10 Agustus 1511. Setelah
mendapatkan Malaka, portugis mulai bergerak dari Madura sampai ke Ternate.

Ilustrasi masukknya portugis di indonesia

Alfonso de Albuquerque arsitek utama ekspansi portugis ke Asia, bangsa ini meruakan bangsa
Eropa pertama yang tiba di Nusantara, dan mencoba mendominasi sumber-sumber rempah-
rempah berharga dan berusaha menyebarkan Katolik Roma.

Pada awalnya bangsa Portugis mendirikan koalisi dan perjanjian damai pada tahun 1512 dengan
Kerajaan Sunda di Parahyangan, namun perjanjian koalisi tersebut gagal akibat sikap
permusuhan yang ditunjukkan oleh sejumlah pemerintahan Islam di Jawa, seperti Demak dan
Banten.

Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

Bangsa Portugis mengalihkan perhatiannya ke Kepulauan Maluku, yang terdiri atas berbagai
kumpulan negara yang awalnya berperang satu sama lain. Melalui penaklukan militer dan
persekutuan dengan penguasa setempat, Portugis mendirikan pos, benteng, dan misi perdagangan
di Indonesia Timur, termasuk Pulau Ternate, Ambon, dan Solor, berikut Periode Kejayaan dan
pendudukan Portugis di Nusantara:

Pada 1511-1526, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Bangsa Portugis,
yang secara rutin menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Maluku, Jawa, Sumatera
dan Banda.
Pada 1511 Portugis meaklukkan Kerajaan Malaka.
Pada 1512 Portugis menjalin Hubungan dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani
perjanjian dagang. Perjanjian dagang ini kemudian diimplementasikan pada tanggal 21
Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak. Pada hari yang sama dibangun juga
sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Portugal-Sunda. Dengan perjanjian ini
maka Portugis dibolehkan membangun benteng dan gudang di Sunda Kelapa.
Pada 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Franscisco Serrao serta Antonio
Albreu untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di
Maluku. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing di bawah
pimpinan Franscisco Serrao serta Antonio Albreu, mendarat di Kepulauan Penyu
dan Kepulauan Banda. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-
raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis mendapat izin
untuk mendirikan benteng di Pikaoli. Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak
berjalan lama, sebab Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan
penyebaran agama Kristen. Pertemanan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570.
Peperangan dengan Sultan Babullah berlangsung selama 5 tahun (1570-1575), membuat
Portugis harus menyingkir dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon. Kemudian
Perlawanan rakyat Maluku akan Portugis digunakan Belanda untuk menjejakkan kakinya
di Maluku.
Pada 1605, Belanda berhasil membuat Portugis menyerahkan pertahanannya di Tidore
kepada Cornelisz Sebastiansz dan di Ambon kepada Steven van der Hagen. Demikian
pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak itu
Belanda dapat menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di
Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada 1602, kemudian sejak itu Belanda
menjadi penguasa tunggal di Maluku.

Sejatinya Bangsa Indonesia meluncurkan berbagai perlawanan kepada Portugis. Salah satu
perlawan yang terkenal ialah perlawan Fatahillah yang berasal dari Demak di Sunda Kelapa
(Jakarta). kala itu Fatahillah dapat menyapu bangsa Portugis dan merebut kembali Sunda Kelapa.
Kemudian oleh Fatahillah nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta, berikut beberapa
perlawanan rakyat nusantara terhadap Portugis:
Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir
Portugis di Maluku hal itu karena rakyat maluku merasa dirugikan oleh Portugis karena
keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-
rempah. Pada 1570, Sultan Hairun memimpin rakyat Ternate menjalankan perlawanan terhadap
bangsa Portugis, namun berkat kelicikan Portugis Sultan Hairun akhirnya tewas terbunuh di
dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya perlawanan dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun
1574. Portugis kemudian dapat diusir dari maluku dan kemudian bermukim di Pulau Timor.

Baca Juga : 15 Tempat Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kamu Ketahui

Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis


Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang bangsa Portugis di
Malaka pada tahun 1615 dan 1629.

Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis


Pada 1511, dipimpin oleh Albuquerque armada Portugis menyerang Kerajaan Malaka. Saat itu
perlawanan rakyat terhadap kolonial Portugis di Malaka mengalami kegagalan sebab kekuatan
dan persenjataan Portugis lebih kuat dari Rakyat Malaka. Pada 1527, pasukan Demak di bawah
pimpinan Fatahillah berhasil menguasai Sunda Kelapa, Banten dan Cirebon. kala itu Portugis
dapat ditumpas oleh Fatahillah dan kemudian Fatahillah merubah nama Sunda Kelapa jadi
Jayakarta yang memiliki makna kemenangan besar.

Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap Portugis


Perjuangan perlawanan Rakyat Perserikatan Minahasa melawan Portugis telah berlangsung dari
tahun 1512-1560, dengan gabungan perserikatan suku-suku di Minahasa maka mereka dapat
mengusir Portugis.

2. Masa Penjajahan Spanyol


Tibanya portugis di indonesia membuat bangsa eropa lain bergerak mencari
keuntungan. Keberhasilan Portugis mendorong bangsa Eropa yang lain untuk ikut mencari
untung. Seandainya Portugis lebih memusatkan perhatian di Ternate, Spanyol lebih tertarik
bersekutu dengan Tidore. Kemudian persaingan pun terjadi di daerah Maluku.
Ilustrasi masukknya spanyol di indonesia

Sepanyol memilih untuk membangun benteng di tidore. Pembangunan benteng membuat


persaingan semakin memanas. Dan pada tahun 1527 terjadilah pertempuran antara Ternate
dengan bantuan Portugis melawan Tidore yang dibantu oleh Spanyol. Benteng yang dibangun
Spanyol di Tidore dapat dirampas oleh persekutuan Portugis dan Ternate. Dan pada tahun 1534
spanyol dan portugis menyepakati diadakan perjanjian saragosa, diadakannya perjanjian saragosa
karena kedua belah pihak menyadari dampak negatif yang ditibukan sangat besar akibat
persaingan itu. isi perjanjian itu antara lain:

1. Maluku menjadi daerah portugis untuk berkegiatan


2. Spanyol harus meninggalkan portugis dan memusatkan diri di Filipina

Perjanjian ini semakin mengokohkan kedudukan Portugis di Maluku. Dalam melaksanakan


monopoli perdagangan, Portugis juga memiliki ambisi untuk menanamkan kekuasaan di Maluku.
Itulah sebabnya, rakyat dan raja Ternate kemudian menentang penuh kebijakan Portugis tersebut.

3. Masa Penjajahan Belanda


Portugis mengakhirkan penjajahan di indonesia tahun 1602 setelah bangsa Belanda masuk ke
Indonesia. Di bawah kepemimpinan Cornelius de Houtman Belanda berhasil masuk ke Indonesia
melalui Banten. Bangsa belanda berkeinginan untuk mendapatkan dan menguasai pasar rempah-
rempah di indonesia dengan mendirikan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) yang
bertempat di Banten pada tahun 1602. Karena pada waktu itu pasar di Banten sadang mengalami
persaingan perdagangan Inggris dan Tionghoa, oleh karna itulah VOC dipindahkan ke Sulawesi
Selatan. namun Di Sulawesi Selatan VOC mendapat perlawanan Sultan Hasanddin. Beberapa
kali berpindah tempat kemudian VOC akhirnya mendapatkan tempat di Yogyakarta. Di kota
Jendral Sudirman tersebut, Di Yogyakarta, VOC menyepakati perjanjian Giyanti yang isinya
adalah Belanda mengakui mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwono 1. Perjanjian Giyanti
juga membagi kerajaan Mataram menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunan Surakarta.
kemudian pada tanggal 1 Januari 1800 VOC dibubarkan setelah Perancis mengalahkan Belanda.

Logo VOC

Penjajahan Belanda tidak berhenti Semenjak VOC dibubarkan. Belanda kemudian memilih
Daendels sebagai gubernur jenderal hindia belanda. Saat masa Deandels, rakyat Indonesia
dipaksa untuk membuat jalan raya dari Anyer hingga Panarukan. Namun masa pemerintahan
Daendels berlangsung singkat yang kemudian diganti Johannes van den Bosch. Johannes Van
den Bosch menerapkan cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Dalam sistem tanam paksa, tiap
desa wajib menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor seperti tebu, kopi,
nila dll. Hasil tanam paksa ini harus dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah
ditetapkan.

Pada 1905 muncul gerakan nasionalis yang pertama, yaitu Serikat Dagang Islam yang kemudian
diikuti oleh munculnya gerakan Budi Utomo. Belanda merespon gerakan tersebut dengan
memenjarakan banyak dari mereka dengan alasan kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia
yang pertama, Soekarno pernah dipenjarakan.

Baca Juga : Merinding, Kok ada ya Tukang Mie Ayam Seperti ini ?
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada
bulan Juli Belanda mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Britania dan Amerika Serikat. Negosiasi
dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat tempur
jepang gagal di Juni 1941, kemudian pada bulan Desember 1941 Jepang memulai penaklukan
Asia Tenggara.

Penjajahan Belanda terhadap Indonesia berakhir secara keseluruhan saat Pemerintah Jepang
melakukan penyerangan. Tanggal 27 Februari 1942 tentara Jepang berhasil mengalahkan armada
gabungan dari Negara Inggris, Amerika, Australia dan Belanda. Kemudian, di bawah pimpinan
Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, tentara Jepang mulai menginjakkan kaki ke Pulau Jawa. Di
sana Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mengancam akan menyerang Belanda apabila tidak
segera menyerah. Pada akhirnya setelah mengalami kekalahan terus menerus dari Jepang, Tjarda
van Starkenborgh Stachouwer selaku Jenderal Hindia Belanda menyerah dan ditangkap oleh
jepang. Hal ini menjadi tanda berakhirnya sejarah penjajahan Belanda di Indonesia sekaligus
pertanda dimulainya masa penjajahan Jepang di Indonesia.

4. Masa Penjajahan Jepang


Pada akhirnya, setelah 350 tahun Kolonial Belanda menguasai Indonesia, Belanda akhirnya
menyerah tanpa syarat terhadap Jepang melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8maret 1942.
Masaa kependudukan Jepang dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus
1945. Pada masa penjajahan negeri sakura tersebut, mereka membentuk beberapa organisasi
diantaranya PETA (Pembela Tanah Air), Heiho (pasukan indonesia buatan Jepang), dan Jawa
Hokokai (pengganti Putera).
Masa Penjajahan Jepang di Indonesia

Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan ramah oleh bangsa Indonesia.
Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda.

Pada Juli 1942, Soekarno mendapat tawaran dari Jepang untuk mengadakan kampanye publik
dan membentuk pemerintahan yang dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer
Jepang. Soekarno, para Kyai dan Mohammad Hatta memperoleh penghormatan dari Kaisar
Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat lah
beragam, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal
di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, penahanan
sembarang, terlibat perbudakan seks, hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang
Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran kekejaman dalam
penguasaan Jepang.

Baca Juga : Uniknya Bandara Gibraltar, miliki Jalan Raya Ditengah Landasan Pacu

Pada Maret 1945 Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan
Jepang Jawa melantik anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, di Pejambon Jakarta (sekarang
Gedung Kemlu). saat itu Ketua BPUPKI yang ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman
Wedyodiningrat dengan wakilnya Icibangase (Jepang) serta Sekretaris R.P. Soeroso. Jml anggota
BPUPKI kala itu ialah 63 orang yang mewakili hampir semua wilayah di Indonesia.

Sekian penjelasan artikel tentang 4 Masa Penjajahan Negara Asing di Indonesia (Lengkap
Sejarahnya), semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat maupun untuk sekedar
menambah wawasan dan pengetahuan sobat mengenai Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Sebelum Kemerdekaan, Sejarah Penjajahan di Indonesia oleh Portugis, Sejarah Penjajahan di
Indonesia oleh Spanyol, Sejarah Penjajahan di Indonesia oleh Belanda dan Sejarah Penjajahan
di Indonesia oleh Jepang. Terimakasih atas kunjungannya.

SEJARAH MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN

4 Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi Kemerdekaan


Adapun peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang Proklamasi Kemerdekaan adalah:

1. Jepang menyerah kepada Sekutu


a. Dalam Sidang Istimewa Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang)
Pada Sidang Istimewa Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang) ke-85 pada 7 September 1944 di
Tokyo, Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia)
diperkenankan untuk merdeka kelak di kemudian hari. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh
semakin terdesaknya Angkatan Perang Jepang oleh pasukan Amerika, terlebih dengan jatuhnya
Kepulauan Saipan ke tangan Amerika Serikat.

Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

b. Pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai


Pada 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Dokuritsu
Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Panitia Kemerdekaan. Tindakan ini
merupakan langkah konkret pertama bagi pelaksanaan janji Koiso. Dr. Radjiman Wediodiningrat
terpilih sebagai Kaico atau ketua.

c. Pembentukan Dokuritsu Junbi Linkai


Pada 7 Agustus 1945, Panglima Tentara Umum Selatan Jenderal Terauchi meresmikan
pembentukan Dokuritsu Junbi Linkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada saat ini pula, Dokuritsu Junbi Cosakai dinyatakan bubar. dan Bung Karno terpilih sebagai
ketua serta Bung Hatta sebagai wakil ketua.
Awan jamur bom atom di langit Hiroshima (kiri) dan Nagasaki (kanan)

d. Bom Atom di kota Nagasaki dan Hiroshima


Pada tanggal 6 Agustus 1945, tepatnya jam 08.15 pagi kota Hiroshim telah di jatuhi Bom atom
oleh tentara sekutu. Lebih dari 70.000 orang penduduk kota Hiroshima telah menjadi korban
bom atom tersebut. kemudian Pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom yang kedua kembali
dijatuhkan oleh Amerika Serikat di kota Nagasaki. Dan akibat ledakan tersebut lebih dairi 75.000
orang penduduk Jepang di Nagasaki menjadi korban.

e. Berita Jepang akan memberikan Kemerdekaan kepada Indonesia


Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat (Vietnam)
memberikan informasi kepada tokoh pergerakan yang diundang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan
kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan pada
tanggal 24 Agustus 1945, Pelaksanaannya akan dilakukan oleh PPKI.

f. Desakan Sutan Syahrir agar Ir. Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan


Dua hari berselang, saat Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman
Wediodiningrat kembali ke tanah air dari Dalat (Vietnam), Sutan Syahrir mendesak agar Bung
Karno dapat secepatnya memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan
di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, sebab Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi
menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang pro dan kontra terhadap Jepang.

Soekarno belum merasa yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan seandainya dilakukan
proklamasi kemerdekaan saat itu, hal tersebut dapat menyebabkan pertumpahan darah yang luas,
dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno kemudian
memberitahu Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu
merupakan hak PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sementara itu Syahrir
menganggap PPKI ialah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya
merupakan "hadiah" dari Jepang

g. Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS Missouri.


Setelah peristiwa jatuhnya Bom Atom di kota Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 6 dan 9
Agustus 1945 yang mengakibatkan hancurnya militer jepang, Pada 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah secara resmi kepada Sekutu diatas kapal USS Missouri. Saat itu tentara jepang masih
menguasai Indonesia sebab Jepang berjanji akan mengembalikan Indonesia ke tangan Sekutu.

2. Peristiwa Rengasdengklok
Sutan Sjahrir, Chaerul Saleh, Darwis dan Wikana mendengar kabar menyerahnya jepang kepada
sekutu melalui radio BBC. Setelah mendengar berita Jepang bertekuk lutut kepada sekutu,
golongan muda mendesak golongan tua untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Namun tokoh golongan tua seperti Soekarno dan Hatta tidak ingin terburu-buru
mereka tetap menginginkan proklamasi dilaksanakan sesuai mekanisme PPKI. Alasannya
kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih hal tersebut membuat mereka khawatir akan
terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Peristiwa Rengasdengklok

Tetapi, golongan muda, seperti Sukarni dan Tan Malaka menginginkan proklamasi kemerdekaan
dilaksanakan secepat cepatnya. Para pemuda mendesak agar Soekarno dan Hatta
memproklamasikan kemerdekaan secepatnya. Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan
kekosongan kekuasaan (vakum). Negosiasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. namun
Golongan muda tidak menyetujui rapat tersebut, mengingat PPKI merupakan sebuah badan yang
dibentuk oleh Jepang. Dan mereka lebih menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa
indonesia sendiri, bukan pemberian dari Jepang. Perbedaan pendapat antara golongan muda dan
golongan tua inilah yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

a. Golongan Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan muda yang diwakili oleh para anggota
PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan
menganggap bahwa PPKI merupakan bentukan Jepang. Sehingga mereka menolak seandainya
proklamasi dilaksanakan melalui mekanisme PPKI. Sebaliknya, mereka menghendaki
terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, tanpa pengaruh dari Jepang.
Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga : 14 Pertempuran Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia


Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan
Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945. Hadir dalam rapat ini Djohar Nur, Chairul Saleh,
Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana dan Armansyah. Rapat yang diketuai Chairul
Saleh ini menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hak dan masalah rakyat
Indonesia sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain.

Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di
Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera
dikumandangkan pada 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan
pemuda menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap bersikap
keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui PPKI. Oleh sebab itu,
PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro kontra yang mencapai titik puncak inilah yang
telah mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

b. Golongan Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno
dan Hatta. Mereka adalah kelompok konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi
harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan
mereka adalah meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus
diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara Belanda ke
Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekedar masalah waktu pelaksanaan proklamasi itu
sendiri.

c. Golongan Muda Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok


Pada tanggal 15 Agustus sekitar pukul 22.30 malam, utusan golongan muda yang terdiri dari
Wikana, Darwis telah menghadap Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Wikana
pun penyampaikan tuntutan agar Bung Karno segera mengumumkan Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pad esok hari, yakni pada tanggal 16 Agustus 1945. Bung Karno pun menolak tuntutan
itu, dan lebih menginginkan betemu dan bermusyawarah terlebih dahulu dengan anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) lainnya. karena bung karno menginginkan
kemerdekaan Indonesia harus di capai tanap pertumpahan darah.

Mendengar penolakan Bung Karno itu, maka Wikana pun mengancam bahwa pada esok hari
akan terjadi pertumpahan darah yang dahsyat dan pembunuhan secara besar-besaran. Hal
tersebut pun membuat suasana menjadi tegang antara Bung Karno dan Pemuda, yang di saksikan
langsung oleh Bung Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Dr. Buntara, dan Mr. Iwa Kusumasumantri.

Di tengah suasana pro dan kontra, golongan muda memutuskan untuk membawa Soekarno dan
Hatta ke Rengasdengklok . Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan
pemuda pada 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Maksudan dan tujuan para
pemuda membawa kedua pemimpin tersebut adalah agar Bung Karno dan Bung Hatta segera
mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan secepatnya serta menjauhkan Bung
Karno dan Bung Hatta dari pengaruh Jepang.

Sementara itu di Jakarta, terjadi dialog antara golongan tua yang diwakili Ahmad Subardjo dan
golongan muda yang diwakili oleh Wikana, setelah terjadi dialog dan ditemui kata sepakat agar
Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus 1945.
Golongan muda kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subardjo ke
Rengasdengklok dalam rangka menjemput kembali Bung Karno dan Bung Hatta.

Baca Juga : 4 Masa Penjajahan Negara Asing di Indonesia (Lengkap Sejarahnya)

Hal tersebut berjalan mulus lantaran Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan muda
bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya
pukul 12.00. Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok)
mau melepaskan Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka mempersiapkan
kelengkapan untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.

Dan sekitar pukul 23.00 rombongan tiba di rumah kediaman Bung Karno di jalan Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta, untuk menurunkan Ibu Fasmawati (istri Bung Karno), yang kala itu ikut di
bawa ke Rengasdengklok. Dan pada malam itu juga, sekitar pukul 02.00 pagi, Bung Karno
memimpin rapat PPKI di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta.
Rapat itu terutama membahas tentang Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

3. Perumusan Teks Proklamasi


Peristiwa Rengasdengklok telah mengubah jalan pikiran Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka
telah menyetujui bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus segera dikumandangkan. Kemudian
diadakanlah rapat yang membahas Persiapan Proklamasi Kemerdekaan di rumah Laksamana
Maeda, dipilihnya rumah Laksamana Maeda karena tempat tersebut dianggap tempat yang aman
dari ancaman tindakan militer Jepang karena Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung
Angkatan Laut Jepang dan Maeda juga merupakan kawan baik Mr. Ahmad Subardjo.

Di kediaman Maeda itulah rumusan teks proklamasi disusun. Hadir dalam pertemuan itu
Sukarni, Mbah Diro, dan B.M.Diah dari golongan muda yang menyaksikan perumusan teks
proklamasi. Semula golongan muda menyodorkan teks proklamasi yang keras nadanya dan
karena itu rapat tidak menyetujui.
Teks Naskah Proklamasi tulisan Ir Soekarno yang ditempatkan di Monumen Nasional

Kemudian berdasarkan pembicaraan antara Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, diperoleh
rumusan teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno yang berbunyi:

Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai
pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang
sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17-8-05
Wakil2 bangsa Indonesia

Setelah teks proklamasi selesai disusun, muncul permasalahan tentang siapa yang harus
menandatangani teks tersebut. Kemudian Bung Hatta berpendapat agar teks proklamasi itu
ditandatangani oleh semua yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Namun, dari golongan
muda Sukarni mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua
yang hadir, akan tetapi cukup oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia dan
Soekarno yang nantinya membacakan teks proklamasi tersebut.

Usul tersebut didasari bahwa Soekarno dan Hatta merupakan dwitunggal yang pengaruhnya
cukup besar di mata rakyat Indonesia. Usul Sukarni kemudian diterima dan Soekarno meminta
kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi tersebut, disertai dengan perubahan-
perubahan yang sebelumnya telah disepakati bersama. Perumusan teks proklamasi sampai
dengan penandatanganannya sendiri baru ter selesaikan pada 04.00 WIB (pagi hari), pada
tanggal 17 Agustus 1945

Teks Naskah Proklamasi hasil ketikan Mohamad Ibnu Sayuti Melik yang ditempatkan di
Monumen Nasional

Dalam naskah yang diketik oleh Sayuti Melik Terdapat tiga perubahan pada naskah tersebut dari
yang semula berupa tulisan tangan Soekarno, Perubahan-perubahan itu adalah sebagai berikut.

1. Kata "tempoh" diubah menjadi "tempo".


2. Konsep "wakil-wakil bangsa Indonesia" diubah menjadi "atas nama bangsa Indonesia".
3. Tulisan "Djakarta 17-08-'05", diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 Tahoen '05".
4. Setelah selesai diketik, naskah teks proklamasi tersebut ditandatangani oleh Soekarno-
Hatta, dengan bunyi berikut ini.

Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan
dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 Tahoen 05


Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno - Hatta

4. Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan


Pelaksanaan pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus
1945 (hari Jumat) di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (yang sekarang menjadi jalan
Proklamasi). Sejak pagi telah dilakukan persiapan di tempat tersebut (rumah Ir. Soekarno), untuk
menyambut Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Bendera Indonesia dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945

Banyak tokoh pergerakan nasional beserta rakyat berkumpul di tempat itu. Mereka ingin
menyaksikan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sesuai kesepakatan yang
diambil di rumah Laksamana Maeda, para tokoh Indonesia menjelang pukul 10.30 waktu Jawa
(zaman Jepang) atau 10.00 WIB telah hadir di rumah Ir. Soekarno. Mereka hadir untuk menjadi
saksi pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Acara yang disusun dalam upacara di kediaman 1r. Soekarno (jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta) tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.


2. Pengibaran bendera Merah Putih.
3. Sambutan Wali Kota Suwiryo dan dr. Muwardi.

Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung tanpa protokol. Latief Hendraningrat memberi


aba-aba siap kepada seluruh barisan pemuda. Semua yang hadir berdiri tegak dengan sikap
sempurna.

Suasana menjadi sangat hening ketika Bung Karno dan Bung Hatta dipersilakan maju beberapa
langkah dari tempatnya semula. Dengan suaranya yang mantap, Bung Karno dan
didampingi Bung Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia setelah
sebelumnya mengucapkan pidato singkat.

Baca Juga : Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lengkap Sebelum dan Sesudah Merdeka)

Setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan berakhir maka dilanjutkan dengan upacara


pengibaran bendera Merah Putih. Bendera Sang Saka Merah Putih itu dijahit oleh Ibu Fatmawati
Soekarno. saat itu Suhud bertugas mengambil bendera dari atas baki (nampan) yang telah
disediakan dan mengibarkannya dengan bantuan Shodanco Latief Hendraningrat.

Kemudian Sang Merah Putih mulai dinaikkan dan hadirin yang datang bersama-sama
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dinaikkan perlahan-lahan menyesuaikan syair lagu
Indonesia Raya.

Seusai pengibaran bendera Merah Putih acara dilanjutkan sambutan dari Wali Kota Suwiryo dan
dr. Muwardi. Pelaksanaan upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dihadiri oleh tokoh tokoh
Indonesia lainnya, seperti Sukarni, Mr. Latuharhary, Ibu Fatmawati, Ny. S.K. Trimurti, Mr. A.G.
Pringgodigdo, Mr. Sujono dan dr. Samsi,.

Sekian penjelasan artikel mengenai 4 Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia, semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat maupun untuk sekedar menambah
wawasan dan pengetahuan sobat mengenai Sejarah Peristiwa Menjelang Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, Sejarah Peristiwa Rengasdengklok, Sejarah Perumusan Teks
Proklamasi dan Sejarah Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan. Terimakasih atas
kunjungannya.

SEJARAH MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA (14 PERTEMPURAN )


Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan berarti kondisi
bangsa Indonesia dalam keadaan damai dan tanpa gangguan. Justru mulai muncul perlawanan-
perlawanan terhadap pihak lain yang mencoba mengambil alih kekuasaan dan kemerdekaan
bangsa indonesia pada saat itu.

Untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah didapat rakyat indonesia harus menghadapi
pertempuran dengan pihak asing, berbagai peristiwa pertempuran antara rakyat indonesia
melawan pasukan Belanda dan Sekutu pun terjadi di berbagai daerah, antara lain Serangan
Umum 1 Maret 1949, Agresi Militer Belanda I dan II, Pertempuran lima hari di Palembang,
Pertempuran Margarana, Bandung lautan api, Peristiwa Merah Putih di Minahasa (Manado),
Pertempuran di Jakarta, Pertempuran di Ambarawa, Pertempuran Medan Area, Pertempuran di
Surabaya, Pertempuran lima hari di Semarang, Insiden bendera di Surabaya dan Pertempuran
Rakyat Makassar.

Berikut Pemaparan lebih lengkap mengenai 14 pertempuran yang harus dihadapi rakyat
indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia:

Insiden bendera di Surabaya


Pada tanggal 31 Agustus 1945 Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat yang menetapkan
bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih dikibarkan terus di seluruh
wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke seluruh wilayah
indonesia khususnya kota Surabaya.

Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

Insiden ini bermula Pada Tanggal 18 September 1945 ketika Sekutu dan Belanda dari AFNEI
(Allied Forces Netherlands East Indies) bersama-sama dengan rombongan Intercross (Palang
Merah Internasional) mendarat di Surabaya. Rombongan Sekutu tersebut oleh administrasi
Jepang di Surabaya ditempatkan di Hotel Yamato sedangkan rombongan Intercross ditempatkan
di Gedung Setan.
Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel
Yamato

Kemudian Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam
hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-
Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas
Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Para pemuda Surabaya keesokan harinya melihatnya dan
menjadi marah karena mereka menilai Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, dan
melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Dengan gagah berani, arek-arek Surabaya menyerbu Hotel Yamato untuk menurunkan bebdera
Belanda. setelah sampai di bawah, bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) dirobek yang warna
birunya kemudian dikibarkan kembali sebagai bendera Indonesia (Merah-Putih). Peristiwa
tersebut terjadi pada tanggal 19 September 1945, untuk mengenang peristiwa itu, kini di depan
Hotel Yamato di bangun monumen perjuangan. Dalam peristiwa tersebut Mr. W.V.Ch.
Ploegman tewas tercekik oleh Sidik kemudian Sudirman dan Hariyono berhasil masuk lobi hotel
yang kemudian naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.

Pertempuran Rakyat Makassar


Pada bulan Desember 1946, Belanda mengirimkan pasukan ke Makassar di bawah pimpinan
Kapten Raymond Westerling. Pasukan Westerling bertindak kejam. pasukan Belanda Depot
Speciale Troepen pimpinan Westerling. banyak melakukan pembunuhan dan pembantaian
terhadap rakyat Makassar, Peristiwa ini terjadi pada Desember 1946-Februari 1947 selama
operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).
Raymond Westerling

Akibat banyaknya pembantaian yang dilakukan Westerling, terjadi perlawanan rakyat Makassar
kepada Belanda. Perlawanan di pimpin oleh Wolter Monginsidi. Akan tetapi, Wolter Monginsidi
berhasil ditangkap Belanda dan kemudian dijatuhi hukuman mati.

Pertempuran lima hari di Semarang


Hingga bulan Oktober 1945, pasukan Jepang masih tetap berada di Kota Semarang. Mereka juga
masih melancarkan serangan terhadap beberapa kubu TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang
bertujuan untuk membebaskan orang-orang Jepang yang masih dalam penahanan.

Sementara itu, tersiar kabar bahwa Jepang meracuni sumber air minum di wilayah Candi
Semarang. Oleh sebab itu, Dr. Karyadi memeriksa sumber air yang diracuni oleh Jepang
tersebut. Pada saat itu, ia menjabat kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Pusara) di
Semarang. Namun naas, ia kemudian dibunuh tentara Jepang. Terbunuhnya dr. Kariadi ini
menyulut kemarahan pemuda. Akibatnya, terjadi pertempuran di Simpang Lima, Tugu Muda dan
sekitarnya.

Baca Juga : 4 Masa Penjajahan Negara Asing di Indonesia (Lengkap Sejarahnya)

Kurang lebih 2000 pasukan Jepang yang dikomandoi oleh Mayor Kido berhadapan dengan TKR
dan para pemuda. Pertempuran ini berlangsung selama 5 hari, 15 - 19 Oktober 1945. dan
dihentikan setelah adanya gencatan senjata. namun Peristiwa ini memakan banyak korban dari
kedua belah pihak. Dr. Karyadi yang menjadi salah satu korban namanya kemudian diabadikan
menjadi nama salah satu Rumah sakit di kota Semarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut
maka pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.

Pertempuran di Surabaya
Pada Tanggal 25 Oktober 1945, dibawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby Brigade 49 Inggris
mendarat di Surabaya, Kedatangan Mallaby disambut oleh R.M.T.A. Suryo (Gubernur Jawa
Timur). kala itu mereka bertugas untuk melucuti serdadu Jepang serta membebaskan para
interniran

Sebenarnya saat mendarat di Surabaya inggris terlebih dahulu telah membuat kesepakatan
dengan R.M.T.A. Suryo (Gubernur Jawa Timur) sehingga para tentara inggris di ijinkan
memasuki Surabaya, berikut isi kesepakatannya:

Inggris berjanji bahwa tidak terdapat angkatan perang Belanda di antara tentara Inggris.
Disetujui kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin ketenteraman
dan keamanan.
Akan segera dibentuk Biro Kontak (Contact Bureau) agar kerja sama dapat terlaksana
sebaik-baiknya.
dan Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.

Namun ternyata pada pelaksanaannya, Inggris tidak menepati janjinya dan Inggris justru berniat
menguasai Surabaya.

Pada tanggal 27 Oktober 1945 pasukan Inggris membuat kegaduhan di surabaya mereka
menyebarkan pamflet yang berisi perintah, agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan
senjata hasil rampasan dari Jepang. Dengan kejadian tersebut maka pihak Indonesia
menginstruksikan kepada semua rakyat surabaya untuk siap siaga penuh menghadapi segala
kemungkinan yang dapat terjadi. Akhirnya kontak senjata pecah antara pemuda Surabaya dan
tentara Inggris. Semua pemuda di seluruh kota menyerang Inggris dengan segala kemampuan.
Pada Tanggal 28-31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Surabaya. Ketika terdesak,
tentara Sekutu mengusulkan perdamaian.
Tentara India Britania menembaki penembak runduk Indonesia di balik tank Indonesia yang
terguling dalam pertempuran di Surabaya, November 1945.

Tentara Sekutu menghubungi Presiden Soekarno untuk menyelamatkan pasukan Inggris agar
tidak mengalami kekalahan total, Kemudian Presiden Soekarno serta Jenderal Mallaby
melakukan perundingan. Pertemuan itu menghasilkan dua kesepakatan, yaitu keberadaan RI
diakui oleh Inggris dan penghentian kontak senjata.

Namun Gencatan senjata tidak dihormati Sekutu. Dalam sebuah insiden yang belum pernah
terungkap secara jelas, Brigjen Mallaby ditemukan meninggal. Kemudian Letnan Jendral
Christison Panglima Sekutu di Indonesia, meminta kepada pemerintah Indonesia menyerahkan
orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan tersebut diikuti ultimatum
dari Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut adalah: "Sekutu memerintahkan rakyat
Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9 November 1945 pukul
18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota Surabaya akan diserang dari
darat, laut, dan udara".

Ultimatum tersebut ditolak oleh para pemimpin dan rakyat Surabaya, kemudian Pada Tanggal 10
November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun
udara. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak
mau menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dalam pertempuran yang tidak
seimbang, Bung Tomo terus mengangkat semangat rakyat agar terus maju, pantang mundur.
Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang
berlangsung sampai awal Desember itu gugur ribuan pejuang Indonesia. kemudiam Pemerintah
menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Pertempuran Medan Area


Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi serdadu Belanda dan NICA di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di kota Medan. Pada awalnya
kedatangan mereka disambut oleh tokoh dan masyarakat di Sumatera Utara. Akan tetapi,
tindakan tentara Sekutu menyakitkan rakyat. Mereka membebaskan para tahanan Belanda dan
dibentuk Medan Batalyon KNIL.

Pada tanggal 13 Oktober 1945, terjadi peristiwa di hotel yang ada di Jalan Bali. Medan. Seorang
oknum penghuni hotel menginjak-injak lencana merah putih. Akibatnya, hotel itu disderang oleh
para pemuda kita sehingga timbul banyak korban. Peristiwa ini menjadi awal terjadinya
Pertempuran Medan Area. Untuk menghadapi segala kemungkinan, TKR dan brbagai badan
perjuangan telah membentuk kesatuan perjuangan Kesatuan perjuangan itu adalah Barisan
Pemuda Indonesia di bawah pimpinan Achmad Taheer. Ternayata bentrokkan terus meluas dan
terjadi di berbagai daerah. Perkembangan ini oleh Sekutu dipandang sudah sangat
membahayakan .Oleh karena itu, pada tanggal 18 Oktober 1945. Sekutu mengeluarkan
ultimatum agar rakyat menyerahkan semua senjata kepada Sekutu. Sudah tentu rakyat begitu saja
memenuhi tuntutan Sekutu.

Baca Juga : Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lengkap Sebelum dan Sesudah Merdeka)

Pada tanggal 10 Desember 1945 tentara Sekutu melancarkan serangan militer besar-besaran,
yang dilengkapi dengan pesawat tempur canggih. Seluruh daerah Medan dijadikan sasaran
serangan, rakyat pun melukukan perlawanan sekuat tenaga. Sekutu berusaha mendesak para
pejuang kita, bahkan, Sekutu sejak tanggal 1 Desember 1945 memasang batas-batas
penudukannya. Batas itu berupa papan yang diberi tulisan Fixed Boundaries Medan Area ( batas
resmi wilayah Medan ) disudut-sudut kota. Sekutu dan tentara NICA mengusir dan menindas
orang-orang Republik yang masih berada di Kota Medan. Bahkan, di bulan April 1946, Sekutu
dan NICA berhasil mendesak beberapa pimpinan Republik keluar kota . Gubernur, wali kota ,
dan Markas TRI pindah ke Pematangsiantar. Namun para penjuang kita pantang mundur.
Perlawaman dengan berbagai bentuk terus dilakukan.

Pertempuran di Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di
Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu menuju
Magelang, karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda
secara sepihak maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda.

Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Gerakan tentara Sekutu yang mundur
ke ambarawa berhasil ditahan di desa Jambu berkat bantuan dari batalyon Polisi Istimewa di
bawah pimpinan Onie Sastroatmodjo, resimen kedua yang dipimpin M. Sarbini, dan batalyon
dari Yogyakarta.

Pada pertempuran di desa Jambu tanggal 26 November 1945, Letkol Isdiman (Komandan
Resimen Banyumas) tewas sebagai pejuang bangsa. Lalu Kolonel Soedirman (Panglima Divisi di
Purwokerto) langsung naik mengambil alih pimpinan dan pada tanggal 15 Desember 1945
tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya maka
pada tanggal 18 Desember 1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan
berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari
Infantri.

Pertempuran di Jakarta
Menjelang berakhirnya tahun 1945 situasi keamanan ibukota Jakarta (saat itu masih disebut
Batavia) makin memburuk dengan terjadinya saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan
dan kelompok pro-Belanda. Ketua Komisi Nasional Jakarta, Mr. Mohammad Roem mendapat
serangan fisik. Demikian pula, Perdana Menteri Syahrir dan Menteri Penerangan Mr. Amir
Sjarifuddin juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda (NICA)
Keadaan di Jakarta pun menjadi sulit dikendalikan dan kacau. Tentara Belanda semakin
merajalela. Ditambah lagi pendaratan pasukan marinir Belanda di Tanjung Priok pada 30
Desember 1945 menambah keadaan semakin mencekam.

Karena itu pada tanggal 1 Januari 1946 Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada
Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para
petinggi negara. Pada tanggal 3 Januari 1946 diputuskan bahwa Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Hatta beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya meninggalkan Jakarta dan pindah
ke Yogyakarta, kemudian pada pukul 07.00 Preseiden dan Rombongannya tiba di Stasiun
Yogyakarta kemudian ibukota Republik Indonesia pun turut pindah ke Yogyakarta (Lihat: 30
Tahun Indonesia Merdeka. 1945-1949: hlm. 79).

Peristiwa Merah Putih di Manado (Minahasa)


Berita proklamasi sampai juga di Tanah Minahasa atau Manado di Sulawesi Utara. Seperti di
daerah lain, rakyat Minahasa melakukan aksi peluncutan senjata dan pengoperan kekuasaan dari
tangan Jepang. Aksi terjadi pada tanggal 22 Agustus 1945. Gerakan rakyat Minahasa ini
diprakarsai oleh Dewan Minahasa yang dipimpin oleh Palengkahu.

Aksi dilakukan dengan menurunkan bendera-bendera Jepang dan mengibarkan bendera Merah
Putih di kantor-kantor. Hal itu telah membanggakan dan memberi semangat serta kegembiraan
rakyat Minahasa. Akan tetapi, pada awal September 1945, tentara Sekutu yang diwakili tentara
Australia mendarat di Minahasa. Kedatangan mereka diikuti oleh tentara NICA. NICA dengan
segera melancarkan aksinya untuk menegakkan kembali kekuatannya. Sekutu dan NICA
kemudian mengeluarkan perintah larangan pengibaran bendera Merah Putih.

Rakyat tidak menghiraukan larangan tersebut. Dengan semboyan "hidup atau mati", rakyat
Minahasa tetap akan mempertahankan berkibarnya Sang Saka Merah Putih di Tanah Minahasa.
Akhirnya, bentrokkan dan pertempuran antara rakyat Minahasa melawan tentara Sekutu dan
NICA tidak dapat dihindarkan.

Baca Juga : 15 Tempat Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kamu Ketahui

Kemudian Rakyat Sulawesi Utara membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) untuk
melakukan perlawanan terhadap NICA. dan Pada tanggal 14 Februari 1946, para pejuang PPI
menyerbu markas NICA di Teling. Pejuang PPI berhasil membebaskan pimpinan PPI yang
sebelumnya di tahan belanda dan menyandra komandan NICA dengan pasukannya. Kemudian
para pejuang merobek bendera Belanda (merah-putih-biru) dan merubahnya menjadi bendera
Indonesia (merah-putih).

Bendera tersebut kemudian dikibarkan di markas Belanda di Teling. Oleh sebab itu peristiwa itu
dikenal dengan nama peristiwa merah putih di Minahasa (Manado). sejak saat itu Para pejuang
berhasil mengusir NICA dari tanah Sulawesi Utara.
Bandung lautan api
Pada bulan Oktober 1945, tentara Sekutu memasuki Kota Bandung. Ketika itu para pejuang
Bandung sedang melakukan pemindahan kekuasaan dan merebut senjata dan peralatan dari
tentara Jepang. Tanggal 21 November 1945, tentara Sekutu membacakan ultimatum pertama,
agar kota Bandung bagian utara selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945
dikosongkan oleh pihak Indonesia dengan alasan demi keamanan. Namun para pejuang Republik
Indonesia tidak memperdulikan ultimatum tersebut. Akibatnya sering terjadi insiden antara
tentara Sekutu dengan pejuang Indonesia.

Monumen Bandung lautan api


Tanggal 23 Maret 1946 tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum kedua. Mereka menuntut agar
semua masyarakat dan para pejuang TRI (Tentara Republik Indonesia) mengosongkan kota
Bandung bagian selatan. sejak 24 Januari 1946, TKR telah berubah namanya menjadi TRI. Demi
keselamatan rakyat dan pertimbangan politik, pemerintah Republik Indonesia Pusat
memerintahkan TRI dan para pejuang lainnya mundur dan mengosongkan Bandung Selatan.

Tokoh-tokoh pejuang, seperti Aruji Kartawinata, Suryadarma, dan Kolonel Abdul Harris
Nasution yang menjadi Panglima TRI waktu itu segera bermusyawarah. Mereka sepakat untuk
mematuhi perintah dari Pemerintah Pusat. Namun, mereka tidak mau menyerahkan kota
Bandung bagian selatan itu secara utuh kepada musuh. Rakyat diungsikan ke luar kota Bandung.

Sebelum meninggalkan kota Bandung Para pejuang melancarkan serangan umum ke arah markas
besar Sekutu dan berhasil membumi-hanguskan kota Bandung. Dalam waktu tujuh jam kota
Bandung menjadi kota yang berkobar, setiap warga membakar rumah mereka, tidak kurang dari
200.000 rumah warga bandung dibakar dan mengungsikan diri ke bandung bagian selatan, yang
berupa daratan tinggi dan pegunungan. Pembakaran tersebut bertujuan untuk menghentikan dan
mencegah tentara sekutu dan tentara NICA yang ingin memanfaatkan kota Bandung sebagai
markas militer. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 23 Maret 1946 dan terkenal dengan sebutan
Bandung Lautan Api.

Pertempuran Margarana
Seperti daerah lainnya, rakyat Bali juga berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan
kemerdekaan dan merebut kekuasaan dari Jepang. Untuk itu, letkol I Gusti Ngurah Rai sebagai
salah seorang pimpinan di Bali pergi ke Yogyakarta untuk melakukan konsultasi ke Markas
Besar TRI.

Saat Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai sedang berada di Yogyakarta untuk berkonsultasi
dengan markas tertinggi TRI mengenai pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara-cara
menghadapi Belanda, Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946 Belanda mendaratkan kira-kira 2000
tentara di Bali. Karena akibat perundingan Linggarjati, daerah kekuasaan de facto Republik
Indonesia yang diakui hanya terdiri dari Sumatera, Madura dan Jawa. ini berarti Bali tidak diakui
sebagai bagian dari wilayah Indonesia.

Ternyata sejak Maret 1946, Belanda sudah menduduki beberapa tempat di Bali. Kemudian I
Gusti Ngurah Rai kembali ke Bali untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Ngurah Rai
mendapat bantuan dari TRI - Laut dengan pimpinan Kapten Markadi. Dalam perjalanan
menyeberangi Selat Bali telah terjadi pertempuran laut antara pasukan Ngurah Rai dengan patroli
Belanda. Pertempuran juga terjadi di Cekik dekat Gilimanuk, Bali.

Setelah berhasil melaksanakan Operasi Lintas Laut. I Gusti Ngurah Rai di Markas TRI Sunda
Kecil segera memperkuat pasukannya . I Gusti Ngurah Rai segera membentuk Dewan
Perjuangan Rakyat Indonesia Sunda Kecil. Beberapa tokohn ya di samping I Gusti Nguarh Rai
adalah I Gusti Putu Wisnu dan Subroto Aryo Mataram.
Pada saat itu, Indonesia telah menyepakati Perundingan Linggarjati, oleh karena itu Belanda
terus berusaha menduduki daerah Bali. Kebetulan juga dalam naskah kesepakatan Perundingan
Linggarjati disebutkan bahwa Belanda hanya mengakui secara de facto, wilayah RI yang terdiri
atas Jawa, Sumatra dan Madura, Ngurah Rai terus berjuang untuk mengusir Belanda dari tanah
Bali. Pada tanggal 18 November 1946, tentara Ngurah Rai (dikenal Pasukan Cing Wanara) mulai
menyerang Tabanan dan berhasil. Belanda segera mengerahkan kekuatannya dari Bali dan
Lombok.

Melihat dua kekuatan yang tidak seimbang pasukan Ngurah Rai kemudian melakukan Perang
Puputan (Pertempuran habis-habisan). Pertempuran dimulai pada tanggal 20 November 1946 di
Margarana sebelah utara Tabanan. Dalam pertempuran tersebut Ngurah Rai gugur sebagai
pejuang bangsa pada tanggal 29 November 1946,

Pertempuran lima hari di Palembang


Pasukan Sekutu mendarat di Palembang pada tanggal 12 Oktober 1945. Pasukan ini dipimpin
oleh Letnan Kolonel Carmichael. Bersama pasukan Sekutu ikut pula aparat NICA. Mereka
diizinkan oleh pemerintah untuk mendiami daerah Talang Semut. Akan tetapi, mereka tidak
mengindahkan peraturan itu dan akhirnya Insiden dengan pemuda meletus ketika mereka
menggeledah rumah-rumah penduduk untuk mencari senjata.

Baca Juga : Merinding, Kok ada ya Tukang Mie Ayam Seperti ini ?

Tindakan Sekutu yang sangat menyinggung perasaan rakyat dengan melakukan penggeledehan
rumah penduduk yang bertujuan untuk mencari senjata hasil rampasan dari pihak Jepang. Justru
mengakibatkan terjadi insiden bersenjata pada 1 Januari 1946. Saat itu tentara Sekutu dengan
menggunakan pesawat dan kapal laut membombardir kota Palembang. namun Para pejuang terus
mengadakan perlawanan dan hasil dari pertempuran ini Seperlima bagian kota Palembang
hancur. kemudian Pada tanggal 6 Januari 1947 dicapai persetujuan gencatan senjata antara
Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia di Palembang.

Agresi Militer Belanda I


Perselisihan pandangan akibat beda penafsiran ketentuan-ketentuan dalam persetujuan
Linggarjati makin memanas. Belanda berusaha untuk menyelesaikan "masalah Indonesia"
dengan cepat. Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan nota kepada pemerintah
Republik Indonesia. Nota itu berupa ultimatum yang harus dijawab dalam waktu 14 hari. Isi nota
itu antara lain sebagai berikut:

Membentuk pemerintahan ad interim bersama.


Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang
diduduki Belanda.
Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama.
Menyelenggarakan pemilikan bersama atas impor dan ekspor.
Menyelenggarakan ketertiban dan keamanan bersama, termasuk di daerah Republik
Indonesia yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama).

Perdana Menteri Syahrir menolak gendarmerie bersama. Kemudian, Sebagai pemimpin kabinet
berikutnya Amir Syarifuddin kembali memberikan jawaban yang pada dasarnya sama dengan
Syahrir.

Pada tanggal 15 Juli 1947, Belanda kembali mengirim nota. Belanda tetap menuntut gendarmerie
bersama dan Dalam waktu 32 jam Republik Indonesia harus memberi jawaban atas nota tersebut.
kemudian Pada tanggal 17 Juli 1947, Pemerintah Republik Indonesia memberi jawaban yang
disampaikan Amir Syarifuddin lewat RRI Yogyakarta. Jawaban itu ditolak Belanda. dan Pada
tanggal 20 Juli 1947, van Mook mengumumkan bahwa pihak Belanda tidak mau berunding lagi
dengan Indonesia.

Kemudian Tanggal 21 Juli 1947, Belanda menyerang wilayah Republik Indonesia. Tindakan ini
melanggar Perjanjian Linggajati. Belanda berhasil merebut sebagian Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Jawa Barat. Akibatnya wilayah kekuasaan Republik Indonesia semakin kecil. Serangan
militer Belanda ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.

Peristiwa tersebut menimbulkan protes dari negara-negara tetangga dan dunia internasional.
Wakil-wakil dari India dan Australia mengusulkan kepada PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa)
agar mengadakan sidang untuk membicarakan masalah penyerangan Belanda ke wilayah
Republik Indonesia.

Agresi Militer Belanda II


Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan atas wilayah Republik Indonesia.
Ibu kota Republik Indonesia waktu itu, Yogyakarta, diserang Belanda. Belanda dengan seluruh
kekuatan melakukan Agresi Militer II dengan menyerbu Yogyakarta. dan Lapangan terbang
Maguwo dapat dikuasai Belanda dengan cepat.

Dalam waktu cepat pula Yogyakarta dapat dikuasai Belanda. Para pimpinan RI ditangkap
Belanda. Para pemimpin RI yang ditangkap Belanda antara lain Presiden Sukarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta, Suryadarma dan Sutan Syahrir. Namun sebelum tertangkap Sukarno
sudah mengirim mandat lewat radio kepada Menteri Kemakmuran, Mr. Syaffiruddin
Prawiranegara yang berada di Sumatera. Tujuannya adalah untuk membentuk Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ibu kota di Bukit Tinggi.

Serbuan Belanda atau Agresi Militer II memperoleh reaksi masyarakat internasional. Pada
tanggal 7 Februari 1949, suara simpati kepada Indonesia atas terjadinya serbuan Belanda datang
dari Amerika Serikat. Rasa simpati Amerika Serikat terhadap Indonesia diwujudkan dengan
pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

1. Mendesak Belanda untuk membuka kembali perundingan yang jujur dengan Indonesia
atas dasar persetujuan Renville.
2. Amerika Serikat menghentikan semua bantuan kepada Belanda sampai negeri ini
menghentikan permusuhannya dengan Indonesia.
3. Mendesak pihak Belanda supaya menarik pasukannya ke belakang garis status quo
Renville. Membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditawan sejak 18
Desember 1948.

Rasa simpati dunia internasional tidak hanya datang dari Amerika Serikat, tetapi juga dari Rusia
dan Cina. bahkan pada bulan Desember 1949 Negara-negara di Asia seperti India, Afganistan,
Myanmar dan lain-lain yang segera mengadakan Konferensi di New Delhi. Mereka mendesak
agar Pemerintah RI segera dikembalikan ke Yogyakarta, dan pasukan Belanda segera ditarik
mundur dari Indonesia. Karena tekanan politik dan militer itulah akhirnya Belanda mau
menerima perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan agresinya.

Serangan Umum 1 Maret 1949


Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta merupakan satu episode penting dalam sejarah
revolusi Indonesia. Berawal dari Agresi Militer Belanda II, Belanda berhasil menduduki Kota
Yogyakarta, yang saat itu merupakan Ibukota Republik Indonesia. Setelah kota Yogyakarta
dikuasai, Belanda kemudian berusaha menguasai kota-kota sekitar Kota Yogyakarta yaitu
Gunung Kidul, Sleman, Kulon Progo, dan Bantul.

Monumen Serangan Umum 1 Maret

Situasi ibukota negara saat itu sangat tidak kondusif. Keadaan tersebut diperparah propaganda
Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada. Sri Sultan Hamengku Buwono
IX, yang saat itu telah melepas jabatannya sebagai Raja Keraton Yogyakarta mengirimkan surat
kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin diadakannya serangan. Jenderal
Sudirman menyetujuinya dan meminta Sri Sultan HB X untuk berkoordinasi dengan Letkol
Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehkreise III.

Baca Juga : 12 Cara Tercepat dan Ampuh Memutihkan Gigi Kuning Secara Alami

Sri Sultan HB IX mengadakan pertemuan empat mata dengan Letkol Soeharto di Ndalem
Prabuningratan. Pertemuan ini menghasilkan keputusan untuk melancarkan Serangan Umum
pada tanggal 1 Maret 1949 serta menyusun strategi serangan umum. Selain itu, beberapa
kesatuan diperintahkan untuk menyusup ke dalam kota Yogyakarta, di antaranya adalah kesatuan
khusus di bawah pimpinan Kapten Widodo.

Untuk mempermudah koordinasi penyerangan, wilayah penyerangan dibagi atas 5 sektor, yaitu:

Sektor barat, di bawah pimpinan Letkol Soeharto (sampai perbatasan Malioboro).


Sektor timur, dipimpin oleh Letkol Vence Sumual,
Sektor utara, dipimpin oleh Mayor Kusno,
Sektor selatan, dipimpin oleh Mayor Sarjono,
Sektor kota, dipimpin oleh Letnan Marsudi dan Letnan Amir Murtono,

Yang dijadikan patokan sebagai tanda mulainya serangan adalah bunyi sirene pukul 06.00 pagi
yang biasa dibunyikan di kota Yogyakarta waktu itu. Pada tanggal 1 Maret 1949, beberapa jam
sebelum serangan umum berlangsung, sudah banyak gerilyawan yang mulai memasuki kota
Yogyakarta. dan Tepat pada pukul 06.00 pagi, sirene penanda berakhirnya jam malam berbunyi
dimana hal tersebut juga merupakan pertanda dimulainya serangan umum.

Kurang lebih 2.500 orang pasukan gerilya TNI di bawah pimpinan Letkol Soeharto melancarkan
serangan besar-besaran di jantung Kota Yogyakarta. Pasukan TNI mengepung Kota Yogyakarta
dari berbagai arah. dari arah utara pasukan gerilya yang dipimpin oleh Mayor Kusno, kemudian
Mayor Sardjono memimpin pasukannya melancarkan serangan dari arah selatan dan Di arah
barat, pasukan gerilya menggempur kota Yogyakarta dibawah pimpinan Letkol Soeharto..

Banyak pertempuran hebat terjadi di ruas-ruas jalan kota Yogyakarta. Serangan Umum 1 Maret
1949 terbukti ampuh untuk kembali merebut Yogyakarta dan mengalahkan Belanda. Belanda
merasa kaget dan sedikit persiapan dalam menangani serangan tersebut sehingga perlawanan
yang dilakukan tidak mampu mengimbangan serangan TNI. Dalam waktu singkat, Belanda
berhasil didepak mundur. Pos-pos militer ditinggalkan dan Beberapa buah kendaraan lapis baja
dapat direbut oleh pasukan TNI.

Pasukan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam, sesuai dengan rencana semula,
sekitar pukul 12.00. TNI mulai mundur keluar kota untuk mengosongkan kota dan kembali
menuju pangkalan gerilya seperti yang telah direncanakan sebelumnya sebelum pasukan bantuan
Belanda tiba di yogyakarta.

Berita kemenangan ini segera disebarkan secara estafet lewat radio dimulai dari Playen,
Gunungkidul, kemudian diteruskan ke pemancar di Bukit Tinggi, lalu diteruskan oleh pemancar
militer di Myanmar kemudian ke New Delhi (India) lalu sampai pada PBB yang sedang
bersidang di Washington D.C, Amerika Serikat.

Serangan Umum 1 Maret dapat meningkatkan posisi tawar Republik Indonesia serta
mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa Republik Indonesia sudah lemah,
Kemenangan ini juga berhasil meningkatkan moril dan semangat juang pasukan gerilya TNI di
wilayah lainnya. Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta
yang menjadi salah satu keberhasilan penting pejuang Republik Indonesia yang paling gemilang
karena membuktikan kepada Belanda bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan sabotase atau
penyergapan secara diam diam, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah
kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie, pasukan infantri serta komando yang
tangguh. Serangan umum Solo inilah yang mengusir Hindia Belanda untuk selamanya..

Sekian penjelasan artikel mengenai 14 Pertempuran Dalam Mempertahankan Kemerdekaan


Indonesia, semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat maupun untuk sekedar menambah
wawasan dan pengetahuan sobat mengenai Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, Agresi
Militer Belanda I dan II, Pertempuran lima hari di Palembang, Bandung lautan api, Peristiwa
Merah Putih di Minahasa (Manado), Pertempuran di Surabaya, Pertempuran di Jakarta,
Pertempuran di Ambarawa, Pertempuran Medan Area, Pertempuran lima hari di Semarang,
Pertempuran Margarana, Insiden bendera di Surabaya dan Pertempuran Rakyat Makassar.
Terimakasih atas kunjungannya.

SEJARAH PERGERAKAN KEBANGKITAN NASIONAL


Organisasi Pergerakan Kebangkitan Nasional - Tahun 1908 merupakan titik awal bangkitnya
kesadaran nasional. Dimulai pada tahun tersebut mulai bermunculan organisasi pergerakan
nasional yang pertama (Budo Utomo - 20 Mei 1908), yang kemudian disusul oleh organisasi-
organisasi lainnya (Sarekat Islam berdiri tahun 1905, namun saat itu masih berbentuk sarekat
dagang yang awalnya hanya mengayomi pedagang pedagang Islam). Dengan demikian
perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan itu telah memasuki tahap baru, yang
lain sifatnya dengan perjuangan masa sebelum tahun 1908.

Perjuangan bangsa indonesia untuk mencapai kemerdekaannya memiliki ciri dan sifat-sifat
perjuangan yang berbeda setelah tahun 1908, berikut sifat-sifat perjuangan bangsa indonesia
untuk mencapai kemerdekaannya setelah tahun 1908:

1. Menggunakan organisasi yang teratur dan lebih terstruktur.


2. Bersifat nasional, artinya sudah terjadi kerja sama antar daerah di seluruh Indonesia.
3. Tidak tergantung pada satu orang (pimpinan). Artinya, jika pimpinan / sesorang
ditangkap, perannya dapat digantikan oleh yang lain.

Pergerakan nasional di Indonesia sendiri lahir karena adanya beberapa faktor, yaitu faktor-faktor
dari dalam dan luar negeri.
Berkut beberapa faktor lahirnya pergerakan nasional di indonesia dari dalam negeri:

1. Timbulnya kaum terpelajar. Mereka inilah yang memolopori pergerakan nasional.


2. Penderitaan rakyat yang sudah cukup lama, sehingga menimbulkan dorongan yang kuat
untuk berjuang membebaskan diri dari segala penjajahan yang menyebabkan penderitaan.
3. Pengalaman perjuangan masa lampau. Perjuangan fisik dan bersifat kedaerahan ternyata
tidak banyak berhasil, sehingga mendorong untuk mengubah cara perjuangan menjadi
lebih diplomatik dan lebih terkoordinasi.

Berkut beberapa faktor lahirnya pergerakan nasional di indonesia dari luar negeri:

1. Adanya pengaruh dari gerakan nasional di negara-negara lain. Misalnya gerakan nasional
di Filipina dan India.
2. Kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1904-1905. Hal ini telah
membangkitkan semangat banyak bangsa Asia bahwa mereka dapat mengusir bangsa
eropa (penjajah) jika mereka bersungguh sungguh, termasuk Indonesia untuk mengusir
Belanda (kaum penjajah).

Untuk lebih mempersingkat waktu Berikutnya akan diulas organisasi-organisasi yang berdiri
pada masa Pergerakan Nasional. Beberapa organisasi yang berdiri pada masa tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Sarekat Islam (16 Oktober 1905)


Syarikat Islam / Sarekat Islam (disingkat SI) dahulu bernama Sarekat Dagang Islam (disingkat
SDI) didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905, Sarekat Dagang Islam
merupakan organisasi pertama yang lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi Sarekat Islam
yang dibentuk oleh Haji Samanhudi ini merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang
menentang masuknya pedagang asing yang ingin menguasai ekonomi rakyat.
Logo Sarekat Islam

Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi
Sarekat Islam (SI), dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada
pedagang saja. Tujuan SI ialah membangun persahabatan, persaudaraan dan tolong-menolong di
antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat.

Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912, ditetapkan tujuan Sarekat Islam
sebagai berikut:

1. memajukan perdagangan
2. membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha (permodalan)
3. memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli
4. memajukan kehidupan agama Islam

Karena perkembangannya yang pesat pada waktu SI pusat mengajukan diri sebagai Badan
Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI
lokal. Meskipun dalam anggaran dasarnya tidak tampak adanya unsur politik, namun dalam
kegiatannya Syarikat Islam menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang
ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah hindia Belanda.

Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya Syarikat Islam (SI) pusat diberi pengakuan sebagai
Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya
partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun
1917, yaitu HOS Tjokroaminoto, sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung dalam Central
Sarekat Islam menjadi anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan
bukan mewakili Central Sarekat Islam sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi
tokoh terdepan dalam Central Sarekat Islam.

Namun Tjokroaminoto tidak lama berada di lembaga yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda
tersebut dan Tjokroaminoto keluar dari Volksraad (semacam Dewan Rakyat), karena volksraad
di anggap sebagai "Boneka Belanda" yang hanya mementingkan urusan penjajahan di Hindia
Belanda dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi. Sebelumnya Tjokroaminoto ketika itu
sudah menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia) diberi hak untuk mengatur urusan dirinya
sendiri, namun hal ini ditolak oleh pihak Belanda.

Sarekat Islam yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham
sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan
organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya
ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, namun karena paham yang mereka anut tidak
berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda,
sehingga usahanya tidak berhasil. Kemudian mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal
sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan
tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara
yang berbeda.

Baca Juga : Sejarah Lengkap Sarekat Islam (SI)

Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Tan
Malaka, Darsono, Alimin Prawirodirdjo dan Semaoen. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi
"SI Putih" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen.

2. Budi Utomo (20 Mei 1908)


Organisasi Budi Utomo (juga disebut Boedi Oetomo) merupakan sebuah organisasi pemuda
yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan
Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. yang Digagaskan oleh Dr. Wahidin
Sudirohusodo dimana sebelumnya ia telah berkeliling Pulau Jawa untuk menawarkan idenya
membentuk Studiefounds..

Sejatinya organisasi ini Dipelopori oleh pemuda-pemuda dari STOVIA, Sekolah Peternakan dan
Pertanian Bogor, Sekolah Guru Bandung, Sekolah Pamong Praja Magelang dan Probolinggo
serta Sekolah Sore untuk Orang Dewasa di Surabaya. Para pelajar terdiri dari Muhammad Saleh,
Soeradji, Soewarno A., Suwarno B., R. Gumbreg, R. Angka, Goenawan Mangoenkoesoemo dan
Soetomo. Nama Budi Utomo sendiri diusulkan oleh Soeradji dan semboyan yang
dikumandangkan adalah Indie Vooruit (Hindia Maju) dan bukan Java Vooruit (Jawa Maju).
Dr. Sutomo

Gagasan Studiesfounds yang ditawarkan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo sejatinya bertujuan
untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi dan memiliki
perekonomian yang lemah sehingga tidak dapat melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak
terwujud, akan tetapi gagasan itu melahirkan Budi Utomo. Tujuan Budi Utomo sendiri ialah
memajukan pengajaran dan kebudayaan.

Untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, Budi Utomo menerapkan usaha-usaha sebagai
berikut:

1. memajukan pengajaran
2. memajukan perdagangan, peternakan dan pertanian
3. menghidupkan kembali kebudayaan.
4. memajukan teknik dan industri

Seandainya dilihat dari tujuannya, Budi Utomo bukan merupakan organisasi politik akan tetapi
merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA yang menjadi bagian intinya. Sampai
menjelang kongresnya yang pertama di Yogyakarta organisasi ini telah memiliki 7 cabang, yakni
di Bogor, Batavia, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Ponorogo dan Surabaya. dalam mengejar
kepentingannya Budi Utomo pada dasarnya menerapkan strategi dengan bersifat kooperatif
terhadap pemerintah belanda.

Untuk mengkonsolidasi diri (dengan dihadiri 7 cabangnya), Budi Utomo menggelar kongres
yang pertama di Yogyakarta yaitu pada 3-5 Oktober 1908. Kongres menghasilkan kesepakatan
sebagai berikut.

1. Kegiatan Budi Utomo terutama difokuskan pada bidang pendidikan dan kebudayaan.
2. Budi Utomo tidak ikut dalam mengadakan kegiatan politik.
3. Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat organisasi.
4. R.T. Tirtokusumo (Bupati Karanganyar) dipilih sebagai ketua Budi Utomo.
5. Ruang gerak Budi Utomo terbatas pada Pulau Jawa dan Madura .

Sampai dengan akhir tahun 1909, Budi Utomo telah memiliki 40 cabang dengan jumlah anggota
sekitar 10.000 orang. Akan tetapi, dengan adanya kongres tersebut mulailah terjadi pergeseran
pimpinan dari generasi muda ke generasi tua. Sehingga tidak sedikit anggota muda yang
menyingkir dari barisan depan, dan menyisakan golongan priayi dan pegawai negeri sebagai
anggota mayoritas di Budi Utomo. Dengan demikian, sifat protonasionalisme dari para
pemimpin yang tampak pada awal berdirinya Budi Utomo terdepak ke belakang.

Baca Juga : Sejarah Lengkap Organisasi Budi Utomo

Mulai tahun 1912, saat Notodirjo menjadi ketua Budi Utomo menggantikan R.T. Notokusumo,
Budi Utomo ingin mengejar ketinggalannya. Akan tetapi, hasilnya tidak begitu signifikan karena
pada saat itu telah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Indiche Partij (IP) dan
Sarekat Islam (SI). Akan tetapi Budi Utomo tetap memiliki andil dan jasa yang besar dalam
sejarah pergerakan nasional, yaitu telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan
Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal 20 Mei (Tanggal Berdirinya Budi Utomo) ditetapkan
sebagai hari Kebangkitan Nasional.

3. Muhammadiyah (18 November 1912)


Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan
K. H. Ahmad Dahlan, Tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah memajukan pengajaran
Islam, mengembangkan pengetahuan Islam dan cara hidup menurut peraturan Islam, membantu
dan meningkatkan kehidupan sosial masyarakat Islam.

Logo Muhammadiyah

Untuk mencapai tujuan partai, Muhammadiyah menempuh usaha-usaha, antara lain:

1. mendirikan, memelihara, dan membantu pendirian sekolah berdasarkan agama Islam


untuk memberantas buta huruf
2. mendirikan dan memelihara masjid, langgar, rumah sakit, dan rumah yatim piatu
3. membentuk badan perjalanan haji ke tanah suci.
Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan
Hadis. Itulah sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern
dan memperteguh keyakinan tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan wanita yang
dinamakan Aisyiah,

Sejak berdiri di Yogyakarta (1912) Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat.
Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa.
Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa,
Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.

K. H. Ahmad Dahlan sendiri memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 - 1922 dimana saat itu
masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin
Muhammadiyah digantikan oleh KH Ibrahim yang kemudian memimpin Muhammadiyah hingga
tahun 1934. Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun
1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar 3 tahunan dan seperti saat ini Menjadi
Muktamar 5 tahunan.

4. Indische Partij (25 Desember 1912)


Indische Partij (IP) berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai,
yakni Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Douwes
Dekker (Setyabudi Danudirjo).
Salah Satu Pendiri Indische Partij - Douwes Dekker

Indische Partij memiliki cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik
golongan Indonesia asli maupun golongan (keturunan) Arab, Cina dan sebagainya. Mereka akan
dipadukan dalam kesatuan bangsa indonesia dengan semangat nasionalisme Indonesia. Cita-cita
Indische Partij banyak disebar luaskan melalui media surat kabar De Expres. Selain itu juga
disusun program kerja sebagai berikut:

1. meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia).


2. memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu
dengan agama yang lainnya
3. memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan,
maupun kemasyarakatan.
4. dalam hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia
dan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
5. berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
6. memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan pemerintahan.

Dengan tujuan dan cara-cara mencapai tujuan seperti itu maka dapat diketahui bahwa Indische
Partij berdiri di atas nasionalisme untuk mencapai Indonesia merdeka. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa Indische Partij adalah partai politik pertama di Indonesia dengan haluan
kooperasi. Sehingga dalam waktu yang relatif cepat Indische Partij memiliki 30 cabang dengan
anggota mencapai 7.000 orang yang kebanyakan orang Indonesia.

Oleh karena sifatnya yang progresif dengan menyatakan diri sebagai partai politik yang memiliki
tujuan Indonesia merdeka sehingga pemerintah hindia belanda tidak mau memberikan status
badan hukum dengan alasan Indische Partij bersifat politik dan akan mengancam ketertiban
umum. Meskipun demikian, para pemimpin Indische Partij masih terus menjalankan propaganda
untuk menyebarkan pemikiran-pemikirannya.

Baca Juga : Munculnya Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Salah satu hal yang membuat pemerintah Hindia Belanda geram adalah tulisan Ki Hajar
Dewantara yang berjudul Als ik een Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang
isinya berupa sindiran terhadap ketidak adilan di daerah jajahan belanda. Karena kegiatan
Indische Partij sangat mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga
pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka bertiga memilih Negeri
Belanda sebagai tempat pengasingannya.

Setelah diasingkannya ketiga pemimpin Indische Partij maka eksistensi Indische Partij makin
berkurang. Kemudian Indische Partij merubah namanya menjadi Partai Insulinde dan pada tahun
1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP). Pada perjalanannya National Indische
Partij tidak pernah mempunyai pengaruh yang singnifikan di masyarakat sehingga pada akhirnya
hanya menjadi perkumpulan orang-orang terpelajar.

5. Partai Komunis Indonesia (9 Mei 1914)


Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama
H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang,
Sneevliet bersama-sama dengan P. Bersgma, H.W. Dekker dan J.A. Brandsteder berhasil
mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak mampu
berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam
tubuh Sarekat Islam (SI) dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan
sebaliknya anggota-anggota SI dijadikan anggota ISDV.
Partai Komunis Indonesia

Dengan cara itu Sneevliet dan ISDV mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan Sarekat Islam,
lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono.
Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya
SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna
Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam Sarekat Islam.

Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV berubah nama menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya
pada bulan Desember 1924 menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Susunan pengurus PKI,
antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Dekker (bendahara) dan Bersgma
(sekretaris).
PKI semakin aktif dalam kancah politik dan untuk menarik massa PKI menghalalkan secara
cara dalam propagandanya. Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan
kepercayaan rakyat seperti Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil.

Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri sehingga merencanakan suatu
petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di
Batavia dan disusul di daerah-daerah lain, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di
Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang
singkat semua pemberontakan PKI tersebut dapat ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat ditangkap,
dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).

6. Gerakan Pemuda / Tri Koro Dharmo / Jong Java (7


Maret 1915)
Gerakan pemuda Indonesia, sejatinya sudah dimulai sejak berdirinya Budi Utomo, akan tetapi
sejak kongresnya yang pertama, peran pemuda di Budi Utomo telah banyak diambil oleh
golongan tua (kaum priayi dan pegawai negeri) sehingga para pemuda kecewa dan keluar dari
organisasi tersebut.

Baru beberapa tahun kemudian, berdirilah Tri Koro Dharmo, Tri Koro Dharmo (Jong Java)
merupakan sebuah organisasi kepemudaan yang didirikan oleh Satiman Wirjosandjojo di
Gedung STOVIA tanggal 7 Maret 1915 dengan nama awal Tri Koro Dharmo(Memiliki makna :
Tiga Tujuan Mulia). Perkumpulan pemuda ini didirikan atas dasar banyaknya pemuda yang
menganggap bahwa Budi Utomo merupakan organisasi elite.
Foto para pendiri Jong Java di arsip Museum Sumpah Pemuda

Trikoro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan organisasi pemuda yang
pertama yang anggotanya terdiri dari para siswa sekolah menengah yang berasal dari Jawa dan
Madura. Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan Trikoro
Dharmo ialah sebagai berikut:

1. menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya


2. mempererat tali persaudaraan antar siswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan
perguruan kejuruan
3. membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.

Tujuan tersebut sebenarnya baru merupakan tujuan perantara. Adapun tujuan yang sebenarnya
ialah seperti apa yang tertulis dalam majalah Trikoro Dharmo yakni mencapai Jawa raya dengan
jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Madura, Sunda, Lombok dan
Bali. Oleh karena sifatnya yang masih Jawa sentris maka para pemuda di luar Jawa (tidak
berbudaya Jawa) kurang senang.

Baca Juga : 10 Latar Belakang Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia (Lengkap)

Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 nama
Trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). yang dimaksudkan untuk bisa
merangkul para pemuda dari Madura, Bali dan Sunda. Bahkan tiga tahun kemudian atau pada
tahun 1921 terbersit ide untuk menggabungkan Jong Java dengan Jong Sumatranen Bond, akan
tetapi upaya ini belum bisa terlaksana.

Sejalan dengan berdirinya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah lain juga membentuk organisasi
serupa, seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Selebes,
dan lain-lain. Pada hakikatnya semua organisasi itu masih bersifat kedaerahan (lokal), namun
semuanya mempunyai tujuan ke arah kemajuan Indonesia, khususnya memajukan daerah nya
sendiri-sendiri.

Pada tahun 1925 wawasan organisasi ini makin meluas, menyerap gagasan persatuan Indonesia
dan pencapaian Indonesia merdeka. Sehingga Pada tahun 1928 Jong Java siap bergabung dengan
organisasi kepemudaan lainnya dan ketuanya R. Koentjoro Poerbopranoto, menegaskan kepada
anggota bahwa pembubaran Jong Java semata-mata untuk kepentingan tanah air. Oleh karena
nya sejak 27 Desember 1929, Jong Java pun bergabung dengan Indonesia Moeda

7. Taman Siswa (3 Juli 1922)


Sekembalinya dari pengasingannya di Negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat (lebih
dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) menfokuskan perjuangannya dalam bidang
pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara sukses mendirikan perguruan Taman
Siswa di Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara memulai gerakan
baru bukan lagi dalam bidang politik akan tetapi di bidang pendidikan, yakni dengan mendidik
angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.
Panji taman siswa

Taman Siswa merupakan nama sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara (Suwardi
Suryaningrat) pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta (Taman berarti tempat bermain atau
tempat belajar, dan Siswa berarti murid). Pada saat pertama kali didirikan, sekolah Taman Siswa
ini diberi nama "National Onderwijs Institut Taman Siswa", yang merupakan realisasi gagasan
dia bersama-sama dengan teman di paguyuban Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa ini sekarang
berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, dan
memiliki 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Prinsip dasar dalam sekolah Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi seorang guru dikenal
sebagai Patrap Triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara setelah ia
mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Rabindranath Tagore
(India/Benggala) dan Maria Montessori (Italia). Patrap Triloka memiliki unsur-unsur (dalam
bahasa Jawa)

ing ngarsa sung tulada ( , "(yang) di depan memberi teladan"),


ing madya mangun karsa ( , "(yang) di tengah membangun
inisiatif/kemauan"),
tut wuri handayani ( , "dari belakang mendukung").

Berkat jasa dan perjuangannya yakni mencerdaskan Indonesia melalui sekolah Taman Siswa
maka setiap tanggal 2 Mei (hari kelahiran Suwardi Suryaningrat / Ki Hajar Dewantara) maka
ditetapkan sebagai hari Pendidikan Nasional. Selain itu, "Tut Wuri Handayani" juga ditetapkan
sebagai semboyan yang terukir dalam lambang Departemen Pendidikan Nasional.

8. Partai Nasional Indonesia (4 Juli 1927)


Algemeene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah
mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik dengan nama Perserikatan
Nasional Indonesia yang kemudian pada tahun 1928 Berganti nama dari Perserikatan Nasional
Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia. PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927
oleh 8 pemimpin, yakni Ir. Soekarno (sebagai ketuanya), Ir. Anwari, Mr. Budiarto, dr. Cipto
Mangunkusumo, Mr. Sartono, Dr. Samsi, Mr. Sunaryo dan Mr. Iskak. Mayoritas dari mereka
merupakan mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru pulang ke
indonesia. Setelah berdirinya Partai Nasional Indonesia para pelajar yang tergabung dalam
Algemeene Studie Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno turut pula bergabung dengan partai ini.
Foto para pendiri PNI yang merupakan arsip dari gedung Museum Sumpah Pemuda.

Radikal PNI telah terlihatan sejak awal berdirinya. Hal ini tercermin melalui anggaran dasarnya
bahwa tujuan PNI adalah Indonesia merdeka dengan strategi perjuangannya nonkooperasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI sudah merumuskan program kerja sebagaimana dijelaskan
dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada tahun 1928, yaitu seperti berikut:

1. Usaha politik, dengan memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas
persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat
kerja sama dengan negara negara di Asia, dan memberantas segala rintangan bagi
kemerdekaan diri dan kehidupan politik.
2. Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derajat
kaum wanita, memajukan transmigrasi, memerangi pengangguran, memajukan kesehatan
rakyat, antara lain dengan mendirikan poliklinik.
3. Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta mendirikan
bank-bank dan koperasi.

Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI menbuat propaganda-propaganda, baik lewat surat


kabar, seperti Persatuan Indonesia di Batavia dan Banteng Priangan di Bandung, maupun lewat
para pemimpin khususnya Bung Karno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI telah berkembang
pesat sehingga menimbulkan kekhawatiran di sisi pemerintah Belanda. Pemerintah selanjutnya
memberikan peringatan kepada pemimpin PNI agar menahan diri dalam propaganda, ucapan,
serta tindakannya.

Dengan adanya isu bahwa pada awal tahun 1930 PNI akan melakukan pemberontakan maka
pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara
masal dan menangkap 4 pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Gatot Mangunprojo, Soepriadinata,
dan Maskun Sumadiredja. Kemudian mereka ber 4 diajukan ke pengadilan di Bandung.

Pengadilan para tokoh yang ditangkap ini dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1930. Setelah
diadili di pengadilan Belanda maka para tokoh ini dimasukkan ke penjara Sukamiskin. Dalam
masa pengadilan ini Ir. Soekarno membuat pembelaan dengan menulis pidato Indonesia
Menggugat dan membacakannya di depan pengadilan sebagai gugatannya.

Untuk memperdalam materi 8 Organisasi Pergerakan Kebangkitan nasional ada baiknya sobat
juga membaca materi Pergerakan Kebangsaan Indonesia dan materi 10 Latar Belakang Lahirnya
Pergerakan Nasional Indonesia (Lengkap)

Demikianlah Materi 8 Organisasi Pergerakan Kebangkitan nasional. Semoga dapat


bermanfaat bagi sobat MARKIJAR.Com dan dapat mengambil pelajaran / menambah wawasan
sobat mengenai Organisasi Pergerakan Kebangkitan nasional, sifat-sifat perjuangan setelah tahun
1908 dan sebab-sebab dari dalam negeri dan luar negeri lahirnya pergerakan nasional, Sekian
dan Terimakasih atas Kunjungannya.

SEJARAH PERSIAPAN KEMERDEKAAN


Sejarah Persiapan Proklamasi dan Kemerdekaan Indonesia - Perlu sobat ingat kembali, banyak
hal penting yang mengubah Indonesia pada masa penjajahan berkat jasa para pemimpin, pemuda
dan pahlawan Indonesia. berkat mereka indonesia dapat keluar dari penjajahan yang dilakukan
oleh beberapa negara, mulai Belanda yang menjajah Indonesia pada masa kolonial selama
hampir 3,5 abad (350 tahun), Inggris yang menjajah selama 5 tahun, kemudian Jepang yang
terakhir menjajah, dan pada masa penjajahan jepang itulah Indonesia berhasil merdeka.

Sejarah kemerdekaan indonesia kita awali ketika Jepang terdesak dalam perang Asia Timur
Raya, saat itu tokoh tokoh pergerakan nasional semakin giat mempersiapkan kemerdekaan.
Golongan muda dan tua sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Meskipun
mereka berbeda pendapat mengenai cara dan waktu memproklamasikan kemerdekaan, namun
keduanya tetap bersemangat dan berjuang untuk mempersiapkan kemerdekaan indonesia.

Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik
oleh Sayuti Melik dan telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta

Persiapan kemerdekaan Indonesia dimulai saat Jepang sedang berjuang pada Perang Dunia II.
Saat itu Perdana Mentri Jepang yaitu Tojo digantikan oleh Perdana Mentri Koiso yang
menjanjikan bahwasanya Indonesia (saat itu Hindia Timur) akan merdeka dikemudian hari.
Mulai 1 Maret 1945 pemerintah pendudukan Jepang melalui Balatentara XIV, yaitu Jendral
Kumakici Harada mengumumkan rencana pembentukan BPUKPKI (Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dalam Bahasa Jepangnya disebut dengan
Dokuritsi Junbi Cosakai. Untuk lebih jelas mengenai Bagaimana proses kemerdekaan Indonesia,
Langsung saja kita simak informasi nya.

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia


(BPUPKI)
Pembentukan BPUPKI - Panglima pemerintahan Jepang di Jawa (Jenderal Kumakichi Harada),
mengumumkan pembentukkan Dokuritsu Jundi Coosokai atau Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Maret 1945. Tujuan BPUPKI ialah
untuk menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan persiapan kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga : Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap

BPUPKI beranggotakan 63 orang, didalamnya terdapat perwakilan Arab, Indonesia dan Cina
serta 7 orang Jepang. Pengurus BPUPKI terbentuk pada tanggal 29 April 1945 dengan diketuai
oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat.

Tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan sekaligus upacara pembukaan sidang
pertama BPUPKI di gedung Chuo Sangi In (sekarang Gedung Pancasila) di Jalan Pejambon 6
Jakarta. Pada zaman Belanda, gedung tersebut ialah gedung Volksraad, lembaga DPR pada
zaman kolonial Belanda. Selama berdiri BPUPKI mengadakan dua kali masa sidang resmi, yaitu:

Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Sidang resmi pertama


Sidang resmi pertama berlangsung mulai tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada masa sidang
resmi pertama ini bertujuan untuk merumuskan dan membentuk rangka dasar dari Undang-
Undang Dasar, yang mana merupakan dasar dari negara Indonesia. Setelah itu kemudian
dirumuskan konstitusi negara. Masa sidang pertama BPUPKI ini dikenal dengan sebutan detik-
detik lahirnya Pancasila.

Sidang resmi kedua


Sidang resmi kedua berlangsung 10 sampai 17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara,
rancangan Undang-Undang Dasar, kewarganegaraan, wilayah negara, pembelaan negara,
ekonomi dan keuangan, pendidikan serta pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar yang beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia
Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta. dan Panitia Pembelaan Tanah Air dengan
ketua Abikoesno Tjokrosoejoso

Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-14 Juli 1945

Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah
Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan
pulau-pulau sekitarnya. Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi
panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu: Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota),
Mr. A.A. Maramis, Mr. Achmad Soebardjo, H. Agus Salim, Mr. R.P. Singgih, Dr. Soekiman dan
Mr. Wongsonegoro,

Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil
kerja panitia kecil perancang UUD tersebut, kemudian Pada tanggal 14 Juli 1945, Panitia
Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno, melaporkan hasil kerja panitia, yaitu:

1. Pernyataan kemerdekaan Indonesia.


2. Pembukaan Undang-Undang Dasar.
3. Batang Tubuh Undang-Undang Dasar.
Sesudah sidang-sidang tersebut dilaksanakan, terbentuklah perumusan dasar negara Indonesia
yang telah disepakati. Yang mana perumusan tersebut merupakan hasil dari mufakat yang
dilakukan oleh panitia sembilan, setelah memilah-milah pendapat yang diutarakan seperti
perbedaan pendapat yang muncul mengenai falsafah negara Indonesia. Dari mufakat tersebut,
panitia sembilan menyepakati perihal:

1. Bentuk negara, yaitu negara kesatuan


2. Bendera nasional, yang berwarna merah putih dan disebut Sang Merah Putih
3. Bentuk pemerintahan, yaitu republik
4. Bahasa nasional, yaitu Bahasa Indonesia
5. Pernyataan kemerdekaan Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar dan Batang
Tubuh Undang-Undang Dasar

Sehingga Panitia Perancang UUD telah melaksanakan tugasnya. Pada tanggal 16 Juli 1945,
BPUPKI menerima dengan bulat naskah Undang-Undang Dasar yang dibentuk oleh Panitia
Perancang UUD. Setelah menyelesaikan tugasnya, BPUPKI menyerahkan semua hasil
pekerjaanya kepada Saiko Shikikan (panglima tertinggi tentara di Jawa). selanjutnya Pada
tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk PPKI

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)


Pembentukkan PPKI - BPUPKI dibubarkan setelah melaksanakan tugasnya. kemudian Jenderal
Terauchi pada tanggal 7 Agustus 1945 menyetujui pembentukan Dokuritzu Zyumbi Inkai atau
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) sebagai pengganti BPUPKI. Tugas utama
PPKI ialah mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian kekuasaan.

Dokuritsu Junbi Inkai (PPKI), beranggotakan 21 orang sebagai upaya untuk pencerminan
perwakilan etnis, yang berasal dari: 3 orang dari Sumatra, 12 orang dari Jawa, 2 orang dari
Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Nusa Tenggara, dan 1
orang dari Tionghoa.

Tugas utama PPKI adalah mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian
kekuasaan dari Jepang yang meliputi:

Menyelesaikan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar yang dipersiapkan


BPUPKI
Merumuskan dan memutuskan pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia bila
saatnya telah tiba

Pada tanggal 9 Agustus, Jenderal Terauchi memanggil 3 tokoh nasional, yakni: Dr. Radjiman
Widyodiningrat, Drs. Mohammad Hatta dan Ir. Sukarno. mereka dipanggil ke Dalat Vietnam,
untuk menerima informasi mengenai kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaan kemerdekaan, akan
dapat dilakukan dengan segera. Adapun mengenai wilayah Indonesia ialah seluruh wilayah bekas
jajahan Hindia Belanda.

Baca Juga : 14 Pertempuran Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Namun setelah pertemuan Dalat (Vietnam), PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda
mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap mereka
merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana
karena terjadi peristiwa Rengasdengklok. sehingga PPKI baru dapat bersidang sehari setelah
proklamasi kemerdekaan.

Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945

Sidang pertama PPKI


Setelah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan antara lain:

1. mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945,


2. memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden Republik Indonesia dan Drs. M.
Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia
3. membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR
terbentuk.

Berkaitan dengan Undang Undang Dasar, terdapat perubahan dari bahan yang dihasilkan oleh
BPUPKI, antara lain:

1. Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.


2. Pada pasal 6:1 yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama
Islam diganti menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli
3. Pada pembukaan alinea keempat anak kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.
4. Pada pembukaan alinea keempat anak kalimat "Menurut kemanusiaan yang adil dan
beradab" diganti menjadi "kemanusiaan yang adil dan beradab".

Sidang kedua PPKI


PPKI mengadakan sidang kedua pada tanggal 19 Agustus 1945. Sidang tersebut memutuskan hal
- hal berikut:

1. Membentuk KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat)


2. Membentuk 12 departemen dan menteri - menterinya.
3. Menetapkan pembagian wilayah Republik Indonesia atas 8 provinsi beserta gubernur -
gubernurnya

Peristiwa Rengasdengklok
Chaerul Saleh, Sutan Sjahrir, Darwis dan Wikana mendengar kabar menyerahnya jepang kepada
sekutu melalui radio BBC. Setelah mendengar berita Jepang menyerah kepada sekutu, golongan
muda mendesak golongan tua untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun tokoh golongan tua seperti Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta tidak mau terburu-buru
mereka tetap menginginkan proklamasi dilaksanakan sesuai mekanisme PPKI. Alasannya
kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih hal tersebut membuat mereka khawatir akan
terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.

Tetapi, golongan muda, seperti Tan Malaka dan Sukarni menginginkan proklamasi kemerdekaan
dilaksanakan secepat cepatnya. Beberapa perkumpulan yang termasuk golongan muda, misalnya:
Kelompok Asrama Menteng 31 yang dipelopori Chaerul Saleh dan Sukarni serta Kelompok
Asrama Indonesia Merdeka yang dipelopori Mr. Soebardjo
Peristiwa Rengasdengklok

Golongan muda mendesak agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan


secepatnya. Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan kekosongan kekuasaan (vakum).
Negosiasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. namun Golongan muda tidak menyetujui
rapat tersebut, mengingat PPKI merupakan sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Dan
mereka lebih menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa indonesia sendiri, bukan pemberian
dari Jepang. Perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua inilah yang menjadi
latar belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

a. Golongan Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno
dan Hatta. Mereka adalah kelompok konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi
harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan
mereka adalah meskipun Jepang sudah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus dipikirkan
demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara Belanda ke Indonesia
dianggap lebih berbahaya daripada sekedar masalah waktu pelaksanaan proklamasi itu sendiri.

b. Golongan Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan muda yang diwakili oleh para anggota
PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan
menganggap bahwa PPKI merupakan bentukan Jepang. Sehingga mereka menolak seandainya
proklamasi dilaksanakan melalui mekanisme PPKI. Sebaliknya, mereka menghendaki
terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, tanpa pengaruh dari Jepang.
Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan
Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945. Hadir dalam rapat ini Djohar Nur, Chairul Saleh,
Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana dan Armansyah. Rapat yang diketuai Chairul
Saleh ini menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hak dan masalah rakyat
Indonesia sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain.

Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada Soekarno dan Hatta di
Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera
dikumandangkan pada 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan
pemuda menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap bersikap
keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilakukan melalui PPKI. Oleh sebab itu, PPKI
harus segera menggelar rapat. Pro kontra yang mencapai titik puncak inilah yang telah
mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

c. Golongan Muda Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok


Pada tanggal 15 Agustus sekitar pukul 22.30 malam, utusan golongan muda yang terdiri dari
Wikana, Darwis telah menghadap Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Wikana
pun penyampaikan tuntutan agar Bung Karno segera mengumumkan Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pad esok hari, yakni pada tanggal 16 Agustus 1945. Bung Karno pun menolak tuntutan
itu, dan lebih menginginkan betemu dan bermusyawarah terlebih dahulu dengan anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) lainnya. karena bung karno menginginkan
kemerdekaan Indonesia harus di capai tanap pertumpahan darah.

Mendengar penolakan Bung Karno itu, maka Wikana pun mengancam bahwa pada esok hari
akan terjadi pertumpahan darah yang dahsyat dan pembunuhan secara besar-besaran. Hal
tersebut pun membuat suasana menjadi tegang antara Bung Karno dan Pemuda, yang di saksikan
langsung oleh Drs. M. Hatta, Dr. Buntara, Mr. Iwa Kusumasumantri dan Mr. Ahmad Subardjo.
Di tengah suasana pro dan kontra, golongan muda memutuskan untuk membawa Soekarno dan
Hatta ke Rengasdengklok . Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan
pemuda pada 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Maksut dan tujuan para
pemuda membawa kedua pemimpin tersebut adalah agar Bung Karno dan Bung Hatta segera
mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan secepatnya serta menjauhkan Bung
Karno dan Bung Hatta dari pengaruh Jepang.

Sementara itu di Jakarta, terjadi dialog antara golongan tua yang diwakili Ahmad Subardjo dan
golongan muda yang diwakili oleh Wikana, setelah terjadi dialog dan ditemui kata sepakat agar
Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus 1945.
Golongan muda kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subardjo ke
Rengasdengklok dalam rangka menjemput kembali Bung Karno dan Bung Hatta.
Baca Juga : 4 Masa Penjajahan Negara Asing di Indonesia (Lengkap Sejarahnya)

Hal tersebut berjalan mulus lantaran Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan muda
bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya
pukul 12.00. Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok)
mau melepaskan Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka mempersiapkan
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan.

Dan sekitar pukul 23.00 rombongan tiba di rumah kediaman Bung Karno di jalan Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta, untuk menurunkan Ibu Fasmawati (istri Bung Karno), yang kala itu ikut di
bawa ke Rengasdengklok. Dan pada malam itu juga, sekitar pukul 02.00 pagi, Bung Karno
memimpin rapat PPKI di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta.
Rapat itu terutama membahas tentang Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Perumusan Teks Proklamasi


Peristiwa Rengasdengklok telah mengubah jalan pikiran Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka
telah menyetujui bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus segera dikumandangkan. Kemudian
diadakanlah rapat yang membahas Persiapan Proklamasi Kemerdekaan di rumah Laksamana
Maeda, dipilihnya rumah Laksamana Maeda karena tempat tersebut dianggap tempat yang aman
dari ancaman tindakan militer Jepang karena Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung
Angkatan Laut Jepang dan Maeda juga merupakan kawan baik Mr. Ahmad Subardjo.

Di kediaman Maeda itulah rumusan teks proklamasi disusun. Hadir dalam pertemuan itu
Sukarni, B.M.Diah dan Mbah Diro dari golongan muda yang menyaksikan perumusan teks
proklamasi. Semula golongan muda menyodorkan teks proklamasi yang keras nadanya dan
karena itu rapat tidak menyetujui.
Teks Naskah Proklamasi tulisan Ir Soekarno yang ditempatkan di Monumen Nasional

Kemudian berdasarkan pembicaraan antara Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, diperoleh
rumusan teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno yang berbunyi:

Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai
pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang
sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17-8-'05
Wakil2 bangsa Indonesia

Setelah teks proklamasi selesai disusun, Permasalahan baru muncul yaitu perihal siapa yang
harus menandatangani teks tersebut, setelah teks proklamasi disusun. Drs. M. Hatta memberi
usulan, agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai Wakil Bangsa
Indonesia. Sukarni dari golongan muda, mengajukan usulan bahwa teks proklamasi tidak perlu
ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh dua orang saja, yaitu Ir. Sukarno
dan Drs. M. Hatta, Atas Nama Bangsa Indonesia. dan Ir. Sukarno juga diusulkan untuk
membacakan teks proklamasi tersebut. Usulan dari Sukarni, diterima. Kemudian, Sukarno
meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi tersebut, dengan perubahan-
perubahan yang disetujui bersama.

Setelah konsep selesai disepakati, Sayuti Melik menyalin dan mengetik naskah tersebut
menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut)
Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada,
namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Ir. Soekarno.

Persiapan Pembacaan Teks Proklamasi


Dini hari pada tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin nasional dan para pemuda kembali ke
rumah masing-masing guna menyiapkan penyelenggaraan pembacaan teks proklamasi setelah
teks proklamasi selesai di rumuskan dan di sahkan. saat itu Jepang mengetahui rencana
pembacaan proklamasi dan mengira bahwa pembacaan proklamasi akan dilaksanakan di
lapangan Ikada, oleh karena itu tentara Jepang memblokade lapangan Ikada. Barisan Muda pun
telah ramai berdatangan menuju lapangan Ikada dalam rangka menjadi saksi pembacaan teks
proklamasi. Pemimpin Barisan Pelopor (Sudiro), juga datang ke lapangan Ikada dan melihat
pasukan Jepang dengan persenjataan lengkap telah memblokade lapangan Ikada. Sudiro
kemudian melaporkan keadaan itu kepada Muwardi (Kepala Keamanan Bung Karno). Sudiro
pun kemudian mengetahui bahwa pembacaan proklamasi dipindah dari lapangan Ikada ke rumah
Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Saat itu, halaman rumah Sukarno mulai ramai dipadati oleh massa, menjelang pembacaan teks
proklamasi. Dr. Muwardi mengutus Latief Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan
upacara dan untuk mengantisipasi gangguan dari tentara Jepang, dalam melaksanakan
pengamanan Latief Hendraningrat dibantu oleh Arifin Abdurrahman. Suasana halaman rumah
Sukarno, terlihat sangat ramai. Suwiryo, Wakil Walikota Jakarta, meminta kepada Wilopo untuk
mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan. Wilopo kemudian meminjam mikrofon dan
beberapa pengeras suara ke toko elektronik milik Gunawan.

Kemudian Sudiro (Pemimpin Barisan Pelopor) mengutus Komandan Pengawal rumah Sukarno,
S. Suhud, untuk mencari tiang bendera. Suhud kemudian memperoleh sebatang tiang bambu dari
belakang rumah, dan menancapkan bambu tersebut di dekat teras, kemudian dia memberi tali
sebagai kelengkapan untuk pengibaran bendera. Di sisi lain, Fatmawati (Istri Sukarno)
mempersiapkan bendera yang dijahit dengan tangannya sendiri. Ukuran bendera tersebut masih
belum standar seperti ukuran bendera sekarang.

Baca Juga : Merinding, Kok ada ya Tukang Mie Ayam Seperti ini ?

Para pemuda mengiginkan agar pembacaan teks proklamasi segera dilaksanakan karena mereka
sudah tidak sabar untuk menyaksikan proklamasi kemerdekaan indonesia. Mereka mendesak
Muwardi agar mengingatkan Ir. Sukarno agar segera melaksanakan proklamasi kemerdekaan
indonesia. Namun Sukarno menolak jika harus melaksanakannya sendiri tanpa didampingi Bung
Hatta. Ketegangan pun terjadi sebab Muwardi terus mendesak Sukarno, untuk segera
membacakan teks proklamasi tanpa harus menunggu kehadiran Bung Hatta. Untunglah, 5 menit
sebelum pelaksanaan upacara, Bung Hatta datang dan langsung mendampingi Sukarno untuk
segera melaksanakan upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Pelaksanaan Upacara Proklamasi Kemerdekaan


Pelaksanaan pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus
1945 (hari Jumat) di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (yang sekarang menjadi jalan
Proklamasi).

Bendera Indonesia dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945

Upacara proklamasi kemerdekaan dipimpin oleh Latief Hendraningrat, tanpa protokol. Latief
segera memimpin barisan untuk berdiri, dengan sikap sempurna. Suhud dan Latief mengibarkan
bendera merah putih secara perlahan-lahan, sesudah selesainya pembacaan proklamasi, Bendera
merah putih dinaikkan sambil diiringi lagu Indonesia Raya, yang secara spontan dinyanyikan
oleh seluruh masyarakat yang hadir pada saat itu.

Seusai pengibaran bendera Merah Putih acara dilanjutkan sambutan dari Wali Kota Suwiryo dan
dr. Muwardi. Pelaksanaan upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dihadiri oleh tokoh tokoh
Indonesia lainnya, seperti Sukarni, Mr. Latuharhary, Ibu Fatmawati, Ny. S.K. Trimurti, Mr. A.G.
Pringgodigdo, Mr. Sujono dan dr. Samsi,
Sekian penjelasan artikel mengenai Sejarah Persiapan Proklamasi dan Kemerdekaan
Indonesia, semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat maupun untuk sekedar menambah
wawasan dan pengetahuan sobat mengenai Sejarah Peristiwa Menjelang Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, Sejarah Peristiwa Rengasdengklok, Sejarah Perumusan Teks
Proklamasi, Sejarah Persiapan Pembacaan Teks Proklamasi, Sejarah Pembacaan Teks
Proklamasi Kemerdekaan dan Sejarah Pelaksanaan Upacara Proklamasi Kemerdekaan.
Terimakasih atas kunjungannya.

PROSES PEMBENTUKAN NEGARA

Pada kesempatan ini kita akan membahas materi tentang Proses Pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Beberapa poin penting dalam materi ini adalah Awala
Proses Pembentukan Indonesia (Sebelum Merdeka), Pidato Ir. Soekarno Pada Saat Proklamasi
Kemerdekaan, Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Tokoh-Tokoh
Yang Berperan Dalam Proklamasi, berikut pembahasan lengkapnya:

A. Awala Proses Pembentukan Indonesia (Sebelum


Merdeka)
Belanda menjajah / masuk ke Indonesia. Di bawah kepemimpinan Cornelius de Houtman,
Belanda berhasil masuk ke Indonesia melalui Banten. Tujuan belanda saat itu adalah untuk
mendapatkan dan menguasai pasar rempah-rempah di indonesia dengan mendirikan VOC
(Verenigde Oostindische Compagnie) yang bertempat di Banten pada tahun 1602. Karena pada
waktu itu pasar di Banten sadang mengalami persaingan perdagangan anatara Tionghoa dan
Inggris, oleh karna itu VOC dipindahkan ke Sulawesi Selatan. namun Di Sulawesi Selatan VOC
mendapat perlawanan dari Sultan Hasanddin.
VOC (Verenigde Oostindische Compagnie)

Beberapa kali berpindah tempat akhirnya VOC mendapatkan tempat di Yogyakarta. Di


Yogyakarta,