Anda di halaman 1dari 15

TEORI OTONOMI DAERAH (DOC ASLI)

Konsep negara kesatuan (unitary state) merupakan suatu konsep negara yang tidak mempunyai
kesatuan-kesatuan pemerintahan yang mempunyai kedaulatan sendiri yang terbagi. kesatuan adalah
negara yang kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan kata lain, negara yang kekuasaan pemerintah
pusatnya tidak terbatas karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui adanya badan pembuat
undang-undang selain badan pembuat undang-undang pusat. negara kesatuan adalah negara yang
mempunyai konstitusi yang memberikan hak dan kewajiban menjalankan kewenangan
penyelenggaraan pemerintahan kepada Pemerintah Pusat. Menurut Busrizalti, otonomi daerah adalah
upaya untuk mewujudkan demokratisasi dimana aspek aspirasi rakyat dalam hal ini kepentingan yang
terdapat di tiap-tiap daerah terakomodir dengan baik. Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang
memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara
optimal. Untuk mewujudkan keadaan tersebut, berlaku proposisi bahwa pada dasarnya segala
persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan
memecahkan, kecuali untuk persoalan-persoalan yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh
daerah itu sendiri dalam persepektif keutuhan negara-bangsa.
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 18A UUD NRI Tahun 1945
menyatakan bahwa: (1) hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan
undangundang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah; (2) hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
otonomi daerah dalam UU 22/1999 adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. 163 Sedangkan dalam UU 32/2004, otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. 164 Terakhir, dalam UU 23/2014 otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ASAS DALAM OTONOMI DERAH:


1. Asas Desentralisasi Dalam pelaksanaan otonomi daerah ada sebuah penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
daerahnya sendiri disebut asas desentralisasi.
2. Asas Dekonsentrasi adalah pendelegasian sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
pemerintah pusat kepada kepala daerah. Pendelegasian kepada kepala daerah dilakukan karena
kepala daerah adalah wakil dari pemerintah pusat. Gubernur, wali kota, dan bupati sebagai wakil
pemerintah pusat pada instansi vertikal di sebuah wilayah tertentu dan sebagai penanggung jawab
dari urusan pemerintahan umum.
3. Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
menyelesaikan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Bisa
juga dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten atau kota untuk melaksanakan
sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah provinsi.
terdapat sebuah penugasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada suatu daerah otonomi
dan oleh kepala daerah kepada kepala desa dalam rangka melaksanakan tugas tertentu yang
disertai adanya ketentuan tentang pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumber daya manusia.
Tujuan Otonomi Daerah
Pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk mengakomodir kebutuhan daerahnya sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut merupakan bentuk kerja negara
dalam menjaga keanekaragaman yang ada di NKRI.
Mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah. Mengurangi kesenjangan antar daerah.
Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah. Menciptakan sistem
pembiayaan daerah yang adil, proporsional, dan transparan. Mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang partisipatif. Mempertegas sistem pertanggungjawaban keuangan oleh
pemerintah daerah. Menciptakan akuntabilitas lokal sehingga lebih memperhatikan hak-hak
masyarakatnya. Mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan dihadapi oleh
masyarakatnya. Meningkatkan partisipasi masyarakat sipil. Meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Jadi, Dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat memperbaiki kesehjateraan
masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah cukup penting dalam rangka pengembangan suatu daerah
yang disesuaikan dengan potensi dan kekhasan masing-masing. Melalui kebijakan sistem otonomi
daerah bisa menjadi sebuah kesempatan yang baik bagi pemerintah daerah untuk dapat membuktikan
kemampuan secara maksimal dalam melaksanakan kewenangan yang sejatinya adalah hak dari tiap
tiap daerah.
diambilnya kebijakan pembagian kekuasaan secara vertikal sehingga kemudian dibentuk
sebuah pemerintah daerah (ALASAN DILAKUKAN OTONOMI DAERAH / Pembagian
kekuasaan dalam otonomi daerah) yaitu (Hasibuan, 2018):
a. Kemampuan pemerintah dan perangkatnya yang ada di daerah terbatas;
b. Wilayah negara Indonesia yang sangat luas, terdiri dari 3000 pulau besar dan kecil;
c. Pemerintah pusat yang tidak mungkin memahami dan mengetahui seluruh kebutuhan dan
kepentingan rakyat yang ada di seluruh penjuru negeri;
d. Hanya rakyat setempat yang mengetahui akan kebutuhan, kepentingan, hingga masalah yang
dihadapi di wilayahnya, dan hanya mereka yang mampu mengetahui dan memahami cara terbaik
untuk menyelesaikan dan memenuhi kebutuhan tersebut;
e. UUD 1945 pasal 18 yang menjamin adanya daerah dan wilayah;
f. Adanya sejumlah urusan pemerintahan yang bersifat kedaerahan dan memang lebih efektif
apabila dilaksanakan oleh daerah;
g. Daerah memiliki kemampuan dan sistem yang dinilai cukup untuk menyelenggarakan urusan
rumah tangganya, sehingga desentralisasi dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.

3 sistem otonomi daerah atau sistem rumah tangga daerah, yaitu (Hasibuan, 2018):

a) Sistem rumah tangga formal. Sistem ini dipahami sebagai adanya pembagian wewenang,
tugas dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkenaan
tentang pengaturan dan pengurusan pemerintahan tertentu tidak ditetapkan secara terperinci.
b) Komponen dasar hukum, dalam hal ini berprinsip bahwa wewenang tersebut harus selalu
dapat ditunjuk dasar hukumnya.
c) Komponen konformitas hukum, yang berarti mengandung makna adanya standar wewenang.

Prinsip otonomi daerah


Terdapat tiga prinsip dalam penyelenggaraan otonomi daerah, yakni:

 Prinsip otonomi seluas-luasnya. Berdasarkan prinsip ini, suatu daerah akan diberikan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga sendiri berikut
pemerintahannya, kecuali jika terdapat wewenang yang menurut peraturan perundang-
undangan memang menjadi kewenangan dari pemerintah pusat.
 Prinsip otonomi nyata. Berdasarkan prinsip ini, suatu daerah diberi kewenangan untuk
menangani urusan pemerintahan yang didasarkan atas tugas, wewenang, dan kewajiban yang
secara nyata sudah ada serta mempunyai potensi untuk dapat terus tumbuh, berkembang,
sekaligus hidup sesuai potensi suatu daerah tertentu.
 Prinsip otonomi yang bertanggung jawab. Prinsip ini bermakna dalam suatu sistem
penyelenggaraan pemerintahan, harus pula disesuaikan dan diperhatikan tentang adanya
tujuan dan maksud dari pemberian otonomi. Tujuan yang ingin dicapai menurut prinsip ini
adalah mampu memberdayakan masing-masing daerahnya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan di masyarakat luas.

TEORI DESENTRALISASI
Desentralisasi memiliki makna pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah
yang mengurus rumah tangganya sendiri (daerah-daerah otonom). Desentralisasi adalah juga cara atau
sistem untuk mewujudkan demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta
dalam pemerintahan negara.
Kebijakan desentralisasi dilaksanakan dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab
kepada daerah dengan menumbuhkembangkan kualitas demokrasi di daerah, meningkatkan peran
serta masyarakat, pemerataan dan keadilan dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman
daerah. Prinsip otonomi luas ini, yaitu pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan
undang-undang. Kewenangan yang dimiliki oleh daerah ini, yakni membentuk, menjalankan, serta
melaksanakan kebijakan daerah dalam rangka memberikan pelayanan, peningkatan peran serta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Desentralisasi secara mutlak membawa pelimpahan hampir seluruh urusan pemerintah pusat ke
pemerintah daerah kecuali urusan hukum peradilan, pertahanan dan keamanan, agama, moneter, dan
kebijakan luar negeri.
Pada awalnya desentralisasi di Indonesia dilaksanakan bukan karena keinginan pemerintah pusat
secara sukarela membagi kewenangannya kepada daerah dalam rangka membuat pemerintah menjadi
lebih partisipatif dan responsif, namun karena tekanan publik yang tidak dapat dihindari Implementasi
otonomi daerah merupakan prasyarat untuk mewujudkan demokrasi dan kedaulatan rakyat. 01 02
Menurut UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Desentralisasi adalah penyerahan
Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi
Secara teoritik Van Der Pot dalam kutipan Bagir (Manan, 1994) mengemukakan, desentralisasi dapat
dibedakan ke dalam dua bagian, yakni: 1). Desentralisasi teritorial yang berupa pembentukan dan
pengoperasian badan-badan yang didasarkan atas kewilayahan dan; 2) desentralisasi fungsional, yang
berupa pembentukan dan pengoperasian badan-badan yang didasarkan atas tujuan-tujuan tertentu.
Pembedaan jenis desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional tidak mengubah makna secara
mendasar, yakni pelimpahan wewenang. Berbeda dengan Irawan Soejipto mencoba membelah ke
dalam tiga bagian, yakni menjadi: l) Desentralisasi teritorial; 2) Desentralisasi fungsional; dan 3)
Desentralisasi administratif. Ahli lain adalah, Amrah Muslimin (Muslimin, 1986) yang juga
membedakan desentralisasi menjadi tiga bagian, yakni: 1) Desentralisasi politik; 2) Desentralisasi
fungsional; dan 3) Desentralisasi kebudayaan. Desentralisasi politik memiliki kemiripan dengan
desentralisasi teritorial. Desentralisasi fungsional maknanya hampir sama dengan yang dimaksud oleh
Van Der Pot. Sementara desentralisasi kebudayaan dipahami sebagai pemberian hak kepada golongan
minoritas dalam upaya penyelenggaraan kebudayaan lingkungan sendiri.

Aneka bentuk desentralisasi pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat peralihan kewenangan.
Kewenangan untuk merencanakan, memutuskan, dan mengatur dari pemerintahan pusat ke lembaga-
lembaga yang lain. Ada empat bentuk utama desentralisasi, yaitu:

1. Dekonsentrasi, mencakup redistribusi tanggung jawab administratif hanya di dalam badan


pemerintahan pusat.
2. delegasi ke lembaga-lembaga semi-otonom atau antar daerah
3. pelimpahan kewenangan (devolusi) ke pemerintah daerah. devolusi merupakan jawaban yang
paling tepat. Konsekuensinya pada tataran pemerintahan lokal, lembaga perwakilan rakyat
daerah (untuk kasus Indonesia: DPRD) menjadi aktor utama penentu kebijakan
4. peralihan fungsi dari lembaga-lembaga negara ke lembaga swadaya masyarakat.

Kelompok yang memaknai desentralisasi sebagai devolusi dan dekonsentrasi menyatakan bahwa
bentuk konkret dari dianutnya asas ini adalah daerah otonom. Ciri utama dari daerah otonom adalah
adanya lembaga perwakilan daerah dan eksekutif daerah yang berfungsi sebagai lembaga politik
lokal

Problem Pengaturan Otonomi Daerah / desentralisasi di Indonesia


1. Otonomi daerah hanya dipahami sebagai kebijakan yang bersifat institusional.
2. Otonomi daerah hanya terfokus pada isu pengalihan kewenangan dari pusat ke daerah,
mengabaikan esensi dan tujuan.
3. Otonomi tidak disertai dengan upaya peningkatan kemandirian dan prakarsa masyarakat di
daerah sesuai dengan alam demokrasi.
4. tidak adanya grand design atau blue print penataan otonomi daerah. Bahkan setiap undang-
undang pemerintahan daerah yang baru pada dasarnya merupakan koreksi dan
penyempurnaan dari undangundang dan peraturan lama, yang dianggap tidak sesuai lagi
dengan amanah konstitusi dan perkembangan zaman, sehingga kesan trial and error dalam
pengaturan pemerintahan daerah sangat kuat Begitu seterusnya, undang-undang pemerintahan
daerah baru selalu memuat ketentuan-ketentuan baru guna memenuhi tuntutan faktual
masyarakat lokal sebagai stakeholder dan kehendak pemerintah pusat sebagai shareholder.
Dampaknya, implementasi kebijakan otonomi daerah dipenuhi dengan eksperimen.
5. kebijakan desentralisasi berupa otonomi daerah juga masih dilakukan secara parsial oleh
Indonesia hingga masa kini. Ini dapat dilihat misalnya, meskipun daerah diberikan otonomi
dalam bidang-bidang tertentu namun bidang perhubungan, pendidikan, dan kesehatan masih
dikontrol secara terpusat. Ini dilihat dari berdirinya kementerian-kementerian terkait di tingkat
pusat. bahkan dalam urusan pembuatan jalan misalnya, pemerintah pusat masih ikut
mengurusi. Ini dilihat dari adanya pembagian jalan berupa jalan negara, jalan daerah, ataupun
jalan kabupaten. Pembagian ini menyebabkan pembangunan jalan dilakukan parsial.
Pemerintah daerah hanya dapat dan berhak membangun jalan daerah yang menjadi
kewenangannya. Sementara kerusakan jalan negara yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat harus menunggu dari pemerintahan pusat padahal kerusakan jalan dapat menghambat
efektivitas perdagangan antar daerah dehingga dengan masih terpusatnya urusan
pembangunan jalan, tentu ini dapat menghambat kemajuan daerah.
6. Pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
harus berpedoman pada norma, prosedur, dan kriteria yang dibuat oleh pemerintah pusat
terlebih dahulu.
7. Banyaknya kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah daerah namun harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah pusat.
8. pemberian otonomi daerah tidak diikuti dengan pemberian fasilitas dan pemnberdayaan
sumber daya manusia. Realitas daerah bahwa belum semua daerah siap untuk melaksanakan
Kebijakan Otonomi Daerah. Selain itu kurangnya sumber daya manusia yang cukup memadai
serta belum terbiasanya Daerah menerima kewenangan yang begitu luas. Ditambah lagi
dengan alasan bahwa segala sesuatunya harus tetap berada dalam konteks Negara Kesatuan
dalam rangka menjaga keutuhan wilayah dan mewujudkan tujuan negara. Mahfud MD pun
mengungkapkan bahwa semenjak dibukanya otonomi yang seluas-luasnya, karena tidak
adaanya niat, kesiapan dan menejemen yang baik di daerah, sehingga justru dibajak oleh
oknum-oknum yang memanfaatkannya untuk mencari uang.
9.  sumber daya untuk implementasi program. Ada berbagai keterbatasan sumber daya yang
dihadapi oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dan yang
menjadi faktor utama dari keterbatasan itu adalah kurangnya sumber daya finansial.
Ketergantungan pemerintahan lokal secara finansial terhadap pemerintahan pusat menjadikan
lemahnya posisi pemerintah daerah. Di samping dana, lemahnya dukungan politik dari
pemerintahan pusat juga menghambat implementasi kebijakan ini.
permasalahan pembangunan yang kini terjadi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh kualitas
belanja pemerintah daerah yang hingga kini belum banyak dialokasikan pada belanja yang sifatnya
produktif. Mayoritas belanja pemerintah daerah saat ini masih didominasi oleh belanja pegawai.
Bahkan, persentase belanja modal terhadap total belanja di sejumlah daerah masih relatif kecil, kurang
lebih 15%.. Hasil penelitian yang dilakukan pada 33 provinsi pada kurun waktu 2008-
2020menunjukkan bahwabeberapa variabel fiskal yang berpengaruh terhadap capaian pembangunan
daerah adalah besaran PAD pada belanja daerah, besaran belanja pendidikan dan besaran belanja
kesehatan.Oleh sebab itu, alokasi dan sasaran yang tepat dari belanja daerah
akanmengakselerasipertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas layanan publik, dan mempermudah
aksesibilitas layanan publik bagi masyarakat. Permasalahan pemanfaatan pembiayaan daerah yang
masih terbatas kerap menjadi dilema pemerintah yang berakibat terhambatnya akselerasi
pembangunan di daerah. Pada akhirnya, capaianoutputdanoutcomepembangunan yang belum optimal
serta ketimpangan antar daerah menjadi sebuah keniscayaan yang sulit diurai.

Solusi Permasalahan Desentralisasi atau otonomi Daerah:


Memperkirakan kapasitas lokal dan regional, yang merupakan implementor dari kebijakan tersebut.
Seringkali pemerintah pusat merencakan kebijakan desentralisasi tanpa memperhitungkan kapasitas
dari pemerintah daerah sebagai implemetor dari kebijakan tersebut sehingga hasil yang diharapkan
tidak maksimal. Ketiga, menentukan (memberikan) dukungan politik. Keempat, memperkirakan
kapasitas dukungan finansial dan teknis terhadap agen pusat. Kelima, memeriksa keterbatasan
lingkungan. Pemerintah pusat harus memeriksa kembali rintangan-rintangan yang mungkin dihadapi
oleh daerah seperti tradisi, karakteristik perilaku ataupun kondisi, dan tren ekonomi nasional.
Keenam, menggambarkan jangkauan kemungkinan dari desentralisasi. Ketujuh, mendesain program-
program desentralisasi secara spesifik. Kedelapan, mengidentifikasi tahapan-tahapan dan prosedur-
prosedur dalam implementasi kebijakan. Kesembilan, mengerahkan dukungan. Dukungan yang luas
terhadap kebijakan desentralisasi harus dimobilisasi antara departemen dan kementerian pusat,
negara, provinsi, distrik, administrasi tingkat lokal, partai politik, dan juga kelompok kepentingan.
Kesepuluh, membuat hubungan koordinasi dan asistensi. Kesebelas, membuat prosedur evaluasi dan
monitoring secara spesifik.

Faktor-faktor yang seharusnya diperhatikan dalam menentukan desentralisasi karena sangat


mempengaruhi penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia menurut Ferizaldi sebagai
berikut:205 1. Manusia pelaksana. 2. Keuangan atau Modal. 3. Peralatan atau Perlengkapan. 4.
Organisasi dan Manajemen.

Kegagalan pelaksanaan desentralisasi / otonomi daerah yaitu:


1. Faktor Kepemimpinan.
2. . Faktor Keuangan. 3. Intervensi politik terhadap birokrasi. 4. Isolasi, kerusakan dan bencana alam.
konteks lingkungan. Kebijakan desentralisasi secara kuat dipengaruhi oleh lingkungan di mana
interaksi antara organisasi-organisasi berlangsung. Lingkungan dalam hal ini adalah struktur dan gaya
politik, karakteristik dari struktur kekuasaan lokal, keterbatasan-keterbatasan sumber daya, dan akses
terdahap infrastruktur fisik. Jika merujuk pada studi yang dilakukan Friedman, Mathur dan Nellis,
kebijakan implementasi memiliki dimensi politik dan administratif sehingga kemudian sistem politik
maupun ideologi politik memiliki pengaruh terhadap kebijakan implementasi desentralisasi.
2. hubungan antar-organisasi. Kesuksesan dari kebijakan desentralisasi sangat ditentukan dari
kesuksesan untuk berkoordinasi antara negara, regional, dan perwakilan lokal. Perencanaan,
implementasi, dan evaluasi harus distandarisasikan sehingga dengan demikian setiap pemerintahan
dari level yang berbeda tetap dapat menyelaraskan aktivitasnya. Oleh karenanya penyusunan
organisasional harus dibuat pada tingkat nasional sehingga dapat menjadi petunjuk bagi pemerintahan
lokal sebab desentralisasi merupakan kombinasi dari kontrol pusat dan otonomi lokal. Pemerintah
pusat berperan penting dalam memfasilitasi dan memandu penggunaan sumber daya nasional dalam
tingkat lokal.
DESENTRALISASI SIMETERIS
Desentralisasi simetris diterapkan untuk semua daerah otonom dengan prinsip sama dan sebangun.
Sistem kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang uniform atau simetris (symmetrical
decentralization) di Indonesia juga telah menyebabkan ketidakseimbangan fiskal secara horizontal
(horizontal fiscal imbalances), terutama Indonesia bagian barat dan timur, Jawa dan luar Jawa, kota
dan pedesaan
DESENTRALISASI ASIMETRIS
Desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralisation) adalah pemberlakuan/transfer kewenangan
khusus yang hanya diberikan pada daerahdaerah tertentu dalam suatu negara, yang dianggap sebagai
alternatif untuk menyelesaikan permasalahan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, dalam konteks Indonesia dalam rangka menjaga eksistensi daerah dalam NKRI..
Desentralisasi Asimetris hakikatnya merupakan sebuah bagian tubuh yang terkandung dalam sistem
politik penyelenggaraan negara, yang pada awalnya bersifat sentralistik (terpusat) dan seragam
kemudian diubah menjadi sistem pemerintahan yang desentralistik (terbagi) dan lebih menghargai
keberagaman daerah. Desentralisasi Asimetris mengedepankan asas demokratisasi terhadap
penyelenggaraan pemerintahan dengan menghormati aspek keberagaman yang dimiliki oleh daerah.
Sehingga dengan demikian desentralisasi asimetris merupakan bentuk kewenangan khusus pada
daerah tertentu yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk menyelesaikan permasalahan diantara
pemerintah daerah dan pusat.
Pasal 18A yang menyatakan bahwa:
“Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dan kota, atau antara rovinsi dan kabupaten/kota, diiatur dengan undang-undang
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah serta hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
undang-undang”.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut sehingga dapat dipahami bahwa desentralisasi asimetris
bukanlah sebuah pemberian kewenangan khusus saja, tetapi pula mencakup desentralisasi politik,
ekonomi, fiskal, dan administrasi didalamnya yang mana tidak disamaratakan/diseragamkan terhadap
semuwa wilayah negara, pemberian kewenangan diidentidikasikan dengan mempertimbangkan
kekhususan yang ada terhadap masing-masing daerah. Dengan demikian menurut Hamzah Bonso
menyatakan bahwa dengan adanya otonomi khusus merupakan sebuah wujud dari desentralisasi yang
disesuaikan dengan karakter masing-masing daerah, untuk tidak disamaratakan secara general
terhadal seluruh daerah yang ada dalam suatu negara
Model asimetris yang didasarkan pada kekhasan daerah karena faktor politik, khususnya terkait
sejarah konflik yang panjang, Ex; Aceh dan Papua. Model asimetris yang didasarkan pada kekhasan
daerah berbasis sosio-kultural. (Daerah Istimewa Yogyakarta) Model asimetris yang didasarkan
kekhasan daerah berbasis geografis-strategis, yakni khususnya terkait daerah tersebut sebagai daerah
perbatasan. (Kalbar, Papua dan Kepulauan Riau) 1 2 3 DESAIN DESENTRALISASI ASIMETRI
Model asimetris yang didasarkan pada kekhasan daerah berbasis potensi dan pertumbuhan ekonomi.
(Aceh, Kalimantan Barat, Batam, dan Jakarta) 4 Kekhasan daerah berbasis tingkat akselerasi
pembangunan dan kapasitas governability. (Papua). yang mana hakikatnya pemberian ini diharapkan
pemerintah daerah mampu menggunakan potensi daerah yang dimiliki dengan keistimewaan yang
diberikan, serta dapat meredakan konflik-konflik yang ada pada daerah tersebut.

4 ASPEK PERTIMBANGAN ASIMETRIS


A. Aspek geografis, adanya desentralisasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa negara Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam daerah yang memiliki ciri khasnya
masing-masing.
B. Aspek historis, sebagaimana penjelasan Pasal 18 UUD 1945 pra amandemen menyatakan bahwa di
wilayah Indonesia terdapat daerah yang mempunyai susunan yang asli dengan ciri khasnya masing-
masing.
C. Aspek politik, bahwa adanya desentralisasi asimetris ini ditujukan untuk menjaga keutuhan
wilayah NKRI agar tidak ada wilayah yang melepaskan diri dari NKRI.
D. Aspek ekonomi, pengembangan daerah tertentu untuk meningkatkan perekonomian daerah yang
menunjang perekonomian nasional.

Aceh

 pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah karakter khas
sejarah yang memiliki perjuangan masyarakat Aceh ketahanan dan daya juang tinggi dalam
menegakan kemerdekaan dari penjajah yang ingin merebut kekuasaan Provinsi Aceh..
ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan
syariat Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi daerah modal
bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.
Kehidupan masyarakat Aceh yang kental akan syariat islam nya membuat memunculkan
adanya implementasi formal penegakan syariat islam yang menjadi latar belakang
terbentuknya Mahkamah Syar’iyah yang menjadi salah satu bagian dari keistimewaan yang
dimiliki Provinsi Aceh shg Aceh mendapatkan status nya sebagai daerah istimewa. . Dengan
status tersebut membuat Provinsi Aceh memiliki hak-hak otonomi yang cakupannya luas
dalam mengatur di bidang agama, adat, dan pendidikan. Status Provinsi Aceh yang
merupakan daerah istimewa, telah ditungakan di dalam UU Nomor 18 Tahun 1965. Namun,
dengan diberikannya keistimewaan kepada Pemerintah Provinsi Aceh, belum dapat
meninkgatkan kesejahteraan masyarakatnya, dan belum memberikan keadilan di dalam
kehidupan masyarakatnya.
 Namun, dengan diberikannya keistimewaan kepada Pemerintah Provinsi Aceh, belum dapat
meninkgatkan kesejahteraan masyarakatnya, dan belum memberikan keadilan di dalam
kehidupan masyarakatnya. Hal tersebut didukung dengan muncul nya berbagai reaksi
masyarakat seperti salah satunya menghendaki adanya Gerakan Aceh Merdeka. yang
bertujuan untuk mendapatkan kemerdekan dari Indonesia, di tahun 1976 – 2005. Untuk
menjawab permasalahan yang terjadi di Provinsi Aceh, yaitu dengan memberikan
kewenangan khusus yang berbentuk otonomi khusus kepada Pemerintah Provinsi Aceh yang
telah tertuang di dalam UU No. 18 Tahun 2001. Latarbelakang lahirnya undang-undang
tersebut dikarenakan adanya Gerakan separatism yang dilkaukan oleh Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) di tahun 1976, serta dilakukannya gerakan refromasi yang dipelopori oleh mahasiswa
dengan tuntuan terakit perubahan di segala aspek, seperti salah satu yang utama yaitu terkait
pola hubungan pusat dan daerah yang diberlakukannya system sentralisasi berubah menjadi
desentralisasi yang mana disertai dengan pemberalkuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 penyelengaaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Aceh belum dapat
sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan serta pemajuan, pemenuhan dan
perlindungan hak asasi manusia sehingga Pemerintah Aceh perlu dikembangkan & dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik
 bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah menumbuhkan solidaritas
seluruh potensi bangsa Indonesia untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh
serta menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Keragaman tersebut adalah dalam aspek keagamaan, aceh yang merupakan provinsi awal
yang menjadi pusat penyebaran agama islam di Indonesia butuh sebuah nilai yang lebih untuk
mengelola daerahnya agar menjadi lebih mandiri, selain itu dari aspek politik sendiri Aceh
kerap kali menentang pemerintah khususnya karena Aceh sendiri merupakan wilayah yang
sangat strategis dan bernilai rohani tinggi untuk diselenggarakan pemerintahan berbasis
demokrasi nasional.
Stlh GAM masih muncul konflik, akhirnya Pemerintah pusat buat
UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
Beberapa poin keistimewaan yang diberikan oleh pemerintah pusat antara lain adalah :

 Memiliki partai politik lokal


 Diizinkan memiliki Bendera/Lambang/Hymne
 Memiliki kewenangan untuk mengelola secara mandiri sektor perikanan, kelautan,
perdagangan, dan investasi kecuali kewenangan absolut yang dimiliki oleh pemerintah
pusat.
 Dalam aspek kelembagaan memiliki Wali Nanggroe, Lembaga Adat, Mahkamah Syari’ah,
Baitul Mal, Majelis Permusyawaratan Ulama, dll.
 Dalam aspek fiskal memiliki hak 70% DBH dalam hal pertambangan minyak, dan gas
bumi, serta dana otsus yang besarnya 2% dari plfon DAU Nasional.

B. Jakarta

 Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
 Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta
pusat/perwakilan lembaga internasional.
 Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
 Dki Jakarta merupakan salah satu daerah yang berperan penting dalam perjuangan
kemerdekaan NKRI. Banyak pula peristiwa-peristiwa penting selama sejarah perjuangan
bangsa Indonesia yang terjadi di Jakarta, seperti lahirnya sumpah pemuda, organisasi Budi
Utomo, proklamasi kemerdekaan, penetapan Pancasila, dll. Jakarta ditetapkan menjadi ibu
kota negara Indonesia melaui kebijakan Undang-Undang Nomr 10 Tahun 1946 pada tanggal
31 Agustus 1964. Karena kedudukan Dki Jakarta sebagai ibu kota NKRI, dan Jakarta
merupakan daerah yang otonom menyebabkan diperlukannya pemberian kewenangan yang
bersifat khusus terkait pelaksanaan pemerintahan daerah nya.
 DKI Jakarta yang berperan sebagai ibukota NKRI menjadi pusat pemerintahan dan daerah
yang otonom dengan memiliki berbagai macam permasalahan yang sangat kompleks dan
memiliki perbedaan dengan dearah lain nya. Berbagai macam permsalahan tersebut seperti
urbanisasi, keamanan, pengelolaan Kawasan khusus, masalah sosial kemsayarakatannya, dll
memnyebabkan perlunya sebuah solusi guna mengatasi berbgaia permsalahan yang ada di
DKI Jakarta secara sinergis dengan menggunakan beberapa instrument. Oleh karena itu,
lahirlah kebijakan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 20-7 yang mengatur tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang berperan sebagai ibu kota NKRI.
Kebijakan tersebut telah mengatur tentang khususan yang dimiliki Provinsi DKI Jakarta
sebagai Ibukota Negara.
 Dasar pemberian status keistimewaan Jakarta:
o Jakarta sebagai ibukota negara patut dijadikan indoktrinasi, kota teladan dan kota
cita-cita bagi seluruh bangsa Indonesia
o sebagai ibukota negara, daerah Jakarta Raya perlu memenuhi syarat-syarat minimun
dari kota internasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya;
o untuk menciptakan tujuan tersebut di atas, maka Jakarta Raya harus diberikan
kedudukan yang khusus sebagai daerah yang langsung dikuasai oleh Presiden/
Pemimpin Besar Revolusi.

Jakarta diberikan amanat untuk menyelenggarakan otonomi khusus lebih condong pada aspek
politik serta pengelolaan daerah yang kiranya perlu sebuah kewenangan khusus yang diberikan
untuk melaksanakan aspek-aspek pemerintahannya. Hal demikian dikarenakan untuk
melaksanakan tata kelola pemerintahannya, DKI Jakarta memiliki tanggung jawab yang lebih
khusus untuk dapat menanggung beban yang dimilikinya karena sebagai lokasi Ibukota negara.
Oleh karena itu pemerintah pusat memberikan kewenangan khusus kepada DKI Jakarta melalui
UU No. 29 Tahun 1964 tentang Penyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Sebagai Ibu Kota
Negara Republik Indonesia Dengan Nama Jakarta. Beberapa keistimewaan yang diberikan yaitu:

a. Otonomi tunggal di provinsi.


b. Memiliki 4 Deputi, meliputi ( Industri, Perdagangan dan Transportasi, Tata Ruang dan
Lingkungan Hidup, Pengendalian Kependudukan, dan Budaya & Pariwisata).
c. Kewenangan khusus untuk mengelola tata ruang, sumber daya manusia, lingkungan hidup,
pengendalian kependudukan & pemukiman, transportasi, industri, perdagangan, pariwisata dan
kebudayaan betawi.
d. Memiliki wakil di jenjang-jenjang pemerintahan.
e. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet dan memiliki hak protokoler
f. Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih secara langsung dan memenangkan suara lebih dari
50%
g. Jumlah anggota DPRD yang komposisinya 125% dari jumlah penduduk (106 anggota)

C. YOGYAKARTA
 Bahwa negara mengakui dan menghormati satuan- satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau rotbersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
 Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman yang telah mempunyai
wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum YIA lahirnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 berperan dan memberikan sumbangsih yang
besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
 Peraturan Daerah DIY, selanjutnya disebut Perda, adalah Peraturan Daerah DIY yang
dibentuk DPRD DIY dengan persetujuan bersama Gubernur untuk mengatur
penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi sebagaimana diatur dalam undang-undang
tentang pemerintahan daerah.
 Peraturan Daerah Istimewa DIY, selanjutnya disebut Perdais, adalah Peraturan Daerah
DIY yang dibentuk oleh DPRD DIY bersama Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan
Kewenangan Istimewa
 alasan sejarah dan budaya. Daerah Istimewa Yogyakarta mendapatkan perlakuan istimewa
mengingat sejarahnya di masa revolusi dan perebutan kemerdekaan. Perlakuan ini terlihat
dari penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur di DIY yang dilakukan oleh DPRD.
Gubernur DIY adalah Sultan yang bertahta dan Wakil Gubernur DIY adalah Pakualam
yang bertahta. Penentuan Sultan dan Pakualam diserahkan kepada institusi
keraton/pakualam masingmasing. Kedua pemimpin ini tidak boleh bergabung dengan
partai politik. Pada level kabupaten/kota tetap sama dengan daerah lainnya
 Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman yang telah mempunyai
wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berperan dan memberikan sumbangsih yang
besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. negara mengakui kerajaan yang memang sejak dulu, sebelum Indonesia
merdeka sudah ada di Yogyakarta yang terdiri dari Kesultanan dan Pakualaman

Status keistimewaan Provinsi DIY diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan DIY. Keistimewaan dalam Pasal 1 ayat (2) adalah keistimewaan kedudukan hukum
yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa.

kewenangan khusus kepada Yogyakarta didasarkan pada aspek budaya yang dimiliki, dimana
Yogyakarta merupakan daerah yang kental akan budaya jawa dan memiliki sebuah sistem
pemerintahan yang sejak zaman hindu budha dahulu sudah terkenal dan berkelanjutan. Yogyakarta
pula menjadi sebuah wujud bukti sejarah dari peninggalan kerajaan mataram yang mana kerajaan
tersebut terkenal dengan kerajaan yang sejahtera dan bercorak religi hindu, yang kemudian
berubah menjadi muslim. Sistem pemerintahan kerajaan mataram tersebut lah yang hingga kini
masih tertanam di dalam diri pemerintahan Yogyakarta, yang mana dilatarbelakangi hal tersebut
menjadikan pemerintah pusat memberikan sebuah otonomi khusus kepada Yogyakarta. hal-hal
sentral dalam penerapan desentralisasi asimetris dalam Undang-Undang Keistimewaan DIY ini
berkutat pada 5 (lima) permasalahan pokok yakni: 1. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan,
tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, 2. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, 3.
Kebudayaan, 4. Pertanahan, dan 5. Tata ruang…… Melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi sebuah titik awal pelaksanaan daerah
otonomi khusus dapat dilaksanakan di Yogyakarta. Beberapa poin khusus yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada Yogyakarta yaitu :

a. Perubahan tata pengisisan Jabatan, Kedudukan, Tugas, Wewenang Gubernur serta Wakil
Gubernur.
b. Sultan yang bertakhta adalah Gubernur, Paku Alam yang bertakhta adalah Wakil Gubernur.
Kemudian untuk pemilihannya tidak melalui pemilihan langsung oleh rakyat (pilkada) melainkan
penetapan oleh DPRD DIY kemudian hasil penetapan diusulkan pada Presiden melalui Menteri
untuk mendapatkan pengesahan penetapan. Kemudian Presiden Republik Indonesia mengesahkan
penetapan dan melantik Sultan Hamengku Buwono sebagai
c. Masa Jabatan tidak diperiodisasi (dibebaskan).
d. Sistem Pemerintahan Monarki.
e. Setiap 5 Tahun sekali masa jabatan sultan dan paku alam ditetapkan oleh DPRD Provinsi.
f. Keistimewaan di bidang pengelolaan kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.
g. (TAMBAHAN DARI SUMBER LAIN) Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b diselenggarakan untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat
berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan
memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli. Ketentuan mengenai penataan dan
penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Perdais.
h. Kebudayaan diatur dalam Pasal 31 ayat (1): Kewenangan kebudayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil
cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda,
seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY. Ketentuan mengenai
pelaksanaan kewenangan kebudayaan diatur dalam perdais.
i. Pertanahan. Pertanahan di atur dalam Pasal 32, yang menentukan: (1) Dalam penyelenggaraan
kewenangan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan
dan Kadipaten dengan Undang-Undang ini dinyatakan sebagai badan hukum. (2) Kasultanan
sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah
Kasultanan. (3) Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak
milik atas tanah Kadipaten. (4) Tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang
terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY. Kasultanan dan Kadipaten berwenang
mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk
sebesarbesarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan
masyarakat.
j. Tata Ruang. Tata Ruang diatur dalam Pasal 34, yang menentukan: (1) Kewenangan
Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
huruf e terbatas pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. (2)
Dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan dan
Kadipaten menetapkan kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah
Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY. (3) Kerangka umum kebijakan tata ruang tanah
Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
memperhatikan tata ruang nasional dan tata ruang DIY.

Salah satu keistimewaan lain yang dimiliki oleh Provinsi DIY dan berbeda dari pemerintahan
daerah lainnnya ialah terdapat perdais (peraturan daerah istimewa) selain perda (peraturan daerah),
Pergub (peraturan gubernur) dan Kepgub (Keputusan Gubernur). Di mana dalam perdais,
Gubernur DIY mendayagunakan nilai-nilai, norma, adat-istiadat dan tradisi luhur yang mengakar
dalam masyarakat dan memperhatikan masukan dari masyarakat DIY. Dalam konsepsi
keistimewaan DIY, titik tekan keistimewaannya terdapat dalam 5 (lima) hal yakni pengisian
jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang
yang disesuiakan dengan keinginan rakyat atau masyarakat DIY itu sendiri

D. PAPUA dan Papua Barat

 pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua belum digunakan secara
optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli. Sehungga telah mengakibatkan
terjadinya kesenjangan antara Provinsi Papua dan daerah lain, serta merupakan pengabaian
hak-hak dasar penduduk asli Papua.
 Pertama, pemerintah mengakui bahwa hingga saat terbentuknya UU tersebut terdapat
permasalahan di Papua yang belum diselesaikan.. penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa
keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum
sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya
menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua, khususnya
masyarakat Papua. Permasalahan itu meliputi berbagai bidang, baik dalam bidang politik,
pemerintahan, ekonomi, maupun sosial dan budaya. Kedua, pemerintah mengakui bahwa
telah terjadi kesalahan kebijakan yang diambil dan dijalankan untuk menyelesaikan berbagai
persoalan di Papua selama ini. Pengakuan secara tegas bahwa apa yang dijalankan di Papua
belum memenuhi rasa keadilan, belum memungkinkan tercapainya kesejahteraan,
penegakan hukum, dan penghormatan terhadap HAM, khususnya bagi masyarakat
setempat.
 masyarakat Papua menuntut untuk mengembangkan kekhasan budayanya dalam konteks
NKRI melalui kebijakan pada tingkat nasional yang bersifat khusus.. dalam rangka
mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi lain, dan meningkatkan taraf
hidup masyarakat di Provinsi Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli
Papua, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia pemerintah menerbitkan UU No.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua).

Provinsi Papua masih mengalami penderitaan yang cukup lama dirasakan. seperti
perekonomian yang masih rendah akibat penyalagunaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kemudian, terdapat ketidakadilan atas tidak meratanya distribusi hasil pelaksanaan pembangunan
ekonomi di masa orde baru. Setelah orde baru berakhir, konflik separatism yang terjadi semakin
manifest dan semakin intensif jumlah konflik nya. Unutk mengatasi itu, Pemerintah Indonesia
memberikan kebijakan otonomi khusus kepada Pemerintah Provinsi Papua yang telah diatur di
dalam UU No. 21 Tahun 2001. UU tersebut merupakan bentuk respon Pemerintah Indonesia guna
mengatasi berbgai macam masalah di Provinsi Papua, terutama masalah terkait tuntutan
kemerdekaan di Papua. Dalam perumusan kebijakan UU no 21 tahun 2001, telah melibatkan
berbagai stakeholders di Papua.

dari bidang pertahanan dan keamanan serta ekonomi, dimana banyak sekali tindakan atau
kejadian separatis yang dilakukan oleh masyarakat papua untuk melepaskan diri dari Indonesia.
Selain itu dari bidang ekonomi dimana pemerataan penduduk, pembangunan, serta kualitas
sumberdaya yang dimiliki jauh berbeda dibanding daerah-daerah di barat Indonesia, terlebih pulau
jawa. Maka dengan demikian pemerintah pusat sadar perlunya sebuah kekhususan untuk
menyelesaikan problematika yang dimiliki oleh Papua saat itu. Melalui UU No. 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua maka secara resmi papua menjadi daerah keempat yang
melaksanakan otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat. Beberapa poin dalam
kebijakan kewenangan khusus tersebut diantaranya :
a. Gubernur dan Wakil Gubernur harus merupakan orang asli papua (OAP).
b. Gubernur memiliki peran untuk mengangkat Kapolda dan Kajati di daerahnya.
c. Memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang mana wajib berasal dari orang asli
Papua.
d. Tidak ada partai lokal.
e. Memiliki kewenangan dalam bidang perekonomian, pendidikan & kebudayaan, kesehatan,
kependudukan, ketenagakerjaan, lingkungan hidup dan sosial.
f.Memiliki Lembaga Representasi Kultural OAP (untuk melindungan OAP).
g. Tanah Ulayat dan Adat diakui.
h. Apek fiskal 70% DBH dalam bidang pertambangan, minyak, dan gas.
i. Dana Otonomi Khusus yang besarnya setara 2,5% DAU Nasional.
j. Dana Tambahan Infrastruktur (Perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi
lingkungan)
Dengan penjelasan demikian, maka proposisi yang dapat diberikan adalah Pemerintah Pusat
menetapkan kebijakan desentralisasi asimetris untuk memberikan keistimewaan yang tidak
dimiliki oleh daerah lain kepada daerah tertentu untuk memenuhi kebutuhan serta menyelesaikan
permasalahan daerah yang membutuhkan sebuah keistimewaan tertentu untuk mengatasinya.

OTSUS PAPUA DAN ACEH DIDASARKAN PADA:

1. otsus Papua tidak dapat dikatakan sebagai bentuk kesepakatan bersama, melainkan produk
dari pemerintah pusat untuk meredam konflik yang terjadi di Papua. Jika otonomi khusus
Aceh adalah bentuk tindak lanjut dari penyelesaian konflik, maka otonomi khusus Papua
dibuat sebagai upaya untuk menyelesaikan konflik.
2. dana Otonomi Khusus sebagai kompensasi ketiga provinsi masih dapat bergabung di
Republik Indonesia.
3. pengakuan terhadap identitas lokal yang terwujud dalam institusi politik. Di Aceh proses ini
ditandai dengan adanya lembaga baru yang merepresentasikan adat dan agama. Di Papua,
wewenang diberikan kepada adat dan gereja.
4. pengakuan terhadap simbol-simbol lokal seperti bendera, bahasa dan lain sebagainya.
5. partai politik lokal. Aceh memanfaatkan momentum partai lokal dengan tumbuhnya partai
lokal dan memenangkan pemilu, sedangkan di Papua belum ada walaupun ruang untuk hal
tersebut telah ada.
6. adanya afirmatif action untuk menjadi pemimpin lokal. Di Aceh wujudnya dengan dapat
membaca Al Quran, di Papua pemimpinnya harus orang asli papua yang disyahkan oleh
Majelis Rakyat Papua.
7. pengaturan terkait sumber daya. Selain dana otsus yang jumlahnya sangat besar, pengelolaah
sumberdaya daerah adalah isu yang spesifik. Aceh memiliki beberapa kekhususan spesifik
terkait dengan pengelolaan sumber daya, misalnya pertanahan, hutan dan eksploitasi minyak.

Anda mungkin juga menyukai