Anda di halaman 1dari 5

KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

Oleh ARISMAN
Widyaiswara Muda BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI

Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom


untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Implemetasi paradigma sentralistik itu di bidang politik dan pemerintahan telah
melahirkan permasalahan yang sangat akut. Sebelum otonomi daerah diberikan secara
penuh pada era reformasi, birokrasi pada tiap level pemerintahan daerah kental dengan
istilah-istilah “penguasa tunggal”. Istilah ini, paling tidak, mengandung dua makna.
Pertama, nuansa otoritarianisme memang diberi ruang untuk kepala daerah. Indikasi
ini bisa dilihat pada ketidakberdayaan institusi kontrol, baik yang berasal dari DPRD,
maupun kelompok-kelompok “oposisi” di luar institusi formal. Kedua, kepala daerah,
baik tingkat I maupun tingkat II, lebih berperan sebagai wakil Pemerintah Pusat
daripada Pemerintah Daerah itu sendiri. Artinya, penyerapan aspirasi masyarakat
kurang dianggap urgen. Petunjuk dari pusat, seperti istilah petunjuk teknis, petunjuk
pelaksana, lebih diutamakan dan melekat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Posisi Otonomi Daerah Dalam Kerangka Pengembangan Wilayah

Secara luas, Winoto (1998) memberikan empat arti yang melekat dalam
perencanaan regional, yang tentunya berimplikasi pada pengembangan wilayah,
terdiri dari : pengintegrasian kebijakan pada tingkat lokal, pembuatan keputusan dan
disain investasi proyek pada tingkat regional, pengembangan ekonomi untuk wilayah
sub-nasional, dan pengembangan kota, pengelolaan sumber daya, pengembangan
masyarakat. Kemudian secara lebih khusus Azis (1989) dan Soegijoko (dalam
Soegijoko dan Kusbiantoro, …) menyatakan bahwa pengembangan wilayah pada
dasarnya berkaitan dengan tingkat dan perubahan menurut/dalam waktu dari

1
sejumlah variabel (produksi, populasi, angkatan kerja dan lain-lain) dalam batas
teritorial (wilayah) yang jelas. Aktivitasnya dapat berbentuk pengembangan
perkotaan (dalam kaitannya dengan perdesaan — rural urban linkages),
pengembangan/mobilisasi sumber daya dan pengembangan perdesaan. Keterangan
tersebut memberikan gambaran bahwa spektrum pengembangan wilayah adalah
sangat luas. Pengembangan wilayah dapat berada pada tingkat nasional sampai
tingkat lokal dengan kandungan kegiatan yang berbeda. Semua itu bukanlah kegiatan
yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan bertujuan untuk mengintegrasikan
kepentingan nasional dengan kepentingan wilayah/lokal dan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana posisi
otonomi daerah dalam kerangka pengembangan wilayah tersebut ?

Berdasarkan uraian di muka maka kegiatan pembangunan/pengembangan


wilayah dapat dibedakan menjadi : makro untuk nasional, meso untuk propinsi dan
kabupaten, mikro untuk kecamatan, desa dan kawasan. Wewenang dan jenis kegiatan
yang dapat dilakukan untuk masing-masing tingkatan berbeda, sesuai dengan yang
telah diatur dalam UU No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan PP No 25
Tahun 2000 serta keragaman potensi dan persoalan masing-masing tingkatan
wilayah. Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa posisi otonomi
daerah adalah sebagai guidance terhadap aktivitas pengembangan wilayah yang akan
dilakukan.

Meskipun demikian tidak berarti otonomi daerah sudah menjadi sistem yang
sempurna. Belum lama ini, ada keinginan dari pemerintah untuk memperbaiki UU No
22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 Tentang
Perimbangan Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat memberi waktu kepada
pemerintah untuk mengajukan perbaikan sampai pertengahan tahun ini. Ini
disebabkan karena adanya kelemahan-kelemahan pada kedua UU tersebut, disamping
tentunya ada kelebihannya. Bbeberapa kelebihan dan kelemahan yang dijumpai,
diantaranya adalah :

- Kelebihan Otonomi Daerah :

 Dapat lebih memberdayakan dan meningkatkan kemampuan pemerintah


daerah.

2
 Dengan adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah, daerah
mempunyai keleluasaan dalam melakukan pengelolaan pembangunan sesuai
dengan sumber daya yang tersedia.
Kewenangan yang diberikan kepada daerah juga memungkinkan bagi daerah
untuk mengambil keputusan secara cepat.

 Struktur organisasi dan personil dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan,


sehingga tidak terjadi penggemukan.
Dapat meningkatkan kreativitas aparatur pemerintah baik dalam pengelolaan
pembangunan maupun dalam penggalian sumber-sumber dana pembangunan.

 Dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan publik.


Dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, baik
dalam perencanaan, pengawasan, pendanaan, maupun dalam pemanfaatan
hasil-hasil pembangunan.

 Mempercepat terwujudnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah.

 Meningkatkan sosial budaya masyarakat yang selama ini kurang mendapat


perhatian karena terfokus pada pertumbuhan ekonomi.

- Kekurangan Otonomi Daerah :

 Terbatasnya jumlah dan kualitas aparat pemerintah di daerah.

 Penyerahan urusan sebagian belum diikuti dengan penyerahan pembiayaan,


personil dan peralatan.

 Rendahnya tingkat pendapatan asli di beberapa daerah.

 Bias ekonomi, bias luar jawa dan bias sumber daya alam.

 Anggapan keseragaman kesiapan daerah, sehingga pelaksanaannya dilakukan


secara serempak di seluruh wilayah Indonesia.

 Aspirasi masyarakat yang berlebihan dapat menyebabkan tidak terjadi


integrasi antara kepentingan daerah dengan kepentingan nasional.

 Tidak ada hirarkhi antara kabupaten/kota dengan propinsi yang dapat


menyebabkan timbulnya kesulitan dalam koordinasi kegiatan lintas
kabupaten/kota.

3
 Terdapat ambivalensi dan inkonsistensi khususnya di tingkat propinsi. UU
menyebutkan otonomi luas berada di kabupaten, tetapi banyak hal diambil
propinsi. Posisi Gubernur tidak jelas. Pada satu sisi adalah wakil pemerintah
dan oleh karena itu pejabatnya ditunjuk presiden; pada sisi lain propinsi adalah
daerah otonom yang seharusnya Gubernur menjadi jabatan politis yang dipilih
DPRD.

Kandungan Normatif dan Implikasinya

Pembangunan mengemban tugas kemanusiaan dan tugas kehidupan, padanya


tergantung harapan-harapan masyarakat. Harapan-harapan inilah yang menjadikan
setiap anggota masyarakat dan/atau kelompok masyarakat perlu untuk senantiasa
terlibat dan ikut berproses dalam menentukan arah serta prioritas pembangunan
pada setiap tahapan yang dilakukan. Karena setiap anggota masyarakat atau kelompok
masyarakat mempunyai latar belakang dan kepentingan yang berbeda,
konsekuensinya harus ada dasar yang digunakan untuk menentukan perumusan arah
dan prioritas pembangunan. Ini berkaitan dengan sistem nilai yang dianut masyarakat

Sistem nilai masyarakat tercermin dalam produk hukum dan perundang-


undangan, sekaligus menjadi norma dari nilai-nilai yang hendak dicapai dalam proses
pembangunan. Kandungan normatif yang dapat diidentifikasi dari UU No 22 Tahun
1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan
Keuangan beserta Peraturan Pemerintah yang menyertainya adalah sebagai berikut :
 Keadilan
 Supremasi hukum – pengakuan hak adat
 Demokratisasi
 Transparansi
 Identitas dan integritas bangsa
 Implikasi terhadap sumber daya wilayah
 Implikasi terhadap masyarakat di dalam satu sistem wilayah
 Implikasi terhadap wilayah itu sendiri
 Implikasi terhadap hubungan wilayah dengan wilayah yang lebih luas

4
DAFTAR PUSTAKA

Haris Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2007

Syaukani, HR., Affan Gaffar dan Ryaas Rasyid, 2002, “Otonomi Daerah dalam Negara
Kesatuan”, Kerjasama PUSKAP dan Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI), Jakarta.

Thoha, Miftah. 2008. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta: Kencana.

Jaweng, Robert Endi, Anomali Desentralisasi Asimetris, Suara Pembaruan, Selasa, 21


Desember 2010.

Anda mungkin juga menyukai