Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN PERTAMA

BAB I
Peranan Administrasi Negara dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

A. Pengertian Administrasi Negara


Dari sudut etomologis, Admnistrasi menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin, yaitu ad
dan ministrare yang berarti “to serve” atau melayani atau mengabdi.
Administrasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu administrasi dalam arti sempit dan
administrasi dalam arti luas. Secara sempit administrasi diacukan sebagai kegiatan yang bersifat
tulis-menulis tentang segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi atau usaha. Jadi, dalam hal ini
administrasi tak lebih dari pekerjaan mengetik, mengirim surat, mencatat keluar dan masuknya,
penyimpanan arsip dan pekerjaan secretariat lainnya (proses pelayanan).
Semetara itu, administrasi dalam arti luas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan. Kegiatan-kegiatan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan.

B. Peranan Administrasi Negara


Peranan administrasi negara akan selalu mengandung makna penting dalam upaya
memperoleh dan mengembangkan wawasan, konsep, dan alternatif dalam penyelenggaraan
otonomi daerah. Makna ini menjadi demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan
tantangan yang dihadapi di masa depan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan arus
informasi mengakibatkan perubahan begitu cepat. Keterbukaan yang telah kita pilih menyebabkan
arus informasi semakin deras, baik informasi yang positif maupun yang negative. Bahkan, kalua
kurang waspada akan dapat memengaruhi dasar-dasar system yang kita anut.
Dengan demikan, peranan administrasi negara tidak cukup hanya dalam konsep dan teori
semata, teapi benar-benar dapat mewujudkan suatu disiplin ilmu (Ilmu Administrasi) yang mampu
memecahkan masalah yang semakin kompleks dan rumit, Khususnya dalam pelaksanaan
penyelenggaraan otonomi daerah.
C. Penyelenggaraan Otonomi Daerah
1. Penataan Kewenangan Kelembagaan, Relokasi Personil, dan Dokumen
Kita tidak boleh mengabaikan bahwa ada prasyarat yang harus dipenuhi sebagai daerah
otonom, yaitu sebagai berikut.
- Adanya kesiapan SDM Aparatur yang berkeahlian.
- Adanya sumber dana yang pasti untuk membiayai berbagai urusan pemerintahan,
pembagunan, dan pelayanan masyarakat sesuai kebutuhan dan karakteristik daerah.
- Tersedianya fasilitas pendukung pelaksanaan pemerintahan daerah.
- Bahwa otonomi daerah yang diterapkan adalah otonomi daerah dalam koridor Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selanjutnya, hal-hal yang perlu diperhatkan dalam penataan kelembagaan adalah :
- Penajaman misi organisasi.
- Penghindaraan duplikasi tugas (tidak tumpeng tindih);
- Rumusan tugas dan fungsi jelas.
Salah satu hal yang tidak dapat diabaikan dalam penataan kelembagaan adalah factor SDM.
Tanpa SDM yang mempunyai kemampuan tinggi (professional) misi lembaga tidak akan dapat
dilaksanakan dengan baik. Untuk itu, kualitas SDM perlu mendapatkan perhatian yang serius.
BAB II
Isu Penyelenggaraan Otonomi Daerah

A. Latar Belakang
Realisasi otonomi daerah memakan proses yang panjang yang didalam proses ini sudah tentu
terdapat banyak kendala, hambatan, rintangan, dan halangan dalam pelaksanaanya
(implementasinya).
Isu yang berkembangan antara lain tentang pelaksanaan pemerintah daerah, perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah, dan kewenangan provinsi, organisasi perangkat daerah, dana
perimbangan, serta tata cara pertanggungjawaban kepala daerah.

B. Isu Implementasi
Berbagai isu implementasi yang muncul harus menjadi perhatian dan perlu dianalisis serta
diantisipasi agar implementasi otonomi daerah dapat berjalan dengan baik dehingga terciptanya
pola pemerintahan dengan baik, efisien, dan efektif untuk memberikan pelayanan kepada public
(masyarakat).

C. Pemerintah Daerah
Desentralisasi adalah penyerahan wewwnang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada
daerah otonom. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Substansi kewenangan daerah mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan dalam bidang pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, serta agama
dan kewenangan bidang lain.

D. Perimbangan Keuanagan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah


Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari
Pajak Bumu dan Bangunan, Bea Peolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari SDA
serta dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, mengingat tujuan masing-masing sumber tersebut saling mengisi dan
melengkapi. Bagi daerah dari penerimaan PBBB, BPHT, dan penerimaan SDA merupakan sumber
penerimaan yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil.

E. Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi


Dalam peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 telah di tetapkan yang masih
kewenangan pusat dan provinsi seperti yang dimaksud otonomi luas undanh-undang Nomor 22
Tahun 1999. Diluar kewenangan pusat sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) maupun
kewenangan provinsi sebagaimana ditetapkan dalam pasal 9 ayat (1) adalah merupakan
kewenangan kabupaten/kota sebagai daerah otonomi yang mengatur (legilasi) dan kewenangan
untuk mengurus (eksekusi).

F. Organisasi Perangkat Daerah


Perangkat daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung
jawab kepada kepala daerah dan membantu kepala daerah (Gubernur/Walikota) dalam
penyelenggara pemerintahan. Berdasarkan PP Nomor 84 Tahun 2000, nomenklatur, jenis, dan
jumlah unit organisasi dilingkungan pemerintah daerah berdasarkan kemampuan, kebutuhan, dan
beban kerja.

G. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000


Tampak jelas dengan dikeluakan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 yang dengan
eksplisit pula menyatakan kewenangan-kewenangan Provinsi sebagai daerah otonomi. Berdasarkan
teori residu/sisa yang dianut, maka menjadi jelas kewenangan-kewenangan sisanya menjadi
kewenangan daerah kabupaten/kota.

H. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000


Dapat diketahui bahwa eselonisasi antara perangkat daerah provinsi, kabupaten/kota,
berbeda. Jelaslah hal ini bertentangan dengan undang-undang yang menjadi dasar berlakunya
peraturan pemerintah tersebut. Dari uraian tersebut diatas maka Peraturan Pemerintah Nomor 25
dan 28 Tahun 2000 telah menyimpang dan bahkan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

I. Tata Cara Pertanggungjaaban Kepala Daerah


Dalam PP No 108 Tahun 2000, diatur jelas pertanggungjawaban kepala daerah terdiri dari
pertanggung jawaban akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban akhir masa jabatan, dan
pertanggungjawaban hal tertentu. Dengan kepastian ini maka tidak ada lagi plemik apakah kepala
daerah bisa dijatuhkan ditengah jalan jika pertanggungjawabannya ditolak oleh DPRD karena tolak
ukur/kriterianya jelas. Rencana Strategis (Renstra) adlah tolak ukur pertanggungjawaban akhir
tahun dan akhir masa jabatan, sedangkan pertanggungjawaban untuk hal tertentu adalah criminal.
Apabila pertanggungjawaban tersebut ditolak, DPRD dapat mengusulkan kepada Presiden (untuk
Gubernur) atau Mendagri (untuk Bupati/Walikota) Pemberhentian Gubernur,Bupati/Walikota.

J. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan merupakan pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk
mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi kepala daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin membaik.
BAB III
Pemerintahan Daerah

A. Pemerintahan Daerah
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-
Undang Dasar 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (medebewind), diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhasan suatu daerah dalam system NKRI.
Dalam kenyataan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, perlu
diganti (direvisi) dan kemudian disyahkan Undang-Undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2004 Nomor 125, TLNRI Nomor 4437).

B. Prinsip Negara Kesatuan


Apabila kita memperhatikan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Prinsip Tersebut di
terjemahkan sebagai berikut :
1. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibabgi dalam daerah Provinsi, daerah
kabuaten dan daerah kota yang bersifat otonom, sehingga sering diinterprestasikan bahwa
wilayah kabupaten dan kota tidak didalam wilayah provinsi.
2. Masing-masing daerah otonom berdiri sendiri dan tidak memiliki hubungan hierarkhis satu
sama lain, sehingga dapat diartikan bahwa masing-masing daerah tidak memiliki keterkaitan
dalam satu kesatuan Sistem Pendidikan Nasional.
Pandangan dan atau pendapat tersebut di atas keliru, yang berimplikasi serius terhadap pola
piker sebagian kepala daerah dan DPRD. Hal ini tercermin dari pernyataan-pernyataan Kepala
Daeran dan DPRD, Seolah-olah daerah memiliki kedaulatan sendiri (souvereign), Padahal otonomi
daerah sebagai kewenangan (otoritas).
C. Urusan Pemerintahan
1. Distribudi urusan pemerintahan dalam NKRI didasarkan pada pemikiran bahwa selalu
terdapat berbagai urusan pemerintahan yang secara absolut dilaksanakan oleh pemerintahan
(sentralisasi). Berbagai urusan pemerintahan tersebut menyangkut kelangsungan hidup
bangsa dan negara secara keseluruhan, Kepala daerah melekat pada kepentingan masyarakat
setempat (Bersifat lokalitas)
2. Urusan-urusan pemerintahan yang menyangkut kepentungan masyarakat setempat
(lokalitas) merupakan bagian dari rangkaian urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang berada satu pun urusan pemerintahan yang
absolut (mutlak) dapat diselenggarakan oleh provinsi saja atau kabupaten/kota saja.
3. Urusan pemerintahan bersifat dinamis dalam penyelenggaraan dan distribusinya akan selalu
mengalami perubahan dari masa ke masa (plebisit day by day). Untuk menjamin kepastian
hukum, perubahan-perubahan tersebut perlu didasarkan atas peraturan perundang-
undangan.
BAB IV
Restrukturisasi Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pembangunan Daerah

A. Pendahuluan
Dari kebijakan otonomi dalam perkembangan pelaksanaanya selalu terdapat peralihan
antara dekonsentrasi dan desentralisasi pemerintah daerah, seperti :
1. Desentralisasi Wet 1903 (dekonsentrasi)
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 (desentralisasi)
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 (dekonssentrasi)
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 (Dekonsentrasi)
5. Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1959 (dekonsentrasi)
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 (desentralisasi)
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 (dekonsentrasi)
8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (desentralisasi)
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (desentralisasi)

B. Landasan Konsepsional
Undang-undang dasar 1945 secara prinsip menganut 2 nilai dasar, yaitu nilai kesatuan dan
nilai otonomi. Nilai kesatuan memberikan indikasi bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan
pemerintahlain didalamnya pada magnitude negara. Artinya, pemerintah nasional adalah satu-
satunya pemegang kedaulatan rakyat,bangsa, dan negara. Nilai dasar otonomi diwujudkan dalam
bentuk pemerintahan daerah yang berwenang menyelenggarakan otonomi daerah dalam batas-
batas kedaulatan negara. Dalam konteks itu, penyelenggara desentralisasi di Indonesia terkait erat
dengan pola pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah karena dalam
penyelenggaraan desentralisasi, selalu terdapat dua unsur penting, Yakni pembentukan daerah
otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan.

C. Reskontrukturisasi Pemerintah Daerah


Dalam Undang-Undang nomor 2 Tahun 1999, pemerintah daerah adalah kepala daerah
beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif. DPRD adalah legislative
daerah yang merupakan mitra kerja pemerintah daerah. Kedua pengertian tersebut menisyaratkan
bahwa DPRD merupakan badan yang terpisah di luar pemerintahan daerah dan secara Fungsional
seakan-akan berada di atas kepala daerah.
Akibatnya, DPRD cenderung mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas dalam melakukan
pengawasan pelaksanaan kebijakan daerah sehingga lebih berdampak negative daripada positifnya
seperti pada saat pelaksanaan LPJ kepala daerah, pemilihan kepala daerah yang sarat dengan
muatan politik uang “money-politic”, dan lainnya.

D. Eksistensi dan Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah Berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah
daerah. Dalam implementasinya ada kecenderungan DPRD menuntut hak yang sama dengan
eksekutif terutama dalam hal mendapatkan alokasi anggaran di dalam APBD. Penafsiran yang
sesungguhnya adalah pengertian sejajar dan mitra yang selalu dalam konteks kelembagaan dan
upaya chek and balance antara DPRD dengan Eksekutif dalam rangka mewujudkan system
pemerintahan yang sehat dan baik.

E. Pembagunan Daerah
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat didaerah diberi tugas, wewenang, dan
bertanggung jawab untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta keserasian pembagunan
antardaerah. Pada sisi lain, kewenangan dan fasilitas yang diperlukan untuk menjalankan peran
tersebut relative terbatas, akibatnya peran provinsi sebagai penyeimbang pembangunan di daerah
belum dapat dijlankan secara optimal.

F. Penutup
Tujuan utama otonomi daerah adalah meniingkatkan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat. Ukuran keberhasilan otonomi daerah adalah terwujudnya kehidupaan yang lebih baik,
lebih adil dalam memperolrh penghasilan/pendapatan terlindungnya dari segala gagguan, dan
terciptanya rasa aman serta lingkungan hidup yang lebih nyaman. Salah satu aspek penting
otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam
proses perencanaan,pelaksanaan, dan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada public.

BAB V
PERSPEKTIF PEMBANGUNAN APARATUR NEGARA

A. Latar Belakang
Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia sejak krisis ekonomi, sosial dan budaya, politik
sangat berat dan dampaknya terasa hingga dewasa ini. Sejak gerakan reformasi dimulai, berbagai
upaya seluruh komponen bangsa telah banyak dicurahkan untuk memperbaiki keadaan dalam
berbagai bidang kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik, maupun aparatur negara.
Masalah yang dihadapi sarat dengan masalah-masalah fundamental, seperti kebebasan,
keadilan, demokrasi, dan hak-hak asasi manusia, dan lain-lain masih menjadi perdebatan yang
belum menampakkan penyelesaiannya. Dampak liberalisasi perdagangan bebas seperti AFTA,
GATT, APEC, WTO, dan lain-lain menjadi tantangan yang ada kita hadapi dalam hidup dan
kehidupan bangsa dan negara

B. Ruang Lingkup
Perkembangan dalam bidang aparatur negara memperlihatkan adanya berbagai
permasalahan dan tantangan, baik dalam kelembagaan, manajemen pemerintahan, maupun
sumber daya manusia aparatur. Kebijakan penyeragaman pola menyangkut struktur organisasi
meskipun pada satu sisi mengarah pada aspek efisiensi, pada sisi lain tidak jarang membawa
implikasi negatif.
Pada aspek SDM aparatur, profesionalisme dan manajemen masih merupakan masalah. Hal
itu antara lain masih tercermin dari belum optimalnya adopsi dan aplikasi manajemen sumber daya
manusia aparatur yang berbasis kompetensi. Dewasa ini timbul tuntutan akan adanya peraturan
kewenangan yang lebih baik guna menjaga keserasian dan keterpaduan langkah antara pusat dan
daerah serta antardaerah dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan NKRI.
C. Permasalahan
Permasalahan yang timbul adalah peran dan manfaat disiplin dan sistem administrasi negara
dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan , utamanya dalam kurun waktu pasca pemilihan
umum 2005-2010, profesi administrasi negara mampu membahas dan merumuskan kondisi objektif
dewasa ini secara sistematis dan terpadu.

D. Tantangan Masa Depan


Negara kita sedang mengalami masa perubahan misalnya dalam sistem politik yang terjadi
perubahan dari otokratis menjadi demokratis, sistem ekonomi kekeluargaan ke sistem ekonomi
pasar. Dari sisi penyelenggaraan negara, negara kita mengalami perubahan dari sistem sentralistis
ke desentralistis. Perubahan-perubahan mendasar yang terjadi berpotensi menghasilkan dua hal,
yaitu kemajuan dan kemunduran.
Setiap pemerintahan yang kurang/tidak mendapat kepercayaan dari rakyatnya, maka
pemerintahan itu akan menjadi kurang efektif. Dalam membangun negara, perlu dibangun
optimisme rakyat. Hanya rakyat yang meyakini akan masa depannya yang akan ikut aktif
membangun negaranya.

E. Prinsip Negara Kesatuan


Masyarakat Indonesia yang tergolong sangat majemuk mempunyai aspirasi yang beragam.
Aspirasi ini perlu diakomodasi secara kelembagaan dengan pemberian otonomi daerah melalui
sentralisasi. Secara yuridis dan politis, otonomi daerah diberikan oleh pemerintah kepada
masyarakat setempat dalam wilayah tertentu guna terselenggaranya pemerintahan sendiri sesuai
dengan kondisi dan potensi masyarakat yang bersangkutan.
Guna terjadinya kemajuan-kemajuan dalam suatu masyarakat mak dalam setiap sistem
pemerintahan di dalamnya perlu hadir dan diterima semangat reformasi, memperbarui diri agar
kemajuan secara evolusi dilakukan dengan sistemnya sendiri. Dengan nilai-nilai pancasila kita
mencapai aktualisasi kreatif nilai-nilai budaya bangsa, demi kemakmuran, kesejahteraan, dan
kebahagiaan bangsa.

F. Aparatur Negara
Perjuangan bangsa harus berjalan terus-menerus, dalam hubungan aparatur negara sebagai
wahana perjuangan bangsa harus siap dan mampu menghadapi tantangan perjuangan bangsa yang
menyeluruh baik dalam mengatasi krisis multi dimensi, ancaman disintegrasi, pemulihan
perekonomian, sekaligus melanjutkan pembangunan yang dewasa ini terhenti. Peningkatan
produktivitas aparatur disamping diukur dengan kinerja pelaksanaan tugas jabatan atau pekerjaan,
juga perlu diukur dengan manfaat dan dampaknya dalam masyarakat. Hal ini akan menyentuh etika
publik dan akuntabilitas publik dan kredibilitas aparat dalam pengelolaan kebijakan dengan
memperhatikan kemungkinan pelaksanaan prinsip reinventing yang menekankan sistem intervensi
lebih baik mensetir daripada mendayung ataupun dalam pemberian pelayanan prima.

G. Hubungan Kelembagaan Negara


Hubungan kelembagaan Negara diatur dalam pasal tentang sistem pemerintahan negara,
termasuk hubungan antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Memang dalam pembagian
kekuasaan di Indonesia walaupun didasarkan pada pembagian trias politica oleh Montesquieu,
tetapi tidak sepenuhnya dilaksanakan pemisahan kekuasaan, tetapi didasarkan pada distribusi
kekuasaan atau pembagian fungsi, kekuasaan legislatif, eksekutif dan kekuasaan yudikatif.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dikenal tiga pola daerah otonom yaitu
provinsi, kabupaten, dan kota. Disamping sebagai daerah otonom, provinsi ditetapkan juga sebagai
daerah administratif dalam rangka dekonsentrasi. Hubungan antara daerah otonom dan
pemerintah merupakan hubungan antarorganisasi dan bukan hubungan intraorganisasi.

H. Pembanguna Aparatur Negara


Pembangunan aparatur negara, difokuskan pada hal-hal berikut:
1. Aparatur negara yang efisien adalah aparatur negara yang mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk mengoptimalkan pemanfaatan segala sumber dana dan daya yang tersedia
dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya.
2. Aparatur negara yang efektif adalah aparatur negara yang sungguh-sungguh sadar akan
kepentingan pencapaian saran yang telah ditentukan, baik dari segi waktu maupun dananya.
3. Aparatur negara yang bersih adalah aparatur negara seluruh tindakannya atau sikap dan
tingkah lakunya dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi peraturan perundangan dan
moralitas serta nilai-nilai luhur bangsa
4. Aparatur negara yang kuat adalah aparatur negara yang berakar pada rakyat menjadi
sumbernya, serta bukan mengutamakan orientasi kekuasaan pada dirinya.
5. Aparatur negara yang berwibawa adalah aparatur negara yang cekatan melaksanakan
tugasnya karena keahlian dan keterampilan melayani kepentingan umum dan masyarakat.
Kebijakan dan langkah-langkah penertiban aparatur negara perlu dilanjutkan, terutama
dalam menanggulangi KKN, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan
keuangan negara, pungutan liar pungli, serta berbagai bentuk penyelewenangan lainnya yang dapat
menghambat pelaksanaan pembangunan serta merusak citra dan kewibawaan aparatur negara.

BAB VI
Penggalian Sumber Daya Alam, Peningkatan Sumber Daya Manusia,
Dan Pendapatan Asli Daerah

A. Sumber Keuangan Daerah


Perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah
dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan.
Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah, maka daerah diberi kewenangan untuk mengatur keuangan daerahnya. Dalam rangka
menyelenggarakan otonomi daerah, kewenangan keuangan yang melekat pada setiap daerah
menjadi kewenangan daerah seperti.
a. Sumber-sumber penerimaan dalam pelaksanaan desenntralisasi
 Pendapatan asli daerah
 Dana perimbangan
b. Dana alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
Sektor kegiatan yang tidak dapat dibiayai oleh dana alokasi khusus meliputi biaya
administrasi, penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah dan lain-
lain.

B. Isu Pelaksanaan Otonomi Daerah


Persepsi dan interprestasi penafsiran yang berbeda akibatnya, pelaksanaan otonomi daerah
ini sering diwarnai oleh perbedaan persepsi dan interprestasi, baik dalam penguasaan sumber daya
alam maupun teritorial. Relatif rendahnya kemandirian daerah dalam pembiayaan pemerintah dan
pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa penggalian sumber dana keuangan daerah tersebut
dapat menimnulkan kontra produktif. Pemberdayaan masyarakat akan terhambat jika SDM belum
optimum, dimana peningkatan pendidikan juga akan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

C. Potensi Sumber Daya Alam


Penerimaan negara dari SDA yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi
dengan imbangan sebagai berikut.
a. Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari daerah setelah
dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan imbangan 85
persen untuk pemerintah dan 15 persen untuk daerah
b. Penerimaan negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari daerah setelah dikurangi
komponen pajak sesuai dengan ketentuan berlaku dengan imbangan 70 persen untuk
pemerintah dan 30 persen untuk daerah.

D. Pendapatan Asli Daerah


PAD terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah seperti bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah serta pinjaman
dan pendapatan asli daerah yang sah seperti hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.

E. Sumber Daya Manusia


Pada umumnya daerah memiliki SDA yang cukup memadai dan bahkan sangat potensial.
Masalah yang di hadapi adalah kemampuan SDA, apakah cukup mampu mengelola sumber daya
alamnya. Didalam situasi global dituntut kemampuan bersaing dan kerja keras segenap lapisan
termasuk birokrat dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pada akhirnya, perlu diperhatikan hal-hal
berikut.
1. Meningkatkan Pelayanan
2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
3. Jaminan Kemudahan dan Keamanan
4. Prinsip Bisnis
5. Wawasan Bisnis
BAB VII
Peranan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten
Mempercepat Pengembangan Pendapatan Asli Desa

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengatur hal-hal mendasar, mengenai
pembentukan, penghapusan, dan atau penggabungan desa, susunan organisasi pemerintahan desa,
Badan Perwakilan Desa, lembaga lain, keuangan desa, dan kerjasama antardesa. Sumber
pendapatan asli daerah yang bersangkutan terdiri dari usaha desa, hasil kekayaan desa, swadaya
dan parrisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendaapatan asli daerah dipungut berdasarkan
peraturan desa yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan pemerintahan desa diharapkan dapat menumbuhkan prakarsa kreativitas
masyarakat serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan
memanfaatkan dan memberdayakan potensi desa. Dalam meningkatkan pendapatan desa pada
gilirannya menghasilkan masyarakat desa yang berkemampuan untuk mandiri.

B. Peranan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten


Dalam penerbitan peraturan desa memang tidak diperlukan pengesahan bupati, tetapi akan
wajib disampaikan kepada bupati selambat-lambatnya dua minggu setelah ditetapkan dan
tembusannya disampaikan kepada camat. Untuk meningkatkan kemampuan desa menggali potensi
yang dimilikinya agar desa terbebas dari belenggu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Pemberdayaan masyarakat terutama di pedesaan tidak cukup hanya dengan upaya
meningkatkan produktivitas, memberikan kesempatan usaha yang sama, atau memberi modal,
mendukung berkembangnya potensi masyarakat melalui peningkatan peran.

C. Pajak dan Retribusi Daerah


Pajak kabupaten/kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame,
pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir. Objek
retribusi terdiri dari jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Hakikat otonomi daerah adalah
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Pada sisi lain pemerintah provinsi
maupun pemerintah kabupaten secara terus-menerus melakukan pembinaan terhadap pemerintah
desah dan masyarakat desa, terutama pembinaan terhadap infrastruktur-infarstruktur pedesaan
dalam rangka mempercepat pengembangan pendapatan asli desa.
BAB VIII
Peranan Sumber Daya Aparatur Pemerintahan Desa
Dalam Pengembangan Pendapatan Asli Desa

A. Peranan Sumber Daya Aparatur Pemerintahan Desa


Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat, dan utuh bukan merupakan pemberian
dari pemerintah, sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh
desa tersebut. Pelaksanaan hak, wewenang, dan kebebasan dalam otonomi desa menuntut
tanggung jawab untuk memelihara integritas, persatuan, dan kesatuan bangsa dalam ikatan NKRI
dan tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap desa memiliki kondisi dan potensi yang khas, berbeda dengan desa lainnya, demikian
pula aspirasi dan karakter masyarakatnya. Dengan demikian, kedudukan kepala desa lebih
merupakan wakil dari pemerintah desa dan masyarakat desa itu sendiri. Sebagai konsekuensinya,
maka kepala desa tidak lagi mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pemerintah desa kepada
bupati, melainkan kepada masyarakat melalui Badan Perwakilan Desa.

B. Aparatur Pemerintahan Desa


Proses reformasi politik dan pergantian pemerintahan yang terjadi pada tahun 1998 telah
diikuti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun1999 tentang Pemerintah desa dan
kelurahan. Kewenangan desa mencakup kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul
desa, kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan
oleh daerah dan pemerintah, serta tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan
atau pemerintah kabupaten.
Sumber pendapatan desa sebagaimana diatur dan dikelola dalam Anggaran dan Pendapatan
Desa (APBDes) yang setiap tahunnya ditetapkan oleh kepala desa dan Badan Perwakilan Desa yang
dituangkan dalam peraturan desa.

C. Pengembangan Pendapatan Asli Daerah


Koperasi merupakan pilar kekuatan posisi tawar-menawar yang begitu kuat. Pola kondisi
masyarakat desa ini dianggap komunitas berbasis rakyat yang mandiri yang pada akhirnya akan
tercapai tujuan masyarakat yang sejahtera. Koperasi juga merupakan pemberdayaan ekonomi
kerakyatan yang paling tepat di desa. Sektor agrobisnis atau agroekonomi menjadi pilihan usaha
utama koperasi karena ditunjang oleh usaha mayoritas masyarakat desa, yaitu petani. Peranan
aparatur pemerintah desa, sebagai peranan sentral, memegang peranan penting dalam rangka
pengembangan pendapatan asli desa. Pemerintah desa perlu memiliki strategi pembangunan
potensi sumber daya alam untuk menunjang pendapatan asli daerah.
Sebagai tenaga yang profesional, aparatur pemerintah desa tidak dapat berperan sebagai
berikut.
 Tukang
 Juru
 Amatir
 Profesional atau Ahli
BAB IX
Organisasi Perangkat Desa

A. Latar Belakang
Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Susunan Organisasi
Perangkat Daerah ditetapkan dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam
pelaksanaannya Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang didasarkan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan
pemerintah daerah.

B. Organisasi Perangkat Daerah

Perangkat daerah terdiri atas sekretariat daerah, dinas daerah, lembaga teknis
daerah dan lainnya sesuai dengan susunan kebutuhan daerah. Susunan organisasi
perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Peraturan pemerintah tersebut pada prinsipnya dimaksudkan untuk
memberikan kekuasaan yang luas kepada daerah untuk menetapkan kebutuhan
organisassi sesuai dengan penilaian masing-masing.

C. Ruang Lingkup
1. Pembentukan dan kriteria organisasi perangkat daerah;
2. Kedudukan, tugas, dan fungsi organisasi perangkat provinsi;
3. Kedudukan, tugas, dan fungsi perangkat daerah kabupaten/kota;
4. Kedudukan, tugas dan fungsi sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah;
5. Susunan organisasi perangkat daerah;
6. Eseloninasi organisasi perangkat daerah;

D. Pokok-Pokok Pikiran
Beberapa pokok pikiran yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 antara lain sebagai berikut.
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan luas,nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara
profesional yang diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
2. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan
otonomi yang terbatas, disamping otonomi desa sebagai otonomi asli.

E. Implementasi
Bagi daerah otonom yang luas dan kebijaksanaan apabila diterjemaahkan
untuk memiliki dan menentukan urusan sesuai kebutuhan daerah dalam batas-
batas kemampuan anggaran yang tersedia untuk membiayainya.
a. Aspek Politik
1. Peraturan pemerintah ini ada tendesi atau kecenderungan masih
memberikan bobot yang lebih besar kepada pemerintah
(sentralistrik), padahal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
yang memberikan bobot lebih besar kepada daerah
(desentralisasi)
2. Dalam susunan perangkat daerah” tampaknya” di paksakan
seragam dengan tidak memperhatikan unsur keanekaragaman
daerah. Dengan demikian, mengakibatkan setback mengingat
susunan daerah yang ada sekarang ini telah berjalan dan
mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan kondusif Dll.
b. Aspek Sosial Budaya
1. Penyusunan organisasi perangkat daerah dengan memperhatikan
unsur keanekaragaman daerah. Bagi organisasi perangkat daerah
yang telah berjalan dan berkembang seyogyanya tetap di
perhatikan keberadaannya.
2. Penyusunan organisasi perangkat daerah dengan memperhatikan
unsur pranata-pranata sosial, nilai-nilai budaya, dan institusi-
institusi kelembagaan setempat (lokalitas).
3. Dalam penetapan eselonisasi masih terdapat ada perbedaan
antarprovinsi dan kabupaten/kota, yang dapat menimbulkan
kecemburuan sosial.
4. Dalam penetapan penyusunan organisasi perangkat daerah,
bukan ditentukan oleh besar atau kecilnya organisasi, tetapi
bagaiman pelayanan masyarakat.
5. Sehubung dengan butir 4butir tersebut diatas tentu saja kinerja
aparat/birokrasi memiliki kemampuan dan keterampilan sesuai
dengan bidang tugas masing-masing.

F. Penataan Organisasi Pemerintah Daerah


Penataan organisasi daerah yang didasarkan peraturan pemerintah
Nomor 84 Tahun 2000 dan ditindaklanjuti keputusan menteri dalam negeri dan
otonomi daerah nomor 58 tahun 2000 tentang pedoman sususan organisasi dan
tata kerja perangkat daerah, dipandang pemerintah pusat tidak sesuai lagi
dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah dan perlu di
tata ulang( peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2003).
a. Pandangan pemerintah pusat
1. Daerah masih dianggap belum mampu mengatur dan
mengurus kepentingan dirinya sendiri, SDM relatif masih
lemah, belum berkualitas, pelayanan kepada masyarakat
belum optimal sehingga daerah masih harus diberi petunjuk
dan pedoman serta bimbingan dari pusat sampai pada hal-hal
kecil sekalipun, yang seharusnya tidak perlu lagi.
b. Pandangan pemerintah daerah
1. Pemerintah pusat cenderung tidak memberikan
kewenangan yang semestinya sudah diatur dan diurus
daerah( otonomi setengah hati).
2. Pusat seolah-olah menutup mata dan kurang memahami
beban tugas yang harus dipikul daerah sebagai akibat
pelimpahan wewenang yang semua ditanangi instansi
vertikal sebagai urusan pusat.

G. Penataan Organisasi Perangkat provinsi Sumatra Selatan


Peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 bagi provinsi yang besar
seperti provinsi sumatra selatan, bahwa beban tugas akan semakin menumpuk
dan di sisi lain banyak pejabat yang menganggur atau berubah fungsinya menjadi
tenaga staf sehingga akibatnya kepentingan daerah akan terbelengkalai.
H. Penutup
Dari hasil pengamatan tersebut diatas apabila tidak dikajiulang baik
secara langsung maupun tidak langsung merupakan ancaman terhadap proses
pelaksanaan otonomi daerah.
BAB X
Partai Politik dan Pemilihan Kepala Daerah dalam Konteks Demokrasi
A. Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah edisi
revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang pemerintah daerah.
Revisi tersebut dilakukan implemetasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sejak
tahun 2001 masih banyak permasalahan, terutama menyangkut masalah daerah.
Praktik pertanggungjawaban keoala daerah sebagaimana ketentuan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 juga merupakan persoalaan yang selalu menarik perhatian
pada kenyataannya proses pertanggungjawaban semacam ini telah memunculkan
banyak konflik.
Begitu juga problematika dalam aktualisasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 yang banyak mendapat kritikan adalah bahwa ketentuan yang mengatur
tentang penunjukan sekretaris daerah rawan intervensi dari kalangan partai politik
yang ada di DPRD sehingga dapat mengurangi bobot profesionalitas.

B. Partai Politik dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah


Didalam pelaksanaan suksesi kepala yang diatur Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999, DPRD yang notabane wakil dari partai-partai politik mempunyai posisi
yang leluasa dan mempunyai kewenangan yang besar dalam menentukan calon
kepala daerah pencalonan pemilihan dan penetapan berujung pada kepentingan para
anggota DPRD.
Kewenangan yang begitu besar yang dimilki oleh DPRD didalam pemilihan kepala
daerah menimbulkan dampak yang negatif karena kewenangan yang begitu besar
menimbulkan dampak yang negatif karena kewenangan yang besar ini menimbulkan
suatu praktik-praktik perpolitikan di tingkat daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 59 ayat 2 secara teknis mengatur
bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon
apabila memenuhi syarat perolehan sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi
DPRD atau 15 oersen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum
anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan jelas menggambarkan bagaimana
kedudukan partai politik dalam menentukan siapa yang dapat memnjadi calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang telah diatur oleh pasal-pasal tertentu diprediksi
dapat kembali membuka peluang bagi munculnya KKn sebab tidak mustahil calon
independen atau birokrasi yang jika mencalonkan tetap harus melalui parpol atau
gabungan parpol di DPRD tanpa harus menggunakan politik uang (money politics).
C. Partai Politik dan Pilkada Langsung Secara Demokratis
1. Peran Partai Politik
Di indonesia saat ini peranan partai politik terlihat sangat dominan dalam
menentukan kebijakan-kebijakan negara yang tertuang Undang-Undang. Salah
satunya adalah dengan disahkannya revisi terhadap Undang-Undang
pemerintahan daerah nomor 22 tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah oleh DPR-RI dan sekaligus
merekomendasikan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung
dimulai juni 2005.
1) Pasal 56 ayat 2: pasangan calon diajukan oleh partai politik atau
gabungan partai politik.
2) Pasal 59 ayat 2: parpol atau gabungan parpol yang dapat mendaftarkan
pasangan calon apabila memenuhi syarat perolehan sekurang-kurangnya
15 persen dari jumlah kursi DPRD atau 15 persen dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan.
3) Pasal 59 ayat 3: parpol atau gsbungan parpol wajib membuka
kesempatan seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan dan
selanjutnya memproses bakal calon mekanisme yang demokratis dan
transparan.
2. Pilkada Langsung Secara Demokratis
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan aturan pendukung lain di
bawahnya sudah tidak sesuai lagi dengan perubahan sistem
ketatanegaraan karena adanya amandemen UUD 1945, terutama pada
pasal 18 ayat 4 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati dan walikota
dipilih secara demokratis.
2. Adanya tuntutan dari masyarakat yang menghendaki keapla daerah
dipilih secara langsung dengan keyakinan bahwa pemimpin yang terpilih
nanti akan mampu membawa masyarakat dengan menuju perbaikan dan
kemakmuran.
3. Landasan Yuridis
Adanya kekurangan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah disadari
oleh para wakil rakyat yang duduk di MPR RI dengan melahirkan ketetapan MPR
No. IV/MPR/2000 tentang rekomendasi kebijakan dan penyelenggaraan otonomi
daerah.
Pilkada secara langsung juga dijiwai oleh pasal 1 ayat 2 UUD 1945 “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD” Gubernur dan walikota
masing-masing sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota-kota dipilih
secara demokratis” .
4. Mekanisme Tahapan Pelaksanaan Pilkada Langsung
Mengacu kepada undang-undang nomor 32 tahun 2004 pasal 65 ayat 1
mekanisme tahapan pelaksanaan pilkada terdiri dari masa persiapan dan tahap
pelaksanaan.
a. Masa persiapan sebagaimana tercantum pada pasa 65 ayat 2
meliputi:
- Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai
berakhirnya masa jabatan;
- Pemberitahuan DPRD kepada KUPD mengenai berakhirnya
masa jabatan kepala daerah;
- Perencanaan penyelenggaraan;
- Pembentukan PANWA,PPK,PPS dan KPPS;
- Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau;
b. Tahap pelaksanaan pilkada sebagaimana tercantum pada pasa 65
ayat 3 meliputi:
- Penetapan daftar pemilih;
- Pemungutan suara;
5. Wewenang DPRD dalam pilkada Langsung
Berdasarkan pasal 66 ayat 3 DPRD mempunyai beberapa kewenangan
dalam penyelenggaraan pilkada yaitu:
- Memberitahukan kepala daerah mengenai berakhirnya masa
jabatan;
- Melakukan pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan
pemilihan;
- Membentuk PANWAS;
- Meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD;

Kedua wewenang tersebut adalah sebagai berikut;


- Secara hieraki struktural, KPUD bertanggung jawab kepada
KPU pusat nanti, apabila secara teknis pelaksanaannya KPUD
bertangungjawab atas DPRD maka kemandiriannya akan
diragukan
- Menyelenggarakan rapat paripurna untuk menyampaikan
visi,misi dan program pasangan calon kepala daerah/wakil
kepala daerah.
6. Peranan KPU/KPUD
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tugas, wewenang, dan
kewajiban KPU tidak tampak dengan tegas dan jelas sehingga hubungan
atruktural KPUD dan KPU terkesan di pangkas. Tidak adanya kejelasan peran
dan wewenang KPU menjadi apatis terhadap pilkada. Terutama tidak adanya
standar baku pilkada yang memenuhi syarat jurdil dan demokratis, tidak adanya
fungsi dan supervisi bimbingan dari otoritas yang lebih tinggi (KPU) dan KPUD
sendiri belum berpengalaman dalam membuat aturan teknis pemilu.

7. Pemimpin Panutan dan Pelayan Masyarakat


Pemimpin diharapkan selain kharismatik juga harus mempunyai
kecakapan, kemampuan, integeritas, pengetahuan dan kepemimpinan.
Pemimpin di masa depan juga bakal di hadapkan kepada sejumlah tantangan
dan pemimpin yang diharapkan dalam situasi seperti itu bukanlah seorang
seperti manajer, melainkan seorang yang memang pemimpin(leader).
Terlihat bahwa kedaulatan rakyat (pasal ayat 2 UUD 1945) menjadi tereduksi
oleh parpol yang menempati perannya sebagai tangan pertama dalam pilkada.

D. Kesimpulan
Demikian pokok-pokok pikiran yang berkenan dengan pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah khususnya pilkada secara
langsung, pertama pilkada langsung yaitu dijiwai oleh UUD 1945 pasal 1 ayat 2
merupakan keingnan masyarakat daerah karena pelaksanaan otonomi telah
disimpangkan dengan praktik-praktik untuk memenuhi kebutuhan individu, kelompok,
atau partai politik. Kedua UUD Nomor 32 Tahun 2004 masih menempatkan partai
politikdalam pelaksanaan pilkada langsung. Ketiga adanya ketidakjelasaan
penyelenggara pilkada langsung atau DPRD/KPUD karena kewenangan masing-masing
tumpang.
BAGIAN KEDUA
BAB 1
Pendahuluan

A. Penjelasan Umum
1. Dasar Pemikiran
a. Sesuai dengan amanat Undang-Undang
Dasar negara indonesia, pemerintah daerah berwenang mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efiensi dan efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan
antarsusunan pemerintahan.
Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 di samping karena
adanya perubahan Undang-Undang dasar negara republik indonesia tahun
1945.
b. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua
urusan pemerintah yang di tetapkan dalam undang-undang.

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang di yang
hendak di capai:
1. Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pedoman, seperti
dalam penelitian, pengembangan, perencanaan, dan pengwasa;
2. Disamping itu, diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi,
pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi;

2. Pembentukan Daerah dan Kawasan khusus


Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksud untuk meningkatkan pelayanan
publik guna mempercepat terwujud.
- Kemampuan ekonomi;
- Potensi daerah;
- Luar wilayah dan pertimbangan dar;
- Aspek sosial budaya;
- Aspek sosial politik;
- Aspek pertahanan dan keamanan;
3. Pembagian urusan pemerintah
1. Politik luar negeri dalam arti mengangkat perjabat diplomatik dan menunjuk warga
negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan
luar negeri.
2. Pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata menyatakan
perang dan damai;
3. Moneter misalnya mencetak uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan
peredaran uang dan sebagainya;
4. Yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa
5. Agama misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional.

4. Pemerintah daerah

Kepala daerah adalah kepala pemerintah daerah yang di pilih secara demokratis,
pemilihan secara demokratis terhadap kepala daerah dengan mengingat bahwa tugas
dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang
susunan dan kedudukan majelis permusyawaratanrakya, dewan perwakilan rakyat,
dewan perwakilan daerah menyatakan anatra lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas
dan wewenang untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah, maka secara
demokratis dalam undang-undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung.
Melalui undang-undang ini komisi pemilihan umum daerah (KPUD)
provinsi,kabupaten , dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggarapemilihan
daerah.

5. Perangkat Daerah
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah
adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun, tidak berarti bahwa setisp
penanganan urusan dibentuk kedalam organisasi tersendiri.
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor
kemampuan keuangan, kebutuhan daerah cakupan tugas yang harus diwujudkan jenis
dan banyaknya tugas , luas wilayah kerja kondisi geografis, jumlah dan kepadatan
penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani,sarana
dan prasarana penunjang tugas.
6. Keuangan Daerah
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksanakan optimal apabila
penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber
penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu kepada undang-undang
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
dimana besarnya disesuaikan dan di selaraskan dengan pembagian kewenangan anatara
pemerintah dan daerah.
Di dalam undang-undang mengenai keuangan negara, terdapat penegasan di bidang
pengelolaan keuangan negara adalah bagian dari kekuasaan pemerintah dan kekuasaan
pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada
guberbur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah tersebut.

7. Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah


Penyelenggara pemerintah daerah dalam melaksanakan wewenang kewajiban dan
tanggung jawabnya serta kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan anatara lain dalam peraturan
daerah, praturan daerah dan ketentuan lainnya.
Peraturan daerah di buat oleh DPRD bersama-sama memerintahkan daerah, artinya
prakarsa dapat berasal dari DPRD maupun dari pemerintah daerah. Peraturan daerah
dan ketentuan daerah lainnya yang bersifat mengatur dengan menempatkan didalam
lembar daerah. Peraturan daerah tertentu yang mengantar pajak daerah retribusi
daerah APBD, perubahan APBD dan tata ruang berlakunya setelah melalui tahapan
evaluasi oleh pemerintah.

8. Kepegawaian Daerah
Kepegawaian daerah adalah suatu sistem atau prosedur yang diatur dalam peraturan
perundangan-undangan sekurang-kurangnya meliputi perencanaan, persyaratan,
pengangkatan penempatan pendidikan dan pelatihan, pengajian pemberhentian,
pensiun , pembinaankedudukan hak dan kewajiban tanggung jawab dan larangan,
sanksi, dan penghargaan merupakan subsistem kepegawaian secara nasional.
Sistem manajemen pegawai sesuai dengan kondisi pemerintah saat ini, tidak murni
menggunakan unified system namun sebagai konseskuensi.

9. Pembinaan dan pengawasan


Pengawasan dan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan
yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan
rencana dan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Pengawasan yang dilaksanan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan
urusan pemerintah dan utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah.

10. Desa
Undang-undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan
sebutan lainnyadan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan
penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah
untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.
Kepala desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat desa yang dalam
tata cara dan prosedurnya pertanggungjawabannya disampaikan kepada bupati
atau wali kota melalui camat.
Pengaturan lebih lanjut mengenai desa seperti
pembentukan,penghapusan ,pembangunan, perangkat pemerintahan, desa,
keuangan desa, dan lain-lain sebagaimana dilakukan oleh kabupaten dan kota
yang ditetapkan dalam peraturan daerah pengacu pada pedoman yang di
tetapkan pemerintah.

B. Ketentuan Umum
1. Pemerintah pusat selanjutnya disebut adalah pemerintah presiden republik
indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara republik
indonesia
2. Pemerintah daerah adalah penyelengara urusan pemerintah daerah DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembntuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnyadalam sisitem prinsip negara kesatuan republik indonesia.
3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati,walikota, dan perangkata daerah
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.
4. Dewan perwakilan rakyat daerah selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelengaraan pemerintah daerah.
5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
C. Prinsip Negara Kesatuan dan Pembagian Daerah
1. Negara kesatuan republik indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi baginya dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing
mempunyai pemerintah daerah.
2. Pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota menagtur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah menurut asa otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintah daewrah dalam menyelenggarakan urusan pemerintah memiliki
hubungan dengan pemerintah dan pemerintah daerah lainnya.
4. Hubungan dimaksud meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan lainnya.
5. Hubungan keuangan, pelayanan umum pemanfaatan sumber daya lainnya
dilaksanakan secara adil dan selaras.
D. Pemerintah Daerah
1. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah:
a. Pemerintah daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi DPRD.
b. Pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah
kabupate.kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota DPRD
kabupaten/kota.
2. Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas kepada daerah
dan perangkat daerah.
BAB II

Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus

A. Bagian Kesatu: Pembentukan Daerah

1. Pembentukan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan perundang-


undangan.
Undang-undang pembentukan daerah anatara lain mencakup nama, cakupan
wilayah, batas, ibu kota kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintah,
penunjukan pejabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, Pengalihan
Kepegawaian, pendanaan, peralatan dan dokumen, serta perangkat daerah.
2. Pembentukan daerah tersebut harus memenuhi syarat administratif, dan fisik
kewilayahan.
Syarat administratif tersebut untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD
kabupaten/kota dan bupati/walikota yang menjadi cakupan wilayah provinsi
persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam
Negeri.
3. Daerah dapat di hapus dan di gabung dengan daerah lain apabila daerah yang
bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.
4. Penghapusan dan penggabungan daerah beserta akibatnya di tetapkan dengan
Undang-Undang.

B. Bagian Kedua: Kwasan Khusus


1. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintah tertentu yang bersifat khusus bagi
kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam
wilayah provinsi/kabupaten/kota.
Fungsi pemerintahan tertentu tersebut diatas untuk perdagangan bebas dan atau
pelabuhan bebas di tetapkan dengan undang-undang.
Fungsi pemerintahan tertentu dimaksud antara lain pertahanan negara,
pendayagunaan wilayah, perbatasan dan pulau-pulau tertentu/terluar, lemabaga
masyarakat pelestarian budaya dan cagar alam, pelestarian lingkungan hidup riset
dan teknologi.

Anda mungkin juga menyukai