Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan kepada masyarakat. Pemerintah tidak diadakan
untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat dan menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk
mencapai tujuan bersama.
Implementasi reformasi birokrasi di Indonesia telah memberikan pergesaran pardigma tata
pemerintahan Indonesia menuju terwujudnya good governance. Menurut Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, terdapat 8 area
perubahan fundamental dalam melakukan reformasi birokrasi yaitu: (1) Organisasi; (2) Tata laksana;
(3) Pengawasan; (4) Sumber Daya Manusia Aparatur; (5) Peraturan Perundang-Undangan; (6)
Akuntabilitas; (7) Pelayanan publik; dan (8) Pola Pikir dan Budaya Kerja. Salah satu fokus dari 8 area
perubahan dalam reformasi birokrasi adalah pelayanan publik. Saat ini, pelayanan publik telah
mengalami pergeseran paradigma seiring dengan adanya tuntutan kebutuhan publik dan semakin
kompleksnya permasalahan publik karena ketidakjelasan sistem penyelenggaraan pelayanan publik
yang baku.
Dengan diimplementasikannya otonomi daerah telah mampu merubah seluruh tatanan dan
fungsi dalam birokrasi pelayanan publik melalui desentralisasi pelayanan publik. Secara teoritis,
desentralisasi pelayanan publik dapat menstimulus peningkatan cakupan, kualitas, dan efisiensi
pelayanan publik, infrastruktur, dan kemampuan daerah. Desentralisasi bisa menjadi cara atau metode
untuk menguatkan partisipasi masyarakat melalui penguatan nilai-nilai demokrasi. Dengan adanya
transfer kewenangan yang cukup besar dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka pemerintah
kabupaten dan kota memiliki otonomi yang besar untuk mengelola sumber daya alam, dana, dan
manusia. Konsekuensi desentralisasi pelayanan ini memposisikan pemerintah kabupaten atau kota
tidak hanya berperan sebagai pelaksana saja tetapi juga harus berperan sebagai pengelola sekaligus
pengambil kebijakan (stewardship) di tingkat lokal.
Kinerja pemerintah dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik dapat dinilai dari
kemampuan melaksanakan peraturan perundangundangan dan penyelenggaraan pelayanan publik.
Kemampuan menyelenggarakan pelayanan publik secara efisien, efektif dan bertanggung jawab
menjadi ukuran kinerja tata pemerintahan yang baik. Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya dengan jelas menjamin hak warga negara untuk
memperoleh pelayanan pendidikan dan kewajiban negara menyelenggarakan pelayanan kesehatan
serta menyantuni fakir miskin.
Salah satu dari contoh kinerja pemerintah dalam mewujudkan tata pemerintahan yang akan
dibahas disini adalah dari sektor perizinan. Kota Yogyakarta mempunyai komitmen dalam melakukan
reformasi pelayanan perizinan dari Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) menjadi Dinas
Perizinan. Sebagaimana diketahui, perizinan di Kota Yogyakarta setelah mengindentifikasi ada tujuh
puluh enam jenis izin yang dilayani oleh tujuh belas instansi dan ada tiga belas non-perizinan bidang
catatan sipil serta beberapa perizinan bidang kependudukan dan surat keterangan/pemberitahuan.
Beberapa jenis perizinan pengurusannya diintegrasikan di UPTSA Kota Yogyakarta berdasarkan
Keputusan Walikota Yogyakarta No. 01/2000 yang mulai operasional sejak Januari 2000.
BAB II
PEMBAHASAN TEORI

2.1. Pemerintah Daerah


Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Setiap pemerintah daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang dipilih secara
demokratis. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah
Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala
daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan
untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas,
wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk
memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat
di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata
pemerintahan kabupaten dan kota.Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat
sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.

Selain itu, peran pemerintah daerah juga dimaksudkan dalam rangka melaksanakan
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai wakil pemerintah di daerah
otonom yaitu untuk melakukan:

1. Desentralisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah


kewewenang pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu untuk dilaksanakan

3. Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari Pemerintah kepada


daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta
dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Dalam rangka melaksanakan peran desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas


pembantuan, Pemerintah daerah menjalankan urusan pemerintah konkuren, berbeda
dengan pemerintah pusat yang melaksanakan urusan pemerintahan absolut. Urusan
Pemerintahan konkuren dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota. pembagian urusan tersebut didasarkan pada prinsip akuntabilitas,
efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional Urusan pemerintahan
tersebutlah yang menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah akan
dibahas selanjutnya.

Urusan pemerintahan konkuren terdiri dari urusan pemerintahan wajib dan pilihan. Urusan
pemerintahan wajib terbagi lagi menjadi Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan
Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
2.2. Pengawasan Pemerintahan Daerah
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan organisasi
dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan
sesuai yang di rencanakan dengan instruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-
prinsip yang telah digariskan. Pengawasan meliputi usaha sistematika untuk menetapkan
standar pelaksanaan dan tujuan-tujuan perencanaan merancang sistem informasi, umpan
balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Jenis pengawasan Pemerintahan Daerah dapat dibedakan menjadi:

1) Pengawasan Umum
Pengawasan umum yang dilakukan oleh kemetenterian dan gubernur
dalam rangka pelaksanaan pemerintahan daerah adalah sebagau berikut:

1. Pembagian urusan pemerintahan.


2. Kelembagaan daerah.
3. Kepegawaian pada perangkat daerah.
4. Keuangan daerah.
5. Pembangunan daerah.
6. Pelayanan publik di daerah.
7. Kerja sama daerah.
8. Kebijakan daerah.
9. Kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah.
10. Bentuk pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Pengawasan Teknis
Pengawasan teknis dilakukan oleh kementerian teknis atau lembaga pemerintah
nonkementerian terhadap teknis pelaksanaan substansi urusan pemerintahan yang
diserahkan ke daerah provinsi.

Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah bertugas untuk melakukan


pengawasan umum dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan substansi urusuan
pemerintahan yang diserahkan ke daerah ke daerah kabupaten/kota.
Hal-hal yang menjadi indikator dalam melakukan pengawasan teknis adalah:

1. Capaian standar pelayanan minimal atas pelayanan dasar.


Ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk ketaatan
pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat
dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren.
2. Dampak pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang dilakukan oleh pemerintah
daerah.
Akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dalam pelaksanaan
urusan pemerintahan konkuren di daerah.

2.3. Good Governance


Menurut World Bank, governance diartikan sebagai “The way state power is used in
managing economic and sosial resources for development society”. Dengan demikian
governance adalah cara, yaitu cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk
mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat
UNDP mengartikan governance sebagai “the exercise of political, economic and
administrative authority to manage a nation affair at all levels”. Kata governance
diartikan sebagai penggunaan/ pelaksanaan, yakni penggunaan kewenangan politik,
ekonomi dan adminstratif untuk mengelola masalah-masalah nasional pada semua
tingkatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 merumuskan arti Good Governance
sebagai berikut: kepemerintahan yag mengemban akan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalisme, akutabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh selurruh masyarakat.
Secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik
(Good Governance) mengandung dua pemahaman: Pertama, nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat
dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan
keadilaan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut
Pada tahun 1997, UNDP merumuskan 9 prinsip yang harus ditegakkan untuk bisa
melaksanakan tata pemerintahan yang baik.
1) Partisipasi (Participation)
Setiap orang atau warga masyarakat, laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara
yang sama dalam proses pengambilan keputusan baik secara langsung, maupun melalui
lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
2) Penegakan Hukum (Rule of Law)
Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan
dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia.
3) Transparansi (Transparancy)
Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi.
4) Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai
pihak yang berkepentingan (stakeholders).
5) Berorientasi pada Konsensus (Consensus Orientation)
Pemerintahan yang baik akan bertindak sebegai penengah bagi berbagai kepentingan
yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan
masing-masing pihak dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai
kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
6) Keadilan/Kesetaraan (Equity)
Pemerintahan yang baik akan memberi kesempatan yang baik terhadap laki-laki
maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelaiahar kualitas
hidupnya.
7) Efektifitas dan efisiensi (Effectiveness & Efficiency)
Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang
sesuai kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang
tersedia.

8) Akuntabilitas (Accountabiity)
Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta dan masyarakat
madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik masyarakat umum
sebagaimana halnya kepada para pemilik.
9) Visi Strategis (Strategic Vision)
Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang
tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia bersamaan
dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Perizinan di Pemerintah Kota Yogyakarta


Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dibentuk dengan Peraturan Daerah (Perda)
Kota Yogyakarta No. 17/2005 Tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Perizinan, 15 November 2005 dan mulai operasional 02 Januari 2006 yang
sebelumnya dilakukan oleh Unit Pelayanan Terpadu Perizinan di Daerah,
Pemerintahan Kota Yogyakarta membentuk Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap
(UPTSA) yang mulai operasional Januari 2000.
Penataan organisasi perizinan dari UPTSA menjadi Dinas Perizinan di Kota
Yogyakarta menjadi titik tolak bagi reorganisasi perizinan di lingkungan Pemerintahan
Kota Yogyakarta. Sebab dengan adanya penataan organisasi tersebut menandakan
bahwa pengurusan perizinan satu pintu ini dibawah dinas tersendiri akan lebih efisien
dan efektif. Sebab UPTSA merupakan wadah koordinasi pengurusan izin dengan
sistem satu atap. UPTSA bersifat lembaga non-struktural yang melayani izin hanya
melalui front office. UPTSA melayani tiga belas izin dari tujuh instansi teknis pemberi
izin dan melayani tiga belas non-perizinan.
Perbedaan terjadi pada saat masa UPTSA, persyaratan izin dapat dilengkapi
selama proses pengurusan izin berlangsung, proses izinnya masih parsial dan sebagian
izin menggunakan routing slip, belum diukur dengan Indeks Kepuasan konsumen
(IKM), masa berlaku izin tidak terpantau, data dokumen perizinan belum tertata rapi
sebab masih terpusat di dinas teknis, pengaduan masih lewat surat, telpon, dan datang
langsung. Sedangkan untuk kinerja, belum ada sisten prosedur izin dan personil atau
staf hanya mengetahui izin tertentu saja dengan durasi waktu pengurusan izin lebih
lama dari ketetapan aturan, peningkatan sumber daya manusia dengan mengadakan
pelatihan teknis khusus operator, dan koneksi antarinstansi masih manual. Sedangkan
dibawah Dinas Perizinan saat ini, persyaratan bila tidak lengkap secara sistem (aplikasi
Sistem Informasi Manajemen Perizinan) tidak dapat memproses atau tidak dapat
dieksekusi dan kedepan persyaratan melalui keterpaduan database, proses izinnya
dilakukan secara terpadu dan bertahap dengan menggunakan routing slip pada semua
jenis perizinan dan dapat dipantau setiap tahapan, bahkan kedepan izin dapat diproses
dengan sistem informasi dengan syarat menyatu. Sudah diukur dengan mengisi Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM), untuk masa berlaku izin dapat diterbitkan
pemberitahuan habis masa berlaku secara otomatis sesuai data yang ada dan kedepan
sebelum izin lama habis sudah disiapkan izin baru.
Dengan adanya reorganisasi perizinan diatas, maka dinas diberi kewenangan
untuk melakukan sinkronisasi sistem prosedur pelayanan perizinan secara
integratif yang tidak hanya bersifat parsial. Di mana pelayanan perizinan yang
dilayanani secara tunggal tidak berkaitan dengan izin yang lain atas permintaan
pemohon, melainkan juga bersifat pararlel dengan pengurusan perizinan jenis
perizinanan yang terkait dengan persyaratan yang tidak berulang-ulang. Sistem
prosedur dan waktu pelayanan yang diataur secara rinci dan detail akan menjadi
titik tolak bagi Dinas Perizinan untuk meningkatkan kualitas pelayanan sehingga
dapat dijadikan ukuran kinerja. Oleh karena itu, sistem prosedur perizinan yang
dilaksanakan oleh Dinas Perizinan disesuaikan dengan alur dan mekanisme yang
menjadi tugas yang diberikan untuk melakukan pelayanan perizinan, legalisir,
duplikat, dan pengaduan. Mekanisme ini diatur dalam Peraturan Kepala Dinas
No.01/2006 Tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Perizinan pada Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta.
Keunggulan Dinas Perizinan dalam memberikan pelayanan diperkuat dengan
penggunaan pelayanan yang di Kota Yogykarta sudah berbasis teknologi
informasi. Mulai dari persyaratan dan pengambilan formulir perizinan dapat di
download di website Dinas Perizinan perizinan.jogjakota.go.id. Untuk pendaftaran
dan pemantauan pemantauan perkembangan izin, konsumen dapat menggunakan
touch screen. Touch screen adalah suatu perangkat digital yang merupakan layar
sentuh LCD yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan informasi. Perangkat
informasi ini ditempatkan dibagian depan pelayanan. Informasi-informasi yang
terdapat didalam modul touch screen meliputi: Persyaratan dan prosedur perizinan,
informasi suatu proses perizinan, pengaduan dan keluhan pelayanan perizinan,
karcis antrian tunggu pelayanan.
Dengan mekanisme perizinan ini maka kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan perizinan yang berdasarkan kepada data dari Survey Kepuasan
Masyarakat (SKM) Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta
selama tahun 2019 yang terdapat 1679 responden serta mendapatkan nilai rata-rata
sebesar 80,07 dengan kategori nilai persepsi 3 (3.07-3.53) atau masuk kategori
nilai konversi 76,61-88.30 mendapat pelayanan mutu "B" dengan kata lain
mendapat nilai kinerja unit pelayanan "Baik", walaupun ada sedikit penurunan
nilai sebesar 0,97 dari semester pertama tahun 2019 pertama yaitu 81.04,
khususnya dalam unsur pelayanan poin kedua yakni Sistem, Mekanisme, Prosedur
Pelayanan dan Waktu Penyelesaian Proses Perizinan.

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pada Bab II dan Bab III, maka disimpulkan bahwa reorganisasi organisasi
perizinan dari UPTSA yang dianggap memiliki banyak kekurangan yang disebabkan oleh proses yang
berlibet-libet, masih parsial, masih manual dan memakan banyak waktu dan tempat, diganti dengan
Dinas Perizinan yang memiliki proses pesyaratan yang lengkap, terpadu, secara online, dan teratur,
telah memberi pengaruh dan keuntungan besar terhadap proses perizinan. Terjadinya peningkatan
kualitas pelayanan dan kinerja petugas telah mempengaruhi proses pembangunan di kota Yogyakarta
yang berpengaruh terhadap kemajuan pada pembangunan, terutama di sektor infrastruktur pelayanan
umum. Maka diharapkan bahwa pelayanan terus ditingkatkan ke arah yang lebih baik sesuai dengan
kebutuhan, baik dari pola pelayanan, proses perizinan, maupun sarana dan prasarana penunjang
pelayanan.
Daftar Pustaka
Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta, 2020. Laporan Hasil Survei Kepuasan
Masyarakat (SKM) Tahun 2019. Yogyakarta: Dinas Penanaman Modal dan Perizinan.
Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Eddyono, Luthfi Widagdo. 2010. Hak Asasi dan Hukum Internasional di Indonesia. Depok: Rajawali
Press
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2008). “Kedudukan dan Kelembagaan DPRD dalam Konteks Good
Governance”. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi
Nurcholis, Hanif. Enceng. 2019. Administrasi Pemerintahan Daerah. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan Dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Pembentukan, Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Perizinan.
Peraturan Kepala Dinas Nomor 01 Tahun 2006 Tentang Sistem dan Prosedur Pelayanan Perizinan
pada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual,
Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setyano, Budi. 2020. Manajemen Pelayanan Umum. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013
Widaningrum, Ambar. 2007. Bekerjanya Desentralisasi Pada Pelayanan Publik. dalam Jurnal
Kebijakan dan Administrasi Publik, Volume 11, No. 1 (Mei 2007). Yogyakarta: MAP UGM.
Zudianto, Herry. 2005. Reformasi Pelayanan Publik di Kota Yogyakarta.Paper disampaikan pada
Seminar Reformasi Pelayanan Publik di Hotel Quality, 29 Juni.

Anda mungkin juga menyukai