Anda di halaman 1dari 10

1.

Buatlah makalah dengan tema etika administrasi pemerintahan daerah dengan ketentuan :
    BAB I, Pendahuluan,
    BAB II, Teori tentang etika dan etika administrasi publik,
    BAB III, Pembahasan.
    Daftar pustaka minimal tiga buku dan dua jurnal nasional terkait. (5-6 hal)

2. Dalam kaitannya dengan penerapan teori 3 azas luhur, bagaimana seharusnya seorang
administrator pemerintahan harus bekerja, sehingga menciptakan rasa aman dan damai
dimasyarakat ? 

3. Bagaimanakah cara-cara yang efektif menurut Saudara dalam menerapkan empat nilai
utama dalam kehidupan masyarakat.

Petunjuk dalam mengerjakan soal :

Dalam menjawab soal ini, silahkan mengacu pada  BMP ADPU 4533 (edisi 3) Etika
Administrasi Pemerintahan.

Kriteria penilaian dalam tugas ini adalah :

-          Mengerjakan tugas dengan berdasar pada  BMP ADPU 4533 Etika Administrasi
Pemerintahan.

-          Membuat tulisan berdasarkan analisis/kalimat sendiri.

-          Mencantumkan daftar pustaka.

-          Copy paste tidak akan diberikan penilaian


MAKALAH

ETIKA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH

Disusun Oleh

Taska

NIM 016565418
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari beberapa provinsi


yangtersebar dibeberapa pulau. Masing-masing provinsi memiliki kewenanganpenuh
dalam penyelenggaraannya. Sehingga dalam pelaksanaanya pundibutuhkan sebuah
administrasi pemerintah daerah.Sejak digulirkannya reformasi pada tanggal 21 mei 1998
maka sistem politik danpemerintahan di indonesia berubah paradigmanya dari monolitik
sentralistik ke “demokrasi”demokrasi lokal atau desentralisasi atau otonomi terutama.
Selama lebih kurang 53 tahun didalam kungkungan sentralistik yang otoritarian,
kebebasan yang dirasakan sangat kurang, baikdalam kalangan masyarakat maupun
daerah-daerah. Masayarakat dan daerah menjadi sangat,tidak hanya kepada pemerintah
pusat atau pun provinsi ,tetapi jugamasyarakat dan daerah menjadi seolah-olah akan
terbelenggu sehingga tidak memiliki inisiatifdan kreativitas itu sendiri.Dengan
bergulirnya demokratisasi, kebebasan menjadi milik daerah danmasyarakat , meskipun
euforia yang terlalu berlebihan. Dampaknya sering terjadiaktivitas –aktivitas, baik yang
dilakukan masyarakat maupun daerah yang keluar dari tatanan,kesepakatan, hukum
peraturan,pranata,maupun kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakatdan daerah.Di
dalam kebebasan, kemandirian ini, masyarakat pada umumnya khususnya elitpolitik dan
elit kekuasaan sering lepas kendali, disebabkan oleh belum ditemukannya wujuddan
makna sesungguhnya dari reformasi maupun demokrasi. Kebebasan,
kemerdekaan,kemandirian yang diinginkan dan dirasakan belum memaknai kehidupan
seluruh lapisanmasyrakat diindonesia.Pada zaman demokrasi saat ini setiap daerah
diberikan kewenagan untuk mengelolapemerintahanya sediri, bila kita melihat situasi saat
ini dimana situasi pandemi covid-19 sedang terjadi, para pimpinan daerah tertentu ingin
melakukankuncitarawilayahnyatanpa melakukan kordinasi terlebih dahulu dengan
pemerintah pusat, karena takut penyebarancovid-19 bertambah luas di daerahnya, hal ini
tentunya tidak sesuai dengan etika adminisrasidaerah, yang mana secara struktur
organisasi setiap pimpinan daerah wajib melakukankordinasi kepada pimpinan daerah di
atasnya.

B. Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan etika dan etika Administrasi publik?

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini sebagai
berikut :sebuah. Untuk mengetahui apa definisi etika administrasi publik?
BAB II

TEORI TENTANG ETIKA DAN ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK,

Berdasarkan ensiklopedi, etika disebut sebagai ilmu kesusilaan yang menentukan


bagaimana manusia hidup dalam  masyarakat; apa yang baik dan apa yang buruk. Secara 
etimologis,  kata "etika"  yang berasal  dari  bahasa Yunani yaitu ethos memiliki makna
kebiasaan atau watak. Etika adalah sebuah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak sehingga
dapat diketahui bahwa  masalah  etika  selalu  berhubungan dengan kebiasaan atau watak
manusia (sebagai individu atau dalam kedudukan tertentu), baik kebiasaan baik maupun 
kebiasaan buruk. 
 
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa etika bertalian erat dengan administrasi publik.
Filsafat dan etika selalu berkaitan langsung bahkan dengan nilai, dan moral sedangkan
administrasi publik berkaitan dengan pembuatan kebijakan, pengambilan keputusan, dan
pengimplementasian kebijakan.
Etika administrasi publik dapat ditelusuri keberadaaannya dari paradigma ilmu
administrasi publik. Cara pandang antara dikotomi politik dan administrasi menegaskan
bahwa pemerintah memiliki dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi politik dan fungsi
administrasi. Politik selalu berkaitan dengan pembuatan kebijakan atau pernyataan yang
menjadi keinginan negara. Sedangkan fungsi administrasi berkenaan dengan pelaksanaaan
kebijakan-kebijakan tersebut. Berdasarkan dari paradigma tersebut, maka etika diperlukan
dalam administrasi publik.  Dua point penting yang terdapat dalam etika, yaitu: pertama
sebagai pedoman dan acuan  bagi administrator publik dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya; kedua, etika administrasi publik (etika birokrasi) sebagai standar penilaian
perilaku dan tindakan administrator publik.
1. Ada beberapa pendekatan yang dilakukan oleh etika dalam menentukan baik dan
buruknya kajian administrasi. Di antaranya adalah (Poedjawijatna, 1986: 139) sebagai
berikut:
Aliran sosialisme. Menurut aliran ini, adat istiadat masyarakat setempat yang akan
menentukan baik dan buruk sebuah perilaku manusia.
2. Aliran hedonisme (hedone adalah perasaan akan kesenangan). Perbuatan yang baik
adalah perbuatan yang akan mendatangkan kesenangan,  kenikmatan atau rasa puas
kepada manusia. Perbuatan yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan
kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis.
3. Aliran intuisisme. Aliran ini beranggapan bahwa setiap individu manusia mempunyai
naluri batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang.
Kekuatan ini bisa berbeda reaksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan, akan
tetapi ia dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh manusia.
4. Aliran utilitarianisme. Aliran paham ini berpendapat bahwa yang baik adalah yang
berguna. Berguna bagi individu, masyarakat, dan lingkungan.
5. Aliran vitalisme. Kekuatan mencerminkan kebaikan dalam diri manusia. Kekuatan
dan kekuasaan yang dimiliki seorang manusia yang digunakan untuk menaklukkan
orang lain yang lemah dianggap sebagai sesuatu hal yang baik.
6. Aliran religiusisme. Perbuatan yang baik adalah perbuatan yang dilakukan sesuai
dengan kehendak Tuhan. Sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang
dilakukan bukan atas kehendak Tuhan.
7. Aliran evolusisme. Menurut aliran ini bahwa semua yang terjadi di alam ini pasti
mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kesempurnaannya. 
BAB III
PEMBAHASAN

Pelanggaran etika administrasi publik disebut juga mal administrasi. Mal administrasi
merupakan suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi atau suatu praktek
administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi (Widodo, 2001: 259).
Kolusi, korupsi dan Nepotisme (KKN) merupakan salah satu bentuk mal administrasi yang 
banyak ditemukan di tubuh birokrasi dengan berbagai skala dan jenis, seperti penyuapan,
ketidakjujuran, perilaku yang buruk, mengabaikan hukum dan lain sebagainya. Menurut
Flippo (1983: 188) mal administrasi atau penyalahgunaan wewenang yang sering dilakukan
oleh seorang pegawai negara dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai berikut:
1. Ketidakjujuran (dishonesty).
2. Perilaku yang buruk (unethical behaviour).
3. Konflik kepentingan.
4. Melanggar peraturan perundang-undangan.
5. Perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan.
6. Pelanggaran terhadap prosedur.
7. Tidak menghormati kehendak pembuat peraturan perundangan.
8. Inefisiensi atau pemborosan.
9. Menutupi kesalahan.
10. Kegagalan mengambil prakarsa.

Selain itu, menurut Douglas (1953:61) mal-administrasi atau tindakan atau perilaku yang
harus dihindari oleh pejabat publik adalah:
1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk keuntungan
pribadi dengan mengatasnamakan jabatan kedinasan;
2. Menerima segala hadiah dari pihak swasta pada saat melaksanakan transaksi untuk
kepentingan kedinasan atau pemerintah;
3. Membicarakan masa depan peluang kerja di luar instansi pada saat berada dalam
tugas sebagai pejabat pemerintah;
4. Membocorkan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-
pihak yang tidak berhak;
5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang di luar instansi pemerintah yang dalam
menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin pemerintah.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap etika administrasi


publik. Menurut Widodo (2001: 264-267), mal-administrasi publik disebabkan karena dua
faktor sebagai berikut.
1. Faktor internal. Faktor internal berupa kepribadian seseorang. Faktor
kepribadian ini berwujud niat, kemauan, dorongan yang tumbuh dari dalam diri
seseorang yang melakukan tindakan mal administrasi. Faktor ini disebabkan karena
lemahnya mental, dangkalnya agama dan keimanan seseorang. Selain itu faktor
tersebut juga disebabkan faktor eksternal seperti kebutuhan keluarga, kesempatan,
lingkungan kerja dan lemahnya pengawasan, dan lain sebagainya.
2. Faktor eksternal. Faktor ekternal adalah faktor yang berada di luar diri seorang yang
melakukan tindakan mal administrasi seperti lemahnya peraturan, lemahnya lembaga
kontrol, lingkungan kerja dan lain sebagainya yang membuka peluang untuk
melakukan tindakan korupsi.
Selain kedua faktor tersebut, menurut Steinberg dan Austern (1999: 23-55;
Ibrahim, 1990: 115) mal-administrasi terjadi karena disebabkan beberapa hal, yaitu:
1. Pelanggar etika menganggap tindakannya sebagai iktikad baik untuk menolong.
2. Kekurangpahaman akan kode etik, hukum dan kebijakan/program yang benar.
3. Sifat egois yang menganggap dirinya sudah benar dan memang menjadi
wewenangnya
4. Serakah dengan dalih penghasilan tidak cukup, sebagai balas jasa yang wajar  atau
memang menganut konsep aji mumpung.
5. Menganggap memang ada dalam kewenangan dan hak prerogatifnya.
6. Menganggap dalam kategori persahabatan yang diasumsikan sendiri, serta
kepentingan ideologi/politik.
7. Karena kepentingan/desakan keluarga dan prestise pribadi.
8. “Pintu berputar” pasca penyelenggara yang bersangkutan dengan kelompoknya.
9. Berbagai tekanan/masalah keuangan.
10. Kebodohan, merasa ditipu (pura-pura tertipu).
11. Berdalih “memeras si pemeras”.
12. Perbuatannya  dianggap sebagai tindakan yang wajar.
13. Berdalih ikut arus.
14. Berdalih hanya mengikuti perintah atasan (wajib setor ke atasan).
15. Berdalih untuk menjamin keselamatan.

Pendekatan etika dalam ilmu administrasi publik dibedakan menjadi dua, sebagai berikut:
1. Pendekatan teleologi. Menurut pendekatan ini, baik dan buruk atau apa yang seharusnya
dilakukan oleh administrasi adalah ’nilai kemanfaatan’ yang akan diperoleh atau dihasilkan.
Pendekatan ini terbagi dua macam yaitu ethical egoism dan utilitarianism. Ethical egoism
mengembangkan kebaikan bagi dirinya. Kekuasaan pribadi adalah tujuan yang benar untuk
seorang administrator pemerintah. Sedangkan utilitarianism mengupayakan yang terbaik
untuk banyak orang.
2. Pendekatan deontologi. Pendekatan deontologi merupakan kebalikan pendekatan teleologi.
Etika dan moral menurut pendekatan ini sebagai prinsip utama dalam administrasi.

Penyalahgunaan wewenang (mal-administrasi) yang sering dilakukan oleh administrator


publik dalam menjalankan tugasnya berupa KKN dengan segala bentuknya seperti
ketidakjujuran, perilaku yang buruk, konflik kepentingan, melanggar peraturan perundang-
undangan, perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan, pelanggaran terhadap prosedur, tidak
menghormati kehendak pembuat peraturan perundangan, inefisiensi atau pemborosan,
menutupi kesalahan dan kegagalan mengambil prakarsa (Flippo, 1983: 188). Hal tersebut
dapat diatasi dengan mengimplementasikan etika administrasi publik secara baik dan
konsisten. Dengan diwujudkannya etika administrasi publik yang baik dan memiliki budaya
organisasi serta manajemen yang baik diharapkan dapat menumbuhkan budaya organisasi
dan manajemen pemerintahan yang baik pula. Nilai etika administrasi publik yang dimaksud
antara lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik kantor,  impersonal, merytal
system, responsible, accountable, dan responsiveness (Widodo, 2001: 252-258).  Etika dan
kode etik administrasi publik tersebut diharapkan menjadi pedoman bagi administrator publik
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Hal ini sesuai dengan fungsi etika
administrasi publik sebagaimana disampaikan oleh Widodo (2001:252) yaitu:
1. Sebagai pedoman dan acuan bagi administrator publik dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya;
2. Etika administrasi publik (etika birokrasi) sebagai standar penilaian perilaku dan tindakan
administrator publik. Namun hal tersebut belum cukup untuk menjamin tidak terjadinya mal-
administrasi dalam tubuh birokrasi. Terdapat hal yang lebih penting yaitu kontrol internal
dari penyelenggara administrasi publik, dalam bentuk keimanan dan keagamaan yang
melekat pada diri sesorang. Jika mereka meyakini bahwa perbuatan KKN tersebut dilarang
oleh agama dan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah SWT, maka
mereka tidak akan melakukannya sekalipun kesempatan itu ada. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa skala prioritas untuk mencegah terjadinya mal-administrasi publik
seperti  KKN adalah:
1. Perlu adanya kontrol internal yang kuat pada diri penyelenggara administrasi publik, yang
dapat membentuk kepribadian yang dilandasi nilai keimanan dan keagamaan;
2. Mengimplementasikan etika administrasi publik;
3. Adanya kontrol eksternal dalam wujud adanya pengawasan, baik pengawasan politik,
fungsional maupun pengawasan masyarakat.

Selain hal di atas, upaya lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi mal-administrasi publik
(Steinberg dan Austern, 1999: 23-55, Ibrahim, 2008: 115-116) di antaranya sebagai berikut.
Mewujudkan good governance dan good coorporate governance
Laporan kekayaan penyelenggara negara (diumumkan dilembaran negara, diaudit,
ditindaklanjuti, dilihat kelayakannya sebelum, sewaktu, sesudah menjabat, dan ditindak
dengan sanksi yang sesuai)
Adanya hukum, undang-undang, kode etik yang meliputi antara lain: 1) Undang-Undang
pemberantasan bentrokan kepentingan yang bersifat kriminal, yang melarang tindakan yang
dapat dikenai hukuman kejahatan secara rinci; 2) Undang-Undang yang cakupannya lebih
luas mengenai bentrokan kepentingan (standar perilaku yang dilanggar, sehingga ada
ketentuan tindakan administratif, teguran, pemecatan, dan lain-lain; 3) keberanian “meniup
peluit”; 4) pembatasan pasca ikatan kerja dan perilaku yang tidak/kurang etis; 5) standar
hukum/kompetensi perilaku etis bagi pejabat hasil pemilihan; 6)perlunya kode etik
penyelenggara negara dan stake holders lainnya dalam berbagai segmennnya (kode etik bagi
supra dan infra struktur politik bila yang terakhir mungkin diatur)  
Diwujudkannya dengan baik etika administrasi publik yang memiliki budaya organisasi  dan
manajemen yang baik yang meliputi pelatihan, pengauditan, penyelidikan dan pengendalian
manajemen publik.

Dari paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa penyimpangan terhadap mal-


administrasi seperti KKN dengan segala skala dan dimensi yang seringkali terjadi saat ini
banyak sekali yang disoroti publik. Hal demikian dapat menggeroti rasa kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah. Oleh karena itu mengimplementasikan etika dalam
administrasi publik menjadi suatu  keharusan bagi setiap administrator publik. Karena etika
berfungsi sebagai pedoman dan acuan bagi administrator publik dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya, sekaligus sebagai standar penilaian perilaku dan tindakan administrator
publik. Dengan diwujudkannya etika administrasi publik yang baik yang memiliki budaya
organisasi dan  manajemen yang baik diharapkan dapat menumbuhkan budaya organisasi dan
manajemen pemerintahan yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA

Black, James A. (1999). Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Refika
Aditama.
Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008) PKn dan Masyarakat Multikultural.
Bandung : SPS UPI.
Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologis Ke Arah
Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Creswell, John W. (2012). Educational Research. Boston. Pearson Education.
Handayaningrat, S. (1982.) Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan
Nasional. Jakarta: PT.Gunung Agung.
Setiyono, B. (2012). Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi. Bandung:
Nuansa.
 
2. Dalam kaitannya dengan penerapan teori 3 azas luhur, bagaimana seharusnya seorang
administrator pemerintahan harus bekerja, sehingga menciptakan rasa aman dan damai
dimasyarakat ? 

mempersoalkan baik dan buruk dan bukan benar dan salah tentang sikap, tindakan, dan
perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya baik dalam masyarakat maupun
organisasi public atau bisnis, maka etika mempunyai peran penting dalam praktek
administrasi Negara. Etika diperlukan dalam administrasi Negara. Etika dapat dijadikan
pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh administrasi negara
dalam menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus dapat digunakan sebagai standar
penilaian apakah perilaku administrasi Negara dalam menjalankan kebijakan politik dapat
dikatakan baik atau buruk. Karena administrasi Negara bukan saja berkait dengan masalah
pelaksanaan kebijakan politik saja, tetapi juga berkait dengan masalah manusia dan
kemanusiaan. Di dalam implementasinya etika pemerintahan itu meliputi etika yang
menyangkut individu sebagai anggota arganisasi

berkenaan dengan asas penyelenggaraan pemerintahan, perlu juga dipahami tentang asas-asas
penyelenggaraan Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan
Nepotisme, asas-asas ini mengandung nilai-nilai etis yang baik yang harus dipedomani oleh
setiap penyelenggara Negara (pemerintahan), yang terdiri dari: asas kepastian hukum, asas
tertib penyelenggaraan Negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Asas-asas dimaksud baik jenis
maupun substansinya telah dicakup dalam penjelasan tentang asas-asas penyelenggaraan
pemerintahan diatas. Dengan tidak mengesampingkan prinsip-prinsip kepatutan yang sudah
tercantum dalam hokum positif atau dalam asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
maka untuk melengkapi uraian tentang nilai-nilai moral yang baik dalam penyelenggaraan
pemerintahan, dibawah ini dikemukakan pendapat Nicolai (Badan Diklat, 1995:15) tentang
Beginselen Van Behoorlijk Besfiiur atau Prinsip-prinsip kepatutan dalam pemerintahan,
yaitu: 1. Prinsip Perlakuan yang Korek, satu prinsip yang sebaiknya dipahami oleh setiap
pejabat pemerintah bahwa didalam membuat kebijakan, keputusan, tindakan dalam
pelaksanaan tugas pokok pemerintahan selalu berupaya cermat, tepat dan benar
2. Prinsip Penelitian Yang Seksama, setiap pejabat pemerintah sebaiknya dalam setiap
pembuatan kebijakan, pengambilan keputusan dan melakukan tindakan selalu didasarkan
pada penelitian yang seksama terhadap permasalahan pemerintahan yang akan diputuskan,
agar kebijakan, keputusan dan tindakan pemerintah itu dapat dilaksanakan dan tepat sasaran.
Prinsip Prosedur Keputusan Yang Seksama, setiap pejabat pemerintah dalam mengambil
keputusan hendaknya didasarkan prosedur yang benar dalam arti tidak menyimpang dari apa
yang ditetapkan oleh peraturan perundangan, agar keputusan yang diambil tidak salah dan
memenuhi persyaratan. Prinsip Keputusan Yang Baik Dan Bijak, keputusan yang dibuat
pemerintah itu sejauh mungkin mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan masyarakat, untuk
itu proses pembuatannya diupayakan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang
sangat mendalam, dan komprehensif agar tujuan dan sasaran keputusan itu dapat dicapai
secara optimal. Prinsip Motiuering yang Jelas dengan Argumentasi Kuat, setiap tindakan
pemerintah yang dalam pelaksanaannya melibatkan masyarakat seharusnya didasarkan
alasanalasan yang kuat dan benar dalam arti tindakan pemerintah itu tujuannya memang
untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya bukan untuk kelompok tertentu atau
golongan golongan tertentu

3. Bagaimanakah cara-cara yang efektif menurut Saudara dalam menerapkan empat nilai
utama dalam kehidupan masyarakat.

Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya tidak bisa hidup dengan seenaknya sendiri,
karena dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai aturan, dimana aturan-aturan tersebut
sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di
masyarakat. Sehingga manusia atau individu yang memiliki moral baik, dapat bertindak dan
berperilaku sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai