Anda di halaman 1dari 10

Nama : Alief Akbar Fadillah

NIM : 043956288

Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan

Soal 1

Faktor Keberhasilan Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan berbagai harapan baik bagi masyarakat, swasta
bahkan pemerintah sendiri. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah,
terutama Kabupaten dan atau Kota dalam menjalankan kebijakan otonominya. Disinilah
perlunya mengidentifikasi berbagai dimensi/faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tujuan pemberian otonomi daerah bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan
yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Syamsi, pada tahun 1986 menyebutkan bahwa. Untuk mengetahui apakah suatu daerah
otonom mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Syamsi juga menegaskan
beberapa ukuran sebagai berikut:

1. Kemampuan struktural organisasi

Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas-
tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup
mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup
jelas.
2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah

Para aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling menunjang
tercapainya tujuan yang diinginkan.

3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat

Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan untuk
berperan aktif dalam kegiatan pembangunan daerah.

4. Kemampuan keuangan daerah

Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan


kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan
rumah tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian
dari subsidi pemerintah pusat.

Menurut Kaho, pada tahun 1998 mengemukakan pendapat bahwa keberhasilan suatu daerah
menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor
manusia, faktor keuangan, faktor peralatan, serta faktor organisasi dan manajerial. Pertama,
manusia adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintah daerah karena
merupakan subyek dalam setiap aktivitas pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak
proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan
pada lingkup penulisan ini sebagai faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu
daerah otonom untuk dapat mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya.
Ketiga, peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar
kegiatan pemerintah daerah. Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik
maka diperlukan organisasi dan pola manajemen yang baik.

Kaho juga menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan otonomi
daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling esensial
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses
mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan
dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik.

Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat
berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia
sebagai subyek sudah baik.

Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat mendukung
pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Mamesah mengutip
pendapat Manulang yang disampaikan pada tahun 1995 yang menyebutkan bahwa dalam
kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin membaik
keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara
tersebut. Sebaliknya apabila kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan
menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam melaksanakan serta menyelenggarakan
segala kewajiban yang telah diberikan kepadanya.

Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah,
sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat
berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka yang bijaksana, karena itu untuk
menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak
diperlukan anggaran yang baik pula.

Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan untuk
memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan
mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti alat-alat
kantor, transportasi, alat komunikasi dan lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai
tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari
aparat yang menggunakannya.

Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam struktur
organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang,
serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama,
sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen
terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah pada tahun 1995, mengatakan
bahwa baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah
yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai
manajer daerah.

Reverensi

http://abdiprojo.blogspot.com/2010/04/keberhasilan-otonomi-daerah.html

http://bataviase.co.id/node/296914

http://ibnunurafandi.blogspot.com/2010/05/latar-belakang-otonomi-daerah.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah

http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia

https://dokumen.tips/documents/faktor-yang-mempengaruhi-jalannya-otonomi-daerah.html
Soal 2

Hambatan Dalam Otonomi Daerah Di Indonesia

Sejak diberlakukannya paket UU mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering


membicarakan aspek positifnya. Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi daerah
membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri
sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik
cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau
pinggiran. Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih
pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru
mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut tampaknya
banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan
tersebut. Berikut adalah berbagai macam hambatan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

1.Perbedaan Konsep

Setelah diberlakukan UU No. 22 Tahun 1999, aksi dari berbagai pihak sangat beragam,
sebagai akibat dari perbedaan interpretasi istilah otonomi. Terdapat kelompok yang
menafsirkan otonomi sebagai kemerdekaan atau kebebasan dalam segala urusan yang
sekaligus menjadi hak daerah. Mereka yang mempunyai persepsi ini biasanya mencurigai
intervensi pemerintah pusat, otonomi daerah dianggap sebagai kemerdekaan daerah dari
belenggu Pemerintah Pusat.

Ada kelompok lain yang menginterpretasikan sebagai pemberian “otoritas kewenangan”


dalam mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masyarakat lokal. Di
sini otonomi diartikan atau dipersepsikan pembagian otoritas semata (lihat UU No. 22/1999);
memaknai otonomi sebagai kewenangan, daerah Otonomi (Kabupaten/Kota) untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat lokal, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat. Wujudnya adalah pembagian kewenangan kepada daerah dalam seluruh bidang
pemerintahan, kecuali dalam bidang pertahanan dan keamanan peradilan, moneter dan fiskal,
agama dan politik luar negeri serta kewenangan bidang lain, yakni perencanaan nasional
pengendalian pembangunan nasional; perubahan keuangan, sistem administrasi negara dan
lembaga; perekonomian negara, pembinaan, dan pemberdayaan sumber daya manusia;
pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi strategis, serta konservasi dan
standarisasi nasional.

Ada juga kelompok yang menafsirkan otonomi daerah sebagai suatu


mekanisme empowerment (pemberdayaan). Menurut kelompok ini menafsirkan otonomi
harus lebih mengakomodasikan berbagai kepentingan lokal dan lembaga lokal dan untuk itu
diperlukan otoritas. Jadi, diambil kesepakatan khusus dalam pembagian tugas/urusan yang
ditangani oleh Pemerintah Pusat dan ditangani oleh Daerah (lokal).

Variasi interpretasi konsep otonomi tersebut karena adanya perbedaan referensi teoretis.
Secara teoretis istilah autonomy memiliki banyak arti yang kemudian menimbulkan berbagai
interpretasi.
2. Adanya Eksploitasi Pendapatan Daerah

Dengan skenario semacam ini, banyak daerah akan terjebak dalam pola tradisional dalam
pemerolehan pendapatan daerah, yaitu mengintensifkan pemungutan pajak dan retribusi. Bagi
pemerintah daerah, pola ini tentu akan sangat gampang diterapkan karena kekuatan kohersif
yang dimiliki oleh institusi pemerintahan; sebuah kekuatan yang tidak applicable dalam
negara demokratis modern. Pola peninggalan kolonial ini menjadi sebuah pilihan utama
karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengembangkan sifat wirausaha
(enterpreneurship). Bila dikaji secara matang, instensifikasi perolehan pendapatan yang
cenderung eksploitatif semacam itu justru akan banyak mendatangkan persoalan baru dalam
jangka panjang, dari pada manfaat ekonomis jangka pendek bagi daerah. Persoalan pertama
adalah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat. Meskipun satu item pajak
atau retribusi yang dipungut dari rakyat hanya berkisar seratus rupiah, akan tetapi jika
dihitung secara agregat jumlah uang yang harus dikeluarkan rakyat perbulan tidaklah kecil,
terutama jika pembayar pajak atau retribusi adalah orang yang tidak mempunyai penghasilan
memadai. Persoalan kedua terletak pada adanya kontradiksi dengan upaya pemerintah daerah
dalam menggerakkan perekonomian di daerah.

3. Kuatnya Paradigma Birokrasi

Sampai sekarang aparat pemerintah daerah belum berani melakukan terobosan yang
dibutuhkan. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan untuk memberikan pelayanan
yang terbaik bagi masyarakat karena masih kuatnya pengaruh paradigma birokrasi.

Paradigma ini ditandai dengan ciri organisasi yang berstruktur sangat hierarkis dengan
tingkat diferensiasi yang tinggi, dispersi otoritas yang sentrali dan formalisasi yang tinggi
(standarisasi, prosedur, dan aturan yang ketat).

Dalam praktik di Indonesia, penentuan hierarki dan pembagian unit organisasi, standarisasi,
prosedur dan aturan-aturan daerah sangat ditentukan oleh pemerintah pusat, dan pemerintah
daerah harus loyal terhadap aturan tersebut. Dalam bidang manajemen telah disiapkan oleh
pemerintah pusat, berbagai pedoman, petunjuk dalam menangani berbagai tugas pelayanan
dan pembangunan di daerah. Dalam bidang kebijakan publik, program dan proyek-proyek
serta kegiatan-kegiatan yang diusulkan harus mendapat persetujuan pemerintah pusat.
Implikasinya masih banyak pejabat di daerah harus menunggu perintah dan petunjuk dari
pusat.

4. Kondisi SDM Aparatur Pemerintahan yang Belum Menunjang Sepenuhnya


Pelaksanaan Otonomi Daerah.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah. Sebagian pemerintah daerah bisa melaksanakan


amanat konstitusi meningkatkan taraf hidup rakyat, menyejahterakan rakyat, dan
mencerdaskan rakyat. Berdasarkan data yang ada 20 % pemerintah daerah mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dan berbuah kesejahteraan rakyat di daerah. Namun
masih 80 % pemerintah daerah dinilai belum berhasil menjalankan visi, misi dan program
desentralisasi. Penyelenggaraan otonomi daerah yang sehat dapat di wujudkan melalui
peningkatan kapasitas dan kompetensi yang di miliki manusia sebagai pelaksananya.
Penyelenggaraan otonomi daerah hanya dapat berjalan dengan sebaik-baiknya apabila
manusia pelaksananya baik, dalam artian mentalitas, integritas maupun kapasitasnya.
Pentingnya posisi manusia pelaksana ini karena manusia merupakan unsur dinamis dalam
organisasi yang bertindak/berfungsi sebagai subjek penggerak roda organisasi pemerintahan.
Oleh sebab itu kualitas mentalitas dan kapasitas manusia yang kurang memadai dengan
sendirinya melahirkan implikasi yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan otonomi
daerah.

Referensi

Faktor Keberhasilan dan Penghambat Otonomi Daerah

https://nasional.kompas.com

https://www.kppod.org/berita/view?id=1068/

http://lipi.go.id/berita/lipi:-pelaksanaan-otonomi-daerah-masih-gagal/4931/

Soal 3

• Adanya sosialiasai bagi masyarakat daerah mengenai pelaksanaan otonomi daerah


yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah

Sedikitnya golongan masyarakat yang faham dan mengerti tentang otonomi daerah, merujuk
terhadap hambatan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah. Berupa
perbedaan konsep tentang otonomi daerah. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya sosiallisasi
yang dilakukan oleh pemerintahan daerah tersebut.  

• Peningkatakan kualitas SDM daerah  

Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan never ending process yang hasilnya
baru dapat kita petik pada jangka waktu yang panjang. Bangsa yang maju adalah bangsa yang
melakukan investasi besarbesaran dibidang pendidikan dan kesehatan dalam rangka
meningkatkan kualitas SDM warga negaranya. Proyeksi kualitas SDM dapat dilihat pada
tingkat pendidikan angkatan kerja kita. Data BPS per Februari 2020 menggambarkan bahwa
Angkatan Kerja pada rentang 35-60 tahun didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD
dimana angka tersebut sebagian besar ada pada rentang usia 45-60 tahun. Nadiem Anwar
Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan pembangunan SDM
merupakan salah satu dari lima strategi utama pembangunan jangka menengah nasional tahun
2020-2024 untuk mendukung pencapaian visi Indonesia 2045 Indonesia Maju.
Ada beberapa cara agar kualitas SDM di Indonesia meningkat, diantaranya|

Pelatihan atau Training

Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pekerja atau karyawan di perusahaan
perlu dilatih atau diikutkan training. Tujuannya adalah untuk mengembangkan individu
dalam hal meningkatkan keterampilan, kemampuan, serta sikap yang dimiliki. Perusahaan
akan tidak mudah untuk berkembang ketika karyawannya tidak memiliki minat atau tidak
mempunyai keterampilan secara khusus.

Pendidikan

Edukasi atau pendidikan juga merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk peningkatan kualitas pekerjaan. Yang artinya
suatu pengembangan yang sifatnya formal dan berhubungan langsung dengan karir mereka.
Karyawan di suatu perusahaan juga membutuhkan pendidikan. Pendidikan tersebut nantinya
akan membantu mereka dalam mengatasi masalah yang terjadi di dalam pekerjaan.

Pembinaan

Sarana yang digunakan selanjutnya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
adalah pembinaan. Cara melakukan pembinaan karyawan di perusahaan dapat dengan
mengatur dan membina mereka melalui program penilaian dan perencanaan. Program
penilaian dan perencanaan tersebut dapat menjadi salah satu strategi yang tepat, sehingga
karyawan yang dihasilkan dari pembinaan akan lebih berkualitas.

• Meningkatkan pelayanan masyarakat baik dilakukan oleh pemerintah daerah


maupun pemerintah pusat  

Sudah bukan rahasia umum fasilitas dan pelayanan terhadap publik di Indonesia masih belum
memuaskan. Menurut saya akan lebih baik kalau pemerintahan daerah lebih memperhatikan
hal tersebut.

• Pemerataan ekonomi dan pelayanan bagi seluruh daerah di Indonesia

Kesenjangan ekonomi masih menjadi polemik utama di setiap daerah. Oleh sebab itu para
aparatur desa wajib mensosialisikan tentang lowongan pekerjaan dan latihan pekerjaan agar
kesenjangan sosial terhapuskan.

• Menghilangkan tindakan korupsi pada pejabat daerah

Perilaku korupsi di Indonesia sangat terkait erat dengan dimensi penyuapan, pengadaan
barang dan jasa, serta penyalahgunaan anggaran yang umumnya dilakukan oleh pihak swasta
dan pegawai pemerintahan. Pada hakikatnya pencegahan korupsi terbagi menjadi 3 yaitu,
preventif, detektif, dan represif.
Upaya preventif pencegahan korupsi:

 Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.


 Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya.
 Membangun kode etik di sektor publik.
 Membangun kode etik di sektor partai politik, organisasi profesi, dan asosiasi bisnis.
 Meneliti lebih jauh sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
 Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia atau SDM dan peningkatan
kesejahteraan pegawai negeri.
 Mewajibkan pembuatan perencanaan strategis dan laporan akuntabilitas kinerja bagi
instansi pemerintah.
 Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen.

Upaya detektif pencegahan korupsi:

 Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat.


 Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu.
 Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik.
 Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di kancah
internasional.
 Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah atau APFP
dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.

Upaya represif pencegahan korupsi:

 Penguatan kapasitas badan atau komisi anti korupsi.


 Penyelidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar dengan efek
jera.
 Penentuan jenis-jenis atau kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas.
 Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.
 Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem
peradilan pidana secara terus menerus.
 Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak korupsi secara terpadu.
Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/26/02000091/upaya-pencegahan-korupsi?
page=all/

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/26/02000091/upaya-pencegahan-korupsi?
page=all/

https://www.kemenkopmk.go.id/
Soal 4

Pengertian Good Governance

Good Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan


wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada
semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-
lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan
mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-
perbedaan diantara mereka.

Peran Mahasiswa dalam menciptakan Good Governance

Peran mahasiswa dalam masyarakat, terutama dalam pelaksanaan “Good


Governance”Mahasiswa memiliki tiga peran  penting yang harus dilakukan mahasiswa
terhadap masyarakat diantaranya :Agent Of Change, Mahasiswa adalah asset atau cadangan
untuk masa depan. Mahasiswa diharapkan menjadi generasi yang tangguh dan juga harus
memiliki kemampuan dan moralitas yang baik sehingga dapat menggantkan generasi
sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya organisasi yang setiap akhir
kepengurusan akan di tandai dengan pergiliran tongkat estafet dari golongan tua yang sudah
penah memimpin ke golongan muda yang mempunyai jiwa kempemimpinan. Dan disinilah
saatnya yang muda yang memimpin.

Selain itu mahasiswa harus menguasai berbagai bidang keilmuan baik tentang politik,
ekonomi, pengelolaan pendidikan dll sehingga dengan bekal keilmuan tersebut jika sudah
siap mahasiswa bisa ikut andil dalam mengisi posisi pemerintahan dengan target menerapkan
kepemimpinan good government terlebih dahulu, kemudian jika mahasiswa sudah
menempatkan posisi kepemimpinan maka ia harus bisa merombak pemerintahan hingga ke
unsur yang paling kecil dalam pemerintahan tersebut atau dikenal dengan good governance.
Melakukan perombakan sistem pemerintahan, baik menginginkan good government maupun
good governance akan lebih mudah jika dimulai dari kepemimpinan yang paling atas dari
pada dilakukan dari bawah yang tetap tidak akan berdaya kembali saat pemimpinnya
menggunakan model kepemimpinan yang tidak sesuai dengan tujuan demokrasi.

 Peran mahasiswa sebagai kaum terpelajar dalam Good Governance diantaranya:


Memberikan pencerahan kepada seluruh masyarakat supaya berpartisiapsi dalam
pemilu dengan menggunakan hak pilih sebaik-baiknya, guna membawa bangsa dan
NKRI maju seperti negara lain di dunia.
 Memdorong dan memandu masyarakat secara langsung atau pun tidak untuk memilih
parpol dan calon walik rakyat yang jujur, amanah, cerdas, pejuang, berani, dan
mempunyai track record yang baik di masayrakat.Memberikan infermasi kepada
masyarakat tentang parpol dan calon wakil rakyat yang baik dan pantas untuk dipilih,
supaya hasil pemilu dapat membawa bangsa ini semakin maju di bawah pemimpin
yang tepat.
 Pada dasarnya Praktek Good Governance yang baik harus mampu menjamin
transparansi semua bidang tentang pengelolaan informasi. Terutama transparansi
penyusunan rencana anggaran, pemilihan pejabat, penggunaan anggaran, serta proses
pemilihan umum. Prinsip transparansi ini adalah prinsip demokrasi. Tata kelola
pemerintah harus dapat diketahui semua warga negara. Prinsip demokrasi didasarkan
pada asumsi bahwa negara merupakan milik rakyat.
 Kedudukan yang paling penting adalah hukum. Hukum merupakan manifestasi dari
konsensus dari warga negara. Hukum haruslah berjalan adil dan berjalan tanpa
diskriminasi untuk mewujudkan harkat dan martabat suatu negara. Hukum yang adil
maka warga negara merasakan jaminan hukum yang jelas. Hal ini menjadi hal utama
karena penghormatan warga negara pada penegakan hukum menjadi penentu
penghormatan warga itu sendiri.
 Peran mahasiswa dalam mengawal transparansi dan tata kelola pemerintahan
sangatlah penting dalam memahami jalannya roda pemerintahan. Mahasiswa
memiliki peran penting dalam partisipasi publik dan membangun pemerintahan
menjadi lebih baik lagi. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban, peran perguruan tinggi sangat strategis mendukung upaya
penataan dan kelola pemerintahan. Dengan melakukan perubahan yakni
mengkonstruksi pikiran positif dalam rangka praktek good governance.

https://www.academia.edu/28844219/
HUBUNGAN_GOOD_GOVERNANCE_MAHASISWA_DAN_TEKNOLOGI_INFORMA
SI_DAN_KOMUNIKASI_E_GOVERNMENT_SEBUAH_PENGANTAR

https://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id/index.php/2020/11/27/peran-mahasiswa-dalam-membangun-
demokrasi-sehat/

https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/download/1205/1112

https://fh.unpatti.ac.id/good-governance-sebagai-instrumen-preventif-tindak-pidana-korupsi/

Anda mungkin juga menyukai