1. Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,peradilan,moneter, fiskal, agama, serta kewenangan dalam bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain, sebagaimana termasuk pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional - secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
OTONOMI DAERAH Pengertian Otonomi Daerah - sesuai Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mendefinisikan otonomi daerah sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan juga mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten / kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
a. Kewenangan Otonomi Luas Kewenangan otonomi luas berarti keleluasaan daerah untuk melaksanakan pemerintahan yang meliputi semua aspek pemerintahan kecuali bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri, peradilan, agama, moneter & fiscal serta kewenangan pada aspek lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disisi lain keleluasaan otonomi meliputi juga kewenangan yang utuh & bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian hingga evaluasi. b. Otonomi Nyata Otonomi nyata berarti keleluasaan daerah untuk menjalankan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada & diperlukan serta tumbuh hidup & berkembang di daerah. c. Otonomi Yang Bertanggung Jawab Otonomi yang bertanggung jawab berarti berwujud pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak serta kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah berupa , pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat & daerah serta antar daerah dalam usaha menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat & daerah yaitu : Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur & mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu Tugas perbantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah & atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan & mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Hak dan Kewajiban Daerah Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b. memilih pimpinan daerah; c. mengelola aparatur daerah; d. mengelola kekayaan daerah; e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam Peraturan perundangundangan.
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h. mengembangkan sistem jaminan sosial; i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k. melestarikan lingkungan hidup; l. mengelola administrasi kependudukan; m. melestarikan nilai sosial budaya; n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam konsep negara kesatuan, Kewenangan Pemerintahan Daerah sebenarnya ada pada pemerintah pusat sebagai representasi dari negara. Namun mengingat semua kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah berfokus pada pelayanan masyarakat dimana jangkauan pemerintah kepada masyarakat dalam negara yang mempunyai wilayah demikian luas seperti Negara Indonesia maka perlu adanya kerangka untuk mengatur dan menyeimbangkan keterbatasan pemerintahan, dalam masalah tersebut perlu adanya sistem pemerintahan yang kewenangannya tidak sepenuhnya menjadi urusan pemerintah pusat sehingga pemerataan bisa dilaksanakan, maka dengan mengambil sistem desentralisasi diharapkan dapat memangkas urusan pemerintah pusat. Pembagian urusan dan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diatur dalam Pasal 10 UU Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa : 1. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. 2. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. 3. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Politik luar negeri; Pertahanan; Keamanan; Yustisi; Moneter dan fiskal nasional; dan Agama. Terhadap urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, dalam ayat (4) dan ayat (5) Pasal 10 diatur bahwa : 1. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa 2. Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan tersebut, Pemerintah dapat : Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Urusan Pemerintah daerah Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, Akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar strata dalam pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan. daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi : 1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. Penanganan bidang kesehatan; 6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; 7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; 9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; 10. Pengendalian lingkungan hidup; 11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; 12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan 16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: 1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. Penanganan bidang kesehatan; 6. Penyelenggaraan pendidikan; 7. Penanggulangan masalah sosial; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; 9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; 10. Pengendalian lingkungan hidup; 11. Pelayanan pertanahan; 12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14. Pelayanan administrasi penanaman modal; 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan 16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah meliputi: 1. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; 2. Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan 3. Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah. Sesuai Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Jika dilihat dari ketentuan tersebut, daerah dalam hal ini direpresentasikan oleh kepala daerah, mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang menjadi wewenang pemerintahannya. Pertanggungjawaban Kepala Daerah merupakan keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan Pemerintahan Daerah selama satu Tahun Anggaran berdasarkan tolok ukur Rencana Umum Pembangunan Tahunan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati ini merupakan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dimana didalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Sebagai pedoman penyusunan substansi laporan keterangan pertanggungjawaban.
Mekanisme Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Pelaksanaan dan mekanisme penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah perlu memperhatikan hal-hal : 1. Setiap akhir tahun dan akhir masa jabatan Kepala Daerah wajib menyampaikan laporan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan wajib menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas desentralisasi kepada DPRD, dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. 2. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 diadakan penyesuaian-penyesuaian antara lain: Laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah disampaikan dan dibahas dalam rapat paripurna DPRD; Laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah berisi informasi dari Kepala Daerah kepada DPRD dalam pelaksanaan tugas Kepala Daerah selama kurun waktu tertentu maupun akhir masa jabatan, sebagai bahan bagi DPRD dalam menetapkan kebijakan pemerintahan daerah dan melaksanakan fungsi pengawasan kebijakan; Hasil pembahasan oleh DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD berupa catatan-catatan yang sifatnya strategis untuk dipedomani oleh Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugasnya.
Komponen pelayanan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan publik disusun berdasarkan klasifikasi bidang kewenangan pemerintahan Daerah yang berpedoman pada ketentuan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diperbaharui melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah. Klasifikasi bidang kewenangan pemerintah yang diolah berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bidang Pemerintahan Umum ; 2. Bidang Pertanian dan Peternakan ; 3. Bidang Perikanan dan Kelautan ; 4. Bidang Kehutanan dan Perkebunan ; 5. Bidang Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi ; 6. Bidang Penanaman Modal ; 7. Bidang Kesehatan ; 8. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan ; 9. Bidang Pekerjaan Umum ; 10. Bidang Perhubungan ; 11. Bidang Lingkungan Hidup ; 12. Bidang Kependudukan ; 13. Bidang Kepariwisataan ; 14. Bidang Pertanahan.
- See more at: http://www.semipedia.com/2013/02/kewenangan-pemerintah- daerah.html#sthash.zJIhf2LO.dpuf
Read more at: http://www.semipedia.com/2013/02/kewenangan-pemerintah- daerah.html Copyright http://www.semipedia.com/ Under Common Share Alike Atribution
Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 1 Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah Deddy Supriady Bratakusumah* I. Pendahuluan Sejak beberapa dekade yang lalu beberapa negara telah dan sedang melakukan desentralisasi, motivasi fenomena ini terutama disebabkan oleh alasan politik. Desentralisasi merupakan bagian yang teramat penting didalam proses demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan pusat atau terpusat yang cenderung otokratis berubah menjadi pemerintahan lokal yang dipilih langsung oleh masyarakat. Alasan lainnya atas maraknya proses desentralisasi adalah untuk memperbaiki mutu pelayanan kepada masyarakat oleh penyelenggara pemerintahan. Didalam konteks ini titik berat desentralisasi adalah pelayanan bukan kekuasaan. Dengan kata lain desentralisasi adalah suatu upaya mendekatkan pemerintahan kepada rakyatnya (bringing the State closer to the people). Seiring dengan telah terselesaikannya kendala kehidupan politik di Indonesia yang ditandai dengan telah terbentuknya penyelenggara pemerintahan yang baru hasil suatu proses yang cukup demokratis, maka harapan akan membaiknya perekonomian dan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya di Indonesia menjadi terbuka, dan semoga dalam tempo yang tidak terlalu lama harapan tersebut akan menjadi kenyataan. Selain itu juga semangat reformasi dan perubahan diberbagai bidang serta dorongan dan dampak dari proses demokratisasi telah menggugah pemerintah bersama dengan parlemen untuk melahirkan dua undang-undang yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut merupakan dasar bagi proses desentralisasi dan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab. Tujuan utama dari desentralisasi dan otonomi daerah ini adalah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata. Desentralisasi dan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil apabila pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi lebih baik dan masyarakat menjadi lebih berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Desentralisasi kewenangan tersebut akan berakhir dengan semakin meningkatnya peranserta masyarakat dan berubahnya peran pemerintah dari provider menjadi fasilitator. I. Pembagian Kewenangan Menurut UU No. 22 Tahun 1999 Agar desentralisasi dapat berjalan dengan baik maka sebagai langkah awal adalah pembagian kewenangan. Dengan pembagian ini akan jelas siapa melakukan apa, dan siapa membiayai apa. Pemisahan dan pemilahan ini akan berdampak pada tatanan kelembagaan dan akhirnya pada penyediaan dan penempatan pegawai. Pembagian kewenangan dari sudut pandang masyarakat dapat ditentukan dengan siapa yang akan menerima manfaat dan siapa yang akan menanggung beban atau resiko atau dampak. Sebagai contoh penyelenggaraan upaya pertahanan negara akan bermanfaat bagi seluruh bangsa dan harus didanai oleh seluruh bangsa secara nasional, oleh karenanya bidang pertahanan merupakan kewenangan pemerintahan nasional (pusat). Namun "lampu penerangan jalan" misalnya, hanya bermanfaat bagi penghuni kota atau permukiman tertentu dan dapat didanai oleh masyarakat setempat, karenanya hal ini mutlak kewenangan pemerintahan kota. Secara garis besar UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas telah mengatur masalah pembagian kewenangan ini. Undang-undang menyuratkan bahwa kewenangan pemerintah di tingkat lokal akan bertambah dan mencakup kewenangan pada hampir seluruh bidang pemerintahan. Sementara itu kewenangan yang terdapat pada pemerintah pusat terbatas hanya pada kewenangan di bidang: (a) politik luar negeri; (b) pertahanan keamanan; (c) peradilan; (d) moneter dan fiskal; (e) agama; dan (f) kewenangan di bidang lain. Khusus mengenai kewenangan dan tanggung jawab di bidang lain yang masih dimiliki oleh pusat sebagaimana dijelaskan didalam pasal 7, UU No. 22 Tahun 1999 meliputi kewenangan: (a) perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro; (b) dana perimbangan keuangan; (c) sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara; (d) pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia; (e) pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis; (f) konservasi; dan (g) standarisasi nasional. Di dalam UU No.22 Tahun 1999 secara tegas dinyatakan bahwa kewenangan daerah adalah: "Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.1" Kewenangan ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan yang masih harus berada ditangan pusat. Lebih rinci lagi kewenangan daerah yang terdapat di dalam undang-undang adalah: 1. Mengelola sumberdaya nasional yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan,2 2. Mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai kearah laut lepas dan berwenang melakukan: - ekplorasi, ekploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut; - pengaturan kepentingan administratif; 1 Pasal 1 huruf i, UU No. 22/1999 2 Pasal 10 ayat 1, UU No. 22/1999 Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 3 - pengaturan tata ruang; - penegakan hukum; dan - perbantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. 3. Melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta pendididkan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.3 4. Membiayai pelaksanaan tugas pemerintah daerah dan DPRD.4 5. Melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan atau luar negeri dengan persetujuan DPRD dan Pusat untuk pinjaman luar negeri.5 6. Menentukan tarif dan tata cara pemungutan retribusi dan pajak daerah.6 7. Membentuk dan memiliki Badan Usaha Milik Daerah.7 8. Menetapkan APBD.8 9. Melakukan kerjasama antar daerah atau badan lain, dan dapat membentuk Badan Kerjasama baik dengan mitra didalam maupun diluar negeri.9 10. Menetapkan pengelolaan Kawasan Perkotaan.10 11. Pemerintahan kota/kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat membentuk lembaga bersama untuk mengelola kawasan perkotaan.11 12. Membentuk, menghapus, dan menggabungkan desa yang ada di wilayahnya atas usul dan prakarsa masyarakat dan persetujuan DPRD.12 13. Mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa.13 14. Membentuk Satuan Polisi Pamong Praja.14 Lebih jauh lagi Pasal 9 UU No. 22 Tahun 1999 mengatur kewenangan propinsi sebagai daerah otonom dan sebagai wilayah administrasi. Kewenangan tersebut meliputi: 3 Pasal 76, UU No. 22/1999 4 Pasal 78, UU No. 22/1999 5 Pasal 81, UU No. 22/1999 6 Pasal 82, UU No. 22/1999 7 Pasal 84, UU No. 22/1999 8 Pasal 86, UU No. 22/1999 9 Pasal 87 dan 88, UU No. 22/1999 10 Pasal 91 UU No. 22/1999 11 Pasal 91, UU No. 22/1999 12 Pasal 93, UU No. 22/1999 13 Pasal 111, UU No. 22/1999 14 Pasal 120, UU No. 22/1999 Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 4 1. Kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, 2. Kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten/ kota. 3. Sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat. Selain kewenangan-kewenangan umum yang telah disebutkan diatas, bagi daerah kabupaten dan daerah kota diwajibkan menyelenggarakan kewenangan wajib sebagai berikut: (1) pekerjaan umum; (2) kesehatan; (3) pendidikan dan kebudayaan; (4) pertanian; (5) perhubungan; (6) industri dan perdagangan; (7) penanaman modal; (8) lingkungan hidup; (9) pertanahan; (10) koperasi; dan (11) tenaga kerja. Untuk daerah kota disamping kewajiban diatas juga diwajibkan untuk menyediakan kebutuhan utilitas kota sesuai kondisi dan kebutuhan kota yang bersangkutan, utilitas kota ini antara lain: (1) pemadam kebakaran; (2) kebersihan; (3) pertamanan; dan (4) tata kota.15 Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota diatas berlaku juga di kawasan otorita yang terletak didaerahnya. Kawasan otorita yang dimaksud meliputi:16 (1) badan otorita; (2) kawasan pelabuhan; (3) kawasan bandar udara; (4) kawasan perumahan; (5) kawasan industri; (6) kawasan perkebunan; (7) kawasan pertambangan; (8) kawasan kehutanan; (9) kawasan pariwisata; (10) kawasan jalan bebas hambatan; (11) kawasan lain yang sejenis. Selain itu, berbagai kewenangan yang dipunyainya daerah juga dapat ditugasi oleh pusat untuk membantu melaksanakan kewenangan yang seharusnya dilaksanakan oleh pusat (Tugas Pembantuan). Untuk penugasan ini undang-undang mensyaratkan harus disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Dalam pelaksanaannya daerah wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkannya kepada pemerintah pusat. Oleh karena itu desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 22 Tahun 1999 secara eksplisit merupakan kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerah bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Karenanya pemerintah daerah harus menjadikan otonomi daerah dan desentralisasi sebagai modal awal bagi upaya peningkatan pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah yang berorientasi untuk kepentingan daerah. Sehingga paradigma "pembangunan di daerah" akan berubah menjadi "pembangunan daerah", di daerah, oleh daerah, untuk kepentingan daerah. Di masa depan hanya program pembangunan yang memiliki karakter kepentingan nasional (national interest) atau bersifat strategis nasional (national strategic) yang masih tetap akan dilakukan oleh pemerintah pusat guna memelihara kepentingan 15 Penjelasan Pasal 11 ayat 2, UU No. 22/1999 16 Pasal 119, UU No. 22/1999 Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 5 nasional dalam rangka negara kesatuan. Salah satu contoh dari upaya pusat didalam kegiatan ini adalah pelaksanaan program pembangunan infrastruktur lintas wilayah dalam rangka meningkatkan arus sumber daya lintas wilayah, dan program-program di berbagai bidang dalam rangka pemerataan pembangunan antar wilayah, antar daerah, dan antar kelompok. III. Hubungan Antara Pusat dan Daerah dan Hubungan Antardaerah Pasal 4 ayat 1 dan 2, UU No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota tidak lagi mempunyai hubungan hierarki. Karenanya masing-masing daerah secara otonom mempunyai wewenang untuk: (1) merencanakan; (2) melaksanakan; dan (3) mengawasi pembangunan di daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah kabupaten/kota tidak lagi diatur dan tergantung kepada pemerintah daerah propinsi. Demikian pula halnya dengan pemerintah propinsi tidak diatur dan tergantung pada pemerintah pusat, kecuali untuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi dan pembantuan. Hubungan hierarki secara implisit sudah tidak ada lagi namun demikian hubungan fungsional dan koordinatif masih tetap diperlukan dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam alam desentralisasi yang demokratis yang diwujudkan dengan otonomi yang luas tersebut, "pengarahan" akan diganti oleh "konsultasi dan koordinasi yang mendalam dan meluas", sehingga menghasilkan konsensus yang positif dan produktif. Yang perlu dihindari adalah bahwa otonomi yang akan terjadi justru akan menghilangkan keduanya - pengarahan dan konsultasi - sehingga menjadi anarkis bahkan menjauhkan kita dari tujuan otonomi dalam kerangka negara kesatuan yang kita cita-citakan melalui UU No. 22 Tahun 1999 tersebut. Mencegah hal ini, menjadi tugas dan tanggung jawab pembuat kebijakan dalam proses perencanaan untuk mengembangkannya. Urusan-urusan dan wewenang yang sudah diserahkan kepada daerah kabupaten/kota kegiatannya tidak akan diusulkan ke pusat melalui propinsi. Kegiatankegiatan yang sudah menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota cukup dikoordinasikan di tingkat kabupaten/kota bagi kelurahan/desa dan kecamatan yang ada di wilayahnya. Sedangkan usulan kegiatan yang mencakup lintas kabupaten atau kota dan atau bersifat strategis propinsi cukup dibahas ditingkat propinsi. Usulan kegiatan yang mencakup lintas propinsi dan atau bersifat kepentingan nasional dapat diusulkan dan dibahas ditingkat nasional. Forum "Konasbang" didalam masa transisi dan dimasa depan diharapkan akan lebih sederhana, bersifat konsultasi dan koordinasi sebagai upaya pemadu-serasian antara perencanaan makro dan perencanaan regional serta daerah. Usulan yang dibahaspun akan semakin sedikit jumlahnya. Pendanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, mekanisme dan dasar pengalokasiannyapun akan berubah sesuai dengan jiwa UU No. 25/1999. Dana transfer dari pusat yang berupa alokasi umum akan bersifat "block grant", yang besarannya untuk setiap daerah sudah tetap dan baku sesuai dengan formula yang saat ini sedang dirumuskan. Dengan demikian pada setiap akhir tahun anggaran yang berjalan daerah dapat memperkirakan berapa dana yang akan diterimanya dari pusat sebagai dana alokasi umum. Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 6 IV. Penutup Dengan akan segera diterbitkannya berbagai peraturan pelaksanaan atas UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, maka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dapat segera dilakukan. Namun demikian persiapan untuk pelaksanaan di daerah seyogyanya segera dimulai tanpa menunggu terbitnya peraturan tersebut. Desentralisasi dan perluasan otonomi daerah adalah suatu kesempatan yang baik bagi penyelenggara pemerintahan di daerah dalam menunjukan kinerjanya melayani masyarakat dan sekaligus juga merupakan tantangan bagi daerah untuk meningkatkan diri didalam menghadapi pelaksanaannya. Sehingga melalui desentralisasi dan perluasan otonomi daerah akan dihasilkan suatu penyelenggraan pemerintahan di daerah yang bersifat melayani masyarakat, efisien, demokratis, aspiratif, responsif, terbuka dan bertanggung jawab Naskah No. 20, Juni-Juli 2000 7 Daftar Pustaka Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta 1999. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta 1999.
Pemerintahan Daerah Adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Oleh Pemerintah Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menurut Asas Otonomi Dan Tugas Pembantuan Dengan Prinsip Otonomi Seluas