Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 3 : HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH

NAMA : PREDIKA DWI SASMITA

Hubungan pusat dan daerah dalam bidang pelayanan publik


A.    Hubungan Wewenang

1.       Pembagian urusan Pemerintahan


Ketentuan hukum yang mengatur lebih lanjut hubungan antara pempus dan pemda sebagai
penjabaran dari dasar konstitusioanal adalah Pasal 10-18 UU Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam kaitannya dengan hubungan pempus dan pemda maka adanya pembagian wewenang
urusan pemerintahan. Pembagian urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakekatnya dibagi
dalam 3 kategori, yaitu :
a). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat (pemerintah)
b). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi
c). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota

2.       Kriteria Pembagian urusan antar Pemerintah, daerah Provinsi/Kabupaten/Kota


Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurren (artinya urusan pemerintahan yang
penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah
dan pemerintah daerah) secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah
Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas dan
efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan sebagai suatu
sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah Kabupaten/kota, atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung dan
sinergis.

a). Eksternalitas
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan
dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila
dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi
kewenangan kabupaten/kota, apabila regional menjadi kewenangan provinsi, dan apabila
nasional menjadi kewenangan Pemerintah.

b). Akuntabilitas
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat
pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih
langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian
akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan
lebih terjamin.

c). Efisiensi
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan
tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian,
dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila
suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna
dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila
ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi
dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih
berdayaguna dan berhasil guna bila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut tetap
ditangani oleh Pemerintah. Untuk itu pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan
memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut.
Ukuran dayaguna dan hasilguna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi. Sedangkan yang dimaksud dengan
keserasian hubungan yakni bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintah yang dikerjakan oleh
tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (inter-koneksi), saling
tergantung (inter-dependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan
memperhatikan cakupan kemanfaatan.

3.       Urusan Pemerintah yang menjadi urusan pempus


Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan
pemerintahan. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan
daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah meliputi:

a.      Politik luar negeri; mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk
dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian
dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya
b.      Pertahanan; misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai
dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya,
membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan
kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya;
c.       Keamanan; misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan
keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok
atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya
d.      Yustisi; misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan
lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan
grasi, amnesti, abolisi, membentuk undangundang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-
undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya
e.       Moneter dan fiskal nasional; misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang,
menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya
f. Agama ; misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional,
memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam
penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya.
Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan
yaitu semua urusan pemerintahan di luar urusan pempus meliputi :
a.       pendidikan;
b.      kesehatan;
c.       pekerjaan umum
d.      pekerjaan umum;
e.       perumahan;
f.       penataan ruang;
g.      perencanaan pembangunan;
h.      perhubungan;
i.        lingkungan hidup;
j.        pertanahan;
k.      kependudukan dan catatan sipil;
l.        pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
m.    keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
n.      sosial;
o.      ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
p.      koperasi dan usaha kecil dan menengah;
q.      penanaman modal;
r.        kebudayaan dan pariwisata;
s.       kepemudaan dan olah raga;
t.        kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
u.      otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah
kepegawaian, dan persandian;
v.      pemberdayaan masyarakat dan desa;
w.    statistik;
x.      kearsipan;
y.      perpustakaan;
z.       komunikasi dan informatika;
aa.   pertanian dan ketahanan pangan;
bb.  kehutanan;
cc.   energi dan sumber daya mineral;
dd. kelautan dan perikanan;
ee.   perdagangan . . .
ff.    perdagangan; dan
gg.  perindustrian.

4.       Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan


Dalam menyelenggarakan 6 urusan pemerintahan (pasal 10 ayat 3 UU No.32/2004) Pemerintah :
a)      Menyelenggarakan sendiri
b)      Dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil
Pemerintah di daerah atau
c)      Dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.

Di samping itu, penyelenggaraan di luar 6 urusan pemerintahan (Pasal 10 ayat 3) Pemerintah


dapat :
a)      Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau
b)      Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah,
c)      atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintahan desa
berdasarkan asas tugas pembantuan.
5.       Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemda
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan
berdasarkan kriteria-kriteria, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

a)      Urusan wajib artinya : Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
Pemerintah. Urusan wajib menurut penjelasan UU No.32/2004 artinya suatu urusan
pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara seperti perlindungan
hak konstitusional, pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal,
prasarana lingkungan dasar; perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat,
ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI; dan pemenuhan
komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.
b)      Urusan pilihan artinya : baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpetensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,kekhasan dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan menurut PP No 38/2007 meliputi :
a.         kelautan dan perikanan;
b.        pertanian;
c.         kehutanan;
d.        energi dan sumber daya mineral;
e.         pariwisata;
f.         industri;
g.        perdagangan; dan
h.        ketransmigrasian

Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,
pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang
didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur juga disertai
dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam
skala provinsi yang meliputi (Pasal 13 UU No 32 tahun 2004):

a.       perencanaan dan pengendalian pembangunan;


b.      perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.       penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.      penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.       penanganan bidang kesehatan;
f.       penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g.      penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h.      pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i.        fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j.        pengendalian lingkungan hidup;
k.      pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l.        pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m.    pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.      pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o.      penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapatdilaksanakan oleh kabupaten/kota
p.      urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota (psl 14) meliputi:
a.       perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b.      perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.       penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.      penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.       penanganan bidang kesehatan;
f.       penyelenggaraan pendidikan;
g.      penanggulangan masalah sosial;
h.      pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i.        fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j.        pengendalian lingkungan hidup;
k.      pelayanan pertanahan;
l.        pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m.    pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.      pelayanan administrasi penanaman modal;
o.      penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
1.        Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan
urusan pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman kepada norma, standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan oleh Menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen untuk
pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan.
Pembagian urusan antar pemerintah, pemprov dan pemkab diatur lebih lanjut dalam PP No 38
tahun 2007.
2.        Hubungan Dalam bidang keuangan
·      Hubungan keuangan antara pempus dan pemda Pasal 15 ayat 1 UU No.32/2004 meliputi :
a.    Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah;
b.    pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan
c.    pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah
·      Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintahan daerah meliputi :
a.    bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan. pemerintahan daerah
kabupaten/kota;
b.    pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;
c.    pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah; dan
d.   pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah.

3.        Hubungan dalam bidang pelayanan umum


·      Antara Pempus dan pemda (vertikal) meliputi :
a.       kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
b.      pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan
c.       fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan
umum.
·      Antar pemerintahan daerah (horisontal) meliputi :
a.         pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;
b.         kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelengaraan pelayanan umum; dan
c.         pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.

4.        Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
·      Antara Pemerintah dan pemerintahan daerah
a.         kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya,
dan pelestarian;
b.         bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
c.          penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan
·           Antar pemerintahan daerah (horisontal) meliputi :
a.         Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi
kewenangan daerah;
b.         Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. dan sumber daya lainnya antar
pemerintahan daerah; dan
c.          Pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya.
Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya
di wilayah laut. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah
dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah
untuk mengelola sumber daya di wilayah laut) meliputi:

a.       eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;


b.      pengaturan administratif;
c.       pengaturan tata ruang;
d.      penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh Pemerintah;
e.      ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f.        ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil
laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk
provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Apabila
wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk
mengelola sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis
tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3
(sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.

FUNGSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH


Dewan Perwakilan Daerah sejak awal perubahan UUD 1945 memang tidak dimaksudkan
sebagai unsur utama dalam pembuatan undang-undang, namun menjadi lembaga yang terkait
dengan kelembagaan MPR. Adanya usulan atau pendapat untuk menguatkan kelembagaan DPD
dalam pembuatan undang-undang, yang berarti akan memberi voting right yaitu hak untuk
menolak atau menyetujui rancangan undang-undang tentunya harus dikaji secara komprehensif.
Apabila DPD diberi kewenangan voting right dalam pembuatan UU, haruslah dibedakan
keterlibatannya, apakah anggota DPD yang diberi hak voting right, ataukah kelembagaan DPD
yang diberi hak voting right tersebut. Apabila voting right tersebut diberikan kepada anggota
DPD, maka tidak akan diperlukan forum pengambilan putusan yang terpisah antara DPR dan
DPD, karena pada hakekatnya ada hak suara yang sama dalam memberikan sikap terhadap
sebuah rancangan undang-undang antara anggota DPR dan DPD. Forum yang dihadiri oleh
anggota DPD dan DPR menjadi forum dalam mekanisme pengambilan putusan pembuatan
undang-undang. Apabila voting right diberikan kepada lembaga DPD dalam proses pembuatan
UU, maka forum pengambilan keputusan haruslah terpisah antara DPR dan DPD. Mekanisme ini
sesuai dengan model bicameral. Hal yang masih harus dipertimbangkan adalah posisi Presiden
dalam pembuatan undang-undang. Apakah Presiden masih terlibat dalam pembuatan undang-
undang sebagaimana dinyatakan dalam pasal 20 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan. Apabila
campurtangan Presiden dalam pembuatan undang-undang dihapuskan, maka sistem pemisahan
kekuasaan memang benar-benar terciptakan, artinya pembuatan undang-undang semata-mata
urusan DPD dan DPR. Apabila Presiden masih terlibat dalam proses pembuatan undang-undang
sehingga ketentuan Pasal 20 ayat (2) masih dipertahankan maka dalam pembuatan undang-
undang akan melibatkan secara langsung tiga lembaga negara, yaitu DPR, DPD dan Presiden.
Disamping hal-hal sebagaimana diuraikan tersebut di atas, pertimbangan kesisteman perlu
diperhatikan. Apabila dalam pembuatan undang-undang kepada DPD diberi hak voting, maka
harus juga dipertimbangkan adanya lembaga MPR yang masih tetap eksis dalam UUD 1945
setelah perubahan. Keterlibatan DPD dalam pembuatan undang-undang akan berarti bahwa
untuk membuat undang-undang ada tiga lembaga negara yang aktif, yaitu DPR, DPD dan
Presiden. Sementara itu menurut ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUD setelah perubahan, MPR
berwenang untuk mengubah dan menetapkan UUD, sedangkan MPR terdiri atas anggota DPR
dan anggota DPD. Kedudukan sebuah UUD adalah lebih tinggi dibandingkan kedudukan sebuah
undang-undang, sehingga terhadap sebuah undang-undang yang bertentangan dengan UUD
dapat dilakukan pengujian materiil. Kesisteman dari UUD akan terganggu dan ketidaklogisan
muncul karena untuk mengubah dan menetapkan UUD yang kedudukannya lebih tinggi dari UU
cukup dilakukan oleh MPR yang keanggotaannya terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD,
sedangkan untuk membentuk undang-undang yang kedudukannya lebih rendah dari UUD akan
melibatkan tiga lembaga negara, Presiden, DPD dan DPR.
Sehingga dari sudut pandang sebuah sistem konstitusi dengan mempertimbangkan
hubungan antara kewenangan lembagaan negara yang diatur didalamnya, pemberian voting right
kepada DPD dalam pembuatan undang-undang akan menimbulkan implikasi yang sangat luas,
dan tidak dapat dilakukan hanya dengan mengubah pasal-pasal yang mengatur kewenangan DPD
saja, bahkan harus dilakukan strukturisasi ulang terhadap sistem UUD 1945 yang berhubungan
dengan eksistensi lembaga negara yang lain.
Kewenangan yang diberikan oleh UUD kepada DPD akan menghasilkan suatu produk
yang sangat penting apabila dapat dilakukan secara lebih profesional, dan proaktif. Hak DPD
untuk ikut membahas rancangan undang-undang sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 22D
tidaklah menjadikan DPD hanya bersifat pasif menunggu adanya rancangan undang-undang dari
Presiden atau DPR yang akan dibahas, tetapi secara proaktif dapat mengkaji materi-materi yang
seharusnya ada dalam sebuah undang-undang, atau yang telah ada dalam sebuah undang-undang.
Hasil kajian tersebut dapat diajukan kepada DPR dalam bentuk rancangan undang-undang, atau
dapat dijadikan bahan dalam membahas rancangan undang-undang. DPD dapat menyusun
sebuah "blue print"substansi undang-undang yang akan ditawarkan kepada DPR, baik dalam
RUU versi DPD, maupun dalam pembahasan RUU. DPD cukup punya waktu untuk melakukan
hal tersebut karena tidak terganggu oleh tugas-tugas lain, dan dalam melaksanakan fungsinya
seharusnya DPD dapat lebih independent terhindarkan diri dari kepentingan politik. Nilai karya
DPD bukan karena otoritas politiknya tetapi kualitas produknya yang semestinya lebih objektif,
dimana fungsi konstitusional tersebut diperlukan dalam kesisteman UUD.

WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH


KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH MENURUT PASAL 22D UUD 1945

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 22D UUD 1945 (Perubahan), kewenangan DPD dapat
dibedakan dalam beberapa bidang, yaitu:

1.          Bidang legislasi (pembentukan undang-undang).


Dalam bidang legislasi DPD mempunyai wewenang untuk mengajukan suatu rancangan undang-
undang kepada DPR serta ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan:
a.       otonomi daerah,
b.      hubungan pusat dan daerah,
c.       pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
d.      pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
e.       perimbangan keuangan pusat dan daerah

2.          Bidang konsultasi (pemberian pertimbangan).


Dalam bidang konsultasi atau pemberian pertimbangan, DPD mempunyai kewenangan untuk
memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran
pendapatan dan belanja negara, dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama. Termasuk pula dalam fungsi konsultatif DPD adalah terkait dengan
dimilikinya wewenang untuk ikut memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan
anggota Badan Pemeriksa Keuangan [Pasal 23F ayat (1) UUD 1945].

3.          Bidang kontrol (pengawasan).


Dalam bidang kontrol (pengawasan), DPD mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai:
a.       otonomi daerah,
b.      pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
c.       hubungan pusat dan daerah,
d.      pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
e.       pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama.
Hasil pengawasan terhadap hal-hal tersebut kemudian disampaikan kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Dari ketiga bidang tersebut, kewenangan DPD yang berhubungan erat dengan
pembentukan undang-undang adalah bidang legislasi dan bidang konsultasi. Namun demikian,
oleh karena rumusan dalam Pasal 22D tersebut masih terlalu umum, maka pelaksanaan
kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang perlu ditinjau dari undang-undang yang
merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari UUD 1945.

HAK DEWAN PERWAKILAN DAERAH


DPD mempunyai hak:
a.       mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah;
b.      ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
c.       memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan rancangan undang-undang tentang
anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama;
d.      melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan,
dan agama.
Hak Anggota DPD menurut Pasal 232 UUMD3
Anggota DPD mempunyai hak:
a.       bertanya;
b.      menyampaikan usul dan pendapat;
c.       memilih dan dipilih;
d.      membela diri;
e.       imunitas;
f.       protokoler; dan dan
g.      keuangan dan administratif.

Anda mungkin juga menyukai